CJ-3

Happy Reading
.
.
.
Awas Typo

Akhirnya selama sakit kemarin, Bryna mau menuruti untuk tetap di rumah sakit, full term untuk perawatan sampai sembuh. Sebelumnya baru satu hari bahkan Bryna sudah meminta untuk pulang dan melanjutkan perawatan di rumah.

Tapi untuk yang satu itu, Bryna bertahan di ruang rawatnya tanpa rewel. Sebuah rekor telah dipecahkan.

Dan hari ini Bryna sudah kembali dengan aktivitasnya di kampus, baru saja selesai menghadapi sidang skripsinya yang kemarin membuat Bryna tumbang. Tidak sia-sia perjuangannya, Bryna lulus sidang meskipun ada revisi sedikit pada skripsweetnya itu.

Buaghh!

Bryna mundur beberapa langkah lalu terjatuh, sikunya mencium lantai marmer di bawahnya. Ia menabrak seseorang lalu berkas yang di bawa orang itu berhamburan ke lantai hingga berantakan.

"Ssshhh..."

"Ya ampun, maaf ya? Kamu nggak apa-apa?" lelaki itu mengulurkan tangannya saat Bryna menongak dan berusaha untuk bangun.

Dahi Bryna mengkerut.

"Lho, kamu?" ujar Bryna. "Ohh, nggak. Nggak apa-apa, Dok. Sini saya bantu." Bryna langsung ikut bantu membereskan berkas-berkas yang berserakan itu.

"Kamu yakin nggak apa-apa? Kayaknya kamu kesakitan?"

Bryna menggeleng. "Maaf ya, saya yang nggak lihat-lihat. Sambil main handphone soalnya." jawab Bryna setengah kikuk.

"Kamu... Anaknya dr. Aliya kan??" tanya dokter itu setelah ia mengingat wajah perempuan yang menabraknya ini.

"Iyaaa, saya.  Dokter masih ingat heheh..."

"Hahaha. Inget, masa lupa?" tawanya terdengar renyah. "Eh sorry, panggil Rio aja ya?  Kayaknya umur kita gak beda jauh?"

"Panggil dokter aja mungkin lebih enak." sahut Bryna lagi.

"No..." tolaknya halus.

Dokter Ario memperhatikan tangan kiri Bryna yang terus mengusap-usap siku kanannya dan wajahnya nampak kesakitan, Bryna terjatuh cukup kencang dan menahannya dengan siku agaknya.

"Sebentar, kamu tunggu sini ya. Jangan ke mana-mana." dokter itu buru-buru ke UGD yang tak jauh darinya untuk meletakkan berkas yang dibawanya.

Bryna terpaku di tempatnya, ia hanya bergeser sedikit dan duduk di kursi panjang dekat UGD yang siang ini nampak sepi. Untung saja tak ada yang melihat adegan tersungkur tadi, kalau tidak, entah semalu apa dirinya sekarang.

"Gawat kalau ketahuan nih..." batin Bryna sambil menunggu Dokter Ario datang.

Dokter Ario duduk di dekat Bryna, berjarak satu bangku dari Bryna dan memberikan ice gell nya. "Di pakai ya." katanya sambil menyodorkan benda dingin terbungkus plastik khusus itu.

"Jangan di sini..." tolak Bryna pelan.

"Terus?"

"Aduh gimana ya. Kantin aja ya?" pinta Bryna.

"Kantin?" dokter Ario mengulang seolah tak percaya tempat yang di pilih Bryna.

"Iya, hehehe. Yang ramai tapi aman."

"Oo.. Oke..." dokter Ario agak ragu-ragu hanya saja ia jadi tidak enak hati karena menabrak anak dari direktur rumah sakit tempatnya bekerja sekarang.

Mereka berdua akhirnya menuju kantin di halaman belakang rumah sakit. Benar saja, kantin yang siang ini mulai ramai membuat Bryna memilih untuk duduk di dekat jendela yang mengarah ke taman.

"Boleh gulung lengan bajunya? Saya mau lihat sikunya."

"Ha???" aih. Kenapa Bryna jadi lemot begini. "Mmm..."

"Lengan kemejanya." ulang dokter Ario sekali lagi.

Bryna lantas menggulung lengan kemeja putihnya perlahan karena mulai terasa perih akibat terjatuh tadi. Dokter Ario meringis melihat red spot di sekitar siku Bryna itu.

"Sorry..." ujarnya. "Saya mulai kompresnya ya?"

Perlahan dokter Ario menempelkan ice gell ke siku Bryna. Bryna hanya bisa terpejam menahan sakit seperti di tusuk-tusuk jarum, kesakitan.

"Sakiitt..." rintihnya pelan.

"Maaf maaf..."

Bryna masih meringis kesakitan.

"Maaf ya. Gara-gara saya kamu jadi cidera begini." dokter Ario lagi-lagi meminta maaf karena Bryna sampai kesakitan begini.

"Nggak dok. Saya yang jalan nggak lihat-lihat." Bryna mengulas senyumnya. "Dokter lagi free? Kalau lagi ada kerjaan tinggal aja dok. Saya nggak apa-apa."

"Nggak kok, habis visit aja. Terus tadi mau kembaliin berkas ke UGD." jawabnya sambil memperhatikan siku yang masih merah terkompres ice gell.

"Pasti sakit banget ya? Kencang banget soalnya."

"Hehehe lumayan nyeri." Bryna terkekeh kemudian.

"Habis ini saya kasih salep ya? Biar nggak bengkak, nanti pasti di tanya sama dr. Aliya." ujarnya lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.

