CJ- 23
Happy Reading
.
.
.
Awas Typo
Ibu kota diguyur hujan cukup deras malam itu, menimbulkan kemacetan panjang di beberapa titik tengah kota, Bryna yang duduk di samping Ario pun hanya bisa memeluk bantal yang ada di pangkuannya sekarang. Bryna sudah Lelah karena seharian ikut membantu acara Hannah sejak pagi. Ario menoleh ke sampingnya, menatap sekilas istrinya yang sudah menyandarkan kepalanya ke jendela mobil, dari raut wajahnya, Ario tahu Bryna sangat kelelahan.
“Nanti sampai apartement langsung istirahat aja ya, biar aku yang beresin makanan sama masuk-masukkin ke kulkas.” Ujar Ario saat mobil mereka sudah memasuki area apartement.
“Iya mas, tapi aku masih kuat kok.” Sahut Bryna pelan sambil tersenyum.
“Nope. Let me, okay?” pinta Ario sekali lagi yang akhirnya membuat Bryna mengangguk pasrah, mau tidak mau.
“Oke.” Jawab Bryna pelan dan Ario pun memarkirkan mobilnya di tempat biasa.
Ario sudah merasa ada yang aneh pada istrinya, entah apa tapi nampak sekali perbedaannya. Ia pun mencoba untuk menepis segala kemungkinan yang bisa saja terjadi dan membuat hati Bryna jadi kacau.
“Mungkin kecapean aja.” Batin Ario saat berjalan di belakang Bryna sambil membawa satu keranjang penuh makanan.
“Assalamualaikum…” ucap Bryna saat memasuki apartementnya sambil menyalakan beberapa lampu dan AC. “Aku ganti baju dulu ya, Mas.” Lanjutnya sambil berlalu masuk ke kamar.
“Iya sayang…” Ario sudah membuka makanan yang dibawanya, lalu dipindahkannya ke kulkas.
Sementara Bryna dikamarnya ia belum membuka lemari untuk mengganti bajunya, ia terduduk di pinggir tempat tidur dan pikirannya mengawang entah ke mana. Ada sesuatu yang membuatnya begini, suatu hal yang tentu saja sudah pasti akan ia dengar saat acara Hannah tadi.
Tentang mengapa dirinya belum juga hamil.
Ia juga tidak tahu kenapa, yang ia tahu sampai saat ini mungkin Tuhan belum mengiziankannya mengandung dan membiarkan ia menikmati masa-masa berdua dengan Ario.
Bryna dan Ario tidak pernah ada niatan sekalipun menunda ingin memiliki anak, tidak. Hanya waktu saja mungkin yang belum tepat dan mereka akan menunggu waktu itu datang dengan sabar tanpa tergesa-gesa.
Tapi mengapa sebagian orang hobi sekali mengomentari kehidupan pribadi orang lain hingga hatinya sakit seperti ini?
Bryna sekali lagi hanya bisa menghela napasnya dalam, berusaha sabar menghadapi orang yang tidak pernah menyaring omongannya sebelum berbicara.
“Astagfirullah…” gumam Bryna lalu mengusap wajahnya perlahan lalu bangkit membuka pintu lemarinya, mengambil baju tidurnya dan segera menggantinya sebelum Ario masuk dan bertanya mengapa ia masih juga duduk di tempat tidur.
Bryna tak ingin Ario tahu apa yang terjadi padanya, cukup ia saja yang tahu. Bukan ingin memendamnya sendiri dan tak mau berbagi rasa pada suami, hanya saja ia tak mau membuat Ario semakin sedih. Bryna pun tahu, Ario sudah sangat mendambakan ia segera hamil seperti Hannah, mata takkan pernah bisa berbohong.
🐢🐢🐢🐢🐢
Ario masuk ke kamar dan melihat Bryna duduk di kursi dekat jendela sambil memangku Cookie, kucing Bryna yang ikut pindah ke apartement dengan mereka. Tangannya mengelus-elus kucing berbulu coklat dan lebat itu namun matanya menatap ke arah luar yang masih saja hujan meski sudah tak sederas tadi.
Ada yang tak beres, Ario bisa menangkap hal itu semakin jelas karena Bryna lebih banyak diam dan bengong, tidak seperti biasanya.
“Sayang?” panggil Ario, Bryna tidak menyahut, matanya tetap melihat ke arah luar tanpa ia sadari ada Ario di belakangnya.
“Bryna Saskia.” Panggil Ario lagi, kini dengan menyebut nama Bryna. Lantas Bryna terjingkat kaget begitu namanya dipanggil dengan jelas seperti barusan.
