4. Lacak Lokasi

Disclaimer :

Latarnya di Indonesia, tapi ini fiksi ya, gak bermaksud buat nyenggol siapapun. Makasih🥰

Kalo ada salah penulisan sama typo, tolong dibantu koreksi ya❤️

Setelah kembali dari kunjungannya ke rumah Adena, Jevian terdiam dan merenungkan segala sesuatu yang terjadi. Namun, ia merasa takut untuk berbicara tentang apapun yang berhubungan dengan Adena kepada siapa pun, terutama setelah mengetahui bahwa Xenon selalu memantau dan mengamatinya dengan cermat. Merasa seperti dalam jeratan, Jevian merasa aman hanya saat bersembunyi di dalam rumah, dengan sebatang rokok menjadi teman setianya di ruang tengah yang sunyi.

Akira—sang kekasih kemarin sempat bertemu dengan Jevian, ia mencoba untuk memahami perubahan drastis dalam perilaku Jevian dan bertanya, "Jevian, kenapa kamu berubah begitu? Ada masalah apa?"

Namun, Jevian hanya menjawab dengan senyum tipis, "Aku gapapa, kok."

Baginya, kenyataan ini adalah cerminan dari kenyataan yang tak dapat dielakkan bahwa orang yang tak memiliki uang juga tak memiliki kekuasaan. Kekuatan yang dimilikinya hanyalah dalam keterbatasan dan kenyataan itu menyesakkan.

Tiba-tiba, ponsel Jevian berdering dan sebuah pesan singkat masuk, menampilkan nomor yang tidak dikenal.

+6281XXXXX
Jevian, jangan berani-berani kamu memberitahu kepada orang lain bahwa Adena akan menikah dengan saya. Kamu akan tahu akibatnya kalau berani menentang saya.

Wajah Jevian langsung mengeras seketika setelah membaca pesan tersebut. "Bajingan! Ini pasti ulah si Xenon bangsat itu!" umpatnya dengan suara keras, mengeluarkan rasa frustrasinya. "Lihat aja nanti, suatu saat gue pasti bisa bawa Adena kabur dari sana." Determinasi dalam suaranya jelas terdengar, meskipun ia tahu bahwa melawan Xenon tidaklah mudah.

Meskipun situasinya tidak sama dengan penculikan, tetapi Adena masih terperangkap dalam perjanjian pernikahan kontrak dengan Xenon. Dia merasa seolah-olah Adena telah terperangkap dalam perangkap kejam yang dirancang oleh pria yang amat tidak pantas.

Ia tahu ini bukanlah tugas mudah. Xenon adalah sosok yang berkuasa dan berpengaruh, sementara dia adalah orang biasa yang hidup dalam keterbatasan. Namun, dalam hatinya, Jevian tahu bahwa tekad dan perjuangannya untuk membebaskan Adena tidak bisa diremehkan. Ia merasa terdorong oleh keinginan kuat untuk membawa Adena keluar dari situasi ini.

Setiap hari, pikiran Jevian dipenuhi dengan rencana dan cara bagaimana ia bisa membantu Adena. Ia merasa bahwa ia harus menemukan jalan untuk membongkar pernikahan kontrak ini dan mengakhiri dominasi Xenon. Walaupun mungkin langkah pertama yang harus diambilnya akan sulit dan berisiko, Jevian yakin bahwa apa yang ia lakukan adalah benar dan bermoral. Baginya, membantu Adena adalah tugas mulia yang pantas ia lakukan, bahkan jika itu harus melibatkan risiko besar.

***

Setelah postingan klarifikasi tersebar di akun Mulut Curah sehari sebelumnya, Donna merasakan perasaan gelisah yang tak tertahankan. Ia duduk di ruang kerjanya, melihat dinding dengan tatapan kosong. Pikirannya terus menerus melayang pada Adena yang belum memberikan kabar.

Sesaat kemudian, suara geleng-geleng kepala terdengar di sebelahnya. Donna menoleh, menatap Akira, salah satu admin Mulut Curah yang tengah duduk di kursi sebelah. "Shit, ponsel Adena gak aktif dari tadi. What should I do?" tanya Donna dengan nada khawatir.

