Bab 6

Playlist : Tak Mungkin Bersama - Judika (Cover oleh Eclat)

"Terima kasih Pak, saya pakai OVO ya Pak.

Nayla menyerahkan helm berwarna hijau kepada bapak-bapak ojek online yang mengantarnya ke rumah Wenny. Tadi, Wenny menelpon karena membutuhkan bantuan Nayla untuk menjaga Arlo yang rewel.

"Eh ada Ibu," sahut Nayla saat melihat ibu dari Wenny duduk di ruang keluarga. Nayla menghampiri beliau dan menyalami beliau dengan sopan. "Arlo Bu?" tanya Nayla kemudian. Karena Nayla tahu Wenny sedang di kantor.

"Di belakang bareng Devan," sahut Ibu Wenny yang asik menonton televisi, di pangkuan beliau ada pisau dan buah apel yang kulitnya baru dikupas sebagian.

Nayla langsung berjalan ke halaman belakang, tadi dia memang melihat mobil Devan terparkir. Di halaman belakang, Arlo sedang bermain di dalam tenda miliknya, ada Devan sedang duduk memperhatikan Arlo.

"Ante!" pekik Arlo saat melihat Nayla berdiri di depan pintu.

Devan langsung menoleh, dia melihat Nayla yang sedang menyambut Arlo. Bocah laki-laki itu memeluk kaki Nayla dengan erat. Sementara tangan Nayla mengusap rambut Arlo yang tipis.

"Arlo sudah makan?" tanya Nayla yang kini membawa Arlo ke dalam gendongannya.

Devan bangun dari duduknya, dia menghampiri Nayla yang membawa Arlo menuju tenda. Di belakang Nayla, Devan memperhatikan Nayla dengan perasaan bingung. Dia merasa sangat bersalah pada Nayla, dia telah menjadi pria jahat untuk perempuan itu.

"Nay ...." Tidak ada jawaban dari Nayla.

Nayla justru menepuk-nepuk kepala Arlo dan meminta bocah itu untuk bermain dengan nyaman. Sementara Nayla, dia akan membuatkan makanan ringan untuk Arlo. Seharusnya Nayla mempergunakan waktu izinnya untuk istirahat, nyatanya dia justru di sini dan bertemu dengan pria yang sudah membuat hancur hatinya.

Devan menghadang Nayla, sementara Nayla menatap Devan dengan tatapannya yang sayu. Devan terkejut melihat mata Nayla yang bengkak, belum lagi masih ada pancaran sedih di sana. Keterkejutan Devan itu dipergunakan Nayla untuk melewati Devan.

Nayla berusaha untuk bersikap baik-baik saja, dia berjalan menuju dapur rumah Wenny. Dia mengeluarkan beberapa bahan kue. Nayla akan membuat cookies untuk Arlo.

∞∞∞

Devan : Dinner?

Anyelir menatap layar ponselnya dengan ragu, dia tidak tahu harus bagaimana. Perasaannya terhadapan Devan memang tidak pernah mati, tetapi dia juga merasa bersalah pada Nayla. Dia tidak akan menanggapi chat dari Devan tersebut.

"Mau makan malam bareng?" sebuah suara lembut memecahkan pikiran Anyelir.

Di depan pintu ruang kerja Anyelir, berdiri Belinda. Perempuan cantik itu langsung datang saat Anyelir tadi mengabarinya. Teman yang selalu Anyelir anggap sebagai sahabat dan saudara, teman yang dia tinggalkan lama.

Anyelir bangun dari duduknya, dia menghampiri Belinda dengan mata berkaca-kaca. Sementara Belinda, maju dua langkah dan memeluk Anyelir dengan erat. Keduanya menangis dalam diam, terlalu rindu satu sama lainnya.

Belinda dan Anyelir melalui bertahun-tahun yang panjang tanpa saling memberikan dukungan. Tanpa saling mendengar keluh kesah, tanpa juga saling berjumpa dan mengabari. Terlalu banyak yang mereka lewatkan.

"Makan cheesecake lebih asik," ajak Belinda ketika pelukan keduanya terurai.

Anyelir menganggukkan kepalanya. "Tunggu sebentar," sahut Anyelir yang kembali ke mejanya. Dia mengambil hand bag miliknya dan kembali menghampiri Belinda. Keduanya berhandengan bersama dan tersenyum keluar dari butik.

Belinda membawa Anyelir ke toko kue langganannya. Di sana, mereka mengambil tempat duduk yang ada di sudut. Masing-masing dari mereka memesan cheesecake dan secangkir cokelat panas.

"Sorry buat selama ini, gue bukannya nggak mau ketemu sama lo. Gue cuma ...." Anyelir tidak melanjutkan kalimatnya saat melihat Belinda tersenyum maklum.

