CJ- 31

Happy Reading
.
.
.
Awas typo

Kehamilan Bryna semakin hari semakin besar, si kembar yang belum diketahui jenis kelaminnya ini makin menunjukkan keberadaannya. Selalu bergerak-gerak saat Bryna sedang mengejak mereka berdua berbicara, namun sering kali menjadi diam jika Ario--Papanya yang dengan sengaja menunggu mereka bereaksi.

Meski sudah menuju akhir trimester dua, Bryna belum juga mengurangi pekerjaannya. Ario sudah memperingati Bryna beberapa kali, kehamilan Bryna sangat berisiko dan Ario takut sesuatu yang buruk terjadi pada Bryna.

Cerita Arum pada Bryna waktu itu nampaknya belum lagi ia ceritakan pada Ario. Bryna takut luka lama suaminya itu terbuka kembali, jadi ia putuskan untuk memendamnya sendiri dulu sampai waktu yang tepat nanti.

Atau bahkan menunggu Ario yang meledakkan bom waktunya sendiri nanti.

Setelah pertimbangan yang matang, akhirnya Arum benar-benar kembali tinggal di Jakarta dan membuka kembali keteringnya. Ia tidak ingin jauh-jauh dari menantu dan calon cucunya. Arum selalu mengirimkan makanan untuk Bryna dan Ario karena tahu, Bryna tidak bisa masuk ke dapur saat hamil begini.

Seperti malam ini, kedua calon orang tua itu tengah menikmati makan malam berdua di apartmen. Tentu kiriman Arum.

Tidak ada percakapan apapun di antara keduanya, hanya ada suara denting sendok dan piring. Bukan menikmati makanan,tapi Bryna sedang menahan kesalnya.

Sementara Ario lebih memilih mengalah dan tidak membalas amarah istrinya, lagi-lagi. Sesekali netra Ario memandang Bryna di depannya, namun Bryna selalu memandang ke arah lain.

"Sayang?" panggil Ario pelan setelah menandaskan minumnya.

Bryna menoleh dan tatapannya seolah bertanya ada apa.

"Kamu masih marah sama aku?"

"Menurutmu?"

Ario menghela napas mendengar jawaban Bryna barusan. Ia tahu, Bryna tidak suka diperlakukan berlebihan seperti ini, namun Ario harus melakukannya demi kebaikan Bryna yang dalam kondisi high risk pregnancy.

"Iya, aku salah. Aku minta maaf, harusnya aku ngomong dulu ke kamu." ujar Ario pelan.

"Nggak perlu, udah terlambat." jawab Bryna kesal.

Bagaimana tidak, tadi siang Bryna dipanggil ke ruangan Adrian. Daddynya itu meminta Bryna untuk sementara berhenti dari pekerjaannya. Bryna yang tidak tahu apapun merasa kebingungan, begitu ia tanyakan lebih lanjut ternyata Ario sudah mengetahui dan bahkan menyetujui.

"Rumah sakit itu milik Daddy, bukan aku. Aku udah bilang sama kamu kan, Mas? Udah sering bahkan, kenapa sih nggak bisa memperlakukan aku seperti yang lain?" tanya Bryna begitu dingin.

"--yang hamil di sana bukan cuma aku." tutupnya setengah kesal lalu bangkit dari kursi dan berjalan ke wastafel mencuci piringnya.

"Aku tahu, Sayang, tapi kan--"

"Tapi apa?" Mata besar Bryna membulat dan nampak kesal. "Aku tahu, high risk pregnancy sangat rawan, apalagi dengan kondisiku yang sering drop. Tapi coba kamu lihat, aku drop nggak selama hamil ini? Enggak kan?"

Ario menghela napasnya lagi, kali ini terasa berat. Ia benar-benar tak mau membalas amarah Bryna, sadar akan dirinya yang mudah tersulut. Ario tak ingin marahnya nanti menyakiti Bryna.

Bryna melewati Ario begitu saja di meja makan, ia menuju ke kamar dan menyibukkan diri dengan merapikan baju-baju yang baru saja di laundry. Sambil menahan kesalnya, Bryna tahu, Ario seperti ini alasannya sangat besar.

Hanya saja, ia merasa dibedakan dari yang lain. Lagi-lagi, selalu terjadi hal seperti ini sejak dirinya masih kecil, hingga sudah dewasa seperti ini.

Bryna ingin hidup normal seperti yang lain. Kadang privilege berlebihan membuatnya bosan dan jengah bahkan menimbulkan rasa tidak enak hati karena merasa beda sendirian.

"Sini, aku aja." Ario mengambil alih pakaian di tangan Bryna, yang tidak sampai ke tempat tinggi.

Bryna yang sadar diri tidak sampai, akhirnya memberikannya pada Ario. Ia memilih duduk di kursi santai setelah merasakan pinggangnya pegal dan perutnya terus menimbulkan gerakan-gerakan yang semakin terasa.

"Hufftt..., kenapa sayang?" Bryna menunduk memandang perutnya. "Iyaa, ini Biya udah duduk kok." katanya bermonolog sendiri.

Bryna paham, bayi-bayinya bisa merasakan emosi apa yang dialami ibu mereka.

"Mereka itu tahu kalau kamu tuh lelah, Sayang." ujar Ario pelan dan mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Bryna.

Ario mengusap kedua pipi Bryna dan menangkupnya. "Please,  udahan ya marahnya. Daddy nyuruh kamu berhenti hanya untuk sementara, kalau kamu mau praktik ya silakan tapi di klinik Momma. Kan gitu pilihannya..."

