20. Trust issue

Xenon berbalik dengan gerak tergesa-gesa, membuka bajunya dan melemparkannya begitu saja ke sudut ruangan. Baju itu mendarat dengan lemparan sembarangan, menandakan urgensi dalam hati Xenon. Dia mendorong Adena dengan kuat, hampir saja terlentang. "Oh, shit. Saya sudah tidak tahan!"

Ketika Xenon berubah sikap, Adena segera menyadari apa yang terjadi. Dengan refleks, ia merentangkan tangannya dan mendorong pria itu, membuat Xenon terduduk di sampingnya. "Xenon, tidak sekarang!"

Xenon mengambil napas dalam-dalam, berusaha keras mengendalikan dirinya agar tidak memaksakan sesuatu yang tidak diinginkan oleh Adena. Dia membenarkan posisinya dan mengangguk, meskipun dengan wajah sedikit merah. "Maaf, saya sangat terbawa suasana. Saya tidak bermaksud seperti itu."

Dengan cepat, Xenon berdiri dan segera menuju kamar mandi. Ia tahu bahwa tindakan tadi bisa saja menghancurkan hubungan mereka, ia tidak ingin melakukan sesuatu yang Adena tidak inginkan. Mandi dengan air hangat, Xenon berusaha menenangkan diri, mengalihkan perhatiannya dari keinginan yang membara, melemaskan sang phyton agar tidak semakin liar.

Sementara itu, Adena masih duduk di tepi tempat tidur, mencoba mengatur nafasnya yang terengah-engah. Ia merasa terhormat karena Xenon menghormati perasaannya. Di saat yang sama, ia merasa bingung oleh perasaannya sendiri.

Namun, di sisi lain, di dalam kamar mandi, Xenon sedang berjuang melawan kecemasan dan perasaannya yang bergejolak. Ia merasa frustasi, marah, dan bingung pada Adena, padahal ia juga merasakan getaran perasaan lain yang muncul dari dalam dirinya. Segala hal yang melibatkan Adena selalu membuatnya terombang-ambing dalam pertentangan batin yang rumit.

Air hangat dari pancuran kamar mandi mengalir di atas tubuh Xenon, meredakan panas dan ketegangan. Tetapi di balik rasa nyaman yang ditawarkan oleh air itu, Xenon merenung dalam-dalam, mempertanyakan alasan di balik perasaannya yang begitu kompleks. Ia menatap dirinya sendiri melalui cermin kamar mandi, mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung terjawab.

"Ah, wanita memang racun dunia! Mengapa segalanya begitu rumit?" gumam Xenon sambil membenamkan wajahnya ke dalam telapak tangannya yang basah. Ia menghela napas, mencoba meredakan kebingungan dan konflik perasaan yang ada di dalam dirinya.

***

Sinar matahari yang memancar terik di langit menyebabkan suhu di kolam renang terasa hangat dan mengundang. Dalam suasana seperti ini, Adena merasa rileks, bergantian mengayunkan kakinya dalam air kolam. Namun, meskipun suasana begitu nyaman, pikirannya masih dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung mendapatkan jawaban.

Saat berenang, Adena merenung tentang perasaannya terhadap Xenon. Dia merasa proteksi dan kehangatan dari pria itu, tetapi ragu dalam hatinya tetap hadir.

Apakah Xenon benar-benar tulus dalam membantu dan melindunginya? Atau mungkin saja Xenon hanya sedang memanfaatkan situasi untuk tujuan tertentu?

Adena tak bisa menyingkirkan keraguan dalam benaknya, terutama mengingat bagaimana Xenon adalah sosok yang kompleks dan misterius.

Tiba-tiba, keheningan di kolam renang terputus oleh suara langkah kaki Candra yang mendekat. Pria itu telah lama bekerja sebagai bodyguard Xenon, wajah seriusnya selalu menyiratkan kewaspadaan. Candra menyapa Adena, menciptakan pemisahan kontras antara kehadiran pria tersebut dengan suasana tenang di sekitarnya.

"Adena, what are you doing?" tanyanya.

Adena sedikit terkejut dengan kedatangan Candra, dan dia menjawab dengan suara lembut, "I'm just playing in the water, just for fun."

Candra mengangguk sambil menjaga ekspresi serius. "Adena, I want to talk to you about something important," ucapnya dengan tegas.

