3. Who Dis?
Holaaa, aku revisi cerita ini yaa. Aku bakal publish ulang sampe tamat hehehe. See u ayank😍🫶
Jevian
Lo dmn? Gua cari ke kampus ga ada.
Adena
Sorry, gue tadi dijemput orang, soalnya lo lama. Maaf banget, Jev :(
Jevian
Oke, gapapa. Salah gue juga tadi pake diem lama segala di rumah Akira
Akira adalah tambatan hati Jevian. Mereka sudah satu tahun menjalin kasih, bahkan sudah melakukan hubungan suami istri. Pertemuan mereka berawal dari teman satu kelompok ospek, lalu meresmikan hubungan dua minggu setelah ospek.
Adena
Jev, lo bisa ke rumah gue nggak? Bentar ajaa, gue mau bicara sesuatu.
Jevian
Pagi buta gini, njir?
Adena
Gue mau nikah, Jev. Makanya gue minta tolong lo ke rumah gue :(
Jevian
ANJING?? Jangan halu lo mentang-mentang sering baca novel
Adena
Sumpah, Jev. Mana yang ngajak nikah si Xenon
Jevian
Xenon yang lo bongkar kasusnya?
Adena
Iya :(
Jevian
Gue otw.
***
Adena merasa hatinya berdebar kencang ketika Jevian datang dengan raut wajah penuh pertanyaan. Dia merasa gelisah dan panik menghadapi pertemuan ini. Mereka berdua duduk di ruang tamu, perasaan cemas Adena membuatnya merasa gelap gulita.
Dengan rasa penasaran yang tak bisa ditahan lagi, Jevian kembali bertanya, "Lo tadi diapain aja sama Xenon?" Suaranya penuh dengan rasa cemas dan ingin tahu tentang apa yang terjadi di antara Adena dan Xenon.
Adena menjawab dengan wajah yang sedikit tegang, "Dia ngajak nikah, habis itu bibir gue disentuh." Jevian terkejut mendengar itu, dan matanya menatap Adena dengan perasaan campur aduk.
"Ngapain nggak ngelawan?" tanya Jevian dengan suara hati-hati, mencoba memahami situasi yang sedang dihadapi Adena.
"Gue takut," jawab Adena dengan lirih. Tatapan mereka bertemu, dan Jevian bisa melihat ketidakpastian dan ketakutan di mata Adena.
"Gue ngerti keadaan lo, seharusnya gue nggak nanyain pertanyaan bodoh tadi. Orang tertekan pasti kehilangan akal sehat," ujar Jevian dengan lembut, mencoba memberikan dukungan pada sahabatnya.
Adena tersenyum kecil, merasa senang memiliki seseorang seperti Jevian yang selalu mendukungnya. "It's okay," kata Adena, mengungkapkan rasa terima kasihnya.
Kemudian, Jevian mencoba menggali informasi lebih lanjut tentang rencana pernikahan Adena dengan Xenon. "Kapan lo nikah sama dia?" tanyanya dengan hati-hati.
"Enggak tahu. Yang jelas, besok dia mau ke sini, tapi nggak tahu jam berapa," jawab Adena, merasa gelisah mengenai kehadiran Xenon di rumahnya.
"Sialan... coba dari awal lo dengerin ucapan gue buat nggak jadi admin akun mulut curah, hidup lo nggak bakal berantakan," ujar Jevian sambil menggelengkan kepala, mengingatkan Adena pada nasihat yang pernah diberikan sebelumnya.
Adena menghela nafas, "Hidup gue udah berantakan sejak orang tua gue meninggal. Syukur gue masih punya lo, Akira juga sering main ke sini buat nungguin gue."
"Oh, ya? Akira nggak pernah bilang kalo dia main ke sini," sahut Jevian, sedikit penasaran tentang kedekatan Adena dengan Akira.
"Serius? Mungkin dia nggak mau dikira cari muka," tebak Adena, mencoba mencari alasan.
"Pantesan tadi dia bad mood, anjir. Dia bilang khawatir sama lo pas gue bilang lo nggak ada di kampus. Tadi dia udah maksa gue biar jemput lo, tapi gue masih asik main sama dia," cerita Jevian, mengenang percakapannya dengan Akira.
"Anjing lo biarin gue kayak orang bego di kampus," kata Adena sambil tertawa kecil, merasa bersyukur atas persahabatan mereka.
