13. Another Plan

Pak Richard ngaduk semen
Jangan lupa buat vomment❤️

Kepulan asap tebal membumbung di dalam diskotik yang penuh dengan gemuruh musik keras. Suara dentuman bass dan nyanyian asing bergabung menjadi hiruk-pikuk yang menyatu. Lampu-lampu neon yang terang benderang memancarkan cahaya yang melingkupi semua orang di dalam klub malam ini. Tarian sensual para penari wanita sewaan berusaha memikat pandangan kaum pria yang mabuk oleh hingar-bingar kehidupan malam ini. Ciuman dan pelukan tanpa malu di depan khalayak ramai bukanlah pemandangan aneh di lingkungan ini.

Di tengah keramaian mabuk dan gairah, Harris dan Arjun duduk di sudut ruangan yang agak terlindung. Mereka tengah berbicara tentang situasi yang tengah dihadapi, yaitu penculikan Yanuar di pulau pribadi Xenon.

"What the fuck, apa yang ada di otakmu sampai mau bebaskan Yanuar?!" Harris melontarkan teriakan yang penuh dengan keheranan. Ekspresi wajahnya mencerminkan betapa tidak percayanya ia terhadap keputusan yang diambil oleh Arjun.

Tidak habis pikir, ia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bisa saja, kan, Yanuar mengarang dongeng pada Surya dan Steven agar bisa dibebaskan?"

Arjun mengambil helaan panjang dari rokoknya sebelum menjawab, tangannya memegang erat rokok tersebut. "Kamu tenang saja, Harris. Saya tahu apa yang terbaik buat Xenon, kamu jangan khawatir."

Harris berdiri di tempatnya, wajahnya memerah karena amarah. "Goblok, tolol, bloon! Bagaimana saya tidak panik, bangsat? Kamu bebaskan anak buah kesayangan Jeffrey!"

Tatapan tajam Arjun menatap Harris dengan tidak peduli. Ia menghembuskan asap rokoknya ke udara, tangannya bersilang di dada. "Jangan ngamuk kayak kesurupan jurig, saya punya rencana sendiri. Saya mau ubah skenario penyerangan Jeffrey."

Harris merasa marah memuncak, obsidianya menyipit tajam. "Pasti kau anak buah Jeffrey, kan?"

Sontak, ucapan Harris membuat Arjun tertawa begitu lepas hingga ia harus meraih perutnya yang terasa sakit.

"Jangan pura-pura ketawa, saya tahu kamu berbohong."

Adegan tawa Arjun berhenti tiba-tiba. "Buat apa saya bohong? Apa motif saya untuk berkhianat?"

"Siapa tau plot twist kalau selama ini kamu anak buah Jeffrey yang dibayar untuk menyamar."

"Kamu kalau goblok jangan keterlaluan, anjing. Buat apa saya repot-repot menyamar saat menyerang Yanuar?"

Harris hanya menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. "Iya juga, ya."

"Pokoknya kamu jangan khawatir, saya berani sumpah tak berkhianat. Saya hutang budi sama tantenya Xenon karena sudah mau adopsi saya di panti asuhan yang kejam itu. Xenon tak tahu kalau saya anak adopsi, dia tahunya saya sepupu kandungnya."

"Kenapa kamu merahasiakan ini dari Xenon?"

"Tak penting juga."

Harris mengerutkan kening. "Jangan bohong."

"Saya tak mau dia kepikiran macam-macam, kasihan dia selama ini hidupnya menderita sejak orang tuanya meninggal. Dia jadi pria tak benar seperti saya," jelas Arjun dengan nada merenung. "Tapi, dia aslinya baik, pasti bakal menolong orang terdekatnya kalo ada masalah. Buktinya dia baik, kan, sama Bi Ijah?"

Harris mengangguk, memposisikan tangannya untuk menopang dagu sambil cermat mendengarkan setiap kata yang diucapkan Arjun.

"Kamu ingat, kan, kejadian tadi pagi dia melindungi Adena dari anak buah Jeffrey?"

Harris mengangguk sekali lagi.

"Kalau dia tak sayang dengan Adena, mungkin dia tak akan menyuruh anak buah Jeffrey untuk jangan menyakiti Adena. Saya berharap, semoga Adena bisa mengubah Xenon seperti dulu lagi, setidaknya punya kepedulian untuk membantu anak panti asuhan, bukan hanya untuk pencitraan sebagai selebgram."

***

Setelah mandi, Adena keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. Matanya tertuju pada Xenon yang tengah bersandar santai di atas ranjang. Seolah ada kekuatan yang menariknya, Adena berjalan mendekat, dan Xenon pun mengangkat satu tangannya, menepuk-nepuk tempat di sampingnya, memberi isyarat agar Adena duduk.

Adena menurutinya dengan sedikit ragu, kemudian duduk di samping Xenon. Rambutnya yang basah mengalir di bahu, dan sedikit air menitik dari ujung rambutnya ke lantai. Xenon meliriknya dengan senyum miring sebelum mengulurkan tangannya, memainkan ujung rambut Adena dengan jari-jarinya, sesekali menyentuh daun telinga wanita itu dengan lembut.

