Bab Lima
...
"Ini sekolah. Berarti pelakunya ada di sini." gumamku yakin.
Aku berjalan memasuki area sekolah dan mulai mencari keberadaan Choco. Makhluk - makhluk itu menatapku. Diantara mereka ada yang berbisik tidak jelas. Ada juga yang bertanya bagaimana aku bisa masuk ke dunia mereka. Tapi tak ada satupun pertanyaan mereka yang aku jawab. Prioritasku adalah Choco.
"Kakak..." seorang anak kecil seketika muncul dan menarik-narik ujung bajuku. Ia tak membiarkan aku melanjutkan langkahku.
"Apa?" tanyaku pada akhirnya.
"Jangan pernah dekati Lusiana." jawabnya lirih.
"Siapa Lusiana itu?" tanyaku bingung. Lagipula aku datang kemari untuk mencari Choco bukan arwah yang bernama Lusiana.
Anak kecil itu menggeleng pelan dengan tatapan ketakutan. Kemudian ia berlari begitu saja dari hadapanku. Melihat tingkah tidak jelasnya itu, aku langsung mengedikan bahuku dan melanjutkan perjalananku ke dalam bangunan sekolah. Seketika, aura tidak mengenakan langsung membanjiriku begitu kubuka pintu masuk utama ke dalam gedung. Kutolehkan kepalaku ke semua arah. Nihil, tak ada siapapun disini.
Tap..tap..tap..
Suara langkah kaki menuruni tangga terekam di pendengaranku. Refleks, aku langsung menoleh ke arah tangga lantai satu. Disana, tepatnya di anak tangga kelima, sesosok siluet hitam dengan mata merah menyala tengah berdiri menatapku. Pandanganku tidak bisa lepas dari sosok itu. Tapi secara perlahan kucoba mengalihkan pandanganku ke arah anak tangga di bawahnya.
"Pasir?" gumamku.
Dari mulai anak tangga kelima sampai anak tangga paling dasar, kulihat butiran - butiran pasir nampak berjatuhan. Butiran - butiran pasir itu berjatuhan dengan jumlah yang tidak dapat kuhitung dengan jari. Banyak sekali. Seakan sosok yang mengeluarkan pasir - pasir itu adalah sebuah truk pengangkut pasir yang sedang menurunkan muatannya.
"Siapa kamu?" tanyaku datar.
"Lusiana..." jawabnya dengan suara serak. Alisku bertaut begitu mendengar namanya. Rupanya dialah sosok yang dibicarakan si anak kecil tadi.
"Aku sangat yakin kau tahu dimana keberadaan Choco yang asli." ujarku dengan nada yang masih datar. "Dimana kau sembunyikan dia?"
Tap..tap..
Arwah itu, Lusiana, melangkah turun hingga sosoknya dapat kulihat jelas. Rambut pirang sepunggung, kantung mata hitam, dan pakaian ala abad pertengahan berwarna hitam dan ungu gelap. Jadi dia yang namanya Lusiana? Huh.
"Choco itu laki - laki jahat. Tidakkah kau sadar?" tanyanya dingin.
Aku mengkerutkan keningku, bingung dengan apa yang dikatakannya. Kemudian aku berkata "Tidak, kau salah. Choco adalah temanku."
"Teman tidak akan menghilang tanpa memberi kabar. Sadarilah, dia telah menyakiti hatimu. Untuk itu dia harus bertanggung jawab." ujarnya dingin.
"Aku akui, dia memang menyakitiku. Tapi jika aku marah padanya hanya karena hal kecil seperti itu, maka aku akan kehilangan satu - satunya temanku." jelasku padanya.
"Je bent dom!" tiba - tiba Lusiana berteriak dengan bahasa Belanda yang kukira artinya adalah "Kamu bodoh."
"Anak itu telah berani menyakitimu, jika dibiarkan tetap hidup, maka ia akan terbiasa menyakitimu lagi, lagi, dan lagi. Kau mau hidupmu terus disakiti olehnya!?" bentak Lusiana padaku. Aku heran kenapa dia bisa semarah itu.
"Aku juga dulu pernah hidup dan terus disakiti oleh orang yang kusukai hingga aku berakhir menggantung di tali tambang menjijikan itu. Aku tidak akan membiarkan seorangpun perempuan di sekolah ini tersakiti lagi. Aku tidak mau mereka bernasib sama seperti aku."
"Untuk itulah, tak akan kubiarkan bocah itu kembali ke dunianya!"
Cih. Merepotkan. Dalam waktu sepersekian detik kemudian, tubuhku mengeluarkan cahaya berwarna merah terang. Kemudian dari tanganku, keluar api berwarna merah yang menyelimuti tanganku layaknya sebuah sarung tangan.
🍰
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top