31. Unexpected [END]

"Jevian ditemukan tewas mengambang di kolam renang."

Mendengar hal itu, Adena langsung terkejut, ia menitihkan air mata, kakinya seketika lunglai, tak kuat menopang tubuhnya. Untung saja Xenon langsung memeluk wanitanya agar tak terjatuh, mengelus surainya dengan lembut.

Sonny, Candra dan Harris hanya bisa terdiam melihat Adena menangis. Mereka kasihan dengan Adena. Situasi yang tadinya ceria seketika dihiasi oleh kabar duka.

Masih dengan mata memerah, Adena mendongak, menatap manik mata pria itu. "Xenon, bukan kamu, kan, yang bunuh Jevian?"

Xenon menggeleng. "Bukan, Adena. Saya sepanjang hari bersama kamu terus."

Adena memicing tajam. Ia tahu betul selama ini Xenon sering berseteru dengan Jevian. Selain itu, saat ini wajah Xenon terlihat santai, tak kaget mendengar kematian Jevian.

Sonny dan Candra saling tatap penuh arti, sepertinya mereka mengetahui penyebab dan pelaku pembunuhan Jevian.

Isak tangis Adena mulai pecah kembali, ia mengguncangkan tubuh Xenon, menatap sendu pria itu. "Ayo pulang, Xenon. Saya ingin melihat Jevian untuk terakhir kali."

Xenon merasa iba dengan wanitanya. Ia menangkup wajah Adena, menghapus air mata yang mengucur deras dari obsidiannya. "Iya, Adena. Sekarang kita pulang."

Adena hanya mengangguk pelan. Ia melepaskan pelukan Xenon.

Tatapan Xenon kini beralih ke Harris. "Harris, saya pulang dulu."

Harris mengangguk. "Hati-hati di jalan," ucap pria itu, yang diangguki oleh Xenon.

***

Setelah lima belas menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah Xenon. Di halaman rumah, mereka turun dari mobil. Xenon kini menautkan jarinya pada tangan Adena, sesekali mengusap punggung tangan wanita itu dengan ibu jari, membuat Adena merasa lebih tenang.

Pria itu menatap Sonny dan Candra. "Cepat bereskan mayat Jevian, saya mau menenangkan Adena dulu. Cari tahu siapa pembunuh Jevian, saya tak segan akan silet muka pembunuh itu sampai tak berbentuk. Beraninya dia membuat Adena sedih."

"Sekarang, Bos?" tanya Sonny.

Xenon berdecak, tatapan tajam terpatri di matanya. "Go now!"

"Bodoh pakai bertanya segala," bisik Candra pada Sonny.

"Cepat pergi!" bentak Xenon pada mereka.

Dengan langkah terburu-buru, mereka pun berlari ke arah kolam renang guna melihat jenazah Jevian.

Di sisi lain, Adena tak enak mereka kena bentakan karena peninggalan Jevian. Ia paham Xenon melakukan semua itu agar dirinya tak sedih. Akan tetapi, ia tak suka mereka dibentak oleh Xenon.

Adena menatap Xenon dengan mata sembabnya. "Xenon, jangan marah-marah, kasian mereka ...."

Xenon tersenyum tipis, hatinya teriris melihat Adena sedih seperti sekarang. "Saya hanya ingin membantu kamu, maaf saya tadi sudah marah-marah."

Adena mengangguk. "Maaf merepotkan." Ia merasa tak enak hati.

Ibu jari pria itu mengelus pipi Adena. Ditatapnya netra wanita itu dengan lembut. "Listen to me, Adena. Saya tidak pernah merasa repot untuk membantu kamu. Saya mengerti sekarang kamu sedih, apalagi Jevian saudaramu paling dekat. Saya turut berduka atas kejadian ini, Adena." Ia menghela napas sejenak. "Saya berani sumpah kalau saya bukan pembunuhnya jika kamu masih mencurigai saya."

Tak terasa, air mata kembali jatuh membasahi pipi wanita itu. Ia memeluk Xenon, terisak di dada bidangnya. Pria itu turut membalas pelukan Adena. Ia tahu bagaimana sakitnya kehilangan seseorang yang disayang. Keadaan ini benar-benar menyesakkan dada, dunia seolah runtuh karena kejadian ini.

***

Setelah kejadian tadi, Xenon menyuruh Adena berdiam diri di kamar, wanita itu tertidur pulas di kamarnya setelah lelah menangis seharian. Ia merasa kasihan melihat wanitanya tersakiti oleh tangan jahanam. Ia berjanji akan membalas orang yang telah membunuh Jevian. Oleh karena itu, kini Adena tengah di ruang pribadinya guna mendiskusikan kasus ini bersam Sonny dan Candra.