“Eh, iya mas? Maaf nggak dengar hehe, sudah ganti baju?” tanyanya berusaha mengalihkan topik.
“Ini sudah ganti baju tidur. Kamu ngapain? Mikirin apa sih kayaknya berat banget?”
Bryna terkekeh pelan. “Hehehe, enggak apa-apa Masku.” Katanya sambil menurunkan Cookie untuk kembali ke kandangnya. “Kita tidur yuk. Aku capek banget.” Ajak Bryna.
“Beneran nggak ada apa-apa?” tanya Ario meyakinkan Bryna sekali lagi.
“Iya, mas. Beneran deh nggak ada apa-apa lho, emangnya mas kira ada apa sih?” Bryna malah balik bertanya.
“Ya nggak tahu, kali aja kamu habis merasakan sesuatu gitu atau mungkin ada yang bikin kamu nggak enak hatinya? Kan yang tahu kamu, kok balik nanya? Hm?” ujar Ario, Bryna hanya tertawa berusaha menutupi apa yang ia rasakan sejak tadi, memang bukan sakit fisiknya tapi hatinya.
“Beneran aku nggak apa-apa mas sayang.” Bryna tersenyum selebar mungkin, selebar yang ia bisa agar Ario percaya apa yang ia katakan.
“Oke, aku percaya. Mari kita tidur, istirahat. Tuh, Cookie aja langsung rebahan.” Kata Ario sambil membawa Bryna ke tempat tidur.
Meski sebenarnya Ario masih tidak percaya dengan yang dikatakan Bryna, tapi ia mencoba untuk tidak memantik pertengkaran. Sesuatu mengganjal saat Bryna bilang tidak ada apa-apa, ingin sekali Ario bertanya lagi namun apa daya, istrinya itu selalu punya seribu satu alasan untuk menutupi segala yang sedang ia rasakan.
Sambil memunggungi Ario, Bryna berusaha larut dengan rasa kantuknya di tambah Ario mengusap-usap punggungnya agar semakin pulas. Namun sekuat apapun Bryna berusaha untuk terpejam di tengah rasa yang berkecamuk ingin dicurahkan tetap saja tidak bisa hingga akhirnya Bryna berpura-pura terpejam hingga usapan tangan Ario perlahan menghilang dari punggungnya dan sudah dipastikan suaminya itu sudah tertidur dengan pulas.
“Maafin aku, mas. Aku nggak mau kasih tahu karena takut kamu kepikiran dan makin kecewa sama aku.” Batin Bryna seraya merasakan tangan Ario melingkar di pinggangnya membuat tubuhnya tak bisa bergerak ke manapun.
Perlahan Bryna singkirkan tangan besar yang posesif memeluknya dari belakang, dadanya sesak menahan tangis yang sejak tadi berusaha ia pegang kuat-kuat namun sepertinya sudah tak bisa ia tahan lagi dan air mata itu perlahan meluncur tak sopan melewati sela-sela mata dan semakin bebas membasahi pipi Bryna.
Sekuat mungkin ia tak mengeluarkan suara apapun namun semakin lama semakin sakit dadanya bila ditahan terlalu lama tapi di sisi lain ia juga tak ingin membuat suaminya terbangun karena suara tangisnya itu.
Meski terasa sesak, Bryna berusaha menutupi wajahnya dengan bantal namun sepertinya itu tidak berhasil sama sekali. Ario tetap terbangun dan kaget begitu mendengar suara istrinya menangis sampai tersengguk-sengguk.
“Hey, sayang, kenapa? Kamu mimpi?” tanya Ario pelan dan duduk di samping Bryna.
“Mas…” ucapnya lirih sambil melepas bantal yang menutupi wajahnya itu.
Wajah merah, basah penuh dengan air mata, bibirnya bergetar karena masih berusaha menahan tangisnya namun kini tak bisa lagi ditahannya.
Bryna jatuh ke pelukkan Ario lalu ia tumpahkan semua tangisnya di dada Ario hingga kausnya basah. Ario mengusap punggung istrinya sambil terus berusaha membuatnya tenang, ia tak mau bertanya apapun dulu, ia biarkan Bryna menangis sepuasnya sampai lega dan tak ada lagi yang mengganjal di hatinya.
Perlahan tangis Bryna pun reda, ia berusaha mengatur napasnya lagi supaya tidak menimbulkan sesak napas berlebihan setelah ini. “Hufttt… Astagfirullah, maaf ya mas bikin kamu bangun. Maaf, aku nggak maksud.” Kata Bryna sambil mengusap wajahnya dengan tissue yang diberikan Ario.
