Rain [ SaiSaku ]
Netra kelamnya menatap gedung bertingkat yang sudah lima tahun ia tinggalkan dan kini hatinya siap untuk memulai dengan kenangan yang ingin ia ingat kembali.
"Masih sama." Ya, gedung dan suasananya masih sama tapi apa yang dilakukannya ini mungkin akan membuat luka dihatinya kembali terbuka dan ia sudah siap akan semuanya saat salah satu buku yang sebulan ini baru dibacanya.
Buku tentang kisah yang akan menariknya kembali ke masa lalu.
Langkah Sai terhenti saat seorang gadis berlari melewatinya dengan cepat bersamaan teriakan dari salah satu guru yang mengejarnya.
"BERHENTI HARUNO SAKURA!"
Guru dengan gaya nyentrik itu berteriak keras namun dihiraukan oleh gadis dengan penampilan aneh. Bagaimana tidak aneh karena ia memakai training olahraga dan tidak memakai seragam sesuai jadwal hari ini. Sai melihat persensi siswa yang mirip sekali dengan dirinya dengan arah pandang mengikuti kemana gadis itu pergi. Siswa itu memakai seragam yang berbeda dari yang lainnya karena ia merupakan pindahan dari sekolah lain.
"Gadis aneh." Ujarnya datar dan berlalu dengan jalan berbeda dari gadis tadi pergi dan melewati Sai yang terdiam memperhatikannya.
Angin semakin berhembus pelan membuat kelopak sakura berterbangan disekitarnya. Sai memperhatikan sekeliling dan mulai kembali melangkah mengikuti lorong dimana gadis tadi berlari.
Ketukan sepatunya terdengar menggema disepanjang koridor kelas. Sai tetap melangkah pelan dengan berbagai macam ingatan kembali berputar. Banyak siswa disekelilingnya namun ia seperti hal yang tak nampak tidak membuat mereka terganggu.
"SAI!"
Sai menoleh saat teriakan memanggil namanya. Ia menoleh dan terkejut akan siapa yang berlari dari ujung koridor menuju kearahnya.
Gadis dengan Surai sebahu yang tadi ia lihat namun kini memakai seragam sama seperti siswa lainnya.
Kini Sai menolehkan tatapannya pada sosok siswa yang tadi dilihatnya yang kini berhenti tepat didepannya.
"Aku tidak tuli jelek, ada apa?"ugh, ucapan siswa itu membuat Sai meringis. Bagaimana bisa gadis seperti itu dibilang jelek? Apa siswa ini tidak normal?
"Aku lapar ayo makan." Gadis itu menarik lengan siswa tadi dan tanpa penolakan siswa itu pun mengikuti langkah gadis yang terus menyeretnya. Dan bisa Sai lihat jika siswa yang berkata kasar itu nyatanya tersenyum lembut saat melirik gadis yang selalu berceloteh disepanjang langkah mereka.
Ada perasaan rindu yang dirasakan Sai tapi ia tidak tau apa ini pantas ia lakukan?
Sai kembali melanjutkan langkahnya dan kini ia berada dihalaman belakang. Tidak tau alasannya karena ia hanya mengikuti kata hati yang terus menuntun langkahnya disetiap tempat yang ada di gedung ini.
Satu pohon sakura sedang mekar dan terlihat dua siswa yang sedang tertidur dibawahnya.
"Sai."
"Hm."
Gadis itu menatap langit cerah yang di langit sana. Ada kegelisahan yang terlihat jelas diwajahnya namun ia gantikan dengan senyuman.
"Ada seseorang yang memintaku menanyakan padamu." Sakura berujar pelan namun matanya melirik Sai yang juga melakukan hal yang sama dengannya, menatap langit di bawah guguran bunga sakura.
"Tentang?"
Gadis bernama Sakura itu mengangkat kedua tangannya seolah ingin menggapai kelopak sakura yang berguguran sedangkan Sai memejamkan matanya namun masih bisa mendengar apa yang Sakura ucapkan karena ia tidak benar-benar tertidur.
Sakura mengigit bibir bawahnya menahan perasaan aneh yang ada pada dirinya. Setahun sudah ia mengenal Sai dan permintaan dari siswi kepadanya memang sangat banyak, tentang urusan pribadi Sai. Sungguh walaupun setahun mereka mengenal, Sakura tidak pernah menanyakan hal yang menurutnya sensitif karena ia merasa takut. Takut jika Sai akan menjauhinya.
