CJ- 27

Happy Reading
.
.
.
Awas typo

Awal minggu disambut dengan bahagia usai short gateway di provinsi sebelah. Anyer memang indah, tapi kenangannya tidak kalah indah. Tiga hari dua malam dengan berbagai aktifitas air ditambah Ario mengajaknya untuk diving menikmati laut indah ciptaanNya.

Bukan hanya pengalaman liburan yang menyenangkan tapi ternyata menjadi tali penyambung silaturahim pada teman lama Om nya itu. Bryna memang tidak memiliki memori apapun di otaknya tentang dr. Kevin, apalagi Paramita. Ia hanya pernah melihat beberapa foto dr. Kevin bersama Abiandra yang sedang bekerja saat itu, makanya ia merasa sangat familiar dengan wajahnya.

Senin sibuk selalu jadi label permanen di hidup Bryna, menjadi general practitioner tidak serta merta santai seperti kelihatannya. Namun justru sebaliknya, ia tetap mengikuti sif yang ada, me-rolling jaga yang lebih sering di UGD ketimbang praktik poli yang hanya di hari-hari terentu.

Pergi pagi, pulang tidak jumpa dengan matahari pun sudah menjadi makanan sehari-harinya.

Bryna mendaratkan tubuhnya di kursi nurse station, menghela napasnya lega saat UGD sudah aman terkendali asal jangan ada yang menyebut kata keramat, maka niscaya gelombang besar akan datang ke dalam ruangan luas ini.

Ting!

Bunyi notifikasi handphone di saku scrub warna merah maroon Bryna memecah fokusnya. Setelah menutup botol tumbler, Bryna lantas merogoh kantongnya mencari benda pipih berwarna pink itu. Sebuah notifikasi muncul dari Pradnya Paramita di layar dan Bryna segera membukamya, nampak satu foto dalam bubble chatnya memperlihatkan tiga orang di dalam sana sedang tersenyum ke arah kamera.

Bryna, saya sudah jumpa dengan Prof. Nadia

Begitu isi pesan Paramita bersama dengan foto tadi. Bryna mengulas senyumnya ikut senang bahwa ia bisa membuka jalan untuk pasangan ini yang baru saja kehilangan calon bayi pertama mereka beberapa waktu lalu.

Bryna segera membalas pesan tersebut dengan antusias dan bilang bahwa sebentar lagi Bryna akan menghampiri Paramita di farmasi.

"Sus, saya ke farmasi sebentar ya. Titip Ugd dulu, jangan ada yang berulah." Bryna memundurkan kursinya sambil pamit pada suster bernama Widuri itu.

"Hahaha, siap, dok." Suster itu tertawa mendengar pesan Bryna barusan agar tidak berulah saat dirinya keluar sebentar.

Bryna kemudian meninggalkan Ugd lalu berbelok ke arah farmasi rawat jalan yang masih nampak ramai siang itu.

"Siang, dok Bryn." Kalimat sapaan itu yang beberapa kali Bryna dengar saat ia berjalan ke tujuannya sambil terus menampilkan senyumnya di sana.

Tidak sulit bagi Bryna menemukan Paramita di antara kerumunan pasien. Wanita berambut kemerahan itu sedang duduk seorang diri. "Mbak Mita," sapa Bryna saat jaraknya hanya tinggal beberapa meter di depannya.

Paramita lantas mencari sumber suara itu dan tersenyum mendapati Bryna ada di depannya. "Bryna," katanya sambil menepuk kursi kosong di sebelahnya. "Baru beres praktik?" Tanyanya lalu menyerongkan tubuhnya ke arah Bryna.

"Masih jam jaga, sih, Mbak. Cuma bisa ditinggal, kok, Mbak Mita sendirian?"

"Tadi Kevin di sini, habis urus administrasi terus katanya mau ke kantin beli minum." Jawabnya disambut anggukan oleh Bryna.

"Oh, iya. Gimana hasil konsulnya sama Oma, Mbak? Oma bilang apa?" Tanya Bryna penasaran.

