Bab 4
Devan sampai di tempat fashion show, dia tahu tempat kegiatan tersebut dari Gian. Saat menonton tadi, Devan melihat logo perusahaan Gian yang menangani kegiatan pengiklanan tersebut. Sayangnya, Devan terlambat dikarenakan macet luar biasa.
"Bisa saya bertemu dengan pemilik butik ini?" pinta Devan pada karyawan yang bekerja di butik tersebut.
"Yang sebelah sana Pak, yang pakai baju merah itu," tutur karyawan sembari menunjukkan Devan sosok perempuan yang berdiri berhadapan dengan seseorang.
Devan lekas berjalan menuju pemilik butik, jantungnya berdetak lebih cepat. Dia berharap sekali ini bahwa dia benar-benar menemukan Anyelir. Sayangnya, perempuan itu bukan Anyelir. Dia jelas berbeda dengan Anyelir yang dilihatnya tadi.
"Ingin mencari model baju seperti apa Mas? Kita khusus butik wanita, untuk pacarnya? Istri? Atau gebetan?" tanya Hana saat melihat Devan menghampirinya.
Mata Devan mencar-cari sosok Anyelir di sekitar Hana. "Saya mencari Alir," ucap Devan. Dahi Hana mengernyit, seingatnya dia tidak pernah mempunyai teman atau karyawan bernama Alir. "Maksud saya Anyelir," sambung Devan saat menangkap raut heran Hana.
"Ah! Anye?" Devan menganggukkan kepalanya. "Anye baru saja berpamitan pulang," tutur Hana.
Devan hampir saja mengerang frustasi, untunglah dia ingat bahwa dia sedang berada di ruang publik. Ada banyak orang di dalam butik, selain pelanggan ada juga pekerja yang membereskan sisa-sia kegiatan fashion show tadi.
"Bisa beritahu saya alamat rumah Anye?" pinta Devan pada Hana.
Jika ada seorang pria asing meminta alamat rumah teman, sikap waspada pasti akan langsung muncul. Itulah yang dilakukan Hana saat ini, dia memperhatikan Devan dari ujung kepala hingga kaki. Menilai baju santai yang dikenakan Devan, meski begitu wajah Devan familiar di mata Hana. Merk baju yang merekat pada Devan juga bukan main-main, dan Hana yakin itu asli.
"Saya tidak bisa memberikan alamat rumah Anye, begitu pula kontak pribadinya," tolak Hana membuat Devan siap membantah. Tetapi, Hana kemudian lebih dahulu berkata, "Tapi Mas bisa ke butik Anye."
Hana berjalan menuju meja kasir, Devan mengikuti Hana. Saat di balik meja kasir, Hana membuka laci penyimpanan di sana, mengeluarkan sebuah kartu kecil yang terdapat nama butik dan alamat milik Anyelir.
"Terima kasih," tutur Devan lega. Walaupun nomor yang tertera di kartu tersebut merupakan nomor rumah, yang artinya milik butik Anyelir langsung.
"Nama?" Hana menarik kembali kartu yang hampir saja disambut Devan.
"Devan Singgih."
∞∞∞
Hari ini Nayla meminta izin pulang lebih awal, dia ingin ke butik Anyelir dan mengatakannya dengan benar-benar pada Anyelir. Dia merasa tidak enak karena kemarin membatalkan semuanya sepihak, di lokasi yang tidak layak –toilet.
Setelah membatalkan pesanan gaun pengantin, Nayla tinggal mendesak Devan untuk mengatakan pada keluarga Singgih tentang pernikahan mereka. Nayla tidak punya keberanian, dia merasa tidak pantas jika harus menolak kebaikan keluarga Singgih. Dia bukan pihak yang bisa memilih, dia punya banyak hutang budi pada keluarga tersebut.
Memberanikan dirinya, Nayla mengabari Devan melalui chat singkat. Dia menguatkan dirinya, bahwa itu memang yang terbaik untuknya. Devan bukan jodohnya, bukan miliknya.
Nayla
Mas, Nayla mau ke butik teman Kak Wenny
Mau membatalkan pesanan gaun pengantin
Nayla harap Mas cepat mengabari Kak Wenny dan Pak Gilang
Setelah mengirimkan chat tersebut, Nayla lekas membereskan mejanya. Dia berpamitan pada teman-teman satu divisinya. Kemudian melapor ke supervisor, baru berjalan keluar ruangan.
Devan
Gue antar, lo dimana?