"Bos, tadi kami sudah bawa jenazah Jevian ke rumah sakit. Kata dokter, di lengannya terdapat bekas suntikan, kami duga ini pembunuhan berencana," lapor Candra pada Xenon.

"Kalian udah cek CCTV siapa yang bunuh Jevian?" tanya Xenom.

Sonny mengangguk. "Sudah, Bos." Pria itu memberikan flashdisk yang isinya rekaman CCTV tersebut.

Mendengar ucapan Sonny, membuat mata Xenon terbelalak. Ia menegakkan badannya. "Cepat setel videonya," titah pria itu.

Candra menyalakan laptop yang terletak di atas meja, lalu mencari file video tersebut guna melihat rekaman CCTV. Melihat rekaman tersebut membuat Xenon murka, ia benar-benar sakit hati melihatnya. Pasalnya, pria rupawan itu ditembak dengan senjata kejut listrik atau stun gun, setelah tak sadarkan diri, Jevian langsung disuntik mati oleh orang itu.

***

Suasana duka mewarnai pemakaman Jevian hari ini. Adena tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun sejak tadi, hanya deraian air mata sudah cukup mendeskripsikan bahwa dirinya tengah berkabung. Langit mendung hari ini turut mendukung situasi, seolah langit juga bersedih atas kepergian pria itu.

Xenon sedari tadi tak berani mengajak bicara Adena, ia hanya mengelus bahu Adena agar merasa lebih tenang, sesekali menghapus air mata yang mengucur deras.

Akira, sang kekasih Jevian akhirnya Xenon hubungi setelah meminta kontak wanita itu melalui Donna. Wanita itu pun kini hadir di pemakaman Jevian. Jujur, selama ini ia rindu akan semua yang ada pada diri Jevian. Sekalinya bertemu, langsung di pemakaman.

Tak ada satu kalimat atau kata yang bisa menggambarkan betapa sedihnya Adena.

Tiba-tiba, Adena melepas kasar tangan Xenon yang mengelus bahunya, berteriak histeris—menyebut nama Jevian di setiap jeritan. Situasi itu lantas membuat Xenon panik, ia memegang Adena yang dibantu oleh Akira.

"Adena, sadar!" Akira menampar pipi Adena beberapa kali, ia takut wanita itu kesurupan.

"Gue gak kesurupan!" teriak Adena.

Perlakuan Adena kini semakin gila, ia bersimpuh di makam Jevian, berusaha menggali makam itu beberapa kali agar bisa melihat pria itu lagi. Tak peduli kotor atau jadi tontonan, ia sudah tak tahan akan keadaan ini.

"Jevian, gue mau nyusulin lo aja!" jerit Adena dengan isakan tangis.

"Adena, tolong ikhlaskan Jevian, dia tidak akan tenang kalau kamu seperti ini!" Xenon membentak wanita itu sembari berusaha menahan Adena.

"Gue gak peduli, anjing!" teriak Adena, terus berusaha menggali kuburan itu.

Xenon menghela napas kasar, ia tak tahu harus bagaimana lagi agar wanitanya tenang. "Adena, saya juga sedih melihat kamu seperti ini. Saya juga merasakan bagaimana sakitnya kamu ditinggal oleh orang yang kamu sayang."

Tangisan Adena mulai mereda, ia tak lagi menggali makam mendengar ucapan Xenon.

"Hidup lo masih panjang. Kasian Jevian melihat lo sedih begini," celetuk Akira.

Adena termenung sejenak, meresapi semua perkataan Akira dan Xenon. Jika dipikir-pikir, benar juga ucapan mereka, ia juga tak rela Jevian sedih di atas sana. Yang ia bisa lakukan sekarang hanya lah mendoakan pria itu agar diterima di sisi-Nya dan diberikan tempat terbaik oleh Tuhan.

Di sisi lain, Jeffrey tersenyum sinis. Ia senang bisa membuat Xenon sedih dengan cara membunuh Jevian. Tingkah bucin tolol Xenon ia manfaatkan agar pria itu turut sedih. Ia kini menatap wanita yang berdiri di sampingnya. "Kerja bagus, Bi Ijah. Gak ada yang nyangka kalau Bibi pelakunya."

Ijah hanya mengangguk lesu, membuat Jeffrey tersenyum miring.

Ijah sebetulnya merasa bersalah karena kejadian ini. Ia sebenarnya diancam oleh Jeffrey ketika Xenon pergi ke pernikahan Johnny bersama Adena. Ia tahu ada pernikahan tersebut karena ia juga diundang, namun ia tak datang.

Pada saat itu, Jeffrey pergi ke rumah Xenon karena tahu hanya Ijah yang ada di rumah, biasanya Candra dan Sonny selalu dibawa ke mana-mana oleh Xenon. Memang pada saat itu Sonny dan Candra tak pulang ke rumah, mereka disuruh Xenon untuk menunggu di parkiran basement hotel.