Paramita tersenyum, iris coklat cerah matanya juga sedikit berbinar tidak seperti kemarin. "Prof. Nadia bilang, kalau masih bisa dan ada chances untuk hamil alami lagi, Bryna. Ini makanya saya dikasih beberapa obat-obatan dan vitamin untuk saya konsumsi selama beberapa minggu ke depan," jawabnya, ada sedikit rasa penuh harap dari setiap kalimat yang barusan ia ucapkan.

"Jadi Mbak Mita dan dr. Kevin stay di Jakarta dulu, dong? Lalu apa Oma kasih solusi lain, Mbak?"

"Iya, beliau juga akan memantau saya selama beberapa minggu karena ada riwayat penyakit yang kompleks, juga high risk pregnancy karena usia. Jadi, opsi lain kalau alami kedua ini tidak berhasil, IVF jadi satu-satunya solusi." Tutup Paramita sedikit menghela napasnya berat.

Bryna mengusap tangan wanita cantik di depannya ini. "Mbak, segala kemungkinan pasti terjadi. Semoga segalanya dipermudah, ya. Kami di sini akan usahakan yang terbaik untuk Mbak Mita dan dr. Kevin. Jangan sungkan minta bantuan kami, ya?"

Paramita mengangguk mendengar ucapan Bryna. "Baik sekali anak ini.," batinnya. "Sebelumnya terima kasih ya, Bryna. Ternyata ajakan Kevin untuk jalan-jalan di Anyer kemarin malah membawa kita berjumpa ya."

"Sama-sama, mbak. Senang bisa membantu."

Sedetik kemudian penyeranta atau pager kecil komunikasi di saku scrubnya berbunyi, kode panggilan UGD nampak di sana. Bryna buru-buru pamit tanpa sempat bertemu dengan dr. Kevin yang belum kembali dari kantin.

"Siapa yang ngomong kotor, nih?" Gumam Bryna sambil setengah lari menuju pintu UGD.

🐢🐢🐢🐢🐢

Rasa lelah mendera baru terasa, Bryna masih merebahkan badannya setelah tadi masuk ke ruang istirahat dokter masih lengkap dengan sneli dan scrubnya. Tepat 7 malam jam kerjanya baru saja selesai, agak overtime sedikit karena pasien terakhirnya tadi cukup sulit ditangani.

Hari ini sengaja ia tidak membawa kendaraan, Ario janji akan menjemputnya. Ya, suaminya itu masih dapat jatah libur sebelum mulai bekerja di KMC awal bulan depan. Sambil mengetikkan pesan pada Ario, Bryna membawa dirinya kembali duduk dan bersandar. Ia minta segera dijemput dan langsung pulang saja tidak mampir ke mana-mana, Bryna mau me-recharge tubuhnya dengan bertemu keponakannya.

Ario sudah membalas pesannya dan mengatakan bahwa ia sudah ada di lobby, Bryna bergegas membereskan barang-barangnya. Ia lipat snelinya masuk ke dalam tas, sudah jadwalnya ganti dan laundry  lalu segera ia tinggalkan ruang istirahat itu.

"Capek?" Tanya Ario saat Bryna sudah sampai ke dalam mobilnya.

Dengan wajah sedikit menyebik, ia mengangguk. "Butuh recharge ketemu anak-anak di rumah." Katanya sambil memeluk bantal kura-kura kesayangannya.

Ario tertawa kecil mendengarnya. "Jadi ketemu aku nggak recharge, nih?" Katanya sambil menengok ke arah Bryna beberapa detik sambil tangannya terus di stir mobil.

"Kalau itu kayaknya nggak perlu ditanyain, nggak sih? Masih aja, lho..." Protes Bryna. "Makanya kamu cepetan masuk kerja, biar kamu nggak kangen terus sama aku!" Lanjutnya lalu mendaratkan cubitan kecil di pipi Ario sambil mengaduh kesakitan.

