1. Neraka Hampa

"Aku terluka, tidak tampak, tapi sangat dalam. Ini jauh lebih menyakitkan dari luka dengan darah yang mengucur."

.
.
💙Happy Reading💙


Remaja itu mematung di depan pintu kelas, beberapa detik tampak terdiam sebelum akhirnya meraih ganggang pintu di hadapannya. Matanya menyapu ke penjuru kelas. Baru jam setengah tujuh pagi dan suasana kelas sudah cukup riuh dengan adu lempar kertas yang dipimpin oleh seorang pemuda jangkung berambut pirang.

Daniel, nama remaja itu, hanya bisa menghela napas saat mendapati banyak gulungan kertas berserakan di lantai kelas. Jika keadaan kelas sudah sekotor ini, maka semua akan berakhir dengan dirinya yang harus membersihkan semuanya. Regu piket yang dibentuk pun tidak akan mau jika disuruh untuk membantu Daniel, mereka akan berdalih jika kebersihan kelas adalah tanggung jawab seksi kebersihan. Dan Daniel-lah seksi kebersihan kelas tersebut.

Puk!

Sebuah tangan menepuk bahu Daniel cukup keras, tepat setelah anak itu meletakkan bokongnya ke atas kursi.

"Bro! Pinjem buku PR Sejarah lo, dong. Gue belum kelar nih ngerjainnya," ujar siswa ber-name tag Sony tersebut.

Daniel menghela napas. "Gue juga belum," sahutnya.

"Halah, jangan bohong! Gue nggak percaya orang sepinter lo kagak kerjain PR," sangkal Sony.

Belum sempat Daniel melontarkan kalimat pembelaan, Sony sudah lebih dahulu berteriak memanggil kawannya.

"Woy, Arsen! Bantu gue, dong!" teriak Sony pada siswa berambut pirang yang berdiri tidak jauh darinya.

Siswa yang dimaksud sontak menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke sumber suara.

"Gue nggak budek, njir! Biasa aja panggilnya!" balas anak bernama Arsen.

"Lah, lu kenapa masih ngegas juga?" Sony tak habis pikir dengan kawannya ini, yang malah membalas ucapannya dengan teriakan juga.

Arsen menutup mulutnya dan memasang raut bingung.

"Eh, iya juga," ucapnya kemudian.

"Dah, lupakan. Ngapain panggil-panggil? Nggak tahu apa kalau gue sibuk?" Memilih mengabaikan perdebatan tidak penting tadi, Arsen lantas melontarkan pertanyaan.

"Ini si juara kelas, nggak mau kasih pinjam buku PR-nya," adu Sony pada Arsen.

Menanggapi ucapan tersebut, Arsen sontak menghentikan kegiatan melempar kertasnya dan mendekat ke arah Daniel.

"Ekhemm!" Tanpa permisi Arsen merangkul bahu Daniel hingga membuat anak itu nyaris terjungkal.

"Eh, juara kelas bagi PR lo, dong! Kalo pinter jangan disimpen sendiri, kesian yang fakir ilmu ini," tukas Arsen penuh paksaan.

Daniel berusaha melepaskan rangkulan Arsen, namun usahanya gagal dan Arsen malah semakin mempererat rangkulannya.

"Nggak," cicit Daniel mencoba untuk menolak.

Arsen memutar bola matanya malas. "Kasih atau gue robek buku lo?" Arsen mengambil salah satu buku di atas meja Daniel dan berpose seperti hendak merobek buku tersebut. Ancaman klasik.

Daniel tidak heran, karena ia tahu jika berani menentang ucapan Arsen maka salah satu benda harus ia korbankan dan kali ini adalah buku latihan matematika miliknya yang menjadi taruhan.

Dengan terpaksa Daniel mengeluarkan buku bersampul merah dari dalam tasnya.

"Ambil dan balikin buku matematika gue," ucap Daniel sembari menyodorkan buku miliknya pada Arsen.

Daniel sebenarnya tidaklah takut dengan Arsen, ia hanya malas memperpanjang hal sepele menjadi masalah besar. Ia lebih baik menghindar dan mengalah dari pada harus terlibat dalam lingkar masalah.

"Nah, gitu 'kan enak. Gue nggak usah buang-buang tenaga buat sobek buku," balas Arsen kemudian melemparkan buku di tangannya dan menerima buku di tangan Daniel.

