24. Koruptor
Breaking News
"Agung Mahatma, politikus sekaligus anggota DPR RI diduga melakukan korupsi dana bansos, proyek Sea Games, serta menjadi calo PNS."
Headline berita pagi ini menggegerkan seluruh masyarakat Indonesia. Pasalnya, citra keluarga Mahatma, terutama Agung Mahatma yang selama ini dikenal baik dan suka menolong kini tercoreng.
Arjun dan Harris dengan sengaja blow up berita ini di seluruh platform dan media sosial dengan menyamar sebagai Anonymous. Meski tak tahu pasti berapa banyak ancaman yang akan datang dari orang-orang dekat keluarga Mahatma, termasuk Kepala Kepolisian Solihun yang berpihak pada Agung Mahatma, mereka tetap tak gentar.
Mereka bahkan memberikan bukti akurat kepada Kepala Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Suparman. Suparman pun menjamin keamanan Arjun dan Harris, mencegah kemungkinan pembalasan dari keluarga Mahatma.
Berita tiba-tiba ini membuat keluarga Mahatma kabur ke luar negeri dengan bantuan Kepala Kepolisian memungkinkan mereka melarikan diri dari Indonesia. Hanya Jeffrey yang mendampingi Agung pergi, sementara Yanuar dan Nina diminta tinggal di Indonesia untuk memantau situasi.
Saat ini, banyak wartawan berkumpul di depan istana megah Agung guna mencari informasi terbaru. Namun, pengawal Agung menjaga istana dengan ketat.
Sementara itu, Agung duduk di dalam ruangan, membaca surat kabar yang berisi tuduhan korupsi terhadap dirinya. Ia hanya tersenyum sinis, yakin bahwa tak seorang pun dapat menangkapnya mengingat jaringan koneksi yang dimilikinya. Saat ini berada di Singapura, ia dibantu oleh Solihun dalam rencana pelarian mereka.
"Biarkan saja manusia-manusia bodoh itu mencari informasi," kata Agung, menatap foto-foto para wartawan di luar rumahnya.
"Pa, apakah kita benar-benar aman tinggal di sini?" tanya Jeffrey, baru saja keluar dari kamar mandi.
"Tentu. Biarkan masalah ini mereda dulu, baru kita bisa kembali ke Indonesia."
***
Adena meraih rambut Xenon lembut sambil bertanya, "Sudah melihat berita di TV?"
Xenon yang terbaring di paha Adena mengangguk. "Sudah," jawabnya, seolah sedang terpukau oleh tatapan mata Adena.
"Baguslah kalau begitu, skandal mereka akhirnya terbongkar. Saya merasa bersyukur kepada siapa pun yang membongkar kebenaran ini." Namun, raut wajah Adena masih tampak cemas. "Tapi ... saya khawatir mereka akan menganggap kamu yang membongkarnya. Saya takut mereka akan mencoba mengganggumu lagi."
Xenon dengan lembut meraih tangan Adena yang ada di atas kepalanya. Ia bangkit dari posisinya di paha Adena, lalu menurunkan dirinya agar wajah mereka sejajar. "Tenang saja, Adena. Mereka sekarang jadi buronan, tidak mungkin mereka punya waktu untuk mengganggu saya," ucapnya dengan tulus.
Adena merenung sejenak, mencerna kata-kata Xenon. Meskipun begitu, kekhawatirannya tetap ada dalam hati.
Sementara itu, Xenon tersenyum lembut saat melihat ekspresi khawatir di wajah Adena. Ia mengerti bahwa Adena sungguh prihatin terhadapnya. Dengan lembut, Xenon melepaskan genggamannya dari wajah Adena, memberikan sedikit ruang untuk perasaan mereka saling mengerti.
***
Solihun meradang, menggebrak meja kerjanya dengan pukulan tangan tatkala mengetahui bahwa akun Anonymous itu dilindungi oleh Ketua KPK. Ia merasa kebingungan dan frustrasi, tidak tahu harus bertindak dengan cara apa lagi. Solihun juga sering kali menerima sogokan, baik itu dalam bentuk ujian kartu SIM atau ujian masuk akpol.
"Suparman, sialan! Bagaimana berani dia melindungi mereka!" umpat Solihun dengan nada marah. Ia mengacak rambutnya dengan kasar, tampak jelas ekspresi kebingungan dan kemarahan di wajahnya. "Ah, apa yang harus saya lakukan sekarang?"
Suara getaran ponselnya mengganggu keheningan ruangan. Dengan cepat, Solihun mengambil ponsel dari saku celananya. Ia melihat nama "Agung Mahatma" terpampang di layar dan segera menjawab panggilan tersebut.
"Selamat malam, Pak Agung," sapa Solihun dengan suara yang terdengar formal.
"Tidak usah basa-basi, bagaimana situasi di Indonesia sekarang? Apakah semuanya aman?" tanya Agung dari saluran telepon.
"Di Indonesia, berita-berita masih banyak yang mencuat tentang Anda, terutama para wartawan yang terus mendatangi rumah Anda dan saya untuk klarifikasi," jawab Solihun.
"Tutupi semua kasus saya. Kalau perlu, hilangkan Ketua KPK itu dari peredaran." Agung berkata tegas.
"Baik, saya akan berusaha agar semuanya tetap terkendali. Jangan lupa untuk mengirim transferan dana, Pak."
