7. Kucing

💙Happy Reading💙

Daniel tak langsung kembali ke rumah usai berdebat dengan Mattew. Anak itu memilih untuk menelusuri jalan dengan kedua kakinya tanpa peduli apakah ia mampu berjalan hingga sampai ke rumah.

Bocah itu memegang perutnya, dapat ia dengar sebuah suara layaknya musik keroncong tengah tampil dalam perutnya. Ya, Daniel lapar karena sejak siang hingga kini matahari mulai condong ke barat, anak itu belum menyantap makanan apapun kecuali sarapan tadi pagi. Itu pun Daniel tak menghabiskannya karena sang ayah sudah menghancurkan suasana hatinya.

Berharap akan menemukan sebuah kafe atau restoran untuk sekadar membeli minuman, Daniel malah berakhir di sebuah gang sempit yang belum pernah ia lalui.

"Sial! Di mana, nih? Pasti salah jalan," gerutu Daniel saat ia sampai di ujung jalan yang ternyata adalah jalan buntu.

Daniel membalikkan badan dan bersiap mengambil langkah untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun sebuah suara mengalihkan perhatiannya.

Meow ... meow ....

"Anjing! Eh, kucing! Kaget gue." Daniel terlonjak kaget ketika tiba-tiba seekor kucing jatuh di hadapannya.

Anak itu menatap ke atas dan mulai berspekulasi bahwa kucing itu jatuh dari atas atap sebuah pipa air milik bangunan yang berdiri kokoh di hadapannya. Di ketinggian seperti itu, apakah kucing itu baik-baik saja?

Mengabaikan rasa terkejutnya, Daniel bergerak mendekati kucing tersebut. Di tatapnya kucing berbulu putih itu cukup lama, sebelum akhirnya Daniel berani mengulurkan tangan dan menyentuh bulu kucing tersebut.

Meski di awal si kucing memberikan kesan tidak bersahabat dan terus menggeram ribut. Namun, ketika Daniel terus mengusapnya secara perlahan, kucing itu mulai tenang dan nampak nyaman dengan elusan tersebut.

"Kasihan, padahal warna bulunya bagus, tapi sayang kotor." Daniel berucap dengan tangan yang masih sibuk mengelus bulu si kucing.

Kucing itu mengeong keras saat Daniel menghentikan elusan. Anak itu berdiri dan berniat untuk meninggalkan tempat itu. Waktu sudah nyaris mendekati petang, ia tak mau sang ayah murka karena mendapati Daniel tidak pulang bersama Mattew.

Meow ... meow ... meow ....

"Lah, kenapa nih kucing?" Saat anak itu mulai mengambil langkah pertama, kucing tersebut turut berjalan di belakangnya dan terus mengeong.

Daniel yang menyadari hal tersebut lantas menghentikan langkahnya dan menatap si kucing. Atara ragu dan bingung, anak itu akhirnya berbalik menghampiri hewan berbulu lebat itu.

"Kenapa sih lo?" tanyanya pada makhluk mungil itu.

Seakan tahu jika Daniel tengah berbicara padanya, kucing tersebut balas mengeong. Tanpa diduga, kucing itu mendekat ke arah Daniel dan menempel di sela-sela kaki anak itu.

Mengetahui jika kucing itu seakan enggan untuk ditinggalkan, Daniel merasa iba. Meski bukan pencinta hewan, bukan berarti Daniel tidak memiliki rasa sayang pada binatang. Apalagi ini adalah seekor kucing, binatang menggemaskan yang membuat siapa saja luluh ketika menatap matanya.

"Apa boleh buat?"

Setelah berpikir beberapa saat, anak itu memutuskan untuk membawa kucing itu kembali ke rumahnya. Tak ada ruginya juga memelihara kucing, karena mungkin hewan lucu itu bisa Daniel jadikan teman. Miris memang, teman pertama yang ia miliki adalah seekor kucing.

"Yah, siapa tahu abis kucing terus dapet temen manusia. Ya 'kan?" ujarnya pada sang kucing yang kini berada di pelukannya.

🍁🍁🍁

"Kembaliannya ambil aja, Bang."

"Wah, makasih ya, Dek."

"Sama-sama, semoga bermanfaat, Bang."

Pria berjaket khas ojek online tersebut tersenyum girang saat Daniel memberinya uang lebih untuk bayaran atas jasanya mengantar anak itu menuju rumah.

Daniel tersenyum ramah pada sang pengemudi ojek tersebut sebelum memasuki rumah. Tak lupa kucing yang tadi ditemukan, Daniel bawa dalam pelukan. Ia lihat mobil milik sang ayah dan ibu belum tiba, itu berarti keadaan sangat aman untuk membawa kucing itu ke dalam rumah.

"Den Daniel?"

"Eh, Bi Atun."

Daniel refleks menyembunyikan kucing di genggamannya ke belakang tubuh, saat mendapati sang asisten rumah tangga muncul di hadapannya.

Menangkap gelagat aneh dari sang majikan, wanita paruh baya itu lantas mendekat. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat keadaan Daniel. Muka lebam dan baju kotor, apa yang terjadi pada sang tuan muda?

"Ya ampun, Aden. Ini kenapa kok mukanya luka gini? Bajunya juga kotor, Aden kenapa? Ada yang mukulin, ya? Siapa yang mukulin?" Rentetan pertanyaan sarat akan kekhawatiran terlontar dari bibir tebal wanita itu.