"Iya tapi kan...--"

"Tapi kamu nolak tadi. Kamu bebas memilih, tapi kamu malah marah dan menolak."

Bryna kembali menunduk lagi, kembali mencerna perkataan Ario. Memikirkan kembali reaksinya tadi siang, kembali memikirkan bahwa semua ini di lakukan demi kebaikannya.

"Iyaa, aku minta maaf." Cicit Bryna.

"Sudah paham maksudnya daddy tadi?"  tanya Ario lagi, Bryna mengangguk mengalah akhirnya.

Ario merengkuh Bryna dalam pelukannya, mengusap punggung Bryna dan merasakan bahwa istrinya itu sedikit terisak. "Mungkin kamu merasa semua ini berlebihan, aku paham. Maaf, aku nggak bisa membantah maunya daddymu. Pun aku khawatir juga."

"Aku tahu..." ujar Bryna pelan setengah bergetar. "Aku juga tahu, kekhawatiran kamu sebabnya apa." Bryna mengangkat wajahnya lalu menatap Ario sambil mengusap air matanya.

Ario yang seperti kaget mendengar pernyataan Bryna, hanya bisa mengerjapkan matanya berkali-kali. Seperti ketahuan menyembunyikan hal besar, Ario langsung terdiam tidak bisa menimpali Bryna.

"Kamu nggak mau cerita sama aku? Kamu selalu bilang ke aku, jangan pendam semuanya sendirian. Tapi hal sebesar ini nggak pernah cerita sama aku, kenapa?" tanya Bryna pelan, menunggu jawaban Ario.

"Sayang..." Ario menarik napasnya. "Kamu udah tahu, ya?"

Bryna mengangguk.

"Ibuk udah cerita sama aku. Kalau kamu cerita dari awal, pasti kita nggak ada berantem-berantem." ujar Bryna ketika sudah tenang

Ario membawa Bryna duduk di pinggir tempat tidur. Sepertinya sudah saatnya Ario menceritakan apa yang ia rasa dari sisinya selama ini. "Mau denger cerita dari sisiku?" tanya Ario, Bryna mengangguk.

"Seperti yang udah kamu dengar dari ibu. Aku tahu rasanya kehilangan itu sakit, Sayang. Aku lihat ibu dan ayah, marahnya mereka,sedih dan terpuruknya itu gimana. Aku pun, karena saat itu aku sangat ingin punya adik, lalu dia lahir tapi tidak selamat." Ujar Ario pelan sambil menatap Bryna serius.

".. aku marah banget di hari itu dan hari-hari berikutnya. Hari-hari setelah kejadian sampai di mana akhirnya aku bisa menerima keadaan di saat ibu dan ayah juga udah bisa berdamai. Dan aku nggak mau hari itu datang lagi, mengulang kejadian yang pahit itu nggak enak, Sayang. Maafin aku kalau kamu merasa semua ini berlebihan."

".. aku berusaha melindungi kamu, karena aku merasa gagal melindungi ibu dan adikku saat itu. Airin. Adikku yang cantik, mungkin kalau ada pasti dia seumuran kamu dan seneng punya kakak kayak kamu."

Mata Bryna kembali berkaca-kaca mendengar cerita Ario. Meski sebelumnya sudah mendengar dari sang Ibu mertua, tapi tetap saja dadanya terasa sakit.

"Maafin aku ya, Mas. Maaf..., kalau reaksiku selama ini seolah menolak semua perhatian kamu. Ternyata ada cerita yang cukup berat di balik semua apa yang kamu lakukan." Bryna kembali menangis lagi dan lagi.

Pelukan Ario kembali mendarat, menenangkan Bryna lagi. Ini yang Ario takutkan ketika menceritakan hal ini, Ario paham Bryna seperti apa, sebisa mungkin ia hindari cerita ini namun ternyata semua itu tidak mungkin di sembunyikan lebih lama lagi.

"It's okay sayang, aku nggak marah kok. Aku anggap semua reaksi kamu itu wajar, yang penting sekarang udah tahu dan paham kan?" ujar Ario masih memeluk Bryna.

Bryna mengangguk di sela-sela pelukannya. "Maaf..." katanya mengulang lagi setelah melepas pelukannya.

"Oke, sekarang tenang. Kamu boleh hubungin daddy soal keputusan kamu tadi--"

"No no. Nggak apa-apa, aku akan full time di rumah sampai lahiran. Tapi..."

"Tapi?" Ario membeo.

"Kita tinggal di rumah ibuk, boleh? Biar aku tetep ada kegiatan. Kalau di apartment aja, aku bisa bosan nanti."

Ario tertawa mendengar permintaan Bryna sambil mengangguk mengiyakan. Memang benar kata Bryna, jika ia ada di apartment maka kebosanan akan melandanya. Lebih baik melipir ke rumah Ibunya, yang ramai akan orang memasak katering milik ibu mertua tersayang.

✨✨✨✨

Test test.. 123, maafkannnn teman-teman kalau merasa bab ini pendek sekaliii huhuu.. menggali kisah ini sulit sekali karena sempat terhenti cukup lama. Semoga menghibur dan mengobati rindu kalian sama Bryna dan Ario yaaa... Maafkan author kalian yang suka ngilang ini, karena satu dan lain hal 🙏🏻 minta doanya semoga semuanya lancar, nanti aku update-update di Instagram yaa☺️☺️🫰🏻

#dahgituaja

#awastypo

Danke,

Ifa💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top