7. Mission for Donna

Sesuai dengan rencana yang telah diatur, Jeffrey akhirnya berhasil bertemu dengan Donna, sang pemilik akun Mulut Curah. Kehadiran Jeffrey di kantor Mulut Curah tentu mengejutkan Donna. Gadis itu tak pernah menduga bahwa anak anggota DPR akan datang berkunjung ke tempatnya. Namun, Donna berusaha menjaga sikapnya agar terlihat santai, menghindari tampilan norak di hadapan anak DPR.

Seperti biasa, Jeffrey selalu ditemani oleh dua bodyguard berpostur besar, yang senantiasa mengiringinya ke mana pun ia pergi. Kali ini, Yanuar, yang sebelumnya ikut serta dalam beberapa rencana, tidak turut serta. Jeffrey tak ingin memunculkan kecurigaan di antara mereka, yang bisa menyebabkan Donna merasa diawasi oleh anak buah Jeffrey.

"Mohon maaf, apa maksud kedatangan Anda ke sini? Apakah saya ada melakukan kesalahan?" Donna berkata dengan hati-hati, mencoba memahami tujuan kedatangan Jeffrey.

Jeffrey hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. "Tidak ada masalah. Kamu tak perlu merasa takut kepada saya. Saya datang ke sini karena ada hal penting yang ingin saya bicarakan denganmu."

Walaupun bingung, Donna mencoba mempertahankan ketenangannya. "Baik, Tuan."

Sebuah senyum muncul di wajah Jeffrey. "Jangan khawatir, saya tak akan menggigit. Kamu punya sikap yang cukup berani, tapi jangan sampai terlalu berani. Ingat, kamu berbicara dengan anak anggota DPR."

Donna seketika merasa canggung. "Maaf, saya lupa."

Jeffrey menghela napas. "Baiklah. Kalau kamu tidak keberatan, bisakah kamu mempersilakan saya masuk? Saya adalah anak pejabat, seharusnya kamu tak perlu menunggu di depan pintu."

Donna langsung tersipu merah. "Oh, tentu saja. Maafkan atas ketidaksopanan saya."

Jeffrey mengangguk seolah mengiyakan permintaannya. "Sudahlah, mari kita lanjutkan ke dalam." Suara nadanya memang tajam, tetapi ada sedikit ketidaksabaran dalam intonasinya, sebagai tanda ketidakpuasannya atas cara Donna memperlakukan kedatangannya.

***

"Jadi, bagaimana? Kamu mau bekerja sama dengan saya?" tanya Jeffrey setelah menyodorkan sebuah map merah berisi kontrak kerjasama untuk menjadi anak buah Jeffrey seumur hidup.

Berikut adalah isi kontrak kerjasamanya :

SURAT PERJANJIAN KERJA

Pada hari Minggu, 8 November 2020 telah dibuat kesepakatan oleh kedua belah pihak.

Pasal 1
Ketentuan Umum

1. Pihak Pertama mempunyai kuasa penuh atas Pihak Kedua.
2. Pihak Kedua tak boleh membantah atau menentang Pihak Pertama, termasuk dalam menjalankan misi yang bisa menghilangkan nyawa orang.
3. Apabila Pihak Kedua melanggar atau tak setuju akan keputusan Pihak Pertama, siap-siap diganjar hukuman penjara.

Pasal 2
Waktu Kerja dan Upah

1. Pihak Kedua harus mengabdi seumur hidup kepada Pihak Pertama.
2. Upah akan diberikan setelah misi berhasil dijalankan. Selain itu, keberadaan Adena akan diberitahukan setelah Pihak Kedua berhasil menjalankan misi.

"Maaf sebelumnya, saya tidak mau diikat kontrak seumur hidup," Donna menyatakan dengan tegas setelah merenungkan isi kontrak yang telah disodorkan padanya.

Jeffrey, sambil tetap mempertahankan sikapnya yang percaya diri, melepaskan tawa sinis. Ia berdiri di depan Donna, postur tubuhnya tampak kokoh, dan kedua tangannya dilipat di depan dada. "Tentu saja, saya mengerti perasaanmu. Tetapi, perlu kamu pahami, dengan menolak kesepakatan ini, kamu mempertaruhkan pelanggaran UU ITE karena telah menyebarkan privasi artis selama ini."

Donna terlihat cemas, dan ekspresi ketidaksetujuan tergambar jelas di wajahnya. "Tolong, jangan begitu."

Jeffrey hanya mengerling dengan senyuman licik. "Saya tidak bermaksud mengancammu, tapi itu fakta yang bisa kita hindari jika kamu mau bekerjasama."