Jevian mendekatkan diri ke Adena dan menyentuh pundaknya, "Lo bakal tau rasanya main sampe lupa segalanya, apalagi lo mau nikah sama Xenon."
"Nggak sudi gue gituan sama Xenon, walaupun dia nanti jadi suami gue. Gue udah siap mental buat jadi janda muda," kata Adena tegas, menegaskan keputusannya.
"Heh, nggak boleh ngomong gitu," tegur Jevian, mencoba menasehati Adena.
"Mau gimana lagi? Nggak mungkin kami saling cinta, tinggal tunggu cerai aja udah," ujar Adena, merasa sedih dengan situasi yang sulit ini.
"Terserah lo, Adena," kata Jevian sambil menghela nafas, merasa tak bisa membantu lebih banyak lagi.
Namun, suasana cemas tiba-tiba terganggu oleh bunyi notifikasi di ponsel Adena. Adena membuka pesan singkat yang masuk, dan ekspresi wajahnya berubah menjadi gelisah. Ia menunjukkan layar ponselnya pada Jevian.
+6281XXXXXX
Mengapa jam segini belum tidur, Adena? Sedang konsultasi dengan saudaramu itu, hm? Besok saya langsung bawa kamu ke rumah saya. Siapkan diri, Honey.
"Sialan, Xenon tau kalo lo di sini," gumam Adena dengan penuh ketakutan.
"Kayaknya dia bawa mata-mata. Anjing, gue pulang dulu kalau gitu," ujar Jevian, merasa khawatir tentang situasi yang semakin rumit.
"Ini udah jam tiga pagi, lo nggak mau nginep?" tawar Adena, khawatir meninggalkan Jevian sendirian di malam hari.
"Nggak dulu, ngeri gue deket-deket lo," jawab Jevian dengan tegas, mencoba melindungi Adena.
"Ya udah, deh. Titip salam sama Akira, ya," pinta Adena, merasa sedih harus melepaskan Jevian dalam keadaan seperti ini.
"Sorry, Adena...," ujar Jevian sambil meraih tangan Adena dengan penuh kasih sayang.
"Gapapa. Hati-hati di jalan, Jev," kata Adena dengan senyum lembut, merasa beruntung memiliki saudara seperti Jevian.
"Iya," jawab Jevian.
Mereka berdua saling melepaskan genggaman tangan dan dengan penuh kekhawatiran, Jevian meninggalkan rumah Adena di tengah malam yang sunyi.
***
Xenon menjemput Adena bersama bodyguard-nya menggunakan mobil. Saat sudah di dalam mobil, Xenon menegur Candra untuk menaruh barang-barang Adena di bagasi. Setelah itu, mereka berdua duduk di kursi belakang, sedangkan Candra yang menyetir. Sonny tetap diam di depan.
"Sudah siap, Adena?" tanya Xenon sambil menatap tajam.
Adena mengangguk pasrah. "Sudah."
"Candra, taruh barang-barang dia di bagasi," titah Xenon pada Candra—sang bodyguard.
"Baik, Bos."
Candra membuka bagasi mobil dengan cekatan, menaruh koper milik Adena dengan hati-hati di dalamnya. Tampaknya Candra terlatih dalam menjalankan tugasnya sebagai bodyguard Xenon, meskipun tatapannya tetap serius dan waspada.
Adena memperhatikan gerak-gerik Candra dengan ketegangan. Dia merasa sedikit canggung dan khawatir di tengah kehadiran Xenon dan bodyguard-nya. Tapi dia berusaha untuk tetap tenang dan berpura-pura tidak terpengaruh oleh situasi yang mengancam itu.
Setelah Candra menutup bagasi dengan mantap, Xenon menyuruh Adena untuk masuk ke dalam mobil. Dia memberikan senyuman sinis yang membuat hati Adena berdesir cemas. Tapi dia mematuhi perintah Xenon dengan berusaha menyembunyikan ketakutannya.
Mereka kembali duduk di kursi belakang mobil. Xenon menatap Adena dengan mata tajamnya, seolah ingin membaca setiap perasaan yang ada dalam diri gadis itu. Adena merasa seperti buruan yang diawasi oleh predator yang lapar.
Tak ada pilihan lain bagi Adena selain merasa terjepit dalam jaringan kekuatan Xenon. Ia merasa seperti boneka yang diatur oleh tangan-tangan tak kasat mata yang mengendalikan jalannya hidupnya. Seakan-akan tak ada jalan untuknya selain menuruti perintah pria itu.