"Gue tahu kok, gue yakin lo pasti bakalan hubungi gue lagi dan kasih gue penjelasan semuanya," tutur Belinda membuat Anyelir merasa beruntung memiliki teman seperti Belinda. "Tapi ... hari ini kita santai-santai aja dulu. Gue tahu lo lagi galau berat," lanjut Belinda membuat Anyelir tersenyum tipis.

Belinda datang menghibur Anyelir, mengingatkan Anyelir bahwa dia tidak sendirian. Dia tidak lagi sendirian menghadapi semuanya. Ada Belinda yang bisa menjadi tempatnya bercerita seperti dahulu.

∞∞∞

Wenny memperhatikan Nayla dengan heran. Sejak dia pulang kerja tadi, Nayla tidak banyak berbicara. Dia hanya bermain dengan Arlo dan di dapur. Sementara Devan, berkali-kali melirik mencari sosok Nayla.

"Devan sama Nayla kenapa?" tanya Wenny pada Gilang.

Kini, mereka semua berkumpul di ruang keluarga rumah Wenny. Hanya Devan yang sudah berpamitan sejak sepuluh menit yang lalu. Bahkan, saat Wenny meminta Devan mengantar Nayla, perempuan itu menolak dengan dalih belum ingin pulang.

"Bukannya mereka memang seperti itu?" Gilang justru balik bertanya.

Kedua bola mata Wenny memutar sebal. "Beda, Nayla kayak menghindari Devan. Biasanya juga Devan yang menghindar," jelas Wenny.

"Sudahlah, mereka sudah dewasa. Jangan campuri terus urusan mereka," kelakar Gilang membuat Wenny mendengus pelan.

Tidak ada lagi perbincangan antara keduanya. Sementara Nayla, dia mengikuti Arlo yang berdiri dan berjalan menuju dapur. Langkah kaki Nayla pelan, kepalanya sudah terasa sedikit berat sejak tadi.

Wenny mengikuti Nayla, dia mengernyit kan dahinya saat melihat Nayla berhenti di dekat tembok dan berpegangan. "Nay! Kamu kenapa?" tanya Wenny khawatir.

Nayla menggelengkan kepalanya pelan. "Agak sedikit pusing saja Kak," tutur Nayla.

"Kamu tunggu di sini ya," tutur Wenny saat melihat Arlo berjalan menuju taman belakang. Wenny lekas menyusul Arlo, dia menggendong Arlo yang mulai merengek karena dilarang ke taman belakang.

"Ya sudah istirahat saja, tidur di sini saja," kata Wenny yang berjalan pelan bersama Nayla, kembali ke ruang keluarga.

Gilang yang melihat Nayla sedang tidak baik-baik saja, lekas menghampiri. Dia mengambil Arlo dari gendongan Wenny. "Ayo kita ke perpustakaan boy!" tutur Gilang yang memberikan waktu untuk Wenny membantu Nayla.

Wenny dan Nayla menuju kamar tamu. Keduanya duduk di pinggir tempat tidur, tangan Wenny menggenggam pelan tangan Nayla. Firasat Wenny mengatakan Nayla sedang memiliki pikiran yang berat.

"Kenapa Nay? Ada apa? Cerita sama Kakak," tanya Wenny dengan lembut.

Nayla justru kembali menangis, dia menggeleng pelan sembari terisak. Tidak ada kata-kata atau kalimat apa pun yang keluar dari bibir Nayla. Dia menutup rapat semuanya sendiri.

Wenny membawa Nayla ke dalam pelukannya. Mendengar tangisan pilu Nayla membuat Wenny merasa tidak tega. Walaupun tidak tahu apa yang terjadi, Wenny yakin itu pasti sangat-sangat menyakiti hati Nayla.

"It's okay. Nggak papa Nay, nangis aja." Wenny mengusap punggung Nayla dengan lembut. Dia sudah menganggap Nayla seperti adiknya sendiri.

Terkadang sesekali Wenny dan Wika mengajak Nayla untuk pergi bersama. Hanya sekedar nyalon, atau mencari diskonan. Kegiatan yang selalu dilakukan Wenny dan Wika sebulan sekali.

"Kamu bisa cerita apa pun ke Kakak, Nay. Anggap Kakak sebagai Kakak kamu sendiri," ujar Wenny. Semakin membuat Nayla menangis. Seandainya, Devan bukan adik Wenny mungkin semuanya akan lebih mudah, begitulah pikir Nayla.

∞∞∞

Nangis dong aku nulis bab ini, sakit banget hati aku. Nggak tega aku sama Anyelir dan Nayla huhuhu
Jangan lupa vote dan komentarnya guys~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top