"Sayang, Mbak Mita tadi jadi datang ketemu Oma?" tanya Ario saat mobil mereka ada di lampu merah bundaran Pondok Indah.

Bryna memgangguk. "Jadi,kok, tadi aku ketemuan di farmasi pas Mbak Mita lagi nunggu obatnya dari Oma." Jawab Bryna sambil membuka ponselnya menunjukkan foto yang tadi ia dapat.

Ario melihat sekilas. "Terus gimana? Mbak Mita cerita banyak sama kamu?"

"Yup, she told me. Just a few information, since it's to sensitive to ask. Jadi aku tanya sekedarnya aja, kata Mbak Mita, sih, masih bisa alami dulu tapi worstcase scenario nya kalau gagal lagi ya, IVF."

"Kenapa sampai harus IVF? Apa karena penyulitnya yang kemarin dr. Kevin ceritakan itu?"

Bryna mengangguk. "Ya, selain itu, kasus mbak Mita ini kompleks dan high risk pregnancy melihat usia dan riwayat keguguran sebelumnya juga."

Ario mengangguk paham seraya mobil mereka bergerak meninggalkan lampu merah yang cukup lama dan membuat macet itu. Hingga mereka masuk ke daerah perumahan Aliya dan menemukan ada mobil asing berplat luar Jakarta parkir di depan rumah.

"Ada siapa, Mas? Kok kamu nggak bilang kalau ada tamu?" Tanya Bryna saat mereka keluar dari mobil.

"Entah, tadi waktu aku berangkat, nggak ada siapa-siapa."

Saat mereka melangkah masuk ke dalam rumah, suara ramai orang bercengkerama terdengar sampai ke teras rumah. Setelah mengucap salam dan berbelok masuk ke arah ruang tengah Bryna dan Ario baru menyadari siapa tamu mereka yang datang.

"Nah, panjang umur. Ini Bryna nya datang." suara khas Adrian mengisi saat melihat putrinya datang.

"Adek, Ario, kenapa nggak cerita kalau kalian ketemu sama Om Kevin dan Istrinya kemarin?" Kini Aliya menyusul menuntut penjelasan.

Bryna yang dihujani pertanyaan oleh Mommynya itu hanya bisa terkekeh pelan mengatakan bahwa ia lupa sambil ia dan Ario menyalami tamu-tamunya itu. Karena kemarin begitu sampai di rumah,badannya sudah meronta untuk istirahat. Jadi tidak ada sempat ia membuka sesi podcast setelah liburan itu.

Setelah pamit sebentar untuk berganti baju, Bryna dan Ario ikut bergabuny dalam obrolan bersama orang tua dan tamunya itu yang sudah lama sekali tidak pernah bertemu.

"Maaf ya Kevin,Mita, waktu kalian nikah Mbak dan Mas Adrian sama sekali nggak tahu, lho. Abiandra juga nggak ngomong apapun." ujar Aliya sedikit penuh sesal.

dr. Kevin mengangguk maklum. "Nggak apa-apa, Mbak, Mas. Harusnya malah kami waktu itu yang menyampaikan undangan langsung, bukan lewat siapa-siapa. Tapi, sayangnya malah ada kecelakaan sebelum acara."

"Oalah, yah, kok ada aja ya, Vin. Tapi syukurlah kalian nggak apa-apa dan bisa main ke sini."

"Yah, begitulah, mbak--"

Kemudian obrolan mereka terinterupsi suara tangisan para bayi dari dalam kamar Hannah yang sedang ditinggal Bryan praktik. "Eh, sebentar ya. Si kembar kayaknya bangun." Aliya beranjak bangun bersamaan dengan Bryna juga bangun.

"Adek aja, Mom." Bryna menahan Mommynya. "Nanti adek bawa ke sini." Bryna buru-buru lari ke kamar Kakaknya itu karena sudah rindu menghidu wangi bayi yang khas itu.