Wajah Donna semakin memucat, namun ia berusaha untuk mempertahankan pendirian. "Baik, saya paham."

Sambil tetap memancarkan raut sombongnya, Jeffrey melanjutkan, "Bagus. Saya berharap kamu akan menyadari bahwa bekerja sama dengan saya adalah pilihan terbaik untukmu. Sekarang, kemasi barang-barangmu, kamu akan tinggal di istana milik saya."

"Baik, Tuan," ucap Donna, meskipun dalam hatinya masih dipenuhi perlawanan.

Jeffrey mengangguk, memberikan persetujuan seolah memberikan tanda penghargaan. "Panggil saja saya Jeffrey, tidak perlu terlalu formal."

Donna mengangguk cepat. "Baik, Jeffrey." Dia mengatakannya dengan hati-hati, berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan Jeffrey, namun dalam dirinya masih ada perasaan enggan dan ketidaksetujuan yang terus berkecamuk.

***

Adena merenung di depan jendela kamar, matanya terpaku pada bulan yang menerangi gelapnya malam. Ada sedikit lega dalam dirinya setelah ia mengorbankan diri sebagai jaminan agar Jevian tidak dieksekusi.

Dia merasa sangat sedih melihat perbuatan bodoh yang dilakukan oleh Jevian. Tidak seharusnya pria itu mengorbankan dirinya demi menyelamatkannya. Dalam hati, Adena memikirkan betapa kasihan orang-orang di sekitarnya yang juga terkena dampak dari pekerjaan bodoh Jevian.

Tiba-tiba, Adena merasakan hadirnya seseorang di belakangnya. Dia berbalik dan melihat Xenon mendekatinya dengan sebuah kotak P3K. Pipi Xenon masih terlihat kemerahan akibat tamparan Adena.

Sebelumnya, Xenon telah berkonsultasi dengan dokter langganannya—Johnny, mengenai obat yang cocok untuk meredakan bengkak di pipinya. Meskipun sebenarnya tidak diperlukan, Xenon merasa tertarik untuk menggoda Adena dengan meminta diobati.

Xenon mendekat ke arah Adena dan berkata, "Adena."

Adena menatap Xenon dengan sinis, masih kesal dengan perbuatannya. "Apa?"

"Obati memar di pipi saya."

Adena mengepalkan tangan, merasa enggan untuk mengobati Xenon. "Kenapa harus saya yang mengobati kamu?"

"Kamu yang menampar saya, maka kamu yang harus bertanggung jawab."

"Baiklah," jawab Adena tanpa rasa ikhlas.

Dengan perlahan, Adena mulai mengambil salep dari kotak P3K dan mengoleskannya di pipi Xenon. Xenon tersenyum puas, merasa senang melihat Adena patuh pada permintaannya. Sebenarnya Xenon tahu bahwa salep tidak diperlukan, namun dia hanya ingin melihat sejauh mana Adena akan mengikuti instruksinya.

Setelah selesai mengoleskan salep di pipi Xenon, Adena mundur beberapa langkah, lalu bersandar di kepala ranjang. "Sudah selesai."

Tanpa permisi, Xenon dengan tiba-tiba tidur di paha Adena. Gadis itu merasa sedikit kaget dengan tindakan tiba-tiba pria itu, tetapi pada saat yang sama, dia juga merasakan perasaan yang aneh. Xenon meraih bantal dari tempat tidur dan meletakkannya di pangkuannya, kemudian memejamkan matanya dengan nyaman.

Adena merasa campur aduk dengan situasi ini. Di satu sisi, dia merasa marah dan tidak senang dengan cara Xenon mengambil alih tempat duduknya tanpa izin. Namun, di sisi lain, Adena merasakan perasaan hangat dan tidak biasa karena merasa bahwa Xenon mempercayainya dan merasa nyaman cukup untuk tidur di pangkuannya.

Dia memandangi wajah tampan Xenon yang tertidur lelap di pangkuannya. Pria ini memiliki aura yang rumit dan misterius, yang seringkali membuat Adena bingung tentang perasaannya. Tapi di saat seperti ini, dengan wajahnya yang tenang dalam tidur, semua itu terasa begitu nyata dan manusiawi.

"Pijat kepala saya," perintah Xenon.

"Saya tidak pandai pijat, takut mengganggu syaraf-syaraf, nanti malah sakit kepala."

Xenon menggelengkan kepalanya. "Baiklah, hanya dielus-elus saja."

Adena meraih tangannya dan membelai rambut Xenon dengan lembut, membuatnya nyaman rebahan di pangkuannya. Dia tersenyum melihat betapa mudahnya Xenon meminta Adena memijit atau membelainya.

"Besok saya akan mengajarimu menembak," ujar Xenon.

