18. Mission Success

Mentari terbit di cakrawala, memberikan sinar keemasan yang memantulkan ke berbagai sudut kendaraan mereka. Mobil mereka melaju dengan mantap, mengikuti jalan raya yang masih sepi. Di dalam mobil tersebut, ketegangan masih terasa meskipun mereka berusaha menjalankan misi penyelamatan ini dengan hati-hati.

Terdengar bunyi klakson pelan dari mobil di belakang mereka, memberi isyarat bahwa mobil yang dikendarai oleh Arjun dan anak buahnya masih mengikuti. Tidak diragukan lagi, keberadaan Xenon dianggap sangat berharga oleh mereka.

"Ini serius mau naik pesawat pribadi?" tanya Adena, suaranya masih mengandung sedikit kekaguman.

Xenon mengangguk dengan wajah serius. "Iya, Adena. Ini akan lebih aman dan lebih cepat."

"Wah, gila!" Adena masih tercengang dengan kekayaan dan fasilitas yang dimiliki Xenon.

Xenon mengedipkan mata dengan nada santai. "Biasa saja, jangan terlalu kagum."

Adena mencebik sebal. "Iya, maaf. Tapi tetap, ini luar biasa."

Xenon menggerakkan jari-jarinya lembut di pipi Adena, menatapnya dengan ekspresi gemas. "Jangan ngambek lagi. Sini, saya peluk."

Adena berdecak kecil, menunjukkan sedikit perlawanan. "Modus, ya?"

Xenon tertawa dan menggeleng. Ia mengecup pipi Adena dengan lembut, kemudian membimbingnya ke dalam pelukannya. Pandangannya lembut, seolah ingin memberikan rasa nyaman pada Adena di tengah situasi yang tegang.

Namun, tiba-tiba suara keras klakson dari mobil mereka memecah keheningan, membuat semua mata tertuju pada Candra.

"Fokus!" tegur Xenon dengan nada keras pada Candra yang sedang menyetir.

"Maaf, Bos," balas Candra dengan cepat, mencoba untuk meredam perasaan malu.

Sonny yang duduk di kursi depan sebelah kiri tak bisa menahan tawa saat melihat Candra mendapat semburan.

Xenon pun tak mau ketinggalan, ia mengomel pada Sonny, "Kamu juga diam!"

"Iya, maaf, Bos," jawab Sonny sambil mencoba menahan senyum.

Tampak Adena menggelengkan kepalanya, berusaha mengatasi tawa yang nyaris meledak dari bibirnya. Ia merasa ini adalah salah satu momen yang menyegarkan, meskipun situasinya tegang, mereka masih mampu melontarkan sedikit lelucon untuk meredakan suasana.

"Xenon, jangan terlalu keras pada mereka," tegur Adena, mencoba meredakan ketegangan.

Xenon menatap Adena dengan lembut, menghela napas. "Kalau saya tidak mengancam, mereka malah tidak akan mengindahkan perkataan saya."

"Oke...," jawab Adena dengan nada pasrah, mengangguk mengerti.

***

Sesuai rencana, mereka telah naik ke dalam pesawat pribadi yang mewah. Kabin pesawat terasa nyaman dengan suasana yang elegan. Adena dan Xenon duduk berdampingan, sementara Arjun dan anak buahnya duduk di belakang mereka. Adena tersenyum lembut, merasa hangat saat Xenon mengaitkan jarinya dengan jari tangannya, memberikan rasa kenyamanan dan kehangatan dalam perjalanan ini.

"Kamu tidak kedinginan, kan?" tanya Xenon sambil menatap wajah Adena dengan penuh perhatian.

Adena menggeleng. "Tidak, saya baik-baik saja."

Xenon membawa kepala Adena ke bahunya dengan penuh kelembutan. "Kalau kamu merasa mengantuk, lebih baik kamu tidur sejenak."

"Iya," sahut Adena dengan senyum lembut.

Namun, di belakang mereka, Arjun merasa geram dengan tingkah Xenon yang terlalu mesra. Ia merasa perlu mengganggu momen mereka. Ia mengulurkan tangannya dan mulai memukul-mukul kursi Xenon dari belakang, mencoba untuk merusak kemesraan mereka. "Jangan bermesraan terus, Dude!"

Xenon menoleh dan mengangkat alisnya, memberikan tatapan tidak suka kepada Arjun. "Diam."

Tidak terpengaruh dengan ekspresi Xenon, Arjun memandang Adena yang duduk di samping Xenon. "Adena, kamu sayang dengan Xenon?"

Pertanyaan tiba-tiba dari Arjun membuat Xenon menatap Adena dengan perasaan campur aduk. Ia ingin tahu jawaban Adena.

"Jujur, belum...," jawab Adena dengan tulus, mengakui keadaan perasaannya.

Xenon terkejut akan pernyataan Adena. Baru kemarin mereka make out, tapi ternyata wanita itu belum menaruh perasaan apa-apa kepadanya.

"Kalo jawabannya belum, berarti akan sayang dengan Xenon?" Arjun menjawab, menyemangati Adena dengan senyum misterius.

Adena menggeleng pelan, merasa sedikit malu. "Entah."

Arjun mengangguk dengan kepala yang terdongak. "Oke, jangan terburu-buru mengambil keputusan. Kalo kamu disiksa oleh Xenon, bilang saja ke saya, nanti saya akan menyelamatkanmu."

