CHAPTER 34
Pagi-pagi banget, aku sibuk sudah ngalahin Bunda pokoknya.
Sebenarnya, ini memang kesalahanku sendiri karena lupa jadwal bimbingan yang ternyata ada di pagi hari. Alhasil, aku yang kalau habis salat subuh pasti tidur lagi—oh easy, aku sama sekali nggak terdengar bangga kok sama apa yang aku jelasin ini, aku tetap akan berusaha terus belajar jadi morning person yang ... ya nggak tidur lagi dong!—bangun dengan rasa kaget maksimal, gedubrak sana-sini dan semuanya mendadak nggak bisa aku lakukan.
Kenapa, ya, kalau kita panik tuh bawaannya jadi bodoh? Semua fungsi otak seolah jadi nggak bekerja maksimal dan yang terjadi malah kekacauan.
Tapi yang paling utama dari semuanya adalah ... ketakutanku akan Papa-Bunda yang keburu sudah pergi ke kantor, lalu aku akan pusing memikirkan nasib adik-adikku. Tapi aku mendesah lega, sampai membungkukkan badan, karena napasku tadi beneran nggak beraturan. Aku masih lihat mereka di meja makan, lagi ngobrol.
"Thi? Kamu kenapa ngos-ngosan gitu?"
"Aduh, thanks banget Papa sama Bun—hah!" Aku mengembuskan napas kencang, menarik napas dalam-dalam lagi, dan mulai berjalan ke arah mereka. Aku sempat senyum lebar ke Abang yang ikutan bingung lihat aku sambil di tangannya ada potongan wortel yang ditusuk dengan garpu. "Hai, Abang."
Dia cuma mengangguk, terus kasih aku cengiran menggemaskan.
Aku duduk dan memandangi Papa-Bunda yang masih memasang wajah kebingungan. Aku kibasin tangan sambil tertawa awkward. "Soriiii, aku tadi tidur lagi dan panik banget, aku lupa bilang kalau aku ada bimbingan jam—" Aku menoleh ke jam dindin yang ada di dapur. "—jam sembilan." Meski masih ada sekitar 2,5 jam, tapi aku sadar diri aku tidak se-wonder-woman itu dalam bersiap-siap. "Terus aku panik takut Papa dan Bunda udah jalan, nanti Abang sama Adek gimana."
Mereka berdua malah ketawa? Apa yang lucu?
"Ini efek orang pacaran atau efek badminton, Bunda?" tanya Papa dengan nada dan ekspresi geli yang nyebelin. Dia meledek aku, ya ini?
"Kayaknya dua-duanya." Ofkors Bunda adalah tim sukses Papa terbaik dan abadi, mana pernah tidak mendukung Papa, meski itu artinya mereka sedang perang melawanku. Lalu Bunda menatapku sambil ketawa geli. "Uthi Sayaaaang, kamu tuh udah bilang. Bunda pikir kamu udah bikin alarm sendiri, ini makannya nggak dibangunin, tapi Bunda siapin sarapan. Jadi, Abang sama Adek nanti keluar bareng Papa sama Bunda. Kami berangkat lebih awal."
Aku masih melongo. "Jadi aku udah bilang?"
"Udaaah," jawabnya.
"Oh." Aku meringis, menggaruk kepala. "Ummm, okaay, thank you semuanyaaa. Aku balik ke kamar dulu. Selamat sarapan."
Bisa-bisanya semua ini terjadi padaku?
Emang bisa ya manusia selupa ini? Kenapa aku sama sekali nggak ingat kalau aku sudah bilang ke Bunda dan Papa kalau hari ini aku bimbingan? Karena kalau memang sudah, biasanya aku memang langsung bikin alarm dan tidak ada tuh drama bangun-bangun panik. Ini beneran efek kelelahan main badminton sih.
Gimana enggak, aku main bahkan nggak perlu menunggu Saki!
Karena Saki, kan, bukan pengangguran macam aku. Dia hanya punya waktu libur saat weekend, walaupun berkali-kali dia meyakinkan kalau dia tetap bisa menemaniku main ketika pulang kerja. Hei! Aku tidak sejahat itu padanya. Kalaupun kami bertemu setelah dia pulang kerja, ya nggak mungkin lah dipakai buat keluar keringat main badminton, mending buat makan dan minum cantik, ngobrol unyu begitu.
Alhasil, aku ajak semua orang yang aku kenal untuk main. Anggap aja, dari 100 orang yang aku ajak, yang bisa 25 orang, ya tetap aja aku aktif banget mainnya, kan? Tapi kamu jangan tanya dulu deh gimana progres permainanku, too early euy! Masih gini-gini aja dan masih layak untuk diketawain. Tapi aku memang kali ini anti menyerah, aku harus beresin apa yang aku mulai, aku nggak boleh malu-maluin Saki waktu nanti kami lawan Al-Ami.
Sekarang aku lagi berdiri bengong di depan lemari, bingung mau pakai outfit apa. Kenapa sih penyakit ini nggak hilang-hilang dan malah menjangkit semakin banyak cewek-cewek? Karena asli sih, ini menyusahkan! Bukan cuma bikin stres tapi juga membuang banyak waktu dan ya pasti makin bikin stres lagi.
Ini aja deh!