"Tidak mau, saya pernah mencoba menembak orang yang saya suka waktu SMA, tapi ditolak."

Xenon memilih untuk mencubit perut Adena. "Bukan itu maksud saya, Bodoh. Saya ingin mengajari kamu menembak dengan senjata, agar kita bisa menjalankan misi bersama. Lagipula, saya tidak bisa selalu berada di dekatmu setiap saat. Jika kamu diculik, saya yang akan kerepotan."

"Maaf, jika saya terlalu lancang. Kenapa Anda tidak melepaskan Jevian? Saya yakin dia tidak akan membocorkan rahasia Anda.

"Jangan berani bertanya begitu!" peringat Xenon.

"Maafkan saya, tapi apakah saya boleh meminta sesuatu kepada Anda? Sekali ini saja."

"Banyak mau."

Adena menatap Xenon dengan penuh harap. "Saya mohon, Xenon ..."

"Baiklah," ujarnya. "Apa yang kamu inginkan?"

"Tolong beri tempat yang lebih nyaman untuk Jevian tidur. Sungguh kasihan dia harus tidur di sel bawah tanah, baunya sangat tidak enak."

"Boleh, tapi ... lusa kamu harus menemani saya ke pernikahan Dokter Johnny dan Sinta. Saya ingin menunjukkan bahwa kamu istri saya agar mereka percaya bahwa video skandal itu palsu."

Adena menghela napas. "Baik, saya akan melakukannya, Xenon."

Jujur saja, Adena tidak tahu siapa mereka sebenarnya. Tapi, dia akan melakukan apapun untuk Jevian. Setidaknya, dengan permintaan Xenon ini, dia bisa memberikan kebaikan kecil pada saudaranya yang saat ini sedang disandera.

***

Di dalam ruangan pribadi Jeffrey, suasana terasa terisi dengan kebul asap rokok yang membelenggu udara. Kepulan asap tersebut membumbung ke atas, membentuk spiral yang terus naik menuju langit-langit. Namun, asap tersebut juga membuat Donna kesulitan bernapas, hingga terdengar batuk-batuk halus dari bibirnya.

Meski sebenarnya Jeffrey sadar akan fakta bahwa wanita di depannya tidak tahan dengan asap rokok, tetapi dia memilih untuk tidak menghentikan kebiasaannya. Baginya, itu bukanlah urusan yang penting.

"Misi pertama yang kamu harus lakukan," Jeffrey berbicara setelah menghela nafas dari hiruk-pikuk asap, "dekati Harris. Coba gali informasi sebanyak mungkin tentang Xenon darinya. Kamu harus main ke club tempat dia sering muncul. Besok, kamu pasti bisa menemukannya di sana. Kamu tahu, Adena itu mudah tergoda, dia takkan bisa menolak pesona seorang wanita seperti kamu."

Donna mengangguk, meskipun masih berusaha mengatasi sesak akibat asap rokok. Dia tahu pentingnya mengumpulkan informasi dari sumber-sumber terpercaya, tetapi menghubungkan dirinya dengan seseorang seperti Harris, bukanlah hal yang mudah.

"Saya harus tampil seperti wanita nakal di depan dia, bukan?"

"Tepat sekali. Kamu perlu memanfaatkan hubungan itu untuk mendapatkan informasi yang kami butuhkan. Xenon bukanlah sasaran yang mudah, jadi kita perlu mengumpulkan sebanyak mungkin detail tentangnya."

Donna mengernyit, merasa tidak nyaman dengan peran yang harus dimainkannya. Namun, dalam keadaan seperti ini, dia sadar bahwa tidak banyak pilihan lain.

Suara ketukan yang teratur dan berulang-ulang terdengar dari luar ruangan, itu sangat mengganggu percakapan mereka. Jeffrey merasa terganggu oleh suara itu, segera meraih talkie walkie yang ada di atas meja. "Siapa yang terus-terusan mengetuk paku di luar sana?"

Tanggapan datang dari Yanuar, "Oh, itu tukang bangunan, Bos. Kemarin pintu kamar pembantu rusak, engsel pintu sama pegangannya udah mau lepas. Mereka lagi perbaiki."

"Minta mereka untuk lebih hati-hati dan mengurangi suara ketukan palunya, suaranya mengganggu."

Donna merasa sedikit tersenyum mendengar interaksi mereka. Meskipun mereka terlibat dalam situasi yang rumit dan mungkin berbahaya, ada sesuatu yang tidak biasa tentang dinamika antara Jeffrey dan anak buahnya. Sambil mencoba mengatasi batuknya akibat asap rokok yang tetap menguasai ruangan, Donna mencoba menjaga fokus pada misi yang harus dia jalani.