Xenon, dengan mata tajam yang menembus, mengamati Adena. Keheningan terasa begitu mencekam, hanya terpotong oleh hembusan angin lembut di luar jendela. Maka, suara Xenon terdengar seperti guntur yang merobek awan kelabu.
"Sini bawa ponsel kamu, buka sandinya," pintanya pada Adena dengan nada yang tidak mungkin diabaikan.
Tatapan cemas yang terukir di wajah Adena mengisyaratkan perlawanannya, meskipun ia tahu bahwa tindakan itu tidak akan berguna. "Untuk apa?" Suaranya ragu, bergetar di tengah ruangan yang terasa semakin sempit.
"Membuat klarifikasi skandal saya dengan akun sampah kamu." Kali ini, suara Xenon terdengar lebih tegas, hampir mengancam.
Adena tidak bisa menahan serangkaian pikiran yang membanjiri kepalanya. Hatinya berpacu mengejar solusi, tetapi ia seperti terperangkap dalam jerat yang tak kasat mata. "Jangan pernah menyentuh akun itu!" serunya, berusaha mempertahankan sesuatu yang mungkin tidak bisa dipertahankan.
Tetapi Xenon tidak terpengaruh, bahkan semakin intens dengan tatapan yang menyoroti Adena. "Kamu berani menyuruh saya, hm?" ujarnya, nada suaranya merendahkan, memaksa Adena merasa seperti seonggok kecil di bawah tekanan.
Hati Adena berdesir. Rasanya seperti berjalan di atas tepi jurang, di mana setiap langkah bisa membawanya jatuh ke dalam keputusasaan. "Jangan obrak abrik akun itu...," rintihnya, terdengar hampir seperti ancaman, meskipun pada kenyataannya dia hanya ingin melindungi sesuatu yang ia cintai.
"Jangan pernah berani menyuruh saya, kamu akan tahu akibatnya." Jawaban dingin Xenon menggetarkan udara, seperti angin dingin yang membelai tulang rusuk.
"Seharusnya Anda sadar kalau itu akibatnya Anda berbuat jahat, bukannya mengancam saya!" Adena memberanikan diri untuk meneguhkan pendiriannya, walaupun nyali itu berdasar pada fondasi yang goyah.
Napasnya terengah-engah, terasa seperti ia sedang berlari dalam kegelapan. Mungkin inilah saatnya ia harus merelakan sesuatu yang tak bisa diubah. Tiba-tiba, tangan Adena mulai merogoh saku ponselnya, menemukan kepingan kenyataan yang tak bisa lagi ia tolak.
Ponselnya diambil oleh Xenon, layar ponsel itu bersinar terang di antara jari-jari pria itu. Xenon mengetik caption dengan gesit, menempatkan kata-kata yang memiliki makna ganda.
mulut_curah Mohon maaf sebesar-besarnya atas kelalaian minceu yang sembarangan dalam mempublikasi skandal tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu. Minceu juga sudah meminta maaf kepada yang bersangkutan dan sudah saling memaafkan. Terima kasih atas perhatiannya.
View all 69.696 comments
bucinnya_xenon MANA KEMARIN YANG BILANG XENON ITU COWOK NGGAK BENER? CARA BICARANYA AJA SOPAN PAKE SAYA-KAMU, MASA IYA DIA SUKA NGEWONG SANA SINI. DASAR BANGSAT YANG HUJAT DIA SAMPE DIA TUTUP AKUN, BAJINGAN LO SEMUA!
xenonloper_ulala netijen sok tau mah bisanya cuma hujat doang, babi!
pembenci_xenon_indo halah, palingan Xenon yang ngancem minceu supaya klarifikasi kayak gini
Adena merasa frustrasi saat Xenon menggenggam ponselnya di tangan sebagai tanda bahwa ia telah merampas sesuatu yang sangat berharga.
Xenon menyimpan ponsel Adena di kantongnya. "Ponsel kamu saya sita."
Kekuasaan Xenon semakin menggumpal, seperti benang yang semakin dijarangkan di sekitar Adena. Kesadarannya seolah menjadi terkepung, merasa seperti burung yang terjebak dalam sangkarnya.
Adena hanya bisa menghela nafas dalam-dalam, tatapannya terpaku pada lantai dengan perasaan putus asa dan kebingungan yang menyelubunginya. "Oh my god...."