"Kamu masih ingin kabur dari sini?" tanya Xenon, wajahnya serius namun penuh perhatian.

Adena mengangguk pelan, tak berani bertatapan langsung dengan Xenon. "Iya."

Xenon mengusap pipi Adena dengan lembut. "Coba sebutkan apa saja yang bisa saya lakukan supaya kamu betah tinggal di sini?"

Dengan sedikit keberanian, Adena mengangkat wajahnya dan menatap Xenon. "Saya sebenarnya hanya ingin hidup normal, bisa jalan-jalan sama teman-teman saya, bisa kuliah seperti dulu. Saya tidak suka kamu mengekang saya, memerintah saya sesuka hati. Walaupun saya istri bohongan kamu, saya juga ingin diperlakukan seperti istri pada umumnya."

Xenon menahan senyum dan merentangkan tangannya di belakang kepala, mengangkat bahunya. "Kalau kamu ingin diperlakukan seperti istri pada umumnya, sudah saya gempur kamu di malam pertama."

Adena mengerutkan kening. "Bukan itu maksud saya, saya hanya ingin diperlakukan baik di sini sebelum kontrak kita berakhir dalam setahun."

"Wow, membicarakan jangka waktu kontrak? Apakah kamu ingin segera mengakhiri kontrak dengan saya?"

"Sejujurnya, iya...."

"Dalam waktu setahun itu, saya akan membuat kamu jatuh cinta dengan saya," kata Xenon tiba-tiba, matanya terkunci pada Adena.

Adena menggeleng dengan tegas. "Rasanya tidak mungkin, Xenon. Saya tidak mungkin takluk dengan pria yang mengekang saya sehingga membuat saya tidak nyaman."

"Tidak ada yang tidak mungkin bagi saya, Adena. Saya handal dalam menaklukkan hati wanita. Hanya saja, menaklukkan hati kamu ini memang membutuhkan waktu yang lama."

"Kenapa kamu ingin menaklukkan hati saya? Memangnya kamu cinta dengan saya?"

Xenon menyipitkan mata, tahu pertanyaan ini akan muncul. "Untuk saat ini belum, tapi saya mulai tertarik sama kamu."

"Seandainya saya sudah mulai takluk dengan kamu, tapi kamu malah sudah tidak tertarik dengan saya bagaimana?"

Xenon tersenyum, tangannya bergerak menggapai tangan Adena, meski tak berhasil karena Adena menariknya. "Itu resiko kamu karena sudah takluk dengan pria tampan seperti saya."

"Saya lelah berbicara dengan kamu, Xenon."

"Biar kamu tidak lelah, cium pipi saya."

"Jangan mencari kesempatan dalam kesempitan."

Xenon merengut, dengan gerakan cepat, ia bangkit dari tempat tidur. Perasaan marah tergambar jelas di wajahnya karena Adena menolak permintaannya. "Baiklah kalau kamu tidak mau."

"Kamu mau ke mana?"

"Ke mana saja, yang penting saya tidak muncul di hadapan kamu lagi supaya tidak ada yang melindungi kamu saat kamu diincar oleh musuh."

Adena merasa hatinya berdenyut tak teratur. "Jangan pergi, Xenon...."

"Kalau kamu tidak ingin saya pergi, lakukan yang saya pinta tadi."

"Baik, saya akan mencium pipi kamu."

"Kalau saya meminta lebih dari itu, apakah kamu berkenan?"

Adena terdiam sejenak, memikirkannya dengan serius. Akhirnya, dia mengangguk.

"Kiss me, Honey," titah Xenon pada Adena, suaranya penuh dengan keceriaan.

Adena mendekatkan dirinya pada Xenon, merasa detak jantungnya semakin cepat. Dia merasakan bibir Xenon menyentuh bibirnya dengan lembut, memulai sebuah ciuman yang penuh kelembutan. Mereka saling melumat pelan, dan Adena merasa hampir terbuai oleh rasa nyaman yang ada di dalam ciuman mereka.

Ketika ciuman itu akhirnya berakhir, Xenon tersenyum padanya. "Thanks, Adena."

Adena tak menyangka seorang Xenon bisa mengucapkan terima kasih kepadanya. Dia merasa ada perubahan dalam cara Xenon memperlakukan dirinya, meskipun masih penuh teka-teki.

***

"Sepertinya ucapan Steven benar adanya. Ternyata Steven lebih tau informasi tentang Jeffrey ketimbang saya, pantas saja dia percaya dengan Yanuar," gumam Arjun menatap data yang ia dapatkan dari hasil meretas data Jeffrey.

———————————————————————

Semoga cerita ini bisa tamat yaa wkwkkw. Asli aku kesusahan nulis gini, tapi kalo di-unpub sayang bgt, soalnya udah nulis sejauh ini🙏😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top