Buku yang semula di tangan Arsen, kini menjadi lapak untuk mencontek satu kelas. Nyaris semua siswa di kelas berkumpul di satu meja dan mulai menyalin hasil kerja Daniel. Sudah bukan pemandangan aneh lagi ketika anak satu kelas menyalin hasil kerja Daniel, karena itu sudah menjadi keseharian penghuni kelas X IPS-4. Kelas yang minim anak cerdas dan hanya berisikan para berandal pelanggar aturan. Adalah Arsen yang menjadi pemrakarsa terbentuknya geng berandal di kelas tersebut.

🍁🍁🍁

Waktu istirahat. Surganya para siswa, di mana mereka berbondong-bondong menyerbu sebuah tempat yang disebut kantin. Menghabiskan waktu bebas yang tak seberapa dengan mengobrol dan menyantap makan siangnya bersama kawan-kawan.

Di sebuah bangku yang terletak di sudut kantin, terdapat Daniel yang dengan tenang menyantap makan siangnya. Tak ada yang disebut teman untuk bisa makan bersamanya karena sejak awal ia bersekolah di sini, Daniel belum memiliki satu orang pun teman, hanya para perusuh kelas saja yang bersedia mengunjunginya.

Seperti saat ini, Arsen beserta anggota gengnya mulai berjalan mendekat ke arah Daniel. Memasang wajah liciknya dan mulai duduk bersama dalam satu bangku dengan Daniel. Jika sudah seperti ini, hanya hal buruk yang akan Daniel dapatkan.

"Sendirian aja, neng. Abang temenin, ya?" celetuk Arsen begitu duduk di hadapan Daniel.

"Uhhuukkk ... uhhuukkk ...."

Daniel tersendak oleh makanannya sendiri begitu mendengar kalimat menggelikan itu terlontar dari bibir Arsen. Tangannya buru-buru meraih gelas es teh di atas meja dan meneguk hingga habis separuhnya.

Hal tersebut memancing tawa Arsen dan dua orang kawannya, Sony dan Brian. Lucu saja melihat si juara kelas bisa salah tingkah hanya karena Arsen menggodanya.

"Dih, lo kok kaya homo gitu sih, Sen," celetuk Sony di akhir tawanya.

Mau tak mau Sony dan Brian kembali meledakkan tawanya. Apa lagi kini mereka melihat Arsen menampakkan raut kesalnya, lucu sekali.

"Homo kepala lo! Gila apa gue suka sama cowok cupu kek gini, yang cuma baik di otak. Mending juga suka sama si Sumi," balas Arsen setengah kesal. Sedangkan Sumi adalah teman sekelas mereka yang bertubuh gempal dan galak, dia sering menjadi sasaran Arsen dan gengnya untuk digoda.

Di lain sisi, terdapat Daniel yang tengah menyaksikan perdebatan tiga sekawan di hadapannya ini. Makan siangnya yang tenang harus rusuh karena kehadiran tiga manusia aneh di hadapannya ini. Ia buru-buru menyelesaikan acara makan siangnya dan beranjak meniggalkan tempat tersebut.

"Eit! Mau ke mana? Jam istirahat masih lama, mending sini makan sama kita." Arsen menahan lengan Daniel yang hendak meninggalkan kantin. Ia tahu anak itu pasti akan kembali ke kelas dan belajar. Membosankan sekali, pikirnya.

Daniel menepis cengkraman Arsen. "Bukan urusan lo," sahutnya malas.

"Dih, songong amat nih bocah."

Tanpa berpikir dua kali, Arsen meraih semangkuk bakso milik Brian di atas meja dan menyiramkannya ke seragam sekolah yang Daniel kenakan.

"Aww ...." rintih Daniel saat panasnya kuah bakso menyentuh kulitnya.

"Eh, kampret! Gila lo, Sen?! Bakso gue belum kesentuh sama sekali, sialan!" umpat Brian tanpa jeda begitu bakso kesukaannya malah digunakan Arsen untuk memandikan orang.

"Oops! Sorry, tangan gue licin," tukas Arsen tanpa rasa bersalah sedikitpun. Ia justru tersenyum senang saat mendapati Daniel sibuk membersihkan seragamnya.