"Dasar polisi matre! Baiklah, saya akan segera melakukan transfer," ujar Agung dengan nada merendahkan.
Setelah panggilan ditutup, Solihun masih terlihat cemas. Ia sadar betul bahwa tugasnya semakin berat, dan tekadnya untuk melindungi Agung semakin kuat.
***
Di ruangan itu, kepulan asap rokok meliuk ke udara dan menciptakan semburat tipis dalam cahaya temaram. Xenon sengaja memilih menyendiri di ruangan ini, sedangkan Candra dan Sonny berjaga di pintu depan untuk memastikan tidak ada orang yang masuk, termasuk Adena.
Firasat buruk telah merayap dalam benak Xenon, terutama setelah melihat berita utama di media tadi pagi. Maka, ia tak ragu untuk menghubungi Arjun guna mencari kejelasan melalui telepon.
"Arjun, kamu yang mengungkap kasus Keluarga Mahatma, bukan?" desak Xenon dengan nada tegas.
Arjun sempat terdiam sejenak sebelum menjawab, tampaknya ia tak bisa lagi menyembunyikan kenyataan ini dari Xenon. "Ya, benar."
Xenon menghela napas dalam-dalam. "Saya tahu. Hanya kita yang tahu tentang ini."
Arjun memberikan pengakuan akhirnya. "Harris dan saya yang membongkar kasus ini. Saat ini saya tinggal di rumah Harris untuk koordinasi lebih mudah."
Xenon mendengus singkat. "Akhirnya kamu mengaku juga. Bagaimana kamu bisa menghindari ancaman dari orang-orang Kepala Kepolisian dan Keluarga Mahatma?"
"Saya meminta perlindungan dari Ketua KPK, tapi sebenarnya itu adalah langkah agar saya dan Harris terlihat seperti orang biasa, bukan penjahat."
"Apa rencanamu selanjutnya?"
Arjun menggumam dengan nada sinis. "Menghilangkan satu per satu anggota Keluarga Mahatma sampai tak ada yang tersisa. Ini juga demi kebaikanmu."
Xenon mengangkat alis dengan kekaguman. "Tapi jangan bertindak terlalu gegabah. Besok saya akan datang ke rumahmu."
***
ANAK BUAH ARJUN (3)
Steven: Yanuar, bagaiman keadaan di rumah Jeffrey?
Yanuar: Dari tadi banyak wartawan yang memaksa masuk ke sini, Nina, sepupunya Jeffrey sampai memanggil temen satu gengnya buat usir para wartawan.
Surya: Nina? Assassin itu? Woah, ternyata sepupunya Jeffrey.
Steven : Keluarga Mahatma benar-benar penjahat.
Yanuar : Iya. Bilang sama bosmu kalau saya pura-pura lebam. Seperti yang kalian tau, saya sengaja pura-pura ada di pihak Jeffrey biar leluasa dapat info dia. Jadi musuh dalam selimut lebih baik di keadaan sekarang.
Steven : Berhati-hatilah, Yanuar. Jangan sampai misi kita ketahuan.
Yanuar : Siap.
***
Setelah berbicara lewat telepon dan berusaha menenangkan dirinya di ruang kerjanya, Xenon melangkah masuk ke kamarnya. Ia memegang gagang pintu dengan lembut, lalu perlahan menggerakkannya ke bawah dan menarik pintu tersebut.
Di ujung kamar, Adena yang sebelumnya duduk di kasur, memandangi pemandangan di luar jendela. Namun, suara langkah kaki dan pintu yang terbuka membuatnya seketika menoleh ke arah Xenon. Ia berdiri dari tempatnya, langkahnya mendekati Xenon yang baru saja masuk.
"Tadi kamu enggak habis mabuk, kan?" tanya Adena dengan cemas.
Xenon menggeleng lembut. "Tidak, saya hanya merokok."
"Pantas saja ada bau rokok," komentar Adena.
Xenon tertawa kecil. Tangannya dengan lembut mengacak rambut Adena. "Kamu tidak tidur?"
"Saya menunggumu, khawatir terjadi sesuatu denganmu."
Senyum halus melintas di bibir Xenon. "Besok kita akan pergi ke rumah Harris. Mungkin kita akan menginap di sana."
Adena merasa bingung dengan rencana tiba-tiba ini. "Apakah ini ada hubungannya dengan kasus kemarin?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.
Xenon mengangguk. "Iya, besok pagi kita berangkat. Kamu cukup menyiapkan pakaian dan barang-barang lain."
"Apakah barang-barangmu perlu saya siapkan?"
Xenon tersenyum tipis. Ia menggeleng. "Tidak usah, biarkan saya yang urus."
Adena mengerti. "Baiklah. Tapi pastikan kamu tidur cukup, jangan sampai larut malam karena menyiapkan segalanya. Saya izin tidur duluan, sudah mengantuk."
Tertawa pelan, Xenon meraih pipi Adena dan mencubitnya dengan lembut. "Tentu, Adena," katanya. "Tapi, cium dulu." Xenon menunjuk bibirnya dengan isyarat.
Adena memberikan cibiran kecil. "Selalu modus ya. Tapi, baiklah." Ia berjinjit sebentar untuk mencium bibir Xenon dengan lembut, menunjukkan rasa sayangnya.
🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥
Anjir akhirnya bisa update xixiix, ga sabar mau cepet-cepet tamatin cerita ini yuhuuu😭❤️
Tbc❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top