"Jangan pernah membantah saya, kamu akan tahu akibatnya." Peringatan tegas dari Xenon seperti cambuk di kegelapan, membuatnya merasakan sakitnya setiap detik yang berlalu.
"Baik, Xenon." Adena menjawab dengan perasaan campur aduk, seperti serpihan yang terombang-ambing di lautan emosi yang tak terkendali.
"Coba jelaskan apa yang membuat kamu menangis?" tanya Xenon ingin mendengar lebih lanjut.
"Cara nanyanya kayak pertanyaan UAS gue, anjing," ujar Adena dengan sedikit kesal.
"Adena, kamu tidak mendengar saya bicara?" tegur Xenon, ingin memastikan Adena memperhatikannya.
"Dengar," jawab Adena dengan hati-hati.
"Jawab kalau begitu."
"Saya sedih akun itu diobrak-abrik, nanti bos saya marah. Dia pasti khawatir akan keadaan saya," ungkap Adena dengan perasaan terbuka.
"Mau saya bunuh bos kamu supaya kamu tidak dimarahi?" ancam Xenon.
"Tidak...." Adena merasa takut mendengar ancaman seperti itu.
"Jangan cengeng, dunia ini keras, kamu harus tangguh." Xenon bersikap tegas.
"Hm." Adena menanggapi dengan singkat, merasa tertekan.
"Saya akan mengubah kamu menjadi wanita kuat, nakal, dan pemberani supaya tidak menitihkan air mata terus menerus. Jangan pernah pakai perasaan, apalagi cinta dalam melakukan sesuatu seperti manusia bodoh," lanjut Xenon dengan niat mengubah Adena.
"Baik, Xenon...." Adena merasa sedikit menyerah.
"Sudah, jangan menangis lagi. Kalau kamu mengantuk, tidur saja di bahu saya."
"Saya bersandar di jendela saja," ujar Adena, masih mencoba mempertahankan kekuatannya.
"Terserah kamu," kata Xenon merasa kecewa karena Adena menolak untuk bersandar padanya.
Dalam perjalanan yang penuh ketegangan, mereka berdua tetap terjaga, tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Hubungan mereka tampak rumit dan sulit dipahami, namun satu hal pasti, tantangan besar menunggu di hadapan mereka.
***
Setelah perjalanan yang panjang dan melelahkan, mereka akhirnya tiba di depan gerbang istana megah milik Xenon. Adena sedikit terbangun dari tidurnya, mata mengantuknya berusaha keras untuk membuka. Ia memandang keluar jendela mobil dan melihat pemandangan yang begitu memukau. Istana ini begitu besar dan megah, terhampar dengan keindahan taman yang dipenuhi berbagai macam bunga-bunga warna-warni dan hamparan rerumputan yang hijau.
"Bangun, kita sudah sampai," ujar Xenon dengan lembut, tersenyum melihat Adena yang mencoba untuk terjaga dari tidur lelapnya.
Adena menggeliat, mengucek matanya sembari menguap sejenak. "Hm."
"Masih mengantuk?" tanya Xenon dengan penuh perhatian.
Adena menggeleng perlahan. "Tidak."
"Mari kita turun," ajak Xenon pada Adena sambil membuka pintu mobil untuknya.
Mereka keluar dari mobil dengan paras para pengawal yang siap menyambut kedatangan mereka. Adena melangkah dengan hati-hati, merasa sedikit kikuk dengan suasana yang begitu elegan dan formal. Xenon menunjukkan jalan ke dalam istana, dan mereka berdua berjalan masuk.
"Wow, luar biasa sekali!" seru Adena, tak dapat menyembunyikan kagumannya atas keindahan istana ini.
"Kamu suka?" tanya Xenon, rasa bangganya terpancar jelas dari senyumnya.
Adena mengangguk, terkesima oleh keindahan yang ia lihat. Saat ini, dia benar-benar lupa bahwa dia tadinya takut menikah dengan Xenon.
Para pelayan itu membungkukkan badan dengan sopan pada kedatangan Xenon dan Adena. Adena merasa sedikit tidak nyaman dengan perhatian yang diberikan, namun juga merasa terkesan dengan kemegahan tempat ini.
"Ini akan menjadi rumahmu, Adena. Kamu bebas menggunakan semua fasilitas di sini," kata Xenon.
"Terima kasih, Xenon," jawab Adena dengan senyum yang tulus.
