CJ-4
Happy Reading
.
.
.
Awas Typo
Revisi beberapa bagian dari skripsweetnya terkadang membuat kepala Bryna panas seperti sekarang ini Bryna tengah mengerjakan revisi itu di rumah. Siang ini ia harus kembali ke kampus dan menemui dosen penguji saat sidang kemarin, dosen killer yang membuat skripsi terakhir Bryna kemarin mengalami revisi-revisi kecil yang bahkan mungkin dosen lain tidak menyadarinya.
"Huh, ribet!" gerutu Bryna saat revisinya selesai dan ia membereskan kertas-kertas yang berserakan di meja makan.
"Kenapa sih sayang kok gerutu aja?" tanya Aliya yang kebetulan sedang ada di rumah dan hari ini jadwalnya mengajar di kampus Bryna.
"Temen momom tuh, revisi kecil gini aja kok. Hih!" Bryna masih tidak terima.
Aliya tersenyum menanggapi celotehan putrinya itu, ya ia pernah juga ada di posisi Bryna saat ini. Menjadi mahasiswa tingkat akhir yang sibuk dengan segala revisi dan rasanya ingin sekali sambat dengan semua yang terjadi terutama di saat-saat terakhir seperti ini.
"Mom paham kamu kesel sayang. Tapi biar bagaimana pun dia tetap dosen kamu, bukan karena dia teman mom ya mom bilang seperti ini. Mau kamu marah, mau sambat sumpah serapah nggak akan ada gunanya juga, sekarang sudah selesai kan?"
Bryna hanya mengangguk sambil ia membereskan barangnya masuk ke dalam tasnya dengan wajah yang masih cemberut, hati menggerutu kesal. "Mom, dedek ikut momom aja ya? Males banget nyetir." ujarnya pelan sambil menuju cermin merapikan kerudungnya.
"Iya boleh, mom juga sama Pak Win kan. Nanti di tungguin, kalau mom lama adek tunggu nggak apa-apa kan?"
"Santai aja mom. Yuk!"
Sejak awal kuliah, Bryna selalu berangkat sendiri dengan mobilnya karena di awal perkuliahan pula Mommynya di panggil untuk mengajar di tempatnya kuliah dahulu yang kini Bryna kuliah juga di sana. Bryna sangat menghindari kontak seminimal mungkin dengan Mommynya di kampus karena ia tak ingin ada mulut jahat tak bertanggung jawab membicarakan yang buruk tentang dirinya dan selalu di kait-kaitkan dengan Mommynya.
Tapi sepertinya semua itu tak dapat lagi ia tolak, Bryna sakit dan harus istirahat di rumah. Beberapa teman dekat yang dikenalnya saat masuk awal kuliah memaksa untuk datang ke rumah dan Bryna tak tega menolak mereka yang Bryna kenal saat hari pertama pengenalan fakultas. Dari sanalah mereka tahu siapa orang tua dan keluarga Bryna yang ternyata selama ini mengajar juga di kelas mereka. Kecuali Zara yang sudah mengenal Bryna dari SMA dan kini satu fakultas juga sudah tidak kaget lagi dengan siapa ia berteman.
Dan mulut jahat itu akan tetap ada meskipun Bryna berusaha menghindarinya sebisa mungkin. Bryna tak pernah menceritakan kejahatan beberapa orang di kampus yang menyebutnya hanya memanfaatkan nama Ibunya di kampus ini, menuduhnya tak bisa apa-apa dan bilang bahwa IPK yang Bryna terima selama kuliah itu hasil main belakang dengan Mommynya. Padahal kenyataannya semua itu hanyalah fitnah yang bahkan Bryna sendiri tak pernah terpikirkan ke arah sana. Tujuannya hanya kuliah, lulus lalu bekerja sebagai seorang dokter. Itu saja.
"Something bothering you,dek?" tanya Aliya saat mendapati Bryna hanya diam sepanjang jalan menuju kampusnya.
Bryna menggeleng. "Nggak apa-apa, Mom." katanya pelan, Bryna memang tidak mudah untuk bercerita pada orang tuanya jika tidak di paksa bercerita atau tak sengaja keceplosan saat sedang kumpul.
"Kalau ada apa-apa cerita sama mom ya sayang."
"I'm okay mom." jawabnya hanya tersenyum sekilas.
Aliya maklum jika Bryna tidak mau bercerita, ia takkan memaksa. Ia paham anaknya ini seperti apa jika memendam sesuatu yang mungkin akan menjadi beban orang lain jika di ceritakan. Mobil mereka sudah berhenti dan terparkir di slot parker khusus dosen, Bryna pamit dan langsung menjauh dari mobil buru-buru pergi ke ruangan dosen pengujinya yang biasanya telat sedikit pasti sudah antre panjang di depan ruangannya.
"Duuh, asik ya anak dosen bisa datang jam berapa aja. Padahal harusnya udah antre dari jam berapa. Jadi orang tuh ya kalau udah tahu revisi tuh datang pagi-pagi, bukannya udah siang begini baru datang." cibir Tisya saat Bryna tiba di depan ruangan dr. Berta, dosen killer tadi yang Bryna bicarakan.