Xenon mengernyitkan keningnya, merasa geram dengan omongan Arjun. "Sok pahlawan," gerutunya dengan nada sinis.

***

Saat ini, mereka telah mencapai lokasi di dekat pelabuhan, di mana dugaan adanya Harris dan Donna berada. Dalam keadaan tegang, mereka bersiap untuk melaksanakan rencana penyelamatan yang sudah dipersiapkan dengan matang.

Xenon memandang Adena dengan penuh perhatian, tangannya lembut mengusap surai rambutnya. Sebuah senyuman tipis terukir di bibirnya. "Adena, kamu harus tetap diam di sini bersama Sonny dan Candra. Saya akan pergi mencari mereka terlebih dahulu."

Adena hanya mengangguk, wajahnya penuh kekhawatiran. Meski ia tahu bahwa Xenon adalah seorang yang berpengalaman dan tangguh, namun rasa khawatir sebagai istri tak bisa dihindari.

Namun, ketika Xenon hendak melangkah pergi, Adena menahan tangannya dengan lembut. "Hati-hati...."

Xenon tersenyum lembut, tangannya mengecup kening Adena dengan lembut. Ia memberikan senyuman yang penuh kepercayaan. "Tentu, Adena. Saya akan berhati-hati. Kamu jangan khawatir."

Tatapan pria itu kemudian beralih ke arah Candra dan Sonny yang berdiri di dekatnya. "Kalian berdua jaga Adena dengan baik. Kalau tidak, kalian pasti tahu konsekuensinya."

Candra dan Sonny mengangguk tegas seraya saling bertatapan. "Baik, Bos!" jawab mereka serempak dengan tekad yang sama.

***

Di kawasan ini, terlihat deretan mobil kargo yang berjejer. Kapal besar menjadi sasaran operasi mereka kali ini diyakini sebagai tempat penyanderaan Harris dan Donna. Mereka bersembunyi di antara mobil-mobil tersebut, berusaha menghindari deteksi.

Arjun memberi peringatan dengan suara pelan, "Xenon, awas langkahmu. Perhatikan arah jam sepuluh dan jam dua."

Xenon memusatkan pandangannya. Di kedua arah yang disebutkan, terlihat dua pengawal berpakaian rapi di sebelah kanan dan kiri.

"Keluarkan Glock 17 milikmu, Arjun," kata Xenon.

Glock 17 adalah pistol dengan peluru kaliber 10 mm yang dimodifikasi menjadi otomatis dengan jangkauan hingga 400 meter. Pistol ini terbilang ringan dan mudah digenggam.

"Siap." Arjun mengeluarkan pistol itu dari saku dan menembakkan tembakan jarak jauh dengan akurat.

Empat tembakan tiba-tiba menghantam sasaran, membuat keempat penjaga tumbang dan mengundang reaksi penjaga lain yang keluar dari kapal. Sementara anak buah Arjun yang dipimpin oleh Steven dan Surya muncul dari balik mobil kargo, menyerang dengan cepat. Arjun dan Xenon melihat kesempatan ini untuk menyerang kapal.

Tiba di dekat kapal, Arjun dan Xenon dihadang oleh empat pria yang kuat. Perkelahian tak terelakkan, teriakan peluru pecah menyatu dengan langkah cepat mereka. Para penyerang tersebut terjatuh satu per satu. Xenon dan Arjun saling menempelkan punggung, melindungi satu sama lain, saling memberi jalan untuk tembak.

Setelah pertarungan sengit, mereka berhasil meredam ancaman. Mereka bergegas naik ke lantai atas. Namun, kenyataan yang mengejutkan menanti mereka. Harris dan Donna yang disandera ternyata dikendalikan oleh Johnny. Kedua tangan mereka terikat, mulut mereka disumpal dengan pita perekat.

Johnny menyilangkan tangannya di depan dada sambil tertawa sinis. "Akhirnya kalian datang, saya sudah menunggu."

Arjun tidak banyak berkata, hanya menembak langsung ke perut Johnny. Tembakan itu membuatnya terjatuh sampai merintih kesakitan. "Arghh!"

Xenon menyunggingkan senyuman miring. Ia mendekati Johnny dan menginjak perutnya berkali-kali, memaksa Johnny meringkuk kesakitan.

"Kamu melakukan ini atas perintah keluarga Jeffrey, benar?" tanya Xenon dengan tajam.

Tersisa sedikit tenaga Johnny untuk menjawab, "T-tidak, saya merencanakan penculikan ini sendiri. Saya ingin menjual Donna di luar negeri sebagai pekerja seks ketika melihat tubuhnya yang bagus."

Kata-kata Johnny membuat darah Xenon mendidih. "Sudah punya istri, masih saja melakukan hal seperti ini."

"Tidak ada hubungan apa-apa antara kami, dia hanyalah seorang wanita sewaan," kata Johnny dengan parau.

Xenon tidak lagi membuang waktu. Ia mengeluarkan pistolnya dan menembakkan peluru berkali-kali ke wajah Johnny hingga tak terkenali.

Akhirnya, Xenon menembak perut Johnny hingga darah melumuri wajahnya. Wajah Xenon dihiasi darah Johnny saat ia berkata dingin, "Arjun, minta anak buahmu untuk mengurus mayatnya."

———————————————————————

Tbc❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top