CHAPTER 21.2

Senyumku sama sekali tidak bisa aku tutup-tutupi.

Bahkan nih kayaknya, mukaku sekarang sudah kelihatan bloon, mupeng, atau apalah sebutannya untuk orang-orang yang terkesima lihat pacarnya jalan mendekat. Ini mungkin ya, maksud dari quotes di TikTok itu—oh easy, aku tahuuuuuuu! Hidup jangan berlandaskan sama quotes TikTok, lagian siapa juga dih! Ummm, diam dulu nggak sih? Aku mau melanjutkan ceritaku.

Aku pernah baca quote di video random TikTok, kalau memilih cowok ganteng—sesuai standarmu aja lah, mau bentuknya kayak aktor Filipina, aktor Thailand, idol Kpop atau apalah apalah, bebas boss—sebagai pacar itu memang diperlukan. Pertama-tama, karena selingkuh itu ternyata nggak cuma buat yang ganteng, udah jelek pun masih banyak yang tetap selingkuh. Nah bayangin, kita sudah mikir kayak 'nggak apa-apa deh sama yang jelek, yang penting diperlakukan kayak princess' eh tetap diselingkuhin euy! Sakitnya apa nggak maksimal itu! Mentok pokoknya. Jadi, karena jelek atau ganteng semuanya masih sama-sama manusia dan bisa berpotensi menyakiti, ya aku sih pilih yang ganteng. Yang ganteng, baik, pinter, setia, pokoknya yang positif, kalau dianya mau juga sih.

Tapi Saki mau nih.

Masih heran, kok dia mau sama aku, ya? Kalau dipikir-pikir, jangan dipikir dulu deh, doi sudah mau sampai di mejaku—ummm, mejaku bersama Sam dan Sherin. Orang kok sopan banget ya pakaiannya selalu menutup auroranya itu, aku belum pernah lihat Saki pakai celana pendek—padahal kayaknya lucuuukkkk. Sepertinya aku sudah tidak perlu lagi menjelaskan dia pakai apa ... iya nggak sih boss? Celana berbahan kain panjang, kali ini warna hitam, polo shirt warna hitam juga, topi dan sneakers-nya yang warna putih.

"Hai!" Dia menyapaku lebih dulu, senyumannya yang baru aku tahu manisnya ngalah-ngalahin gelato. Saki nggak langsung duduk di sebelah kursi yang kutepuk, setelah bilang 'sebentar', dia menghampiri di sebelah Sam dan kasih fist bump, begitu pun ke Sherin. "Salam kenal, ya," katanya.

"Sam pengen banget ketemu kamu langsung katanya, Ki." Aku tertawa geli, melirik Sam yang melotot. I know, Sam, santai ajaaa! Saki sudah biasa dengan kegilaanku.

"Gila emang dia, Ki!" Sam ketawa canggung, menggaruk-garuk kepalanya. "Tapi bener. Maksudnya, gue cuma penasaran aja sih. Lo tau, kan, dia ini bestie gue abis. Ya walaupun dia nggak anggep gue sedeket itu, tapi dia tetep kesayangan gue."

Aku mual banget, asli, tapi Saki terlihat terhibur tuh.

"Sherin juga mau ketemu kamu, Ki." Aku melanjutkan dan mendengar teriakan tertahan Sherin. "Gih sapa."

"Sinting emang ni orang." Sherin terkekeh, mengangguk pada Saki. "Salam kenal, Saki. Semoga betah yaaa sama Uthi."

"Dia mau bandingin kamu sama pacarnya, Ki." Aku masih belum puas. "Gantengan mana katanya."

"Gila lo, ya!"

Aku terbahak-bahak.

"Kita pasti yang paling cantik atau ganteng buat pacar kita kan, ya?" Saki menjawab sambil tertawa pelan.

"Kata siapaaaa?" Sherin mendengus sambil melirik Sam. "Nih anak, Ki, masih bisa lho muji cewek lain cantik padahal ceweknya udah spek Dewi. Gue jadi pacarnya sih udah bye dari dulu."

"Itu namanya bohong, Rin. c'mon!" Ofkors Sam harus membela dirinya. Saki sih aku liirik tertawa pelan, kelihatan antusias banget lagi sama obrolan sinting mereka ini. "Rasa sayang dan cinta itu tuh kompleks, nggak usah lah maksa buat dipatenin jadi satu kepastian. Maksudnya, kalau pacaran, bukan berarti seketika pendapat kita tuh berhenti di dia dong? Ada orang yang lebih cantik, ya emang anjir. Ariel Tatum mau digimanain? Tapi apa iya, seketika gue mau nikah sama Ariel? Kan enggak, belum tentu juga gue kalau kenal Ariel di real life naksir sama dia. Iya, nggak, Ki?"

Saki tertawa pelan, menggelengkan kepala. "No comment, Bro."

"Ck, cari aman lo!" Lalu Sam melirik Sherin lagi. "Cinta dan sayang mungkin udah mentok di pasangan kita, tapi fakta bahwa akan selalu ada yang lebih cantik entah pake standar siapa ya nggak bisa diubah lah. Cowok lo itu, boong kalau bilang lo cewek tercantik di dunia. Lo cantik, emang! Nggak usah diraguin, tapi lo paling cantik di dunia? Entar dulu."