Xenon melihatnya dengan senyuman tulus. Namun, tatapan seriusnya kembali saat dia berbicara, "Besok adalah hari pernikahanmu dengan saya. Pastikan kamu bersiap baik, baik secara mental maupun fisik."
Adena sedikit bingung. "Persiapan apa yang dimaksud, Xenon? Apakah kita akan ikut pelatihan militer?"
Xenon tertawa, seolah menikmati rasa kebingungan Adena. Dengan senyum misterius, dia menjawab, "Iya, Adena. Persiapan untuk perang di ranjang."
Adena terkejut dan tidak bisa menyembunyikan ekspresi kebingungannya. "S-saya tidak mengerti."
"Saya tidak memaksa, Adena. Tapi suatu saat nanti, kamu sendiri yang akan memohon pada saya," kata Xenon dengan penuh keyakinan.
Adena merasa sedikit tersinggung. "Hal itu tidak akan pernah terjadi, Xenon. Tipe saya bukan tipe wanita yang suka diperintah atau diatur seperti pion."
Xenon tersenyum licik. "Kamu pikir saya mengharapkan itu? Tidak, Adena. Saya menikahi kamu untuk bermain-main."
Adena merasa mulai kesal dengan permainan kata-kata Xenon. "Kalau Anda ingin bermain, pergilah ke taman bermain. Orang bodoh adalah orang yang suka bermain dengan perasaan orang lain."
Xenon menatapnya tajam, tak terpengaruh oleh komentarnya. "Wanita yang saya mainkan jauh lebih pintar dan berani dari kamu. Mereka tahu bagaimana memuaskan saya."
Adena merasa muak dengan arogansi Xenon. "Celap celup seperti teh busuk saja bangga."
Xenon hanya tersenyum, sepertinya menikmati reaksi Adena. "Kamu jangan berani-berani kasar hanya karena saya memberimu kebebasan berbicara!"
Adena menghela nafas, menyerah pada situasi yang kian memanas. "Baiklah."
"Ini adalah hari terakhir kita tidur terpisah. Sampai jumpa di malam pertama," kata Xenon dengan senyuman yang makin misterius.
Adena berdecak malas. "Geli."
Xenon mengangguk, seolah meramal sesuatu. "Besok kamu akan takut dengan saya. Jangan berpura-pura terlihat kuat. Saya tahu kamu tidak akan tahan."
Adena dengan santai menjawab, "Oke, saya tunggu untuk melihat ketakutan apa yang akan saya alami besok."
Mereka berjalan menuju kamar Xenon. Adena melihat Harris dan Arjun sudah menunggu di sana.
"Wow, Dude. Ini wanita yang membocorkan kasusmu ke Instagram, bukan?" tanya Arjun.
"Iya," jawab Xenon sambil tersenyum.
"Wajahnya cantik, tapi agak kurus," komentar Harris saat melihat Adena.
Adena merasa sedikit tidak suka dengan komentar Harris. "Saya tidak butuh komentar dari Anda!"
Harris tertawa. "Wah, berani sekali."
Arjun ikut campur. "Sepertinya kamu akan kesulitan mengendalikan wanita ini, Xenon."
Xenon hanya menjawab santai, "Dia hanya pura-pura berani, Dude."
Adena merasa geram pada pria-pria itu. Dia hanya menatap mereka dengan pandangan tajam.
Xenon dengan tegas berkata, "Mana wanita yang saya inginkan?"
Arjun memanggil seseorang dari dalam kamar, "Sarah, come here."
Dari dalam kamar, muncul seorang wanita bernama Sarah. Penampilannya sangat mencolok, dengan dress ketat berwarna merah yang menggoda dan rambut pirang yang mempesona.
Xenon melihat pada Arjun dengan wajah tidak setuju. "Kamu tidak menyewa wanita untuk dirimu?"
Arjun menjawab santai, "Saya bosan bermain dengan wanita."
"Bagi satu wanita ini untuk kita bertiga," ujar Xenon dengan wajah tanpa ekspresi.
Harris mengerti apa yang dimaksudkan Xenon. Dia tahu Xenon tidak suka bermain beramai-ramai. Pria itu mirip dengannya, lebih suka bercumbu tanpa harus terlalu jauh terlibat sampai masuk ke intinya. Sedangkan Arjun memang tipe pria yang suka tidur dengan banyak wanita untuk memuaskan hasratnya.
Harris berseloroh, "Wow, sepertinya akan seru."