Tidak beberapa lama kemudian, Nayla mendapat mendapat chat balasan dari Devan. Baru saja, Nayla ingin membalas chat tersebut dia menemukan Devan masuk ke dalam lift. Meski begitu, Nayla tetap membalas chat dari Devan tersebut.
Nayla
Di belakang Mas
Devan tersenyum tipis membaca chat dari Nayla, dia tidak menoleh pada Nayla. Melainkan melihat Nayla dari pantulan pintu lift. Devan baru saja selesai rapat di lantai tiga bersama tim pemasaran, dia memang ingin menuju lobi menunggu Nayla. Ternyata justru bertemu di lift.
Baik Nayla dan Devan, tidak saling menyapa. Tidak saling mengatakan apa-apa, keduanya berjalan keluar dari lift. Nayla mengekor di belakang Devan, melewati lobi perusahaan keluarga Singgih yang hari ini tidak begitu ramai.
Pemandangan Devan dan Nayla yang pergi dengan mobil yang sama sudah menjadi pemandangan biasa di perusahaan Singgih. Dulu, saat Nayla masih membantu di rumah produksi keripik pisang, Nayla sering membantu Devan seperti asisten pribadi pria itu.
∞∞∞
Anyelir memeriksa baju-baju yang baru saja dipajang oleh karyawannya. Senyumnya anggun, terus terpatri di wajah cantiknya. Beberapa pelanggan ada di sana, melihat-lihat koleksi terbaru dari butik Anyelir.
"Dress itu akan cocok buat Mbak Vira," tutur Anyelir menghampiri pelanggannya. Dia sangat tahu dengan selera Vira Saladin. Dulu Vira, pernah membantu Anyelir dengan mempromosikan produknya di akun media sosial milik perempuan cantik itu.
Vira menatap Anyelir dengan senyum, dia tahu butik itu dari rekomendasi Wika. Tante iparnya itu sangat-sangat merekomendasikan butik ini kepada Maya dan Vira. Ternyata, Vira sangat nyaman dengan bahan yang dikenakan designer, model-model bajunya pun sesuai dengan selera fashion Vira.
"Tapi, ini terlalu terbuka," gumam Vira. Dia tidak bisa membayangkan wajah galak Laksa karena tidak suka dengan pakaian Vira.
Anyelir tertawa pelan, dia tahu Vira sudah menikah dengan seorang actor laga terkenal. "Di sebelah sana ada yang mirip, tapi potongan dadanya tidak terlalu rendah," ujar Anyelir.
Vira mengikuti Anyelir menuju sudut lain butik. Dia melihat sebuah dress yang memang sangat manis dan cantik di tangan Anyelir. Kepala Vira mengangguk beberapa kali, sudah jelas Vira suka dengan dress tersebut.
"Oke gue mau ini, sama yang warna hijau tadi juga," tutur Vira.
Anyelir langsung membawa dress tersebut menuju kasir. Vira mengikuti Anyelir menuju kasir, dia memperhatikan Anyelir diam-diam. Penampilan Anyelir yang menurut Vira benar-benar mencerminkan seorang pemilik butik, membuat Vira iri.
"Jika Mbak Vira merasa ada yang kurang nyaman bisa langsung dibawa ke sini, nanti saya paskan dengan ukuran Mbak Vira," ujar Anyelir sembari menyerahkan dress pembelian Vira kepada karyawan yang bertugas di kasir.
"Selamat datang, ada yang bisa dibantu?"
Anyelir langsung melihat ke arah pintu masuk saat seorang karyawan menyapa pelanggan. Wajah Anyelir langsung berubah tegang saat melihat sosok Devan berdiri di depan pintu. Pria itu dengan secarik kertas di tangannya, sementara Nayla berjalan masuk lebih dahulu.
Seperti dipermainkan oleh takdir, Anyelir merasa lemas. Dia bahkan berpegangan pada meja kasir. Merasa tidak sanggup harus bertemu Devan saat ini.
"Are you okay?" tanya Vira khawatir. Wajah Anyelir terlihat langsung pucat, seolah-olah melihat hantu. "Anye ... are you okay?" tanya Vira lagi karena tidak ada tanggapan dari Anyelir.
∞∞∞
Hallo! Maaf ya aku baru sempat update. Aku masih ada 2 hutang bab lagi ya, nanti agak tengah malaman ya. Aku mau ngerekap pesanan buku dulu soalnya. Ntar aku update kok, ini diramaikan dulu ya tapinya~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top