Akira mengerutkan kening, memberikan pandangannya yang penuh pertimbangan. "Sesuatu sepertinya terjadi, Na. Jevian juga terlihat murung, gue tidak tahu pasti apa penyebabnya. Tapi entah kenapa, gue merasa ini mungkin ada hubungannya dengan Adena."

Tidak ada yang tahu betapa pentingnya Adena baginya, hampir seperti saudara kandung. Rasanya seperti ada kekosongan besar dalam hidupnya ketika Adena tiba-tiba menghilang. Dalam pandangan Donna, tidak peduli seberapa hancur citra Mulut Curah saat ini, yang paling penting adalah Adena kembali dengan selamat.

Suasana di ruangan semakin tegang, hingga akhirnya Doni, salah satu admin lainnya, ikut campur dalam percakapan. "Kalau begitu, kenapa kita tidak melapor ke polisi saja, Na? Setidaknya kita tidak sendirian dalam menghadapinya."

Akira mendesah, ekspresinya menunjukkan ketidaksetujuan. "Polisi juga bisa saja tidak responsif. Terlebih jika ada orang berpengaruh di balik ini, mereka mungkin akan menutupi semuanya."

Doni memberikan pandangan penuh pertimbangan. "Kalau begitu, bagaimana dengan menyewa detektif? Mereka lebih ahli dalam hal ini."

Donna merenung, senyum kecil muncul di bibirnya. "Bagaimana kalau kita mencari detektif Conan?"

Doni menggeleng dengan wajah yang tak setuju. "Kamu teh jangan ngada-ngada!"

Wajah Donna bersinar penuh semangat. "Sikap skeptis lo tidak akan membantu. Dengarkan dulu rencana gue. Bagaimana jika kita mencari informasi tentang detektif-detektif di Indonesia? Jika kita menemukan yang tepat, kita bisa mencobanya."

Doni mengerutkan kening, seolah mencoba memahami usulan Donna. "Apa ada detektif semacam itu di Indonesia?"

Akira bergumam dengan nada ragu, "Nggak ada salahnya mencari tahu."

Donna mengangguk semangat, mata berbinar penuh tekad. "Baik, kita akan mencari detektif yang bisa membantu. Soal endorsement akun kita, jangan khawatir, gue belum bilang iya kalo kita mau di-endorse. Kita punya keberuntungan sedikit setidaknya."

Akira menghela nafas lega, senyum kecil muncul di wajahnya. "Semoga Adena baik-baik saja, di mana pun dia berada."

Dalam ketidakpastian yang menyelimuti mereka, tekad untuk menemukan Adena semakin kuat. Donna, Akira, dan Doni siap menghadapi segala rintangan yang mungkin muncul, demi keselamatan dan kebahagiaan Adena.

***

Matahari sudah mulai muncul di ufuk timur menyinari ruangan, mengindikasikan pagi telah tiba. Dalam ketenangan pagi, Xenon sudah bangun dari tidurnya, sedangkan Adena masih dalam pelukan mimpinya.

Xenon tersenyum melihat wajah Adena yang tertidur pulas. Tangannya yang lembut meraih rambut gadis itu, mengelusnya dengan lembut. "Gadis ini memang cantik, sayang sekali dia terlibat dengan akun sampah itu."

Xenon mengingat bagaimana ketika pertama kali melihat foto Adena, ia merasa terpana oleh kecantikannya. Ia ingin melindungi gadis ini, menjauhkannya dari perhatian selebgram lain yang mungkin berusaha menghancurkannya. Tapi rasa ingin melindungi itu perlahan berubah menjadi rencana membawa Adena ke dalam hidupnya dengan cara yang tidak terduga.

Adena mendadak terbangun dari tidurnya karena usapan lembut tangan Xenon. Ia langsung menjauh, nafasnya terengah-engah. "Jangan mendekat!"

Xenon hanya tersenyum, melihat reaksi Adena dengan senyuman miring. Ia melangkah lebih dekat, membuat Adena semakin cemas.

"Hm, takut, ya?" tanyanya sambil masih tersenyum. Langkahnya semakin dekat ke arah Adena.

