CJ-17

Happy Reading
.
.
.
Awas typo

Continue here....

"Apa mereka pacaran? Tapi..." batin dr. Syanaz segera mengalihkan pandangannya begitu dr. Ario masuk kembali ke ruangan dengan wajah semringah.

Dr. Ario kembali ke mejanya membawa tumbler dan sebungkus roti sandwich isi selai kacang yang Bryna berikan tadi tak lepas dari pandangan dr. Syanaz yang kepo ada hubungan apa sebenarnya antara mereka berdua.

"Widih, masih sore udah ngopi aja, bro." kata salah satu teman dr. Ario.

"Ah, bukan kopi ini cokelat panas." jawabnya sambil menyeruput cokelat panas itu, ia kenal betul rasanya, ternyata Bryna tahu apa yang suka ia minum.

"Cokelat panas dari siapa tuh, cieee dari anak intern yaaa..." ledek yang lainnya, dr. Ario hanya tersenyum menanggapi tanpa menjawab apapun.

"Awas lho jangan baperin anak orang terus lo tinggalin."

Rasa ingin tahu bercampur dengan rasa cemburu yang bersarang di hati dr. Syanaz selama ini. "Aku harus tanya sama Bryna." batinnya lagi.

🐻🐻🐻🐻🐻

Bertugas jaga di UGD, malam serta sepi adalah satu hal yang jarang sekali terjadi karena biasanya selalu ramai, ada saja pasien yang datang bahkan membuat chaos UGD tapi malam ini sepi, hanya ada dua pasien di bed yang sedang menunggu kamar rawat dan setelah itu siap di pindahkan.

Katanya, kalau UGD sepi bisa jadi karena koas yang berjaga itu wangi dan tidak mendatangkan pasien. Tapi sebaliknya, jika koas yang berjaga malam itu mendadak mendatangkan pasien yang banyak maka julukannya bukan lagi wangi, tapi bau.

Tak lama kemudian, dr. Syanaz yang piket malam itu masuk ke UGD. Hanya ada beberapa orang di sana termasuk Bryna yang duduk di kursi nurse stations.

"Eh dok. Ada yang bisa dibantu?" Bryna mengulas senyum saat dr. Syanaz duduk di sebelahnya.

"Ah, nggak. Saya duduk sini nggak apa-apa kan? Saya piket juga malam ini." jawab dr. Syanaz sambil meletakkan barang bawaannya ke atas meja.

"Oh iya, dok, nggak apa-apa. Silakan." sahut Bryna lagi sambil menganggukkan kepalanya dengan sopan.

Kemudian hanya ada hening di antara junior dan senior ini. Hanya ada sayup suara tv yang menyala di UGD, menemani para dokter dan suster yang berjaga malam ini.

Bryna akhirnya sibuk dengan buku di hadapannya. Belajar di mana pun, selama luang waktu dan tak mengganggu pekerjaannya.

"Sepi ya." ujar dr. Syanaz. "Tumben banget ini. Koasnya, lagi wangi apa gimana?" lanjut dr. Syanaz sambil membuka kotak makan berisi buah dingin.

"Jangan ngomong jorok, dok, hehe." Bryna mengingatkan, karena biasanya jika ada yang berbicara seperti itu, UGD akan ramai tiba-tiba dan ketentraman malam hari pun akan sirna seiring dengan datangnya pasien.

"Eh, hahaha." tawa dr. Syanaz. "Maaf maaf, habis tiap saya jaga, koasnya bau terus." keluhnya mengingat sering kali jaga bersama dengan koas bau atau koas pembawa pasien.

"Aman aman sampai nanti, dok." sahut Bryna kalem.

"Aamiin... Semoga aja ya." dr. Syanaz mengamini meski ia tak yakin.

"Iya, dok." dan Bryna kembali menyelesaikan apa yang sedang ia pelajari.

Dan mereka mulai kehabisan topik pembicaraan. Jujur saja, Bryna agak segan dengan dr. Syanaz meskipun ia baik, tapi Bryna tak kenal sepenuhnya dengan senior PPDS satu ini.

Dr. Syanaz yang cantik dengan rambut coklat keriting gantungnya membuat banyak koas angkatan Bryna agak minder dan insecure karena senior mereka terlalu cantik. Wajahnya yang seperti Barbie pun tak ayal menjadi rebutan koas maupun PPDS untuk satu kelompok dengannya atau saat visit bersama.