Arjun hanya tersenyum puas. "Hm, menarik."
Adena merasa tidak nyaman dengan percakapan ini. Dia hanya menatap tajam pria-pria itu.
Adena bertanya, "Mana kunci kamarnya?"
Xenon dengan cepat menjawab, "Justru Adena harus begadang malam ini."
Adena merasa heran. "Untuk apa?"
Harris ikut menjawab, "Untuk menyaksikan Xenon bercinta."
Adena langsung menunjuk pada wanita yang ada di samping Xenon. "Maksudmu, menyaksikan Xenon dengan wanita ini?"
Sarah hanya diam, sepertinya sudah biasa dengan situasi semacam ini karena profesinya sebagai wanita penghibur.
Xenon hanya tersenyum, seolah merasa puas dengan reaksi Adena. "Tentu saja."
Adena menggerutu, "Cowok bajingan."
Xenon menatapnya tajam. "Apa yang kamu katakan?"
Adena dengan santai mengulangi, "Saya hanya ingin makan makanan ringan."
Xenon mengangguk dengan senyuman, sepertinya mengetahui bahwa Adena sedang berbohong. Namun, dia memutuskan untuk tidak membuat masalah pada saat itu. "Baiklah, ayo kita masuk ke dalam."
Adena akhirnya pasrah mengikuti Xenon.
Xenon memandang Sarah, lalu dengan cepat mendorongnya ke arah Harris dan Arjun. "Wanita ini untuk kalian berdua."
Arjun bingung. "Kenapa?"
Xenon dengan santai menjawab, "Saya tidak tertarik."
Adena merasa sedikit kasihan pada Sarah. Wanita itu mungkin sudah terbiasa dengan situasi seperti ini.
Arjun dengan cepat berkata, "Baiklah, saya akan bermain dengannya di sini."
Harris tertawa. "Saya juga."
Adena merasa jijik dengan pria-pria itu. Dia mengerti bahwa mereka sengaja mengatur agar dia harus tidur di kamar Xenon.
Xenon akhirnya bertanya pada Adena, "Kamu masih mau tidur di sini?"
Adena merasa ragu. "Apakah tidak ada tempat lain?"
Xenon menjawab, "Ada, kamu bisa tidur di kamar saya yang satunya."
Adena merasa terkejut. "Kita tidur bersama?"
Xenon tersenyum, seolah tahu apa yang terlintas dalam pikiran Adena. "Tidak, kalau kamu ingin tidur terpisah, kamu tidur di sofa."
Adena merasa marah. "Tidak bisa begitu! Saya ini wanita, saya ingin tidur di tempat yang nyaman."
Xenon tetap dengan sikapnya yang tegas. "Ini rumah saya, hanya saya yang boleh menentukan di mana kamu tidur."
Adena merasa frustasi. "Baiklah, kalau begitu. Tapi saya harap Anda tidak akan bertindak nakal."
Xenon tersenyum puas. "Tentu saja."
Adena merasa kesal pada situasi ini. Dia merasa seperti diatur dan diperintah tanpa bisa berbuat banyak.
Xenon menjulurkan tangan ke arah Adena. "Oke, deal?"
Adena merasa tidak punya pilihan lain. Dia menjabat tangan Xenon dengan enggan. "Deal."
Xenon tersenyum dan menggenggam tangan Adena, lalu membawanya masuk ke dalam kamar. Setelah tiba di dalam kamar, Xenon mulai melepaskan baju, memperlihatkan otot-otot abs yang terlihat sangat berisi.
Adena terkejut dan refleks menutup matanya dengan tangannya, meskipun dia memberi sedikit celah untuk mengintip. "Anjing, my eyes ternodai!"
Xenon mendekati Adena dengan langkah perlahan. Dia memojokkan Adena ke tembok kamar, dengan tatapan penuh tantangan. "Kenapa, Adena?"
Adena merasa tegang dan merasa tidak nyaman dengan jarak dekat ini. "Jangan mendekat!"
Xenon tersenyum miring. "Tenang, saya tidak akan memangsa kamu tanpa persetujuan."
Adena merasa sedikit lega, tapi masih tetap waspada. "Syukurlah Anda masih punya otak."
Xenon meremat kedua bahu Adena dengan tangannya, membuatnya tidak bisa bergerak. "Jaga bicaramu, Adena."
Adena berusaha menguatkan diri. "Beraniin diri, jangan takut pada bajingan," ujarnya dalam hati.