"Silakan, Pak Candra," jawab Adena, menyadari ada sesuatu yang membuat pria itu datang menghampirinya.

"Panggil saya Candra, jangan terlalu formal begitu."

Adena tersenyum mengangguk. "Okay, Candra. What's the matter?"

"Right now, the only person you can trust is Xenon. From what I've seen, he genuinely cares about you. Don't easily believe in people's words, even if they seem kind."

Adena mengerutkan kening, merasa ada sesuatu yang tidak biasa. "What do you mean, Candra? Why all of a sudden?"

Candra memberikan senyum tipis. "Saya minta maaf, Adena. I can only say that much. I'm afraid people won't believe my words."

"Sorry, I'm getting more confused ...."

"Just focus on Xenon, don't pay too much attention to what I said."

Adena memandangi Candra dengan keraguan. "B-but, can your words be trusted?"

"Tentu saja, Adena," jawabnya. "Kalau ada sesuatu, bisa panggil saya. Saya hendak keliling rumah dulu."

"Baik, Candra."

Dengan langkah mantap, Candra menjauh, meninggalkan Adena yang terus merenung. Pria itu meninggalkan kesan yang kuat padanya, dan Adena merasa menghormati kebijaksanaan dan nasihat dari Candra. Dalam kebingungannya, Adena berharap bisa mendapatkan kejelasan tentang perasaannya sendiri dan tentang Xenon.

***

Di bawah sinar matahari yang terik, tubuh Xenon yang atletis dan kekar terlihat memikat. Dada yang berotot ditutupi oleh tatto singa yang menambah kesan maskulin padanya. Bulir-bulir air jatuh dari rambut hitamnya, menambah keseksian tampilan pria itu. Adena tidak bisa tidak merasa terkesima ketika melihat pemandangan di hadapannya. Namun, kekagumannya seketika pudar seiring dengan peristiwa yang baru saja terjadi, ucapan Candra tadi siang terus terngiang di telinganya.

"Don't easily believe in people's words, even if they seem kind."

Entah sudah berapa kali dia mencoba mengusir pikiran tentang ucapan tersebut, namun selalu saja muncul kembali. Ia merasa bingung harus mempercayai siapa, terutama dalam situasi seperti ini. Apakah yang dikatakan oleh Candra mengenai seseorang yang harus dipercayai adalah mengenai Jevian?

Tapi, pikiran tentang Jevian terasa kurang masuk akal. Adena merasa sulit untuk mempercayai bahwa saudaranya akan berbuat sesuatu yang merugikan dirinya.

Di lain sisi, Xenon melihat Adena sedang dalam keadaan yang berpikir keras. Ia berjalan menuju tempat Adena berada dan duduk di sampingnya di tepian kasur. Ia mengecup jari-jari Adena dengan lembut, berusaha memberikan kenyamanan pada wanita itu.

"Kamu kenapa, Adena?" tanyanya.

"Apakah kamu bisa dipercaya, Xenon?"

Xenon mengerutkan kening, tidak mengerti kenapa Adena tiba-tiba mengajukan pertanyaan seperti itu. "Kenapa kamu bertanya begitu, Honey?"

Adena tersenyum tipis, tetapi dalam senyum itu tersimpan keraguan. "Tidak, saya hanya ingin tahu."

Xenon menggelengkan kepalanya tegas. "Saya tidak mengerti. Pasti ada sesuatu yang membuatmu bertanya seperti ini."

"Tidak, Xenon." Adena tetap pada pendiriannya.

Melihat Adena tetap enggan memberi tahu, Xenon mengerutkan kening dengan kesal. "Kalau begitu sudahlah, kalau kamu belum siap bicara, kamu tidak perlu memaksa dirimu."

Adena mengangguk singkat. "Iya."

"Tadi kamu berbicara dengan Candra tentang apa?" tanya Xenon.

"Bagaimana kamu bisa tahu?" Adena kaget.

"Saya mencari kamu setelah saya mengurus phyton milik saya tadi. Saya melihatmu sedang berbicara serius dengan Candra."

Adena terkejut. "Oh, itu cuma peliharaanmu?"

Xenon berdiri dari kasur dan berjalan ke arah Adena. "Ya, phyton itu peliharaanku."