"Hal yang sama, apa kau sekarang memiliki kekasih?"cicit Sakura yang merasa lega setelah mengatakan ini dan jujur saja ia pun penasaran tentang perasaan Sai.
"Ya."
Jawaban Sai membuat Sakura terkejut sesaat namun setelahnya, gadis itu tertawa.
"Aku tidak percaya orang sepertimu bisa memiliki kekasih." Sakura tertawa dan setitik air matanya yang keluar dengan segera ia hapus kemudian memejamkan matanya. "Aku kira kau hanya mencintai buku sketsa mu itu."
Sai mendengar namun ia masih terdiam karena dadanya yang bergemuruh membayangkan kata kekasih yang tadi ia sebutkan. Perasaan yang selalu ia simpan dan menurutnya tidak perlu diungkapkan disaat yang ia sebut kekasih itu selalu bersamanya.
Entah sudah berapa lama Sai terdiam karena saat ia membuka matanya yang ia dapati justru Sakura yang tertidur di sampingnya.
Sai mendudukkan diri dan menatap Sakura yang terlelap. Dengan senyuman yang bisa lihat Sai betapa penuh cinta dari sosok siswa yang bernama Sai itu hingga detik berikutnya siswa itu merunduk untuk meraih kening si gadis kemudian mengecupnya.
"Je t'aime."
Kemudian siswa itu membuka buku sketsa miliknya dan mulai menggoreskan penanya dengan senyuman yang terlihat betapa bahagianya hari-hari dijalaninya, seperti hari ini.
Sai memejamkan mata saat ingatan itu kembali berputar. Ia bersandar pada tembok dan menyaksikan kembali bagaimana memori yang sempat ingin ia buang begitu saja.
Bagiku dengan kau selalu bersamaku saja itu sudah cukup Sakura.
Sai kini berada di pintu ruang kesehatan. Didalam dua siswa tadi terlihat duduk di salah satu ranjang di sana. Gadis itu terluka sedangkan Sai menyibak poni yang menghalangi wajah gadis itu dan kemudian menempelkan kapas yang sudah diberi beberapa tetes alkohol.
"Aw sakit Sai." Sakura meringis saat Sai meneteskan obat pada luka di keningnya.
"Wajahmu sudah jelek kenapa harus ditambah jelek lagi huh?" Sai meniup luka pada pelipis Sakura kemudian ia menempelkan plester setelahnya. Ia tidak tau apa yang dilakukan Sakura hingga mendapati luka seperti ini. Niat awalnya ingin ke perpustakaan terhenti saat berpapasan dengan Sakura yang berjalan dengan memegang kepalanya yang berdarah. Sakura tidak mengatakan apapun saat Sai bertanya, namun Sai bisa menebak saat tiga siswi keluar dari toilet wanita seperti arah Sakura barusan. Bisa dipastikan mereka melalukan ini kepada Sakura dan Sai kesal karena Sakura tidak pernah mengatakan apapun kepadanya meskipun sebenarnya ia tahu.
"Kau menyebalkan!" Sakura mencebibkan bibirnya karena kesal yang sebenarnya bukan kesal kepada Sai akan tetapi kepada ketiga siswi yang mendorongnya hingga ia terkena sudut wastafel.
Sai terkekeh karena tau Sakura sedang melampiaskan kemarahannya dan itu terlihat menggemaskan baginya.
"Jika sesuatu terjadi jangan menghadapinya sendiri mengerti?" Sakura terdiam mendengar ucapan Sai yang sarat akan kecemasan. Ia tau Sai pasti mengetahui situasinya karena banyak gadis yang tidak menyukainya dikarenakan merasa memonopoli Sai. Padahal Sai sendiri yang bilang sudah memiliki kekasih dan entah kenapa mereka malah berpikiran itu hanya bualannya yang tidak ingin Sai didekati gadis lain, menyebalkan!
"Aku tidak janji."
Jawaban Sakura lantas membuat Sai mendengus dan menyentil dahi lebar Sakura membuat gadis itu menatapnya horor.
"Kau menyebalkan!"
Sai masih terkekeh melihat bagaimana Sakura yang merajuk dengan wajah yang menggemaskan itu.
"Ya aku memang menyebalkan."jawab Sai dengan netra kelamnya tak luput dari sosok Sakura yang masih tertawa dengan wajah sempurna di depannya.
