Bab 10
Playlist: Tentang Aku Kau dan Dia – Kangen Band (Cover oleh Vioshie)
"Mbak Anye, ini ada kiriman buat Mbak." Seorang pegawai Anyelir menyerahkan sebuah amplop. Dahi Anyelir mengernyit menerima amplop putih panjang tersebut, seperti surat isinya.
"Astaga!" Anyelir tersadar bahwa dia sudah terlalu lama meninggalkan Devan sendirian di rumah sakit. "Saya titip butik ya, kalau ada apa-apa segera kabari saya," pesan Anyelir sembari memasukkan amplop putih di tangannya ke dalam tas.
Anyelir mengendarai mobilnya menuju rumah sakit. Sudah hampir sebulan Anyelir pulang pergi dari rumah sakit. Dia menjaga Devan dengan baik, bahkan Anyelir orang pertama yang dilihat Devan ketika dia siuman.
Sebenranya, Anyelir bertanya-tanya mengenai keberadaan Nayla. Terakhir Anyelir melihat Nayla satu bulan yang lalu, di rumah sakit menjenguk Devan diam-diam. Anyelir ingin bertanya pada Wenny atau Gilang, tetapi dia tidak tahu harus bagaimana berucap.
"Nayla kemana Mas? Gue nggak lihat Nayla, dia nggak jengukin gue?"
Anyelir berhenti di depan pintu kamar Devan. Dia tidak sengaja mendengar suara Devan, bertanya dengan Gilang mengenai keberadaan Nayla. Bibir Anyelir bungkam, dia ingin tahu pembicaraan kedua orang itu.
"Sibuk dengan skripsinya," sahut Gilang apa adanya. Dia memang sering bertemu Nayla di kampus ketika sore hari, melihat Nayla yang rajin bimbingan membuat Gilang merasa bahwa Nayla sedang menyibukkan dirinya sendiri.
Anyelir perlahan mengintip ke dalam melalui celah pintu yang terbuka sedikit. Dia melihat wajah Devan yang kecewa. Entah kenapa, Anyelir menjadi merasa bersalah. Dia merasa bahwa dirinya di samping Devan justru bukan hal yang benar.
"Cepat pulih. Mas sudah tidak tahan harus sering-sering melihat perusahaan lo yang besar itu," tutur Gilang pada Devan yang terkekeh pelan.
Melihat Gilang yang sepertinya akan pergi, Anyelir bersiap masuk ke dalam kamar. Anyelir mengetuk pelan pintu kamar. Dia menarik senyum tipis saat Gilang dan Devan melihat ke arahnya.
"Karena sudah ada Anyelir, Mas pulang dulu. Arlo perlu dijemput soalnya," kata Gilang yang bangun dari duduknya. "Titip Devan ya Nye," tutur Gilang pada Anyelir yang menganggukkan kepalanya.
Anyelir duduk di kursi yang diduduki Gilang tadi. Dia tersenyum pada Devan yang juga tersenyum padanya. Anyelir meletakkan tasnya di atas meja di sebelah tempat tidur Devan.
"Mau jeruk?" tawar Anyelir yang diangguki oleh Devan.
Posisi tempat tidur Devan sedang dalam posisi duduk, sepertinya Gilang tadi yang mengaturkannya. Karena, saat Anyelir tinggal Devan masih tertidur. Kondisi Devan juga sudah mulai membaik, kaki Devan juga sudah mulai membaik, beberapa kali sudah dapat diajak ke taman rumah sakit dengan kursi roda.
∞∞∞
Nayla berdiri di depan pintu kamar Devan, dia mengintip dari kaca persegi yang tidak terlalu besar di pintu. Selalu, Nayla tidak pernah absen datang. Hanya sekedar melihat dari jauh, tidak berani masuk ke dalam.
Beberapa kali, Nayla menitipkan roti melalui suster. Dia sudah seperti penguntit yang misterius. Tapi, Nayla tidak ingin mengganggu Devan dan Anyelir.
Melihat Devan tersenyum dan tertawa bersama Anyelir tidak mudah bagi Nayla. Meski begitu, Nayla selalu ingin tahu kondisi Kesehatan Devan. Bagaimana Devan terlihat lebih cepat pulih dengan bantuan Anyelir, membuat Nayla tersadar akan posisinya.
Hari ini, Nayla baru saja menyelesaikan ujian akhirnya. Dia berhasil meraih nilai A dengan poin 90. Di tangan Nayla terdapat buket bunga, pemberian Wenny untuknya. Nayla meminta pada Wenny dan Gilang untuk tidak mengatakan hari baik ini pada Devan. Nayla tidak ingin Devan memikirkannya.
"Nay."
"Gian."