Bi Atun mendekati Daniel dan memeriksa setiap inci dari tubuh anak itu. Dan ia dibuat terkejut saat Daniel menyembunyikan seekor kucing di belakang tubuhnya.

"Aden, ini kucing siapa? Kenapa dibawa ke rumah?" Belum selesai perkara tubuh Daniel yang terluka, wanita itu kembali bertanya perihal kucing di genggaman Daniel.

Anak itu menggeleng. "Daniel nggak apa-apa, Bi. Soal luka nanti Daniel obati sendiri dan please jangan kasih tahu Mama dan Papa soal kucing ini. Daniel janji, kok, akan rawat dia semaksimal mungkin," tukasnya setengah memohon.

Menyaksikan ekspresi memohon yang Daniel tunjukkan, membuat wanita itu tak tega untuk menolak permintaan dari si bungsu itu. Wanita itu kemudian mengangguk, membiarkan sang tuan muda berlari kecil menuju kamarnya dengan seekor kucing di pelukannya.

Tepat saat Daniel hendak masuk ke dalam kamarnya, Mattew mengikuti anak itu dari belakang.

"Kak, ngapain, sih?" tegur Daniel saat Mattew memaksa untuk ikut masuk ke kamarnya.

"Lah, lo sendiri ngapain bawa-bawa kucing gitu?" balas Mattew balik bertanya sembari menunjuk kucing di pelukan Daniel.

Anak itu sontak menyembunyikan kucing itu ke belakang tubuhnya, persis seperti ketika ia bertemu dengan bi Atun.

"Bukan urusan, lo. Udah deh, mending lo pergi aja." Dengan sedikit dorongan, Daniel berusaha membuat Mattew keluar dari kamarnya.

Namun bukan Mattew namanya jika bisa goyah hanya dengan dorongan lemah dari sang adik. Remaja berotak cerdas itu masih berdiri tegap di hadapan Daniel tanpa beranjak barang sejengkal.

"Kak Matt. Please, tinggalin gue sendiri."

"Nggak akan sebelum gue ngobatin luka ini," sahut Mattew lantas menekan bagian lebam di wajah Daniel.

"Aww ... Kak! Sakit!" Bukannya berlebihan, tapi Mattew menekan luka di wajahnya terlampau keras dan itu sakit.

Mattew terkekeh ketika mendapati wajah cemberut Daniel. Anak itu terlihat lucu ketika sedang merajuk. Tapi rasanya Mattew sudah lama sekali sudah tidak melihat wajah cemberut ini. Apakah waktu sudah banyak berlalu? Sampai ia lupa kalau bocah di hadapannya ini dulunya adalah anak manja?

"Kak?" Daniel cukup heran saat melihat perubahan drastis dari ekspresi Mattew. Anak itu tadinya tersenyum menjengkelkan, namun tiba-tiba berubah menjadi datar.

"Nggak apa-apa. Udah, sini gue bantu obati luka lo. Dan please, jauhin kucing bau itu dari gue," tukas Mattew kemudian. Bukannya tidak suka kucing, hanya saja Mattew jijik dengan penampilan kotor dari kucing yang sedari tadi Daniel gendong.

Mattew meraih lengan Daniel, berniat untuk memeriksa apakah ada luka selain wajah, tapi buru-buru ditepis oleh Daniel.

"Nggak usah. Gue bisa sendiri!" Daniel terkejut saat Mattew menyentuh lengannya. Anak itu tanpa sadar menaikkan nada bicaranya satu oktaf.

Merasa jika telah dibentak oleh yang lebih muda. Mattew mengernyitkan alis dan menatap aneh pada Daniel.

"Biasa aja dong. Kalau nggak mau juga gue nggak maksa. Nggak usah ngegas gitu. Katanya mau nginep di apartemen, ngapain juga balik," sungutnya kesal.

Hilang sudah niat Mattew untuk mengobati luka sang adik. Anak itu berbalik dan meninggalkan kamar Daniel dengan raut kecewa. Ia memang bukan tipe orang yang mudah memahami maksud dari lawan bicara. Namun, untuk Daniel, dia berusaha untuk memahami isi hati bocah tersebut. Dan sepertinya itu masih gagal hingga saat ini.

Daniel tertegun, ia tak tahu jika kepanikannya tadi membuat ia membentak sang kakak. Ingin menjelaskan, tapi Mattew sudah terlanjur memasuki kamarnya dan Daniel yakin jika pintu itu sudah dalam keadaan terkunci.

"Maaf."

Hanya kata itu yang mampu Daniel ucapkan tanpa bisa berhadapan langsung dengan yang bersangkutan. Sungguh, ia bukannya menolak bantuan Mattew untuk merawat lukanya. Tetapi Mattew menggenggam tepat di bekas luka yang Daniel simpan. Ia benar-benar takut jika seseorang akan melihat luka itu, apalagi orang itu adalah Mattew. Kakak kandungnya sendiri.

🍁🍁🍁

Anggap aja ini kucing yg dibawa sama Daniel tapi versi udh bersih :)

Aku double update, ya, karena minggu kemarin lupa belum up. Dan buat yang nggak sabar, kalian bisa mampir ke KaryaKarsa, ya. Link ada di bio.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top