Sai sekali lagi melihat bagaimana pancaran dari perasaan yang bahagia dari sosok Sai melihat tawa gadis musim semi itu.
Kau tau? Senyumanmu adalah sebagian duniaku saat ini. Maka terus tersenyum dan bahagia agar aku tau kau baik-baik saja.
Sai kini berada dikelas. Banyak siswa berlalu lalang namun lagi, mereka seolah tidak melihatnya yang kini mendudukan diri di salah satu kursi ke dua di samping jendela.
Banyak kenangan yang terus berputar dan salah satunya saat ini, bagaimana ia hanya fokus kepada sosok gadis berambut merah jambu yang hanya menatap jendela luar dengan raut sendu.
Sai mengeryit karena perasaan tidak nyaman dan tidak suka melihat gadis ini tampak menyedihkan. Apa sesuatu terjadi?
"Mau keluar bersamaku?"
Kini perhatian Sai teralih pada sosok siswa yang menyerupai dirinya. Dia mendudukan diri di depan kursi kosong dimana Sakura berada. Senyuman terlihat jelas dari siswa itu membuat Sakura yang tadi terlihat sendu berubah dengan raut bahagianya.
"Kapan?"
"Minggu depan perayaan musim panas dan aku ingin mengajakmu melihat kembang api. Bagaimana?"
Sakura terdiam sesaat seperti memikirkan sesuatu. Namun melihat Sai yang semakin mendesak menunggu jawaban atas ajakannya membuat Sakura mengangguk setuju. "Baiklah."ucapnya dengan senyuman kecil.
Sai melihat ada yang berbeda dengan Sakura meskipun dia tersenyum dan menyetujui ajakannya. Sorot tatapannya terlihat menyimpan kesedihan dan wajahnya tidak seperti biasanya apalagi bibirnya yang terlihat pucat.
"Kau sakit?"Sai hanya memastikan meskipun ia yakin jika pertanyaannya adalah kebenaran.
Sakura menggeleng dan tertawa kecil, "aku baik-baik saja hanya tidak bisa tidur karena menonton drama."ucapnya meyakinkan Sai yang terus menatapnya dengan tatapan yang penuh kekhawatiran.
Mendengus mendengar alasan Sakura yang ia tahu benar jika gadis ini memang sangat mencintai drama-drama dari negara tetangga itu. Tapi baru kali ini ah, mungkin sudah ke-berapa kali namun ini yang paling parah menurutnya hingga berdampak pada wajahnya yang terlihat lebih tirus. Tapi perubahan ini sepertinya Sai memperhatikannya dan apa ini perasaannya saja?
"Mau pulang atau UKS?"Sai menawarkan untuk mengantar Sakura agar bisa beristirahat namun Sakura menolak.
"Aku baik-baik saja dan hei ponselmu berbunyi."
Tepat saat ini ponsel Sai berbunyi karena seseorang menelfon nya.
"Baiklah aku segera kesana sensei." Sai menutup pembicaraannya dengan salah satu guru seni yang memintanya agar menemuinya diruang seni.
"Aku pergi dulu."
Sakura mengangguk dan menyuruh Sai pergi dengan gerakan tangan. "Pergi sana aku ingin menikmati waktuku."
Sai mendengus melihat Sakura yang seolah mengusirnya apalagi gadis itu kini tertawa.
"Baiklah, aku pergi dan istirahatlah."Sai mengusak rambut Sakura dan terkejut saat beberapa helai rambut merah muda itu tercabut begitu saja.
Sai kembali menatap Sakura dengan perasaan lebih khawatir dan tidak baik-baik saja. "Kau yakin tid--"
"Aku tidak apa itu mungkin karena aku stress kurang tidur." Sakura mendorong Sai agar segera pergi dan Sai dengan berat hati pergi namun sebelum keluar kelas ia kembali menoleh dan berujar.
"Jangan menonton drama hingga tengah malam lagi!"
"Ya ya kapten." Sakura berseru dengan kekehannya namun setelah Sai tidak nampak tawa itu terhenti tergantikan dengan batuk yang sejak tadi ia tahan.
Sakura menutup batuknya dengan sapu tangan yang selalu dibawanya, sapu tangan pemberian Sai. Tangannya bergetar saat cairan merah kental terlihat pada sapu tangan itu.
