Bab 1
"Sorry banget Kak! Gue tadi ada ketemu client di luar."
Anyelir menyapa Wenny yang sudah menunggunya di butik, di sebelah Wenny ada Nayla. Tentu saja, Wenny sudah membuat janji dengan Anyelir kemarin. Tujuan kedatangan Wenny dan Nayla tentu untuk memesan gaun pengantin Nayla.
"Nayla," ucap Nayla sembari mengangsurkan tangannya kepada Anyelir.
"Anyelir, bisa panggil Anye." Uluran tangan Nayla disambut Anyelir.
Sebenarnya, Wenny dan Anyelir jarang sekali bertemu dan nongkrong bareng. Wenny yang seorang pegawai negeri sipil jelas hanya memiliki waktu pada weekend, sedangkan dia mendahulukan untuk bersama Arlo dibandingkan pergi nongkrong. Anyelir juga terlalu sibuk semenjak membuka cabang butik baru.
"Jadi? Nayla yang mau nikah? Karena nggak mungkin dong Kak Wenny nikah lagi," seloroh Anyelir yang disambut kekehan Wenny. Nayla hanya menanggapinya dengan senyuman tanggung.
Anyelir berjalan menuju meja kerjanya, Nayla memperhatikan gerakan Anyelir yang mirip seperti model. Mulai dari cara jalan, cara berdiri, cara tersenyum dan bahkan cara Anyelir berbicara. Mungkin lebih tepat seperti Miss Indonesia.
"Cantik ya Kak," kata Nayla berbisik sambal melirik Anyelir.
Nayla merasa dia benar-benar seperti gadis kampung di sana, Wenny yang sederhana namun tetap terlihat modis dan Anyelir yang sudah pasti modis luar biasa, dia seorang designer. Entah kenapa, Nayla suka sekali melihat cara Wenny bercanda dengannya dan Wenny tadi.
"Ini cantik buat Nayla yang cantiknya natural." Anyelir datang membawakan Wenny dan Nayla sebuah buku sketch.
"Ada yang lain nggak? Masih gambar kurang oke, ada yang mirip gitu nggak sih yang udah jadi? Jadi bisa ngebayangin gitu," komentar Wenny.
Padahal Nayla sudah ingin bertanya mengenai kebaya biasa yang sekira harganya tidak begitu mahal. Nayla merasa tidak enak jika harus menghabiskan banyak uang keluarga Singgih hanya untuk pakaian yang dipakai sekali. Walaupun di dalam hati Nayla dia merasa senang dan ingin memimpikan pernikahan seperti perempuan lainnya.
"Ada kok, nanti ya si Cika lagi carikan ke dalam." Anyelir memandangi Nayla, dia kemudian menarik Nayla untuk berdiri. "Body-nya pas nih. Lekuk tubuhnya harus ditonjolin biar lebih wah lagi!" seru Anyelir semangat.
Wenny tersenyum dan ikut berdiri. Dia setuju dengan pengamatan Anyelir. "Devan pasti setuju deh sama pilihan Anye. Soalnya, dia pernah bilang kalau nikah istrinya harus pesan di tempatku nikah dulu," tutur Wenny.
Tangan Anyelir langsung berhenti di udara, dia membatalkan niatnya untuk memperbaiki rambut Nayla. "Devan?" tanya Anyelir sembari menatap Wenny.
"Iya! Adik iparku Nye." Wenny menganggukkan kepalanya sembari tersenyum pada Nayla.
"Oh!" tanggap Anyelir pelan.
Nayla memperhatikan perubahan Anyelir yang mendadak, entah kenapa Nayla merasa bahwa Anyelir mengenal Devan. "Mba Anye kenal Mas Devan?" tanya Nayla hati-hati.
Anyelir menatap Nayla dengan sorot mata yang sulit diartikan, tetapi tidak lama kemudian dia tersenyum dan berkata, "Tahu dari cerita Kak Wenny."
"Belum pernah ketemu mereka," imbuh Wenny dan Nayla mengangukkan kepalanya. Walaupun banyak pertanyaan di dalam hati Nayla.
∞∞∞
Anyelir duduk di pinggir kaca apartemennya, dia menatap pemandangan malam kota Jakarta. Secangkir cokelat hangat ada di dalam genggamannya. Kedua matanya terbingkai kacamata bulat dengan warna frame gold. Pada sekitar Anyelir bertebaran lembar-lembar buku sketsa yang berantakan.
Di dalam ingatan Anyelir, kejadian-kejadian putih abu-abu dirinya yang menyenangkan terputar. Senyum jahil Devan, senyum dan tawa kebahagiaan Anyelir. Saat dirinya merasa bahwa dia jatuh cinta pada Devan.