“Nggak apa-apa. Kamu nangis itu ada apa sih yang? Apa yang kamu pendam? Apa yang aku ngga tahu?” tanya Ario pelan, Bryna tidak menjawab apapun, ia masih diam.
“… apa yang? Aku perhatikan sejak pulang dari rumah Momom kamu jadi begini, diam aja, bengong, dipanggil nggak nyahut.” Lanjut Ario.
“Maafin aku mas, maaf. Sekali lagi aku minta maaf, mungkin kamu akan tambah kecewa sama aku setelah aku kasih tahu ini.” Jawab Bryna pelan berusaha menyusun kata yang akan ia katakan setelah ini.
Ario menatap Bryna dalam-dalam, berusaha menyelami mata istrinya, memang ada sirat kesedihan yang sangat jelas terlihat juga ada rasa kecew yang nampak dari raut wajahnya. “Bilang apa? Aku mau tahu,” kata Ario pelan.
“Tadi, setelah pengajian Hannah, aku ada dengar ibu-ibu ngomongin aku, mas.” Ujar Bryna pelan, benar dugaan Ario, pasti ada sesuatu yang Bryna dengar dan membuatnya sakit hati bahkan kecewa dengan dirinya sendiri seperti ini.
“Lalu? Bilang apa mereka?”
Bibir Bryna mencebik, ia mengambil napas lagi sebelum mengutarakan apa yang ia dengar tadi. “Iya, aku dibilang nggak subur karena penyakitan, sering minum obat jadinya aku nggak hamil-hamil,” ujar Bryna pelan namun penuh kekecewaan. “Ternyata bukan Cuma Syanaz yang bilang begitu, mas. Ibu-ibu yang bahkan jarang ketemu atau bahkan nggak pernah ketemu aku bisa menyimpulkan seperti itu.” Lanjutnya lalu Bryna menangis lagi.
Ario kembali memeluk istrinya sambil beristighfar setelah mendengar apa yang di katakan Bryna barusan.
“Shhh… sayang, denga raku. Umur pernikahan kita masih seumur jagung, hampir 4 bulan masih baru sangat. Memang belum dikasih aja sama Allah, mungkin maunya kita pacarana dulu, lebih saling mengenal lagi satu sama lainnya. Biar aja orang mau ngomong apa, mereka kan nggak menjalankan, yang menjalankan itu kita bukan yang ngomongin kita.” Ujar Ario pelan menenangkan Bryna sambil terus mengusap punggungnya.
“Maaf ya mas, aku pasti bikin kamu kecewa ya?” tanya Bryna polos, ia amat tertekan dengan omongan tadi yang benar-benar membuat mentalnya seketika ciut.
“Tidak. Siapa yang bilang aku kecewa sama kamu? Engga ada kan? Sekarang gini, kita ikuti saja alurnya ke mana, jalani saja apa yang ada sekarang. Belum dikasih bukan berarti nggak akan dapat to? Hanya waktu saja yang belum pas mungkin. Jangan lupa berdoa, jangan lepas memohon, Dia tahu apa yang terbaik untuk kita. Yang terbaik bagiNya mungkin bukan sekarang, bisa jadi nanti, beberapa bulan lagi. Nanti kita coba lagi, coba terus sampai hadir.”
Mendengar kata-kata itu tangis Bryna pecah lagi, mimpi apa ia punya suami sesabar ini? Bryna hanya bisa mengangguk membenarkan kata-kata suaminya itu. “Maafin aku mas, mungkin akunya saja yang terlalu lemah dan nggak sabaran. Makasi ya mas, maaf sekali lagi, nanti kita coba lagi.” Tutup Bryna lalu memeluk Ario erat-erat.
🐢🐢🐢🐢🐢
“Karena memang hidup ini penuh dengan ujian, kuncinya cuma sabar, sabar, sabar, sabar sampai akhirnya bisa sampai ke titik ikhlas di mana kita benar-benar berserah dan yakin bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan kita, semuanya pasti ada solusinya tapi kuncinya adalah, ya sabar itu.”
-Dewi Sandra-
☀️☀️☀️☀️
Halloo aku kembali hehehe selamat malam mingguu😘😘 sila tinggalkan jejakmu, komen dan bintang jangan lupa😘
#dahgituaja
#awastypo
Dudui
Danke,
Ifa 💕
Mau makan indomie goreng dulu, byee🎉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top