Nayla menatap Gian yang ternyata datang untuk menjenguk Devan. Selama sebulan ini tidak ada yang pernah memergoki Nayla di depan kamar Devan. Sepertinya, hari ini pengecualian untuk Nayla.
"Ayo masuk," ajak Gian.
Nayla menggelengkan kepalanya. Dia kemudian menoleh kembali ke arah pintu kamar. "Aku hanya datang untuk melihat-lihat," sahut Nayla pelan.
Gian memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Dia menatap Nayla dengan tatapan kasihan. Dia tahu bagaimana perasaan Nayla pada Devan, Gian bukan pria bodoh dan dia tidak buta.
"Tolong jangan katakan bahwa Mas Gian melihatku di sini," pinta Nayla yang kemudian berlalu pergi begitu saja.
"Nayla!" panggil Gian yang akan mengejar Nayla. Sayangnya, pintu kamar Devan terbuka, muncul Anyelir dan Devan yang duduk di kursi rodan.
∞∞∞
Devan tertidur setelah meminum obatnya. Kini hanya ada Anyelir dengan buku sketch-nya. Dia mencoba mencari inspirasi sembari menjaga Devan. Ketika Anyelir membongkar tasnya, mencari charger ponselnya, dia menemukan amplop putih di dalam tasnya.
Anyelir membuka amplop itu, dia mengeluarkan surat yang ada di dalamnya. Bibir Anyelir terkatup rapat, matanya terbelalak kaget saat tahu surat itu pemberian siapa. Perlahan Anyelir menatap Devan yang tertidur pulas.
Mbak Anyelir, ini saya Nayla.
Maaf jika saya tiba-tiba mengirimkan surat seperti ini kepada Mbak Anyelir. Kita memang hanya kenal sebentar, Nayla hanya tahu Mbak Anyelir designer dan teman Kak Wenny. Ya, awalnya seperti itu.
Nayla tahu Mbak Anyelir siapa.
Mbak Anyelir orang yang selalu ada di dalam hati Mas Devan. Mungkin apa yang saya rasakan sekarang tidak ada apa-apanya dengan perasaan Mbak Anyelir. Saya tidak tahu bagaimana sakitnya menjadi designer pernikahan orang yang kita cintai, tapi saya tahu Mbak Anyelir orang baik.
Saya tidak akan mengganggu Mbak Anyelir dan Mas Devan. Saya punya hal lain yang lebih penting dari hanya mencoba mengubah hal yang tidak mungkin. Saya akan mengejar mimpi saya sendiri.
Mbak, Nayla kembalikan Mas Devan kepada Mbak Anyelir.
Bahagia bersama Mas Devan, Mbak. Kalian orang baik dan saling mencintai. Tidak sepantasnya dipisahkan terus menerus.
Sampaikan salam saya pada Mas Devan.
From: Nayla Felysia
Anyelir menangis dalam diam, dia menggenggam kuat suarat perpisahan dari Nayla tersebut. Dia tidak tahu harus bagaimana, tetap tinggal atau pergi dan menghilang seperti sebelumnya. Dia sudah merusak kehidupan Devan. Seandainya, sejak awal dirinya tidak pernah muncul dan berusaha mengetahui tentang Devan, sekarang tidak akan seperti ini.
Anyelir sudah menyakiti hati perempuan sebaik Nayla. Bagaimana cara Anyelir menyampaikan keputusan Nayla pada Devan. Sementara pria itu mencari Nayla, mencari sosok yang belakangan selalu ada untuknya.
∞∞∞
Nayla berdiri di depan rumah Gilang dan Wenny. Dia ingin berpamitan secara langsung kepada dua orang itu, sayangnya Nayla tidak mampu. Dia takut akan berubah menjadi egois dan tetap tinggal bagai benalu di keluarga itu.
"Selamat tinggal," gumam Nayla sembari menyelipkan sebuah amplop putih di bawah pintu rumah Gilang dan Wenny.
Nayla sudah memutuskan untuk pindah ke luar kota. Dia akan menghapus semua lukanya dan mengembalikan Devan kepada orang yang tepat. Nayla akan membuka lembaran baru hidupnya.
Nayla berjalan dengan kepala yang tegak, bahu yang kuat. Dia sudah menyelesaikan pendidikannya, menyerahkan surat pengunduran diri di kantor. Dia benar-benar akan menjadi orang yang baru setelah ini, patah hati membuatnya belajar arti cinta yang sebenarnya.
∞∞∞
Habis ini satu bab lagi guys, setelahnya epilog. Demi apa aku nangis dong waktu Nayla milih pergi. Cengeng bener aku nulis cerita ini, nangis mulua hueeeeee.....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top