"Ja-jangan!" seru Adena dengan wajah yang mencerminkan kecemasan.

Xenon menjauhkan diri dari Adena. "Tenang saja, saya sedang malas untuk melakukan hal itu, jadi jangan panik."

Adena menghembuskan napas lega, sedikit meredakan kecemasannya.

Matanya beralih dari wajah Adena ke tangan gadis itu. Ia meraih tangan Adena dengan lembut, menggenggamnya dalam genggaman yang hangat.

"Ingatlah, hari ini adalah hari pemberkatan kita di gereja. Pastikan semuanya berjalan lancar, dan jangan sekali-kali melanggar perjanjian kita."

"Baik, Xenon."

"Saya harap suatu hari nanti kamu akan memberi saya izin untuk mencuri sebuah ciuman darimu. Itu pasti akan membuat saya sangat senang."

Adena tersenyum kecil, meskipun dengan nada menolak. "Maaf, saya tidak bisa."

"Tidak masalah, Honey. Saya yakin suatu hari nanti kamu akan merasakan hasrat itu dan memohon padaku untuk lebih dari sekadar ciuman."

***

Warna pagi perlahan merambah ruang berias yang mewah. Cahaya lembut membelai kelopak mata Adena saat ia duduk di depan meja rias yang elegan. Gaun putih yang melambai di sekitar dirinya terhias dengan mutiara berkilau dan renda yang halus. Riasan wajahnya ditata dengan lembut, menekankan cahaya di matanya yang penuh keraguan.

Dalam gaun putih yang menawan, Adena merasa seperti boneka dalam pameran. Ia berusaha menahan gelombang kecemasan yang melintas di benaknya. Bukan ini yang ia harapkan.

"Jujur, gue belum siap harus nikah sama cowok yang nggak gue cinta," gumam Adena pada dirinya.

Seseorang di belakang Adena menyentuh rambutnya dengan lembut, memperbaiki gaya rambutnya yang terjatuh. Suara yang lembut, meskipun penuh keangkuhan, mengalihkan perhatiannya sejenak.

"Anda cantik, Nyonya," puji sang make up artist pada Adena.

Adena berbicara dengan nada lembut, "Terima kasih."

***

Gereja yang didekorasi megah, diisi dengan sinar matahari pagi yang masuk melalui jendela-jendela berwarna. Musik orgel memenuhi ruangan, menciptakan suasana suci dan mendalam. Adena dan Xenon berdiri di depan altar, di tengah-tengah keheningan yang berat.

Pendeta dengan suara dalam berujar, "Kami berkumpul di hadapan Tuhan dan hadirin ini untuk menyatukan Xenon dan Adena dalam ikatan suci pernikahan."

Tangan Adena bergetar di sisinya saat ia merenung pada lantai marmer. Detik ini adalah pilihan yang tak ia inginkan, tetapi ia merasa terjebak dalam keadaan yang lebih besar dari dirinya.

Xenon berbisik pada Adena, "Ingatlah, ini adalah langkah yang tak bisa diubah lagi."

Adena berusaha tersenyum. "Ya, saya tahu."

Adena merasakan detak jantungnya berdentang kencang di dada, seolah ingin melompat keluar dari tubuhnya yang kaku. Ia berdiri di depan altar gereja, mengenakan gaun putih yang indah tapi tak ada artinya bagi hatinya yang terkoyak. Sebentar lagi, dia akan diikat dengan ikatan tak kasat mata yang membuatnya tercekik.

Tatapan mata Adena melintas di antara para hadirin yang memenuhi gereja. Dia merasa seakan-akan dalam mimpi buruk yang tak kunjung berakhir. Semua ini terjadi begitu cepat dan tanpa seizinnya. Pandangannya meluncur pada Xenon yang berdiri di sampingnya, mengenakan setelan jas hitam yang menawan. Tidak ada senyum di wajahnya, hanya ekspresi tegas yang memberi tahu Adena bahwa dia berada di bawah kendali penuh pria itu.