Mata anak-anak lain langsung tertuju pada Bryna yang bahkan duduk saja belum sudah mendengar celoteh tidak enak dari frienemy sejak pertama kali Bryna tak sengaja bertemu Bryna di toilet kampus. Entah apa yang membuat Tisya membenci Bryna padahal Bryna tak pernah melakukan kesalahan apapun pada Tisya.
Bersinggungan saja tidak pernah, satu kelompok juga tidak, Bryna sampai bingung sendiri dengan perlakuan Tisya padanya namun seiring berjalannya waktu Bryna tak lagi peduli selama ia masih punya teman-teman yang percaya padanya dan tidak mempercayai fitnah atau cibiran yang tersebar satu angkatan.
Tisya dan beberapa teman genknya yang selalu ikut ke mana Tisya pergi hanya bisa tertawa mengejek meski Bryna memandang mereka dengan sinis, mereka sama sekali tidak peduli. Bryna sudah sabar dan kali ini ia harus menarik kembali sabarnya menghadapi Tisya dan genknya, better not to screw her. Bryna hanya menggeleng lalu mencari tempat duduk yang kosong agak jauh dari nenek lampir itu.
"Bryn," sapa Ravello yang berdiri di depan Bryna membawa dua botol minuman teh.
"Ya?" Bryna menongak melihat siapa yang berdiri di depannya ini.
"Revisi?" tanyanya basa-basi.
Bryna tersenyum sekilas. "Menurut kamu aku di sini ngapain kalau nggak revisi?"Ravello terkekeh pelan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. "Hehehe, sorry. Ini aku bawain minum, aku lihat dari tadi turun mobil kayaknya lagi badmood?" ujarnya sambil menyodorkan minuman yang dibawanya tadi.
"Makasih." Bryna menerimanya namun tidak langsung meminumnya, ia tahu minuman ini akan membuat tenggorokannya gatal dan pasti berakhir dengan batuk kering.
"Bryn..ehmm,"
"Eh sorry ya duluan mau ke dr. Berta." kata Bryna segera memotong pembicaraan Ravello.
Sejak tadi mereka hanya diam dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Antrean sudah mulai sedikit, Bryna harus maju ke dekatpintu agar segera bisa masuk ke dalam ruangan dosen killer itu meski harus berdekatan dengan Tisya.
Tisya memandang sinis ke arah Bryna yang duduk di kursi seberangnya dan mulai bisik-bisik lagi dengan genknya. Bryna berusaha tidak peduli dan sibuk dengan ponselnya. "Ada ya masa anak dosen skripsinya masih revisi? Katanya pinter tapi skripsi masih revisi, hadeuh." cibir Tisya namun Bryna masih bisa mendengar apa yang Tisya bicarakan.
"Iya itu tandanya selama ini hasil curang sama ibunya kan, hahaha ketahuan nggak pinter-pinter amat." tawa cekikikkan itu berhasil menusuk hati Bryna yang sudah kelabu karena harus revisi bagian detail kecil, sekarang di tambah pula kelakuan nenek lampir ini.
"Astagfirullah..." Bryna hanya bisa beristigfar dalam hati mendengar apa yang Tisya bicarakan tentang dirinya.
Bryna hanya diam saja saat Tisya masuk ke ruangan dr. Berta dengan berlagak seperti model dan sok cantik. Tak ada gunanya juga ia marah dan membuat keributan, yang ada nanti malah jadi berbuntut panjang.
15 menit kemudian Tisya keluar dengan wajah masam dibarengi dengan teriakkan dr. Berta meminta Tisya untuk kembali merivisi karena menurutnya masih sama seperti saat sidang kemarin. Bryna menahan senyumnya saat mata Tisya melihatnya dengan wajah merah menahan malu.
"Rasakno." gumam Bryna dalam hati.
Bryna buru-buru masuk ruangan dr. Berta untuk membahas soal revisinya kali ini, semoga saja setelah ini sudah tidak ada revisi dan segera mendapatkan tanda tangan dr. Berta
"Siang, dok." sapa Bryna.
dr. Berta menurunkan kacamatanya sedikit untuk memastikan siapa yang datang revisi kali ini. "Oh kamu, Bryna, duduk." perintahnya dan Bryna segera duduk di hadapan dr. Berta.
"Ini dok yang sudah saya revisi." Bryna menyerahkan dokumennya lagi.
Dosen berkacamata itu memeriksa dengan serius apa saja yang sudah di revisi oleh mahasiswinya ini. Tak ada komentar apapun, hanya anggukkan kepala yang menandakan bahwa ia sudah setuju dengan hasil revisi milik Bryna dan langsung menandatanganinya begitu saja.
"Oke, sudah clear ya. Saya acc segera urus yudisium ya." ujar dr. Berta membuat binar di mata Bryna.
"Alhamdulillah. Terima kasih dok." kata Bryna semangat, ia segera permisi dari ruangan dr. Berta.