Kejadian itu menarik perhatian banyak penghuni kantin. Tak sedikit di antaranya yang mentertawakan dan ada juga yang merasa wajar-wajar saja, karena kenakalan dan keusilan Arsen memang sudah terkenal di seluruh penjuru sekolah.

"Makanya jadi orang jangan songong, diajak makan bareng nggak mau. Makan aja tuh bakso sama mangkoknya," ujar Arsen lagi.

Beralih dari seragamnya yang kotor, Daniel melayangkan tatapan datar pada Arsen. Ia tak mau memperpanjang masalah, dan memilih untuk meninggalkan kantin dan membersihkan seragamnya di toliet.

Sungguh mengapa ia harus bertemu makhluk seperti Arsen di masa sekolahnya ini. Tak cukupkah hidupnya yang kacau ini? Hingga Tuhan masih harus menambahkan Arsen sebagai pelengkapnya?

🍁🍁🍁

Sore hari menjelang petang, dengan langkah gontai Daniel memasuki halaman rumahnya. Ia menengok bagian garasi dan mendapati tempat itu kosong, itu berarti kedua orang tuanya dan sang kakak belum kembali ke rumah.

Daniel tersenyum kecut. "Udah biasa," ujarnya bermonolog.

Ia meneruskan langkah memasuki rumah, mengucap salam sebelum akhirnya mendudukkan diri ke atas sofa di ruang tamu.

"Eh, Den Daniel udah pulang. Aden capek, ya? Mau bibi panasin air buat mandi?"

Pertanyaan beruntun itu meluncur dari bibir wanita paruh baya yang datang tergopoh dari arah dapur. Wanita itu nampak mengatur napas karena terlalu cepat dalam mengambil langkah untuk menghampiri sang majikan.

"Ya ampun, Bi Atun. Pelan-pelan aja jalannya, Daniel nggak akan ke mana-mana, kok," tukas Daniel diikuti senyumnya.

"Nggak apa-apa, Den. Bibi cuma pengin sambut Aden," balas wanita itu tak kalah ramah.

"Aden mau minum apa? Biar Bibi bikinin," lanjutnya kemudian.

Daniel menggeleng. "Nggak usah, Bi. Biar aku minum air putih aja, nanti aku ambil sendiri. Bibi lanjutin aja masaknya, dan aku juga lagi nggak pengen mandi pakai air panas, kok." Anak itu berucap sembari melepas tas yang semula masih melekat di punggungnya.

Bi Atun mengangguk paham dan pamit untuk kembali ke dapur. Meninggalkan Daniel sendiri yang tengah bersandar dipunggung sofa sembari memejamkan mata.

Pulang dan disambut oleh keheningan adalah makanan sehari-hari bagi Daniel. Tidak ada sosok mama yang memberi kecupan hangat sebagai imbalan karena anaknya sudah seharian belajar di sekolah. Tidak ada sosok papa yang menanyakan perkembangan nilai sekolah dan memberinya motivasi jika ia rasa nilainya tidak sempurna. Tiada pula sang kakak yang bisa ia ajak untuk belajar dan berbagi kisah tentang teman kelas. Bukankah itu hal umum yang sebuah keluarga lakukan? Dan pasti indah jika ia bisa melalui itu semua tiap hari.

"Hah ...."

Anak itu membuang napas berat dan tersenyum miris. Hanya bisa membayangkan tanpa bisa melakukan, menyedihkan sekali.

Tak ingin terlalu lama larut dalam lamunan, Daniel mulai beranjak dari sofa menuju kamarnya. Ia berencana untuk mandi terlebih dahulu sebelum menyiapkan pekerjaan sekolah untuk hari esok. Dan jika malam ini Mattew tidak pulang, maka ia akan menghabiskan waktu makan malam bersama dengan Bi Atun, asisten rumah tangga yang sudah nyaris empat dasawarsa mengabdi kepada keluarga tersebut.

🍁🍁🍁

Cerita ini udah end, tapi akan aku publikasi ulang sampai bosen wkwk. Dan untuk yang mau baca lengkapnya tanpa nunggu seminggu sekali, bisa mampir ke KaryaKarsa, link-nya ada di profil Wattpad-ku yaa 😗

Kira-kira, begitu tampilannya. Kalo susah cari bisa klik di profil yang ada tulisan SERI, nanti CHOICE bakal terkumpul jadi satu di situ, jadi nggak akan susah-susah buat scroll.

Thanks and happy reading~


Salam

Vha

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top