Aku menarik celana jeans biru muda, tanktop putih, lalu kemeja satin panjang warna putih juga. Beres dengan pakaian, aku berpose centil di depan stand mirror, angguk-angguk kepala karena merasa OKE. Nah, sekarang tinggal bagian muka dan kepala nih. Makeup sih nggak yang gimana-gimana, benar-benar basic; skincare dulu, primer, concealer untuk di beberapa tempat yang membutuhkan, bedak, blush, eyeliner, maskara, alis, dan lipstick ... ummmm, ini masih disebut basic, kan, yaa? Lalu rambut ... aku selalu suka hack yang aku temukan dari TikTok untuk membuat ponytail-ku lebih bervolume. Jadi, kamu pakai jepitan rambut di tengah-tengah rambut yang kamu ikat, jadi lebih kelihatan besar.
Nggak paham, ya? Bodo amat deh. Aku buru-buru.
Aku mengakhiri siap-siapku kali ini dengan memastikan sekali lagi semua printilan yang aku perlukan sudah ada di dalam tote bag jumbo warna emerald green—kalau warna lain di badanmu aja sudah netral, ya aku sih mau banget tasku harus gonjreng. Aku sedikit berlari setelah selesai pasang sneakers putih, menuruni tangga, dan mendadak berhenti karena ingat belum pesan ojek!
Ya amplooooopp, dunia ini terasa sangat menekan saat kita lagi buru-buru. Masih harus bersyukur karena aku tidak kebelet pipis di jam-jam genting ini. Aku memindahkan sarapan yang dibuat Bunda tadi ke kotak bekal dan memasukkannya ke dalam tas, lalu jalan cepat lagi keluar rumah. Mengunci pintu, aku akhirnya duduk di kursi teras untuk ambil napas sambil pesan ojek.
Itu apa?
Aku berdiri dan berjalan ke pagar, menemukan plastik yang berisi ... ummmm, kopi? Aku sudah tahu harus tanya siapa. "Halo?" Oh suaranya, mana aku tahu ternyata bisa menenangkan di saat panik seperti ini.
"Byyy, kamu yang kirim kopi dan taro di pager?"
"Kopi apa, Sayang?" Mati aku! Aku refleks lihat lagi struk yang nempel di plastiknya ... lho kok tidak ada? Seharusnya ada! Aku tahu karena aku juga sering beli makanan online kok. "Sayang?"
"Ummm, bentar-bentar, sinyal aku jelek nih." Aku buru-buru mute dan kembali memeriksa minuman misterius ini. Kopi ini salah satu menu favoritku dan coffee shop yan ini, dan harusnya orang yang kirim ya yang memang sudah sering bersamaku. Apa iya Sam? Fitri? Ajeng? Siapaaaa?
"Sayaaang."
Aku menggelengkan kepala. "Sakiii, aku beneran minta maaf tapi boleh nggak aku jelasin ini nanti? Please? Aku janji akan kooperatif kok, ini kopinya aku taro aja deh di sini, tapi Gojek aku udah mau sampe dan aku harus bu—"
"Ya Allah, Sayang, maaf-maaf, itu kopinya dari aku. Aku nggak kepikiran kamu bakalan sepanik ini. Soriiiii."
Aku melongo.
"Sayang?"
Aku mengembuskan napas kasar, kemudian tertawa karena merasa hari ini konyol banget. "Kok kamu udah bisa sih jail gini? Prank aku? Belajar dari siapaaaa? TikTok yaaaa?" Aku cuma dengar dia tertawa pelan. "Makasih ya, Byyyyy, kopinyaaa bakalan bikin aku semangat bimbingan. Bismillah no revisa-revisi."
"Aamiin. Hati-hati, yaaa?"
"Sip."
"Hei!" katanya sambil tertawa pelan, karena aku lagi dan lagi pakai kata-katanya. Mungkin dia merasa aku menggodanya, padahal kenyataannya, entah kenapa tiba-tiba kata-kata itu malah jadi refleks selalu kesebut. "Sayang, aku boleh minta sesuatu nggak?"
"Apa tuh?"
"Gojeknya masih lama kah?"
"Ummmm, wait." Aku melihat notifikasi di handphone. "Di sininya sih sekitar dua menit lagi. Kenapa, Ki? Boleh aja kok."
"Kamu ngerasa ada yang lupa atau kurang nggak hari ini?"
Aku berpikir keras, tapi sudah tidak mampu menemukan teka-teki itu lagi setelah drama pagiku yang panjang. "Enggak, apaaaaa?"
"Aku belum dikirimi foto kamu. I just wanna see how beautiful you are."
Sakiiiiiiii!!!!!
Bisa-bisanya dalam kondisi genting ini malah ngeracunin aku sampai rasanya aku mau pingsan saking saltingnya. Salah tingkah yang tak diduga-duga memang efeknya gila maksimal! Tapi aku tetap baik hati ofkors, karena masih sempat berpose berkali-kali dan mengirimi semuanya untuk pacarku. Dia agak serakah lho, katanya kalau cuma satu nggak puas.
Duh.
---
njir nulis mereka tuh makin kerasa jomblonya suuuu.
btwwww, ada lucu-lucuan lhoooo di Karya Karsa kalau penasaran dari sudut pandang Saki, gih ke sana dan car Chiki Balls, itu nggak mempengaruhi yang di sini kookk. muachhh!!!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top