Bryna juga pernah merasakan insecure dengan dr. Syanaz yang cantik seperti artis korea. Glowing meskipun jarang tidur delapan jam penuh. Tapi rasa insecurities itu perlahan menghilang karena Bryna percaya semua perempuan itu, cantik.

"Eh, saya boleh nanya nggak?" dr. Syanaz kembali membuka pembicaraan.

"Iya dok?" Bryna melepas bukunya kemudian menyimak pertanyaan dr. Syanaz.

"Tadi saya liat kamu mampir ke ruangan ppds. Hm.. Kamu ada hubungan apa sama dr. Ario?" dr. Syanaz menyingkirkan rasa malunya demi memenuhi kekepoannya tentang hubungan Bryna dan dr. Ario.

Bryna tak pernah mengira sebelumnya bahwa pertanyaan itu akan muncul dari orang yang paling membuatnya minder saat koas dulu. "Saya tadi cuma ngasih minuman ke dr Ario, dok. Kenapa, ya?"

"Oohh gitu, enggak, nggak apa-apa. Saya cuma nanya aja sih." dr. Syanaz tersenyum. "Habis kelihatannya dr. Ario semringah banget tadi." lanjutnya.

"Mmm, Maksudnya hubungan apa ya dok? Memangnya kenapa?" tanya Bryna pura-pura polos.

"Yaa hubungan. Pacaran gitu, nggak apa-apa sih cuma jangan sampai terbawa pas lagi kerja aja." kata dr. Syanaz lagi.

"Maaf dok, mungkin bisa ditanyakan langsung ke dr. Ario dan dokter tenang aja, saya tetap professional kok."

Dr. Syanaz menganggukkan kepalanya, tapi sesungguhnya ia kurang puas dengan jawaban Bryna barusan. "Okee, maaf ya, saya cuma nanya aja kok, nggak ada maksud apa-apa."

"Iya, nggak apa-apa, dok. Santai aja." jawab Bryna lalu mengulas senyumnya.

Tak lama kemudian beberapa pesan masuk ke ponsel Bryna tak lain dan tak bukan adalah dr. Ario yang bilang bahwa ia sudah selesai dan akan menunggu Bryna sampai selesai jam dua belas nanti.

Bryna mengulas senyumnya sambil mengetik balasan pesan di ponselnya. Sementara dr. Syanaz yang menyadari Bryna tengah berbunga-bunga hanya bisa melirik dari sudut matanya dan kembali menerka bahwa apa yang ia duga benar adanya.
.
.
.
.

Tepat pukul duabelas, jam kerja Bryna berakhir, bersamaan dengan dr. Syanaz yang juga sudah selesai jaga. Bryna masih sibuk dengan ponselnya ketika ia keluar dari UGD, dr. Syanaz yang sejak tadi gatal ingin bertanya lebih jauh berusaha mati-matian menahan semua pertanyaan yang ada di benaknya.

"Hai..." sapa dr. Ario yang sudah lengkap dengan setelan untuk naik motornya menunggu Bryna di depan ruang loker.

"Assalamu'alaikum,"

"Eh." dr. Ario terkekeh. "Wa'alaikumsalam, pulang sekarang?"

"Heem, yuk." ajak Bryna, lalu mereka berjalan menuju parkiran.

"Udah sepi banget." kata dr. Ario.

"Alhamdulillah ugd aman,"

"Alhamdulillah. Berarti ada yang wangi, koasnya wangi nih. Dulu kamu juga jadi koas wangi." ujar dr. Ario sambil mereka menyusuri koridor rumah sakit.

"Oiya? Bisa aja, melayang nih. Hahahaha..." tawa Bryna renyah.

"Tenang, aku tangkap kalau kamu melayang. Aku ambil motor dulu ya."

"Siap. Hati-hati ya motorannya..."

"Iyaaaa..." jawab dr. Ario sambil berjalan menjauh menuju di mana motornya terparkir.

Sementara Bryna harus menenangkan hati dan jantungnya yang berdebar hebat serta pipinya yang bersemu merah.

"What kind of feeling is this." gumam Bryna sambil masuk ke dalam mobilnya.