"Memangnya kenapa, Xenon?"
Xenon dengan percaya diri bertanya, "Kamu ingin melawan saya?"
"Menurut Anda bagaimana?" tanya Adena.
Xenon mendekatkan wajahnya ke wajah Adena dengan tatapan yang penuh tantangan, memojokkannya hingga terhimpit di tembok.
Adena merasa kian tersulut emosi. "Xenon...."
Xenon dengan tiba-tiba merogoh pistol dari kantongnya, dan dengan cepat menempelkannya pada kepala Adena. "Pistol ini akan bersarang di kepala kamu apabila kamu berani menentang saya."
Adena langsung merasa ngeri. "A-ampun, Xenon..."
Xenon tertawa puas, menyadari bahwa Adena kini merasa tertekan. Ia meletakkan kembali pistol tersebut di kantongnya, lalu dengan lembut meraba wajah dan leher Adena. Dia menyapu daun telinga Adena dengan bibirnya, lalu berbisik dengan suara rendah, "Relax, Honey. Saya tidak akan membunuh kamu. Cukup turuti ucapan saya, hidup kamu akan aman. Ini semua demi kebaikan kamu."
Adena merasa kesal dan tidak tahu harus berkata apa. "Baik, Xenon."
Xenon tersenyum lebar, seolah menang dalam permainan ini. "Selamat tidur, Honey."
Adena menjawab dengan sedikit cemberut, "I-iya."
"Iya, apa?" tanya Xenon dengan senyum misterius.
"Iya, Honey," sahut Adena dengan sedikit keengganan.
Xenon kembali tersenyum puas, menikmati kebingungan dan perlawanan Adena. "Good girl."
Adena merasa seolah dirinya sudah terperangkap dalam permainan psikologis ini. Ia merasa campur aduk, tidak tahu harus berbuat apa.
***
Suara desahan sensual dari kamar sebelah dengan cepat mengusik tidurnya. Adena membuka mata dengan wajah cemberut, merasa kesal dengan kebisingan yang tidak diharapkannya.
"Ah, sial! Suara desahan di kamar sebelah ganggu banget, anjing. Lo pada kalo ngewe bisa nggak ditutup aja mulutnya biar nggak berisik?!" gerutu Adena dengan nada kesal dalam hati, mengutarakan ketidaknyamanannya atas kegiatan malam di kamar sebelah.
Xenon yang merasa risih oleh umpatan Adena segera terbangun dari tidurnya. "Adena, kamu kenapa?" tanya Xenon, cemas melihat ekspresi Adena yang berbeda.
"I'm okay." Adena menjawab cepat, meski sebenarnya dia masih merasa terganggu.
"Ya sudah." Xenon berusaha bersikap cuek, meskipun sebenarnya dia tahu bahwa Adena jelas terpengaruh oleh kebisingan erotis dari kamar tetangga.
Tak lama kemudian, suara erotis yang penuh nikmat itu kembali terdengar, mengirimkan getaran ketidaknyamanan ke seluruh tubuh Adena.
"Ah, ah, ah!"
"Bangsat!" umpat Adena dengan ekspresi kesal yang tak lagi tersembunyi.
Xenon menawarkan diri, "Mau saya tegur?"
"Tidak usah," sahut Adena dengan suara yang sedikit teredam, merasa bahwa intervensi Xenon mungkin hanya akan memperburuk situasi.
"Kamu harus tidur, Adena. Besok pagi kita ada pemberkatan di Gereja," kata Xenon dengan suara lembut, mencoba untuk meredakan kekesalan Adena.
"Ah, sial! Anda sengaja membuat saya kelelahan, hah?" protes Adena dengan nada yang sedikit meninggi, merasa bahwa kebisingan ini mungkin adalah rencana jahil Xenon.
"Saya mengantuk," jawab Xenon dengan nada yang enggan, seolah-olah mengabaikan pertanyaan Adena. Dia lalu meraih selimutnya untuk menutup tubuhnya kembali.
"Sialan! Anjing lo semua!" umpat Adena dengan geraman frustrasi yang masih terdengar.
"Rasakan, Adena," ujar Xenon dengan tawa puas yang sedikit berbisik, menunjukkan bahwa kebisingan itu adalah bagian dari balas dendam Xenon terhadap Adena yang telah berani membocorkan skandalnya.
————————
Yuk bisa vote dan komen walaupun ini cerita lama xixixixi
Bye!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top