"Tanggung jawab lah kalau ditanya dr. Aliya, Hahaha..."

"Iyaa. Pasti nanti saya jelaskan kalau beliau bertanya." jawabnya lalu sekilas tersenyum.

Obrolan mereka nampak seru, dua gelaa ea jeruk terhidang menemani obrolan mereka yang saling melempar canda bahkan sampai membahas tentang perkuliahan. Membahas sedikit masalah perivisian skirpsweet milik Bryna tadi.

"Rencana kerja di sini juga?" tanya dokter Ario sambil mengaduk es jeruk di hadapannya itu.

Bryna terkekeh. "Belum tahu, masih lama banget..."

"Mempersiapkan sejak awal lebih baik kan? Pasti rs ini dulu tempat main kamu ya?"

"Iyaa. Lebih sering jadi rumah kedua sih, sering pindah tidur ke sini, hehehe."

"Ya i know, sekarang pun kayaknya masih. Saya baca medical records kamu kemarin."

Bryna menghela napasnya berat, medical records miliknya pasti sudah sangat tebal.

"Hhhh, panjang ya MR nya? Jangan diketawain, please?"

"Ya nggak mungkin diketawain dong hehehe. Kan nggak ada yang mau seperti itu juga, semua orang mau sehat. Tapi di syukuri saja, itu artinya Allah sayang sama kamu masih di kasih nikmat sakit."

Bryna tersenyum, matanya menerawang jauh. "Kadang, banyak orang yang meragukan orang kayak saya justru milih kuliah FK. Katanya tuntutan orang tua, padahal nggak sama sekali. Karena saya pengen jadi kayak mereka, bukan karena mereka yang nyuruh saya." kata Bryna pelan namun tetap terdengar.

"Kadang memang ada beberapa, tapi saya yakin kamu masuk di Fk karena hati kamu ada di sana. Orang tua ada role model terbaik anak-anaknya, yang dipaksa justru nggak akan jadi. Tapi yang bergerak dengan hati, pasti dia tahu ada hatinya yang tertinggal di sana, ada mimpi untuk selalu membanggakan orang tua." ujar dokter Ario membuat hati Bryna tenang mendengarnya.

"Makasih ya dok. Hehehe..."

"Makasi untuk apa nih?" Dokter Ario bertanya balik.

"Udah percaya kalau saya bisa. Beda dengan orang lain,"

"Biarlah orang lain dengan penilaian mereka masing-masing. Kita nggak bisa tutup mulut mereka satu-satu tapi kita bisa tutup dua telinga kita dari semua negative vibes itu kan?"

Bryna mendengarkan lalu tersenyum setelah mendengar kata-kata dari dokter Ario. Ternyata masih ada orang lain yang tidak menganggapnya lemah, tidak memandangnya sebelah mana seperti kebanyakan orang yang di kenal maupub baru mengenalnya.

Tina-tiba obrolan mereka terinterupsi dengan datangnya Aliya dan Adrian yang baru sempat makan siang saat kantin hampir sepi dan menyisakan Bryna juga dokter Rio di meja dekat jendela.

"Lho adek? Itu siku kenapa?" tanya Adrian.

"Mom, daddy. Mmm dedek tadi..." kata Bryna ragu-ragu.

"Maaf dokter Adrian. Tadi saya nggak sengaja nabrak Bryna di lobby..." ujar Rio sesuai janjinya jika di tanya ia akan jujur.

"Nggak apa-apa dok, mungkin Bryna juga yang kurang hati-hati jalannya tadi." jawan Adrian.

"Nggak apa-apa kan dek?" tanya Aliya sambil melihat siku Bryna.

"Nggak apa-apa mom. Tadi udah di obatin sama dr. Rio."

"Hmm kamu ini. Makasi ya dokter Rio, maafin Bryna juga." kata Aliya tersenyum kemudian.

Dokter Ario mengangguk sungkan. "Baik dok, kalau begitu saya permisi. Bryna, saya duluan ya."

"Oh, iya iya silakan..."

Bryna tersenyum dan mengangguk, lalu dokter Ario pergi dari kursinya menyisakan Bryna serta Mom dan Daddynya.

"Seneng ya ketemu temen baru?" goda Adrian saat melihat putrinya agak canggung dengan dokter muda tadi.

"Hah? Apaan?"

"Yang tadi..." Adrian menaik turunkan kedua alisnya membuat pipi Bryna bersemu merah.

"Iiih daddy!" protesnya

"Hahaha, ganteng lho dek..." godanya lagi masih belum puas.

"Apaan siih, Dy." Bryna langsung memalingkan wajahnya ke arah jendela.

"Hmmm anak daddy udah gede ajaaa..."

"Iiih.." Bryna menepis tangan daddynya saat mulai mencubit pipinya.

"Eeh ada apa sih?" lerai Aliya datang dengan nampan berisi makanan. "Daddy jangan diledekkin dong anaknya."

Adrian hanya terkekeh apalagi saat melihat wajah putrinya yang masih memerah akibat digodanya tadi. Aliya hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat suami satu-satunya ini iseng dengan anak-anaknya.

"Udah, ayo makan dulu. Adek sini mom suapin. Kamu di sini nggak sekalian makan..." oceh Aliya sambil menyuapi Bryna. Sementara Bryna hanya bisa cengar-cengir mendengar ocehan Mommynya itu.

🎉🎉🎉🎉🎉

Wadidaww... Udah tembus 1k aja nih CJ! Yuk cus komen dan bintangnya ya gaiiizzz.... Selamat malam mingguu cintaku semuaaa 😘😘😘

#dahgituaja

#awastypo

Dudui

Danke,

Ifa 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top