CJ-7
Happy Reading
.
.
.
Awas typo
Continue here....
Setelah Bryna masuk ke kamarnya, Aliya masih duduk di ruang tengah bersama Kenzie dan Kavin yang masing-masing sedang mengerjakan tugaa sekolah mereka sembari menunggu Daddynya pulang kerja.
Sebenarnya tidak ada yang salah dari niat Aliya untuk mengenalkan Bryna dengan anak sahabatnya itu namun Aliya tak menyangka penolakan Bryna yang langsung to the point seperti tadi bahkan hanya dengan sekilas melihat wajah Bintang, Bryna langsung enggan melanjutkan pembicaraan.
"Daddyyy...!" pekik Kenzie saat Daddynya menuju ruang tengah, Aliya masih belum menyadari.
"Assalamualaikum..." ucap Adrian, Kenzie dan Kavin langsung menyalami.
"Waalaikumsalam, daddy bawa apa?" tagih Kenzie.
"Nih, martabak, minta tolong bibik ya pindahin ke piring." kata Adrian, Kenzie langsung membawa plastik tadi ke dapur.
Adrian melihat ke ujung sofa, Aliya melamun tak menyadari kehadirannya. Sambil membuka kancing lengan dan menggulungnya ke atas, Adrian duduk di samping Aliya, menunggu istrinya itu menyadari kehadirannya.
"Ngelamunin aku ya?" tanya Adrian, membuat Aliya bergidik kaget dan menoleh.
"Astagfirullah, kaget aku! Ih, Mas!" Aliya lantas mencubit lengan Adrian sampai dia tertawa dan mengaduh.
"Habis kamunya bengong aja. Kenapa sih? Cerita dong."
Aliya memutar tubuhnya dan menghadap Adrian. "Izza tadi ke rumah sakit." Aliya memulai pembicaraannya, Adrian lalu menyimak semua cerita dari awal hingga tadi Bryna menolak yang Mommynya katakan.
"Gimana ya, Mas? Aku nggak enak bilang ke Izza, Izza sendiri yang minta Bintang di kenalkan ke Bryna, sekarang anaknya nolak."
Adrian mencerna setiap cerita yang Aliya katakan barusan. "Hmm, susah ya. Kamu tahu sendiri Bryna kalau udah nolak gimana? Tapi, menurutku nggak ada salahnya mereka kenalan, coba ajak Izza dan Narend sama anak-anaknya ke sini. Kali aja Adek berubah pikiran?"
"Iya sih, tapi..."
"Tapi apa? Nggak ada salahnya mencoba, kalau emang anaknya nggak cocok dan seperti yang Bryna katakan tadi ya sudah nggak apa-apa. Yang penting, kita sudah lihat, Izza sudah lihat bahwa pantasnya ya mereka berteman aja kalau pada akhirnya nggak cocok." jelas Adrian, Aliya mengangguk.
".. Besok kan senin tanggal merah, ajak Izza dan keluarganya makan malam ke sini."
"Iya, Mas."
🌻🌻🌻🌻🌻
Bryna turun dari lantai dua, sudah rapih membawa tas dan jas labnya yang baru diambil dari lemarinya. Aliya yang sedang menyiapkan sarapan mengernyitkan dahinya melihat Bryna rapih di tanggal merah begini.
"Kamu masuk dek?" tanya Aliya seolah tak pernah koas.
"Iyalah mom, mana ada tanggal merah di kalender adek? Koas apalagi, momom kayak nggak pernah koas aja deh..." jawab Bryna lalu duduk di kursi dan menyantap sarapannya.
"Hehehe, mom lupa. Ya udah, dimakan nanti dianter Pak Win aja ya?"
"Lha, ngapain mom? Kan Adek biasa nyetir sendiri..."
"Tapi langsung pulang ya dek?" tiba-tiba Adrian ikut berbicara setelah dari teras belakang.
"Ya ampun, iya daddy. Mana pernah sih Adek keluyuran?? Nanti juga langsung pulang kok. Ini mesti ada sesuatu, nggak biasanya nih, Mommy sama Daddy kayak gini. Udah, adek jalan." Bryna yang nampak kesal lantas tak menghabiskan sarapannya dan pergi berangkat kerja.
Aliya menghela napasnya berat lalu menatap Adrian seolah meminta jawaban. "Kan, Mas lihat sendiri dia masih sensi sama soal semalam itu." kata Aliya sedikit sebal.
"Iyaa nggak apa-apa, nanti juga adem lagi. Adek tahu sopan santun kan kalau ada tamu? Nggak mungkin dia bersikap tidak baik nanti. Mas jamin." jawab Adrian dengan percaya diri.
.
.
.
.
Bryna benar-benar tidak habis pikir dengan ide Mommynya semalam. Ia yakin, Daddynya juga pasti sudah tahu tentang hal itu makanya tadi mereka meminta Bryna untuk diantar supir, bukan membawa mobil sendiri.
Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, dahi Bryna berkerut-kerut. Sudahlah perasaannya sedang kesal, sejak tadi ada saja yang membuatnya kesal di jalan. Untung saja tidak membuat Bryna atau mobilnya jadi lecet.