Tidak sampai lima menit, Hannah dan Bryna keluar dari kamar sambil masing-masing menggendong bayi-bayi gemas yang terbangun dari tidurnya kembali ke ruang tengah.

Aliya lantas mengenalkan menantunya ini pada dr. Kevin dan Mita yang sampai tidak percaya bahwa designer yang bajunya sering Paramita kenakan saat beberapa acara penting ada di antara mereka sekarang. Hannah juga tidak kalah kagetnya karena Paramita tidak pernah datang ke butiknya, melainkan hanya lewat daring saja, itu pun melalui admin bukan langsung ke Hannah.

Sementara Bryna yang duduk di karpet bermain sedang gemas sendiri dengan dua keponakannya ini. Sejak tadi tak henti-hentinya menatap Bryna karena terus mendapat kecupan dari perempuan mirip Papi mereka ini.

"Yang, santai, eh." Ario tertawa melihat tingkah istrinya itu.

"Gemesh, biya gemesh banget sama adek dan mas nih." Katanya sambil terus menghidu wangi mereka. "Mbak Mita, sini..." ajak Bryna.

Paramita yang dipanggil pun beranjak dari sofa setelah dr. Kevin mengangguk membiarkan Mita mendekat ke Bryna, Hannah dan para bayi. "Saya boleh gendong, Hannah?" tanyanya hati-hati.

"Boleh dong, Mbak. Silakan." Ucap Hannah lalu membiarkan Baby S digendong.

Aliya dan Adrian yang melihatnya juga hanya bisa menggelengkan kepala mereka. "Yah, begitulah Kevin, kelakuan keponakan kesayangannya Abiandra." Ujar Aliya. "Oh iya, tadi kamu bilang habis ketemu sama Mama di rumah sakit, ada apa? Siapa yang sakit?"

dr. Kevin nampak menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Aliya. "Mita, Mbak. Belum lama ini kami kehilangan calon anak pertama kami. Maka dari itu kemarin waktu seminar, Mita saya ajak sekalian supaya tidak terlalu larut dengan sedihnya."

Aliya terpejam sebentar mendengar cerita dr. Kevin. "Subhanallah, maaf maaf. Jadi membahas hal ini deh," ia jadi tak enak hati.

"It's okay, Mbak. Kami tadi sudah ketemu Prof. Nadia, setidaknya masih ada banyak cara dan opsi ke depannya kami harus bagaimana." Lalu dr. Kevin lanjut bercerita tentang pertemuan mereka tadi dengan ibu mertua Aliya yang masih sesekali praktik di rumah sakit.

"Mumpung di Jakarta, sekalian mampir ke rumah Bian, Vin." ujar Adrian.

"Siap, Mas. Tadi sebelum ke sini sudah kontak Bian untuk ke rumahnya nanti."

Setengah jam kemudian, mereka lantas pamit kembali ke hotel tempat menginap mereka selama di Jakarta. Lalu rumah kembali pada personel intinya saja.

"Jadi kemarin itu adek nggak sengaja ketemu, mom. Kita ngobrol pun, pas mas terima telepon dari rumah sakit. Mana tahu kalau itu dr. Kevin temannya Papi Bian, emang sih pas di lobby sempat adek kepikiran karena wajahnya familiar tapi nggak mungkin dong, mom tiba-tiba Bryna tanya namanya. Bisa dipelototin Mbak Mita nanti." Cerita Bryna pada ibunya kali ini setelah tamunya pulang.

Aliya mengangguk-angguk mendengar cerita putrinya itu sambil terus mengawasi putra bungsunya mengerjakan PR. "Ya, mungkin jalannya mereka ketemu lagi sama keluarga kita ya seperti itu. Habis mom juga lost contact sama Kevin, Bian juga, hhh, anak itu mesti kalau nggak ditanya nggak pernah cerita. Heran." Ujarnya sedikit jengkel dengan adik laki-lakinya itu.

🐢🐢🐢🐢🐢

"Mas, kayaknya sisa capek kemarin masih ada,ya?" tanya Bryna sambil bersandar di punggung kasur dan mengusap-usap punggung Ario di sampingnya.