Ada banyak hal yang menjadi factor Anyelir menghindari Devan. Dia tidak ingin menyakiti Devan, membuat kecewa pria yang sampai sekarang masih menempati hatinya. Pria yang sejak dulu menjadi pemilik hatinya.
Anyelir melirik pada ponselnya, dia ingat kenapa dia pulang ke Indonesia bertahun-tahun silam. Hanya karena sebuah pesan dari teman semasa SMA yang tidka berani dia jumpai. Takut jika Devan akan segera menemukannya.
Belinda : Lir, pulang. Gue nggak sanggup diikutin Devan terus, dia cinta mati sama lo. Kayaknya, mau lo lari ke lobang buaya sekali pun dia bakalan nyusulin lo!
Selama ini, Anyelir selalu menyibukkan dirinya sendiri. Dia merintis karirnya dengan sangat giat. Meski begitu, Anyelir selalu mendengar kabar tentang Devan. Alasan lain kenapa Anyelir berteman baik dengan Wenny, dia ingin mendengar berita soal Devan dari perempuan itu.
Hari ini, Anyelir mendengar kabar yang membuat hatinya terenyuh. Dia hanya mampu menangis dalam diam. Menyimpan lukanya sendirian dan tetap harus profesional. Wanita mana yang sanggup membuatkan baju pernikahan calon istri dari pria yang dicintainya?
Bekali-kali Anyelir menebak-nebak, jika dia muncul di hadapan Devan sejak lama, apa mereka akan tetap berjodoh?
Ragu-ragu, Anyelir mengambil ponselnya. Dia membuka phonebook dan mencari nama Devan Singgih di sana. Entah kenapa, rasanya Anyelir ingin berteriak marah dan mencegah Devan menikahi Nayla.
"Hah!" Anyelir menghela napasnya dengan keras, sedetik kemudian dia menangis pelan. Anyelir tidak bisa berbuat jahat dan menghancurkan kebahagian wanita lain.
∞∞∞
Nayla mengaduk-ngaduk nasi gorengnya dengan tidak bersemangat. Pikirannya melayang pada pertemuannya dengan Anyelir tadi sore. Entah kenapa, Anyelir tidak bisa mengenyahkan wajah kaget dan pias yang ditampilkan Anyelir.
"Nay!" Devan menaikkan nada suaranya, dia sudah memanggil Nayla tiga kali. "Ngelamunin apaan sih? Buruan makannya! Gue mau balik," lanjut Devan saat Nayla akhirnya menggubris panggilannya dengan tatapan mata kaget.
Nayla tidak banyak berucap, dia memasukkan dua suap nasi goreng ke dalam mulutnya. Matanya sibuk melirik Devan yang sudah selesai makan. Sebenarnya, mala mini Nayla mengajak Devan keluar karena ada yang ingin ditanyakannya.
"Mas Devan ..." Nayla memanggil Devan, membuat pria itu bergumam pelan. Dia menatap Nayla dengan dahi berkerut. "Kenapa Mas Devan mau nikah dengan Nayla?" tanya Nayla kemudian.
"Penting banget alasannya?" Devan balik bertanya.
"Mas Devan nggak punya alasankan? Semuanya hanya karena keluarga Mas doang kan?" Nayla bertanya dengan nada yang pelan, ada rasa sakit di dalam dadanya. "Nay tahu kok kalau Mas Devan punya seseorang di dalam hatinya," lanjut Nayla yang kini menundukkan kepalanya, dia menatap nasi goreng yang masih banyak.
Devan, pria itu tidak menyangka bahwa Nayla akan mengatakan hal tersebut. Selama ini, dia memang selalu menjaga jarak dengan perempuan manapun. Dia masih mencari dan menunggu Alir.
"Ya," sahut Devan pelan.
"Nayla minta Mas Devan jujur sama keluarga Mas. Nayla nggak mau menikah dengan Mas Devan," tutur Nayla yang bangun dari duduknya, dia membawa sepiring nasi goreng menuju gerobak depan.
Devan terdiam, dia hanya memperhatikan Nayla yang sedang meminta bungkus nasi goreng miliknya. Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan Nayla. Yang salah sudah jelas Devan. Dia tidak bisa membuka hatinya untuk wanita lain, bahkan untuk wanita sebaik Nayla pun tidak bisa.
∞∞∞
Duh baru bab satu aja aku udah nyesek nulisnya. Gila sih, aku nggak bisa milih antara Anyelir sama Nayla. Dua-duanya sama-sama favoritku soalnya~
Mau pakai target komentar nggak? Aku mau coba ya, 300 komentar malam ini untuk double update besok. Gimana?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top