Bryna keluar dari ruangan dr. Berta dengan wajah berbinar dan bahagia membuat Tisya yang masih berada di sana sibuk dengan laptopnya bisa menebak apa yang terjadi di dalam ruangan dr. Berta.
"Habis nyogok dr. Berta berapa nih anak dirut?" sindir Tisya saat Bryna menutup pintu ruangan.
Wajah Bryna memerah saat mendengar kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut nenek lampir ini. Namun Bryna masih berusaha menahan amarahnya untuk tidak meledak, ia juga tidak ingin nama baik orang tuanya di sini tercemar hanya karena masalah sepele yang masih bisa ia selesaikan sendiri.
"Kalem Bryn kalem, jangan terpancing. Pergi, pergi." rapal Bryna dalam hatinya lagi-lagi dan segera beranjak dari sana dengan langkah elegan seolah tak terjadi apapun beberapa detik yang lalu.
Bryna menghela napasnya berat berusaha menghilangkan sakit di hatinya mendengar kata-kata yang sangat tajam tadi. Meski sudah 4 tahun kuliah dan akrab dengan kata-kata Tisya, berusaha untuk biasa saja namun kali ini sepertinya sudah tak bisa di toleransi lagi.
"I'm fine." gumamnya lalu masuk ke ruangan TU untuk mengurus keperluan yudisiumnya.
.
.
.
.
"Bryn..." panggil Ravello setelah Bryna keluar dari TU.
Bryna berhenti lalu memutar tubuhnya. "Iya?" tanya Bryna sambil mendekap beberapa berkas yang dibawanya.
"Pulang sendiri atau bareng sama nyokap? Makan yuk, jalan ke Mall?" ajak Ravello berharap ajakannya kali ini akan berhasil.
"Aduh, sorry banget ya. Aku sama nyokap, lain kali aja ya." Bryna tersenyum sekilas menjawab permintaan Ravello.
Ravello terkekeh miris mendengar penolakan Bryna entah untuk ke berapa kalinya. Sejak awal-awal kuliah Ravello sudah menruh hati pada Bryna namun sayangnya Bryna yang tak suka berpacaran tidak menyambut perasaan itu.
"Gitu ya... Hmm, oke, maybe next time ya, Bryn." jawab Ravel lirih.
Bryna mengangguk. "Duluan ya." kata Bryna sambil berlalu.
"Hhh... Kenapa sih susah banget." gumam Ravel seiring menjauhnya Bryna ke ujung lorong.
🌻🌻🌻🌻🌻
Bryna mengetikkan pesan untuk Mommynya yang masih mengajar di kelas, Bryna sudah kadung malas menunggu karena beberapa gangguan tadi saat mengurus revisi.
Tidak bisa di pungkiri jika terkadang ketika kita sudah tidak peduli dengan apa yang orang lain katakan tapi hati kecil justru memunculkan langit mendung. Mulut mengatakan untuk tidak peduli dan lupakan saja namun hati tidak mau mendukung hal itu.
Bryna memilih pulang dengan ojol setelah mampir jajan di mini market kampus. Ia ingin menikmati jalanan Jakarta yang ramai sampai ke rumahnya nanti, hatinya pengap jika terus memikirkan omongan tal bertanggung jawab itu.
"Lho, dr. Aliya?" sapa seseorang yang familiar bagi Aliya saat dirinya keluar dari kelas.
"Eh. Dr. Rio, kok di sini?"
"Iya dok, saya ada beberapa berkas yang harus di serahkan ke kampus. Kebetulan untuk pengurusan spesialis." jawab dr. Ario. "dokter ngajar di sini?" tanyanya.
"Iyaa saya ngajar di sini. Sudah 4 tahun. Eh, kamu ketemu Bryna nggak?" tanya Aliya.
"Bryna? Nggak dok, saya langsung urus berkas tadi."
Aliya hanya mengangguk. "Saya kira kalian ketemu soalnya Bryna tadi dari TU juga urus yudisium. Tapi sekarang udah pulang sih, dia minta pulang duluan. Oke, kalau gitu saya duluan ya dr. Rio."
"Oh iyaa, silakan dok."
Sementara Bryna sudah berada di boncengan bapak ojol menuju rumahnya. Entahlah apa yang Bryna rasa saat ini, semuanya seperti campur aduk tidak teraba.
Perkataan Tisya tadi sungguh membuat Bryna sakit hati. Semua yang Tisya tuduhkan tadi sama sekali tidak berdasar, namun kata-kata yang menusuk membuat Bryna semakin menggerutu tak karuan.
"Hufftt... It's a bad day, not a bad life. Be grateful! Cheer up, Bryn!" gumam Bryna pelan.
🌻🌻🌻🌻
"Kita di lahirkan dengan dua mata, biasakanlah melihat sesuatu hal tidak dengan sebelah mata saja."
-Unknown-
Yuhuuu met malam minggu zeyenggg, dedek cantik kembaliii yuuk hibur dedek 🤗🤗 don't forget for vote and leave some comments yaaa ❤️❤️❤️
#dahgituaja
#awastypo
Dudui
Danke,
Ifa💕
Bryna Saskia, ❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top