"Kamu punya peliharaan?"

"Tentu, semua lelaki punya itu."

"Kamu memang unik, Xenon." Adena tertawa.

Xenon mengacak rambut Adena dengan tangan lembut. "Kamu lebih unik."

Adena mendengus. "Tidak tahu malu."

Xenon tertawa. Ia menatap Adena dengan penuh kasih sayang. "Saya serius. Bagi saya, kamu itu unik dan istimewa."

Adena mengernyitkan dahi. "Tidak perlu bercanda seperti itu, Xenon."

Xenon tersenyum lebar. Ia mencubit hidung Adena dengan lembut. "Tidak. Saya memang serius. Bagi saya, kamu selalu menarik perhatian saya."

Adena mengerjapkan matanya. "Apa kamu sedang berusaha merayu saya, Xenon?"

Xenon tertawa lepas. "Bukan merayu, hanya ingin mengungkapkan perasaan saya."

Adena mengangkat alisnya. "Kamu pasti sering melakukannya pada banyak wanita."

Xenon menggeleng. Ia mencubit pipi Adena dengan lembut. "Sejak pertama kali saya bertemu denganmu, saya merasa seperti ini. Kamu istimewa, Adena."

Adena menggelengkan kepala. "Jangan mencoba merayu saya dengan kata-kata manis."

Xenon tertawa geli. Ia mencolek dagu Adena. "Kamu selalu membuat saya tersenyum, Adena."

Adena tersenyum getir. "Tapi, saya tidak merasa begitu."

"Iya, kamu tidak perlu merasakan apa yang saya rasakan. Saya aku yang merasakannya untuk kita berdua."

"Kalau begitu, kamu benar-benar romantis, Xenon."

Xenon mengedipkan mata. "Tentu saja, saya ingin membuatmu merasa istimewa."

"Terima kasih, Xenon. Tapi saya perlu waktu untuk memahami perasaan saya."

Xenon mengangguk penuh pengertian. "Tentu, saya mengerti. Yang penting, kita akan melewatinya bersama."

Adena tersenyum penuh harap. "Iya, kita akan melewatinya bersama, Xenon."

Xenon tersenyum lembut. "Sekarang, kita tidak perlu khawatir. Kamu punya saya."

Adena tersenyum. "Seperti rayuan buaya anak SMA."

Xenon tertawa mendengar kata-kata itu. "Rayuan buaya anak SMA itu berhasil ya?"

Adena mengernyitkan dahi. "Tidak tahu malu."

Xenon tertawa geli. "Dulu memang begitu, tapi sekarang hanya ada satu yang saya cintai, Adena."

Adena tertawa dan menggeleng. "Kalau begitu, kita harus menemukan cara untuk menghentikan kelakuan buaya SMA itu."

Xenon meraih tangan Adena dan memberikan sentuhan lembut. "Tentu, kita akan menemukan cara bersama."

"Jadi, apa rencanamu untuk menghentikannya?"

Xenon tertawa dan berpura-pura berpikir. "Hmm, mungkin saya harus mengajaknya berbicara serius."

Adena tergelak. "Sepertinya itu akan menjadi langkah yang baik."

Xenon mengangguk setuju. "Tentu saja, saya akan selalu menunjukkan betapa seriusnya saya dengan kamu."

Adena tersenyum penuh arti. "Bisa-bisanya kamu berubah begitu."

Xenon mengangkat bahu. "Karena saya ingin menjadi pria yang baik untukmu."

Adena merasa hatinya terenyuh mendengar ucapan itu. "Saya menghargai usahamu, Xenon."

Xenon tersenyum hangat. "Itu yang penting. Satu hal lagi, Adena."

"Apa itu?"

"Kamu tidak perlu khawatir lagi, karena sekarang kamu punya saya."

Adena mengangguk bahagia. "Terima kasih selama ini sudah menjaga saya, Xenon."

Xenon mengecup lembut bibir Adena. "Saya bersyukur memiliki kamu, Adena."

***

"Jevian, kamu sedang apa di kamar Bi Ijah?" tanya Sonny.

—————————————-

Keknya cerita ini cuma sampe 20-an part, paling banyak 30 wkwkw. Aslinya aku udah ga tau mau lanjutin kayak gimana wkwkkw

Tbc❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top