***

Sesuai rencana yang telah disusun oleh Jeffrey, Donna memasuki klub malam dengan pengawal-pengawalnya yang selalu berjaga-jaga di tempat-tempat tersembunyi. Jeffrey sudah memberikan foto Harris kepada Donna sebagai target yang akan dijebaknya.

Di dalam klub malam yang meriah dengan lampu-lampu berwarna dan dentuman musik yang menggema, Donna duduk di sebuah meja. Kehadirannya tidak luput dari perhatian banyak orang, termasuk beberapa pria yang memperhatikannya dengan penuh minat.

Seorang pria mendekati meja Donna dan bertanya, "Boleh ikut duduk di sini?"

Donna mengangguk dengan sopan. "Tentu saja."

Pria itu tersenyum tipis saat diberi izin, lalu duduk di hadapan wanita itu. "Boleh kenalan?"

"Boleh." Donna menjawab sambil mencoba tersenyum ramah.

Pria itu mengulurkan tangannya. "Saya Harris."

Donna merespons jabatan tangan tersebut dengan tipis senyuman dan jabatan tangan yang sopan, "Donna."

Namun, di balik senyuman ramahnya, Donna memendam rencana untuk menjebak pria di hadapannya ini. Dia sudah memperoleh informasi bahwa Harris adalah salah satu target yang ingin dijadikan alat untuk merusak nama Xenon.

Dalam hati, Donna mengakui bahwa Harris memang tampan, dan meskipun dalam misinya, ia tidak bisa menyangkal bahwa pesona pria ini menggoda hatinya. Namun, dia tahu bahwa dia harus tetap berpegang teguh pada rencananya.

Percakapan mereka berlanjut, Harris menanyakan mengapa Donna datang ke klub malam sendirian, dan dia memberikan penjelasan bahwa ini adalah cara untuk refreshing dari rutinitasnya yang padat.

Mereka memesan minuman dan Harris dengan sopan menawarkan untuk membayarnya. Mereka memilih red wine shiraz. Ketika minuman mereka datang, Donna mengucapkan terima kasih kepada pelayan dengan senyuman ramah.

Setelah minuman mereka tiba, Donna merasa perlu menciptakan suasana yang lebih akrab, ia berbicara dengan Harris tentang segala hal mulai dari klub malam, kehidupan, hingga pantai. Dia melontarkan ide untuk menghitung jumlah pasir di pantai sebagai suatu hal yang lucu untuk dilakukan.

Namun, seiring berjalannya waktu dan beberapa gelas wine yang telah diminum, Donna mulai merasakan efek alkohol yang mempengaruhi pikirannya. Dia merasa sedikit mabuk, tapi masih tetap merasa kuat untuk melanjutkan rencananya. "Saya mau nambah lagi," ujar Donna.

Namun, Harris tahu batas. Ketika Donna semakin menunjukkan tanda-tanda mabuk, dia memutuskan untuk menghentikannya. "No, jangan dipaksa minum lagi, nanti mabuk."

Donna menolak, "Saya masih sanggup, Harris."

Harris mencoba memberikan peringatan, tetapi Donna tetap berkeras dan ingin melanjutkan minum. Harris akhirnya memberikan jalan karena melihat keteguhan wanita itu.

Namun, setelah beberapa waktu, ketidakstabilan Donna semakin terlihat dan pembicaraan mereka pun semakin melantur. Donna bahkan berbicara tentang berhitung pasir di pantai sebagai suatu hal yang menarik. Harris bisa melihat bahwa Donna sudah cukup mabuk, dan dia mencoba untuk mengurangi minuman alkohol yang dikonsumsi oleh wanita itu.

Tidak lama kemudian, Donna menghentikan pembicaraan dan tiba-tiba naik ke pangkuan Harris, memulai sentuhan-sentuhan intim. Harris merasa dilema karena dirinya tertarik, namun dia juga sadar bahwa wanita ini sedang dalam keadaan mabuk.

Harris mendorong Donna dengan lembut dan membawanya ke ruangan khusus di klub malam tersebut. Malam itu, Donna dan Harris memutuskan untuk menjalani hubungan intim, meskipun dalam kondisi yang kurang ideal karena pengaruh alkohol. Meskipun melelahkan, mereka merasakan kepuasan sesaat dari pertempuran gairah yang penuh gejolak.

———————————————————-

Sebenernya saya mau masukkin adegan ninaninu, tapi bingung mau masukkin apa enggak, soalnya eksplisit, tapi ga ah ah crot sepanjang chapter sampe banjir kok wkwkwk

Maaf ya ga seru, cerita ini bener2 melenceng dari outline :(

Tbc ya❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top