"Nggak bener nih emang bawa mobil sambil kesel begini, hhh..." Bryna menghela napasnya berat.
Ia mencoba kembali fokus dengan jalan di depannya hingga ia sampai di parkiran RSCM dan memarkirkan si hitam kesayangannya di tempat parkir biasa.
"Pagi-pagi manyun aja bu." sapa Alana yang juga baru sampai. "Napa sih?"
"Nyokap gue nyebelin banget, masa, gue mau di kenalin sama anak temennya?" keluh Bryna sambil manyun-manyun.
Alana terkekeh mendengar Bryna yang marah-marah dengan permintaan Mommynya itu. "Nggak apa-apa kali. Habis koas terus married kan?"
"Duuhh nggak deh Al, abang gue aja belum nikah masa gue langkahin dia? Nggak ada nggak ada, gue mau kerja dulu." protes Bryna membawa tawa Alana semakin terdengar sambil mereka absen di finger print sebelum meletakkan bawaan mereka di loker.
"Iya paham, tapi kenalan dulu nggak ada salahnya kan?"
Bryna memutar kedua bola matanya dengan jengah. "Samanya lo kayak nyokap gue, lo aja sana, ikhlas gue." jawab Bryna sambil memakai jas labnya sementara Alana makin tertawa.
"Eh, Zara sama Baim ke mana? Libur ya?" tanya Bryna saat mereka sambil menunggi briefing pagi.
"Libur mereka, enak banget. Gue kan juga mau..."
"Pantesan nggak kedengeran suaranya, libur ternyata." sahut Bryna lalu menganggukkan kepalanya.
"Eh, lo udah ngerjain presentasi individual dari dr. Ario belum?" kata Alana tiba-tiba mengeluarkan laptopnya.
"Bukannya itu minggu depan?" Bryna mulai panik.
"Ngaco lo, hari ini presentasinya. Sejak kapan dr. Rio kasih tugas bisa dikumpul lama-lama? Belum ngerjain lo ya?"
"Mati gue." gumam Bryna lalu membuka laptopnya juga. Ia harus bisa mengerjakan sesegera mungkin dari catatannya kemarin.
Sungguh, ia benar-benar lupa jika ada tugas hari ini. Kemarin Bryna tidak menyimak dengan jelas kapan tugas akan dikumpulkan ternyata hari ini dan akan dipresentasikan saat morning report.
Tapi, nasi sudah jadi bubur, malang tak dapat ditolak. Baru sampai di slide ke tiga, dr. Rio masuk bersama dengan koas lain dari shift malam. Bryna pasrah saja dengan akhirnya setelah ini.
Waktu berjalan, morning report dimulai. Bryna sengaja duduk paling belakang sekali sambil berusaha mengerjakan slidenya namun sepertinya, ia ketahuan.
"Kamu." suara dr. Rio bergema, semua mata tertuju ke arah Bryna di belakang sana.
Bryna yang panik lalu menoleh kanan kiri. "Sa.. Saya dok?" tanya Bryna polos.
"Nggak, tembok belakang kamu tuh. Ya iyalah kamu! Ngapain kamu? Ngerjakan slide? Nggak dengarin briefing saya??"
"Ehmm... Anu dok.. Saya dengarin kok." kilah Bryna.
"Kalau dengar, coba barusan saya jelaskan apa?"
Bryna tiba-tiba diam tak bisa menjawab apapun, ia menunduk mereasa bersalah.
"Sudah nggak dengarin saya, ngerjakan slide di saat morning report, semalam kamu ke mana? Nggak cukup waktu ngerjakan materi pendek begitu?"
Apes. Pagi-pagi sudah kena semprot. Bryna hanya menunduk takut mendengar suara dr. Ario yang menggema di ruangan.
"Maaf dok, janji ini terakhir kalinya saya begini. Mohon maaf, dok."
"Oke saya maafkan, tapi sebagai hukumannya. Kamu follow up pasien baru dan ICU. Sendirian. Yang lain, jangan ada yang bantu, biar kamu bertanggung jawab dengan apa yang sudah menjadi tugas kamu."
Bryna memandang lantai tapi kepalanya tetap mengangguk. "Baik dok."
"Oke, perhatikan semuanya ya..."
Setelah itu, suara dr. Ario hanya menguap begitu saja di telinga Bryna. Benar memang, di rumah sakit mereka seperti tidak kenal satu sama lain, tapi tak apa, Bryna tidak marah yang barusan memang kesalahannya.
.
.
.
.
Sejak pagi hingga lewat makan siang, Bryna benar-benar bekerja sendirian hari ini. Mata dr. Ario sangat tajam jadi koas yang lain tidak berani membantu Bryna yang sejak tadi wara-wiri keluar masuk bangsal.
"Bryn, makan yuk?" ajak Ravello.
Iya, Ravello. Semenjak koas dan sering berinteraksi, rasanya tak salah jika Bryna jadi berteman dengan Ravello, bahkan mereka sering bertukar catatan jika ada yang tidak lengkap.