Ario mengangguk, "Masih ada sedikit, tapi nggak apa-apa. aku seneng kok. nanti kita jalan-jalan lagi ya." Ario tersenyum sambil mengusap-usap kepala Bryna.

"Hmm, kalau masih capek besok aku berangkat sama pulang sendiri aja. Biar kamu bisa prepare buat kerja nanti."

Ario menggeleng tanda tidak setuju. "No! Cuma antar jemput Kemang-Gandaria aja, kok. Pokoknya besok tetep sama aku," putus Ario, Bryna paham hal kecil seperti ini tidak akan bisa terbantahkan ketika Ario sudah memutuskan meski lelah sekalipun.

"Yang, kepikiran IVF nggak?" tiba-tiba kalimat pertanyaan itu meluncur dari mulut Ario.

"Hah?" Bryna mengerutkan dahinya. "Mas nggak percaya kalau kita masih bisa tanpa program?" Bryna terduduk tegak lagi, nada bicaranya memelan.

"Eh, nggak, bukan gitu sayang. Aku cuma tanya, kamu kepikiran mau coba nggak? Kalau engga ya kan aku tidak memaksa, kembali lagi sedikasihnya Allah aja kapan. Gitu, lho sayangku." Ario mengusap kepala Bryna pelan.

"..bukannya aku nggak percaya, sayang. IVF itu hanya opsi. Tidak harus langsung diiyakan toh? Maaf ya kalau kesannya aku meragukan kamu, aku tidak bermaksud ke arah sana sayang." Ario meraih wajah Bryna yang menunduk, ia tatap iris mata indah istrinya itu sambil mengusap pipinya.

"désolée? Sorry?" mohonnya sekali lagi.

Bryna mengangguk sambil terus menatap Ario. "Kamu kepikiran soal sakitnya Mbak Mita, ya, Mas?"

"Sedikit kepikiran, tapi melihat hasil lab yang kamu sembunyikan kemarin itu kamu sehat kok,"

Bibir Bryna mecucu lagi. "Iya iyaa, ungkit terus deh soal sembunyi-sembunyi."

Tawa renyah terdengar di dalam kamar temaram itu. "Hahaha. Habisnya kamu, main kucing-kucingan kok sama serigala hahaha, jadi red dot deh buat aku ungkit-ungkit." canda Ario sambil meledek istrinya itu, ia gemas bila melihat Bryna merajuk karena kejahilannya.

"Jangan manyun gitu, dong. Kan gemes jadinya." Ario menjawil pipi gembil Bryna dengan gemas, lalu mencuri kecupan dari bibir Bryna.

"Eh! Hahahaha... Kok iseng, ya, bapak?" Tawa kembali menghiasi kamar luas itu.

"Kalau udah cantik, mau cahaya temaram sekalipun tetap kelihatan cantik, ya?"

Wajah Bryna nampak memerah, tersipu malu-malu. "Bisa banget mujinya, mau apa sih? Mesti ada maunya?"

"Ada. I want you, love." bisik Ario membuat mata Bryna kembali membulat dan senyum terbit di wajah mereka berdua.

🐢🐢🐢🐢🐢

Selamaaattt hari Senin! Gimanaa? Seneng kan dibombardir update Bryna 😜😜 selamat membaca ya❤️ terima kasih sudah menunggu dengan sabar cerita ini update, selamat datang juga untuk pembaca baru yang mungkin gak sengaja ketemu cerita ini.

Haii, hallo! Ifa di sini, salam kenal😍

Terima kasih sekali lagi untuk partnerku stethoscope_id atas asistensi dan approval onlinenya😍😘 meski jarak memisahkan kita..eaaa ahahahaha... So happy with this collaboration after long time. Teman-teman jangan lupa mampir ya nanti kalau part collab kami terbit di cerita Kevin dan Mita😍

#dahgituaja

#awastypo

Dudui

Danke,

Ifa 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top