Sai melihat itu semua kini menangis karena penyesalan. Menyesal tidak mencari tahu keadaan Sakura yang sebenarnya. Ia terlalu percaya jika kata baik-baik saja yang selalu Sakura katakan hanyalah kebohongan semata.
"Aku bodoh."
Hujan turun tiba-tiba membuat Sai menoleh pada jendela kelas yang kini kosong dan hanya ada dirinya saja.
Seakan memori terakhir yang ia ingat ketika melihat hujan, Sai bergegas dan berlari keluar untuk menuju satu tujuan terakhir.
Hujan yang mengingatkannya akan Sakura terkahir kalinya.
.
"Kau bisa sakit ayo turun!" Sai meneriaki Sakura karena hujan membuat suaranya nyaris tidak terdengar. Sedangkan yang diteriakinya hanya tertawa ditengah-tengah hujan.
Jam sekolah sudah usai setengah jam lalu dan dikarenakan pulang lebih awal Sakura memilih berdiam di atap sekolah dan Sai yang sejak tadi mencari Sakura akhirnya menemukan nya di sini. Bagaimana tidak cemas saat kini hujan turun dan Sakura malah menikmati hujan di atap. Peringatan, karena Sakura baru kembali masuk ke sekolah setelah istirahat dari sakit yang Sai tidak tau karena saat menghubungi Sakura dan orangtuanya semuanya tidak bisa dihubungi dan rumahnya pun kosong. Hari ini Sakura kembali masuk namun ia terus berulah.
Sakura menggeleng dan malah berputar dan bergerak tidak teratur seperti menari dengan tangan terlentang.
"Kau tau Sai? Aku bahagia saat ini, menikmati hujan yang entah bisa aku rasakan lagi atau tidak."
Sai mengeryit mendengar perkataan Sakura yang menurutnya aneh. Hei, hujan suatu saat akan datang tidak mungkin tidak datang walaupun di Jepang ada empat musim.
"Kau bicara apa ayo ganti bajumu!" Sai berusaha membujuk karena kebetulan ia ada baju training olahraga.
"Aku serius!"
Teriakan Sakura membuat hati Sai bergetar. Apa maksudnya?
Sai berlari menerobos hujan menghampiri Sakura dan berdiri tepat didepan Sakura. Kedua tangannya diletakan pada bahu yang kini terlihat kurus.
"Apa maksudmu dengan serius?" Sai berbicara dengan sedikit berteriak dan begitupun Sakura karena efek hujan yang meredamkan suara mereka.
"Aku hanya bercanda." Sakura tertawa dan mengusap wajahnya yang basah membuat penglihatannya terhalang.
"Kalau begitu ayo kau baru saja baikan."
Langkah Sai tertahan karena Sakura yang masih terdiam. Ada yang aneh dari tatapannya itu namun teralihkan saat Sakura menggenggam kedua lengannya. Sai tidak mengerti apa yang dipikirkan Sakura saat ini, jujur saja membuat Sai frustasi karena mengkhawatirkan keadaan nya.
"Aku ingin berdansa denganmu, bisa?" Ajakan yang sarat akan permohonan dan Sai merasa dilema. Jika keadaan Sakura sedang sehat mungkin tidak masalah tapi..."aku mohon hanya kali ini saja."
Sai menghembuskan napasnya berat dan berbalik menghadap Sakura. "Baiklah sebentar dan pulang!" Jika sedang tidak dalam kondisi seperti ini mungkin Sai baik-baik saja dan tidak akan menolak tapi perlu di ingatkan jika Sakura sedang sakit saat ini.
Senyum di wajah Sakura mengembang dan mereka memulai berdansa dibawah guyuran hujan. Rintikan hujan sebagai pelengkap suasana yang menyamarkan air mata Sakura yang keluar.
Napas Sai memburu akibat berlari dari kelas menuju atap. Hujan turun seakan membawa kenangan terakhirnya yang terasa meremas jantungnya.
"Sakura." Kata yang keluar dari Sai setelah pintu terbuka dan mendapati sosok gadis dengan Surai merah muda berdiri di tengah hujan.
Gadis bersurai merah muda itu tersenyum kearahnya dengan merentangkan kedua tangannya seolah menyambut Sai untuk datang kepadanya.
Tanpa berpikir apapun lagi Sai berlari dan mendekap gadis itu dengan erat. Bagaimana jantungnya kembali berdetang kencang dan rasa takut pun kembali menguasainya.
"Maafkan aku."