Pendeta berbicara dengan kata-kata yang terdengar samar bagi Adena. Dia merasa seperti dalam kabut, pikirannya kosong meskipun jutaan pikiran berputar-putar di dalam kepalanya. Xenon menatapnya, matanya menyiratkan keangkuhan dan penguasaan yang tak terbantahkan. Dia tahu Adena tidak ada pilihan selain menuruti semua ini, tidak peduli seberapa kuat perlawanannya.

Ketika saatnya tiba untuk mengucapkan janji, Xenon meliriknya dengan tajam seolah ingin memastikan bahwa Adena mengucapkannya dengan sungguh-sungguh. Adena mengangguk perlahan, meskipun di dalam hatinya berkecamuk perasaan kebencian pada keadaan yang mengharuskannya melakukan ini.

Akhirnya, saat yang tak terelakkan tiba. Pendeta berkata, "Anda boleh mencium pengantin."

Xenon menoleh padanya, mata mereka bertemu. Adena bisa merasakan getaran kuat di sekitar mereka, getaran yang mengatakan bahwa tak ada jalan lain selain melakukannya. Tubuhnya merasa kaku, tak berdaya menghadapi situasi ini.

Xenon mendekat, tubuh mereka hampir bersentuhan. Adena bisa merasakan napas Xenon yang hangat di wajahnya. Matanya terpejam, mencoba menghindari kenyataan yang tak terelakkan.

Bibir Xenon menyentuh bibirnya, lembut tapi tegas. Adena merasakan sensasi aneh yang tak pernah dirasakannya sebelumnya. Itu bukan ciuman penuh kasih atau kelembutan, tapi lebih seperti tanda penguasaan dan penaklukan.

Detak jantung Adena semakin kencang, seolah mencoba melarikan diri dari tubuhnya yang terperangkap dalam momen ini. Dia bisa merasakan kehadiran Xenon yang mendominasi, menguasai, dan dia merasa seperti seseorang yang terjebak dalam jaring laba-laba.

Ciuman itu berakhir, tetapi sensasinya masih terasa di bibir Adena. Dia membuka mata perlahan, menatap Xenon dengan pandangan campur aduk. Di matanya terlihat ketidakpercayaan dan kebingungan, tapi juga rasa keputusasaan yang menghampirinya.

Pernikahan ini hanya awal dari ikatan yang lebih rumit dan berbahaya. Adena merasa dirinya semakin tenggelam dalam permainan gelap yang diatur oleh Xenon. Dia tahu, tak peduli seberapa keras ia berusaha, ia mungkin takkan pernah bisa bebas.

Ketika Pendeta menyatakan mereka sebagai suami dan istri, tepukan tangan dan senyum lembut mengiringi momen suci tersebut. Adena merasa pandangan Xenon menusuk lurus ke dalam dirinya, membuatnya merasa kebingungan dan tak berdaya.

Xenon menampilkan senyum penuh kemenangan. "Mari kita mulai babak baru, Adena."

***

Setelah upacara pernikahan yang berlangsung pagi tadi, Xenon terpaksa harus segera meninggalkan Adena. Bodyguard-nya memberitahu tentang hal penting yang membutuhkan perhatiannya segera di markas bawah tanah rumahnya. Adena diantar oleh supirnya menuju kamar yang telah disiapkan untuknya.

Di dalam ruang bawah tanah markas, Xenon merasa frustrasi. Ia memegang erat ponsel genggamnya yang baru saja dibanting dengan keras. Berita skandal baru tentang dirinya muncul di Twitter, berupa video yang menampilkan adegan bercumbu bersama seorang pelacur yang ia sewa di klub malam, sementara para rekan bodyguard-nya memandang dengan wajah tegang.

Xenon melepaskan napas dalam-dalam, menatap layar ponsel yang menampilkan video tersebut. "Cari orang yang menyebarkan video ini dengan cepat. Saya tidak ingin tahu alasan apa pun. Besok saya ingin dia sudah ditangkap!"

Candra mencoba menyampaikan kekhawatirannya, "Tapi, Bos. Apakah tidak ada sedikit kelonggaran waktu? Skandal sebelumnya masih hangat, sekarang muncul lagi skandal baru."