Dr. Ario dengan motornya mengawal Bryna dari belakang, ia khawatir bila membiarkan Bryna pulang sendirian dan menyetir pula. Bisa saja ia membonceng Bryna sampai rumah dan meninggalkan mobilnya di parkiran namun pasti Bryna tak mau.

Bukan karena motor, tapi karena mereka belum resmi jadi suami istri.

Sesekali Bryna melirik sunvisornya, memastikan dr. Ario tetap ada di belakangnya. Ia juga takut pulang sendirian begini jika jaga sampai malam, ini pertama kalinya setelah koas Bryna baru kembali berjaga sampai larut.

Rumah dr. Ario dan Bryna memang berlawanan arah, tapi Bryna tak punya alasan kuat untuk menolak tawaran dikawal sampai rumah seperti ini.

Hingga akhirnya mereka sampai di depan rumah Bryna, pagar sudah terbuka, dr. Ario berhenti di samping mobil Bryna.

"Sudah sampai. Bintang 5 nya ya." katanya lalu menurunkan maskernya.

"Lho? Hahaha mohon maaf saya nggak ngojek tadi perasaan."

"Hahahaha. Becanda, ya udah kamu masuk, gih. Besok libur apa jaga siang?"

"Besok jaga siang, hehehe."

"Aku juga siang sih dan semoga nggak longshift lagi."

"Iya, hati-hati pulangnya. By the way, terima kasih, mas udah anterin aku."

"Iyaa, sama-sama. Hm, kamu tunggu sini ya. Aku beliin makan buat kamu, pasti kamu belum makan kan?"

"Tadi sore udah makan." jawab Bryna berusaha menolak.  "Udah tengah malam. Mau langsung istirahat aja."

"Aku pesenin nasi goreng depan ya? Biar nyenyak istirahatnya."

Sementara di balik jendela kamar, ada Aliya yang memantau putrinya dari jauh. Melihat pagar yang terbuka namun mobilnya tak kunjung masuk. Ia tahu bersama siapa Bryna pulang, ia jadi bisa sedikit tenang.

"Kamu tunggu sini atau mau ikut, dek?"

"Di sini aja ya. Sama pak Win itu."

"Oke, tunggu ya aku nggak lama."

Bryna hanya mengangguk lalu tak lama dr. Ario dengan motornya tak nampak lagi. Bryna memarkirkan mobilnya dan duduk di pos satpam bersama pak Win, supirnya yang tadi membuka pintu pagar.

Bukan dr. Ario namanya jika tak bisa membuat Bryna menurut padanya untuk hal-hal kecil seperti ini. Sedikit overprotective, tidak masalah kan?

Tak sampai limabelas menit, dr. Ario kembali ke depan rumah Bryna bersama dengan dua bungkus nasi goreng, satu untuk dr. Ario.

"Mbak, pesen gupud ya?" candanya lagi, Bryna terkekeh.

"Iya mang. Hehehe, jadi berapa mang?"

"Gratis. Buat kamu gratis." katanya sambil menyerahkan kresek dengan wangi semerbak yang khas itu.

"Hahaha, okedeh nanti bintang 5 saya kasih."

"Hehehe. Dimakan ya."

"Iya, udah hati-hati pulangnya ya."

"Pulang ya, ketemu besok. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam. Hati-hati, mas." Bryna melambaikan tangannya bersamaan dengan suara klakson motor dr. Ario.

Semoga perhatiannya tak memudar seiring berjalannya waktu dan tetap bertahan hingga nanti.

🐻🐻🐻🐻🐻

Ada yang hareudang hareudang hareudang... Panas panas panas....

Assalamualaikum... Hallo gaiisss Akhirnya aku kembalu hahaha maaf ya kemarin masih error jadi takut mau update. Nah sekarang udah update, tinggalin jejak ya gais!

Oh ya, sebelum lupa. Gais, aku mau nanya, kan cerita Blank Space, Semestaku dan Chérie ini saling nyambung ya. Kalo Blank Space terbit duluan kalian mau ikutan PO gak? Kebetulan udah siap edit cuma belum tahu kapan mau buka PO, takut gak ada yang beli. Hehehehe, let me know, komen ya 😚

#dahgituaja

#awastypo

Dudui

Danke,

Ifa 💕


"Happy duckface 😚"

-Bryna-

Credit // Vebby Palwinta (Instagram)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top