Sakura terkekeh dan membalas pelukan Sai. "Kenapa minta maaf? Kau tidak dalam keadaan untuk meminta maaf."
Sai semakin mengeratkan pelukan seolah tidak ingin kehilangan lagi. Sudah sekian lama ia akhirnya kembali bertemu dengan cinta pertama yang berusaha ia lupakan namun nihil karena semakin berusaha ingatan itu semakin menguasainya. Betapa tersiksa Sai yang berusaha meyakinkan diri untuk melupakan dan membenci namun runtuh semua saat satu bulan lalu, dimana sebuah buku dan CD yang berisikan video diberikan kepadanya.
Setelah membaca dan menonton pertahan yang Sai bangun selama ini hancur menyisakan penyesalan mendalam dan ia balik membenci dirinya sendiri.
Ia benci tidak mencari tau akan keadaan Sakura.
Ia benci karena tidak jujur akan perasaannya dan mengatakan sejak awal jika ia mencintai Sakura.
Hujan seolah melenyapkan mereka dalam keheningan dan Sai sama sekali enggan melepaskan pelukannya karena ia sangat takut, amat.
"Sai ayo berdansa," suara Sakura mengalun membuat Sai membeku. Ingatan itu kembali dan Sai tidak ingin melakukannya lagi karena takut Sakura akan meninggalkan nya lagi.
"Tetap seperti ini," Sai berujar lirih tanpa melepaskan pelukannya. "karena aku takut."takut jika Sakura tidak akan kembali.
Sakura tersenyum dan memundurkan langkahnya. Mengulurkan tangan, ia kembali mengajak Sai berdansa.
"Kumohon."
Dan Sai yang tidak ingin nyatanya menyambut uluran tangan Sakura.
Mereka kembali berdansa seperti saat itu, saat Sakura berjinjit mengecup bibir Sai sekilas dan berujar yang membuat Sai menggelengkan kepalanya.
"Jaga dirimu dan terimakasih sudah menjadi temanku."
Seperti saat itu Sakura pun mengatakan nya serupa.
"Kau mau kemana?" dan Sai bertanya akan penuh tanya saat itu, namun kini ia hanya menggeleng tidak ingin Sakura melakukannya lagi.
"Jangan tinggalkan aku, aku mencintaimu."
Akhirnya Sai mengatakan perasaannya penuh sesal. Sesal karena sadar jika semua itu sudah terlambat.
Sakura tersenyum lembut dengan kedua tangannya menyentuh kedua sisi wajah Sai.
"Aku tetap ada disini," Sakura menunjuk dada kiri Sai dimana jantung berada. "Aku selalu bersamamu."
"Aku mencintaimu." Sai menangis dan kembali mengatakan perasaannya jika bisa seumur hidupnya akan ia lakukan asal Sakura tetap bersamanya.
Sakura berjinjit dan mengecup bibir Sai dengan penuh perasaan. Ia ingin menyampaikan perasaan nya kepada sosok siswa pindahan yang mencuri perhatian dan hatinya. Bahkan hidupnya yang terasa gelap selalu merasa terang karena Sai yang hadir bersamanya. Ia tidak menyesal tak mengatakan perasaannya karena ia sebenarnya tau akan perasaan Sai untuknya. Ia tidak ingin meninggalkan luka dan kesedihan kepada Sai yang sudah membuatnya bahagia.
Kedua tangan Sakura yang berada disisi wajah Sai berpindah menutupi kedua mata Sai dan masih mencium pria itu dibawah hujan.
"je t'aime." Bisik Sakura yang tersenyum dan sosoknya perlahan mengabur kemudian menghilang meninggalkan Sai yang menangis kencang dengan mata yang ditutupnya oleh kedua tangannya dan jatuh berlutut.
Hancur dan penuh sesal yang semakin sesak dirasakannya mengingat ucapan itu adalah kalimat yang ia ucapkan saat Sakura tertidur. Jadi Sakura tau tentang perasannya dan gadis itu menanggungnya agar ia tidak terluka.
"Sakura... Sakura... Sakura."
Hanya satu nama yang terus ia sebut dibawah hujan yang penuh kenangan. Kenangan yang ia kira patut dibenci namun kenyatannya adalah kenangan penyesalan akan dirinya sendiri yang tidak melakukan apapun untuk mencari kebenaran.
End
Mungkin selanjutnya akan ada dari sisi Sakura tentang dirinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top