Xenon mendekat dan menarik kerah baju Candra dengan kasar. "Saya tak ingin mendengar alasan. Besok saya ingin dia di hadapan saya. Kalau kamu tidak bisa menemukannya, kamu akan tahu akibatnya. Apakah kamu mengerti?!"

Candra menelan ludah, menatap mata tajam Xenon dengan ketakutan yang jelas terpancar. "Siap, Bos!"

Xenon mengubah ekspresinya menjadi senyuman merendah. Ia tahu sebentar lagi, pelaku di balik skandal ini akan menerima hukumannya. Ketika itu terjadi, Xenon yakin bahwa kepuasan akan menghampirinya.

***

Dalam atmosfer klub malam yang dipenuhi musik berirama cepat dan lampu-lampu berwarna neon yang berkedip-kedip, Xenon memesan minuman kepada pelayan dengan suara lantang, "Corona extra, please!"

Pelayan yang berpakaian glamor mendekat dengan senyuman ramah. "Ditunggu sebentar, ya."

Xenon dan Harris merespons dengan mengangguk, merasa tengah menikmati suasana malam yang penuh kegembiraan. Pelayan dengan cekatan membawakan gelas-gelas berisi corona extra ke meja mereka. Xenon mengamati minuman tersebut sejenak sebelum mengambilnya, senyum tipis menghiasi wajahnya.

Pelayan kembali melangkah meninggalkan meja, sibuk melayani pengunjung lainnya yang berdesakan dalam kerumunan. Xenon dan Harris mengarahkan pandangan mereka ke arah tengah ruangan, tempat para wanita berpakaian kurang bahan meliuk-liukkan tubuh mereka seiring irama musik yang terus memanjakan telinga.

Xenon merasa beban stress yang membebani pikirannya semakin terasa berat di pundaknya. Skandal terbaru yang mencuat membuatnya semakin tertekan. Dia mengambil tegukan pertama dari corona extra, membiarkan rasa dinginnya merasuki tenggorokannya. Dia merasa perlu melepaskan diri sejenak dari kenyataan yang menyiksanya.

Tiba-tiba, suara dari seorang wanita dengan nada menantang memecah keheningan di sekitarnya, "Wanna play with me, Xenon?"

Xenon memalingkan wajahnya ke arah sumber suara, dihadapkan dengan pemandangan seorang wanita yang dengan berani naik ke pangkuannya. Wanita itu dengan berani meraba bibir pria itu, mencoba memancing reaksi darinya.

Namun, Xenon menolak dengan tegas. "Mulutmu bau, saya tak nafsu."

Wanita itu merasa tersinggung, segera turun dari pangkuan Xenon dengan ekspresi kesal. Dia beralih dan melangkah menuju pangkuan Harris yang dengan senang hati menyambutnya. "Wan—"

Harris mengangguk dengan penuh antusias. "Sure, Baby. Kita booking room dulu."

Senyuman senang muncul di wajah wanita itu. Harris mengalihkan perhatiannya kembali ke Xenon. "Kamu tak ingin ikut main? Saya rasa main bertiga lebih ser—"

Tapi sebelum Harris bisa menyelesaikan kata-katanya, Xenon segera menghentikannya dengan pernyataan tegas, "Stop! Sangat menjijikan! Saya mau pulang, kerjaan saya banyak."

Harris tertawa, mengangguk mengerti atas keputusan Xenon. "Bukannya kamu sudah pamit dari dunia per-selebgram-an?"

Xenon menggeleng, menjelaskan, "Kerjaan saya bukan hanya menjadi selebgram saja."

Harris mengangkat bahunya dengan candaan, "Okay. Selamat bersenang-senang dengan Adena!"

Xenon mendesah dalam hati, berharap bahwa malam ini akan memberikan sedikit pelarian dari kenyataan yang terus mengganggu pikirannya.

——————————————————————

Sumpah, ini ide teraneh yang pernah w tulis WKWKWKW, kebayang kalo ada selebgram yang jadi mafia HAHAHAH😭

Lambat banget alurnya, keknya kurang seru, rada takutnya soalnya kalo masukin adegan yg rada hmm, padahal di draf udah ada wkkwk

Tbc❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top