"Eh, boleh deh, ini gue simpen dulu." Bryna menyambut ajakan Ravello untuk makan siang.
Mereka lalu pergi dari ruangan menuju tenda soto ayam Lamongan di sekitar RSCM. Bosan dengan makanan kantin dan bekalnya, akhir-akhir ini Bryna berani makan di luar dengan teman-temannya.
"Tumben lo sampai nggak ngerjain tugas sampai dihukum dr. Ario?" tanya Ravello setelah mereka memesan makan siang yang sudah sedikit kelewatan itu.
"Iya, gue lagi nggak nyimak aja kemarin. Gue pikir minggu depan tahunya hari ini, apes banget gue." jawab Bryna lalu meneguk minuman di tumblrnya.
"Kenapa?" tanya Ravello lagi.
Bryna tersenyum. "It's okay, Vel. Nggak apa-apa, guenya aja lagi capek kali." jawab Bryna sekenanya, ia enggan menceritakan apa yang terjadi semalam sampai ia lupa dengan tugasnya.
🌻🌻🌻🌻🌻
Ponsel Bryna sudah bergetar-getar sejak tadi bahkan sampai Bryna menyalakan mode silent agar ia tak terganggu. Ia tahu itu Mommynya yang menelepon memintanya untuk segera pulang karena ini sudah lewat dari jam pulang Bryna seharusnya.
Semua tugas selesai saat adzan maghrib berkumandang, Bryna memilih untuk sholay terlebih dahulu lalu pulang. Ia sudah menyelesaikan semuanya, sendirian karena tadi hampir saja Ravello ketahuan membantunya. Rasanya remuk tubuh Bryna.
Ponsel Bryna bergetar lagi setelah ia sholat maghrib. "Iya mom?" jawab Bryna akhirny menjawab telepon itu.
"Kamu di mana dek? Kok belum pulang?"
"Ini mau pulang mom, tunggu aja ya. Bryna banyak kerjaan, ini udah siap-siap pulang kok."
"Hmm ya udah mom tunggu..."
"Iyaa." Bryna menutup teleponnya dengan tidak semangat, baru kali ini ia malas pulang ke rumah, entah mengapa.
.
.
.
.
.
Sementara di rumah...
"Sebentar ya, Bryna masih di jalan. Sebentar lagi sampai." kata Aliya pada Izza, Suaminya dan Bintang yang malam ini benar-benar datang memenuhi undangan makan malam Aliya dan Adrian.
"Santai aja, Al." sahut Izza.
Semua asik mengobrol tak terkecuali Adrian dengan Narend. Tak lama kemudian suara klakson mobil Bryna terdengar.
"Nah itu Bryna datang."
Benar saja, Bryna muncul kemudian dengan wajah lelahnya membawa tas dan jas labnya.
"Assalamualaikum..." ucap Bryna sambil melihat sekelilingnya lalu menatap Mommynya meminta jawaban.
"Waalaikumsalam..."
"Nah ini Bryna, Bintang." Aliya merangkul anaknya itu, Bryna terpaksa harus mengulas senyum palsu.
"Cantik yaa kayak Mommynya." puji Izza, Bryna hanya terkekeh.
"Biar enak, aku ajak Bryna bersih-bersih dulu sebentar yaa..." Aliya lalu membawa Bryna masuk ke kamarnya.
"Gimana, Mas, cantik tidak Bryna?" tanya Izza pada putranya itu.
"Cantik, Bu." jawab Bintang, Izza hanya tersenyum lalu menepuk pundak Bintang pelan.
Kurang lebih 15 menit menunggu, Bryna akhirnya keluar lagi, sudah wangi dan cantik tidak seperti tadi yang masih lusuh kelelahan.
"Ayo kalian kok nggak kenalan sih?" Aliya menyenggol lengan Bryna.
Bintang lantas mengulurkan tangannya. "Bintang." katanya, namun Bryna menangkupkan tangannya di dada tak ingin menjabat tangan Bintang.
"Bryna..." jawabnya.
Bintang mengulum senyumnya lalu menarik tangannya kembali. Suasana sedikir berubah canggung.
"Mommyyy, Zie laper ayo makan." suara bocah menggemaskan itu memecah kecanggungan yang ada.
Adrian dan Aliya lalu mengajak semuanya untuk makan malam karena sudah jam 8 malam, sudah waktunya makan bahkan mungkin sudah lewat.
"Besok kamu ada waktu? Kita jalan yuk." ajak Bintang setelah mereka selesai makan malam.
"Nggak tahu, waktu pulang saya tidak tentu." jawab Bryna sambil memakan buahnya.
"Oo.. Biar saya gampang nanyanya, boleh saya minta nomer handphone kamu?"
Tbc----
🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Eaaaa kira-kira dikasih nggak nomernyaaa?? 😂😂😂😂
Yuhuuu gaiiiisss jangan lupa vote dan komennya yaa 😘😘
.
.
.
#dahgituaja
#awastypo
Dudui
Danke,
Ifa 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top