"Hilih." Sherin menyerah.

Sam ngakak. "Lagian kenapa siiiii, cantik doang tuh nggak usah di-insecurin lah, Rin. Santaaaiiii."

"Tapi cowok juga kan seneng sama yang cantik."

"Emang lo senengnya sama cowok jelek? Laki lo jelek dong?"

"Ganteng, ya!"

"Nah! Nih, ya, lo liat deh kasus-kasus perselingkuhan itu, seberapa banyak sih yang ngakuin secara fakta kalau selingkuhannya lebih cantik dari si pasangan asli? Dikiiiiiitt. Rata-rata lebih jelek. Makanya, lo nggak usah insecure soal fisik. Laki lo kalau selingkuh, bukan lo kurang cantik, tapi emang dia kntl."

K n t l.

Kali ini, aku setuju dengan Sam, dan nggak bisa kalau nggak ngakak. Sherin juga kayaknya menyerah deh, dia ikutan tertawa kencang. Saki sih ketawa, tapi dia tiba-tiba menatapku dan aku ... ummmm, nggak tahu maksud dia ngelihatin kayak gitu apa.

"Kecuali lo bisa dengan jujur nilai pacar lo lebih ganteng dari Chris Evan, baru deh lo boleh marah kalau cowok bilang ada yang lebih cantik dari lo."

"Ya jangan bandingin sama artis lah! Bedaaaa! Dibandingin sama artis mah nggak sakit, tapi kalau sama cewek random di real life? Ih nyesek banget." Sherin kembali memanas. "Ah pokoknya sih gue nggak mau sama lo, Sam."

"Gue juga nggak mau sama lo anjir."

"Yaudah!"

"Yaudahlah, ngapain sih ini!" Sam mengembuskan napas kasar. Kalau tidak bertengkar, kami kayaknya merasa kurang berjalan dengan baik harinya. Begini deh jadinya kalau anak pertama temenan sama anak bungsu dan anak tunggal. "Ki, gimana rasanya pacaran sama Uthi? Eh ini saki belum dipesenin minum njir. Lek, lu bener-bener, yaa!" Sam memelototiku dan aku langsung panik karena baru sadar juga.

"Oh nggak usah, nanti aja." Saki menolak.

"Iya sih, kan kita mau pergi. Ini nggak usah lama-lama juga, bisa gila laki gue dengerin kalian ribut." Aku menyodorkan minumanku untuk Saki, siapa tau dia mau. "Mau punyaku aja nggak?"

Kepalanya mengangguk, tapi mulutnya bilang, "Nanti aja, Sayang."

"Gimana, Kiiii?" Sherin yang sekarang memasang ekspresi antusias maksimal. "Kalau lo butuh bantuan soal Uthi, kasih tau kita. Gue dan Sam sih udah nyaris hapal di luar kepala sama gilanya anak ini. Santaiii."

Saki tertawa pelan. "Gimana, ya?"

"Oh jadi nggak berkesan, ya?" Sam kurang ajaaaar!

"Oh bukan!" Kasian Saki aku panik tuh. Dia melirikku, melas banget mukanya kayak minta tolong. Tapi aku juga lowkey jadi ikutan penasaran sama pendapat dia soal aku, maksudnya pacaran sama aku. Maaf, ya, Ki, hehehe. "Nyenengin," lirih Saki terdengar ragu. Dia tiba-tiba ketawa canggung banget. "Dyuthi orangnya seru banget, banyak ide dan obrolan. Gue orangnya lumayan awkward sih sebenernya, apalagi di awal kenalan. Sam, lo pasti tau gimana susahnya bangun convo, apalagi kalau ceweknya tiba-tiba jadi convokiller."

Sam tergelak, mengangguk yakin sambil menunjuk Saki, seolah, "I feel you brooooooo!" Mulai deh lebay-nya nih para cowok. Aku bilang apa, cowok tuh kadang lebih lebay, cuma kadang nggak terima.

"Nah, Dyuthi nih penyelamat. Gue yakin gue udah suka dia dari pertama mata gue liat dia lagi sibuk sama adeknya." Saki sih ketawa ceritanya, aku yang tiba-tiba terdiam dan kulirik dua temanku juga jadi serius. Mampus, kalian pada nggak tahu segimana soft-nya anak ponpes ini, kan guys? Oh my sweet boy. "Gue kadang ngerasa gue beneran nggak ada apa-apanya saking kerennya Dyuthi. Dari awal, obrolan dia nggak abis, lucu, unik, punya kehidupan yang menarik. Hidupnya sama sekali nggak bosenin. Dia kakak yang hebat, dia anak yang hebat, dan dia pacar yang hebat, dan gue yakin dia temen yang hebat, kan?"

Kebanyakan nggak sih?

Aku malah mau nangis.