Ijah diancam oleh Jeffrey akan menghabisinya dan harus berada di pihaknya apabila ingin selamat. Awalnya, Ijah menolak, akan tetapi pria itu terus aja mengancamnya, bahkan hampir menggores lehernya.

Sejak kejadian itu, Ijah selalu memberi info mengenai aktivitas Xenon.

"Anda ditangkap atas pembunuhan berencana!" ucap sang polisi, sekaligus bawahan Solihun di kepolisian.

Tangan mereka diborgol oleh pihak kepolisian, walaupun rada susah karena mereka memberontak.

"Berani kamu menahan saya, para budak pemerintah!" seru Jeffrey masih berusaha melepaskan diri.

"Kamu sudah miskin dan ayahmu telah membusuk di penjara, jangan banyak gaya," ucap Solihun.

"Dasar polisi matre!" jerit Jeffrey tak terima dibilang miskin.

Solihun hanya tersenyum miring, tak peduli akan ocehan Jeffrey yang menurutnya tak berguna.

"Pak, saya mohon jangan tahan saya, saya hanya disuruh dan diancam oleh Jeffrey." Ijah menatap sendu salah satu anggota kepolisian, namun tak digubris oleh polisi itu.

Di sisi lain, Adena dan Xenon menatap prihatin Ijah. Namun, mereka sadar bahwa hukuman itu memang pantas didapatkan oleh pengkhianat.

***

Nina kini terbangun dari tidurnya setelah mengetik di laptop guna mengejar deadline naskah yang diberikan oleh penerbit. Ia membaca ulang adegan yang ada peran dirinya di novel tersebut.

"Halu jadi assassin di cerita sendiri memang menyenangkan, walaupun gue gak banyak muncul di novel yang gue tulis. Ya kali gue jadi tukang make up-in Yanuar sekaligus assassin, halu gue emang kelewatan," ujar Nina setelah membaca ulang naskah novel yang akan ia setor ke penerbit.

Setelah proof reading, Nina membuka ponselnya, menatap akun Instagram couple goals yang kini tengah naik daun, yaitu visualisasi dalam novelnya yang berjudul Chief dengan nama tokoh fiksi Xenon dan Adena. Ia menatap potret yang ia namai Xenon dan Adena dalam novel tengah saling memandang dengan latar belakang pemandangan pantai.

Sejenak, dia merenung, lalu berbisik pada dirinya sendiri, "Xenon dan Adena, kalian adalah inspirasi yang sempurna bagi cerita gue."

Semua chapter cerita yang kalian ikuti selama ini adalah karangan dari seorang Nina, sang penulis best seller yang mencantumkan perannya sebagai assassin sekaligus sepupu Jeffrey di novel yang berjudul Chief.

Di dunia nyata, hubungan antara Nina dan tokoh inspiratifnya—Jeffrey, tidak sekadar hubungan sepupu. Mereka adalah sepasang kekasih yang saling mendukung dan menciptakan inspirasi bagi satu sama lain. Kehadiran Jeffrey dalam hidup Nina telah membantunya berkembang dan meraih kesuksesan sebagai penulis sampai ia mau digunakan nama aslinya pada novel karangan Nina.

"Gak sabar ngelihat kalian cengo sama ending-nya. Salam dari sang penulis, Nina Mahatma," ucap Nina merasa puas melihat ending dari naskah novel yang ia ketik.

Nina menekan tombol "enter" dengan puas dan melihat hasil akhir naskahnya. Dia merasa lega bahwa dia telah menutup semua benang cerita dengan baik, sambil memberikan petunjuk kepada pembaca tentang asal-usul karakter-karakter dalam ceritanya.

Dengan senyum di bibirnya, Nina mengirimkan naskahnya kepada penerbit, menyelesaikan perjalanan panjang menciptakan cerita yang penuh dengan misteri, romansa, dan imajinasi.

—————THE END—————

Gila ini mah woiii wkwkkwk, aku bingung harus ngetik kayak gimana, soalnya di pertengahan cerita aku kepikiran buat cerita Jevian keluar dari novel wkkwk, makanya pake ending begini😂

Aku sadar cerita ini masih jauh dari kata sempurna, PUEBI sama tulisanku juga masih kurang rapi, banyak plot hole, dll

Aku ingetin ya, cerita ini bukan cerita full nc, jadi jangan harap ada chapter uh ah sampe banjir sepanjang chapter🙏

Coba tulis dong kesan kalian baca cerita ini?

Yuk kenal lebih dekat dengan aku di ig @cinderianaxx

Sampai bertemu di ceritaku selanjutnya🫶

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top