"Bener." Sam kelihatan kelabakan, terus tiba-tiba dia tersenyum lebar. "Ki, asliiii, gue makasih banyak banget lo udah hadir di hidup Uthi. Dia banyak stres, adeknya banyak, skripsi nggak kelar-kelar." Kalimatnya bikin aku meringis, Sam bener-bener Sam. Tuh anak menatapku dan tiba-tiba mengeluarkan kalimat yang kalau bisa dimusnahkan ajaaaa! "Udah, sih, Lek, ini ajaaaa. Meskipun gue kenal Goga, tapi dia aja nggak jelas anjir malah ngilang entah ke mana."

Goga.

Goa.

Goa sialan.

Sam juga sialaaaan!

Ya amplooppp, ini masalah Pak Budi aja belum kelar, ngambeknya Saki baru aja—sepertinya—berakhir, si Sam malah menyebut nama lain lagi. Aku melirik Saki, masih terlihat aman, tidak ada perubahan ekspresi apa-apa, tapi justru aku sudah merasakan vibes mencekam alias ... ribut lagi nih habis ini.

Seolah memang di dunia ini yang paling bisa ngomong sambil mikir tuh cuma cewek—sori-sori aja nih, bukan maksudnya mau diskriminasi gender, standar ganda atau apalah apalah—aja, si Sherin menendang kakiku dari bawah meja. Aku yakin kami memahami hal yang sama karena ... cowok kita sama-sama suka cemburu lho! Apa Saki ke Pak Budi bisa dibilang cemburu? Bodo amat, nggak tahu.

Feeling-ku dan Sherin dibuktikan kebenarannya dengan keadaan mencekam di dalam mobil sekarang, ya maksudku aku dan Saki yang sudah duduk masing-masing, tapi masih di basement. Saki tadi masih bisa haha-hihi sama Sam dan Sherin, tapi sekarang kayaknya akan beda. Mungkin sebentar lagi—

"Aku ... boleh ngomong beberapa hal?"

OMG!!!!

Aku tidak siap mendengar kalimat ituuuuu! Gimana ini caranya biar aku bisa menghilang dari sini tanpa jejak? Mati aku, kamu juga akan mati, dan kita semua akan mati, kecuali Saki. Aku memang harus pura-pura pingsan di sini aja nggak sih?

Okay, tarik napaaaasss, hembuskan sepelan mungkin. Aku memasang wajah ceria, seolah tak menebak apa pun, lalu menyerongkan tubuh menghadapnya. Demi menyuap Saki dengan nilai yang aku harap sih ini nggak ternilai saking besarnya, aku mencondongkan tubuh dan mengecup pipinya dua kali. Lalu aku tersenyum lebar sambil menatapnya. "Mau ngomong apa, By?"

Sogokanku sudah maksimal, sisanya aku pasrahkan pada Tuhan Yang Maha Esa.

"Yang pertama, aku ... ngerasa kita perlu obrolin kita mau hubungan yang gimana. Maksudku, tipenya, kamu mau yang casual gitu kah?" Ofkors sogokanku tidak mempan, sekarang aku benar-benar tamat.

"Hubungan casual?" cicitku kebingungan.

Kepalanya mengangguk. "Lek artinya apa?"

Aku bingung nih. "Lek? Lek apa, Ki?"

"Tadi Sam manggil kamu gitu."

O-kay.

Aku tertawa. "Dia emang ngeselin, suka ngasih panggilan khusus. Itu maksudnya Jelek, dia panggil aku Jelek."

"Kamu cantik, aku yakin dia tau kamu cantik, jadi panggilan Jelek dia itu aku paham maksudnya." 5W+1H nih! Apa maksudnya memangnya, sih? Saki Saki. "Yang cewek tadi itu temenmu yang namanya Sherin?"

"Betul."

"Tapi Sam nggak punya panggilan khusus buat Sherin."

Mati. Aku menelan ludah. Aku meringis. " Iya juga, kenapa, ya?" Oh petakaaaa! Salah respon euy! Malah bikin mukanya makin butek aja. "Tapi aku manggil Sam ya Sam kok, Ki. Namanya Samuel, aku manggil dia Samuel kepanjangan, jadi orang-orang emang manggil Sam. Dia temenku, aku emang manggil dia Sam." Mulutku nyerocos dan aku berharap ini bisa memperbaiki kea—

"Aku temenmu juga kah?"

Fuck!

Maaf, ya Allah, tapi ini aku merasa beneran terjebak sampai mentok! Aku mau melambaikan tangan, ini tolong dong aku diangkat dari sini sekarang. Jadi, semua ini perkara panggilan nama? Emang tadi aku manggil dia apa sih waktu sama Sam dan Sherin? Saki gitu? Harusnya emang 'by' aja, pasti dia nggak akan bete nih. Emang paling bener nggak usah deh bawa pacar kenalan sama teman-teman kita, bikin drama.

"Soriiii," lirihku sambil memasang muka memelas.

"Sama satu lagi, Goga siapa?"

Bentar deh, ini aku beneran mau pingsan aja. Bye, Ki! Eh, bye, everyone!





---

Sakiiiiiiii, cubit ginjal lo nih, cemburu muluukkkk pen tak hiiihhh. Apa kita kenalin dia ke Jipan aja yaaa, kasian Saki awokwokwok

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top