CJ-14
Happy Reading
.
.
.
Awas typo
Sejak pagi buta, kesibukkan di dalam rumah sudah terjadi. Persiapan menjelang akad pagi ini di salah satu masjid besar di Jakarta akan dilaksanakan, Bryna dan Chika sepupunya juga sudah siap dengan seragam keluarga yang dijahit dengan cantik serta polesan make up yang tidak terlalu mencolok semakin menambah manis dua wajah cucu keluarga Prayuda ini.
Sementara para ibu-ibunya sibuk mengecek bawaan apa lagi yang akan diangkut masuk ke dalam mobil. Pernikahan Bryan ini termasuk yang pertama kali lagi terjadi di keluarganya setelah hampir sepuluh tahun yang lalu anak terakhir Oma Opanya menikah.
Semua persiapan sudah beres, tak ada bawaan yang tertinggal lalu iring-iringan mobil mempelai pria itupun pergi meninggalkan rumah Oma mereka. Semua di mobilnya masing-masing termasuk Bryna yang menyetir sendiri di temani Chika bersama beberapa barang bawaan mereka di kursi penumpang belakang.
"Mbak," panggil Chika, Bryna menoleh sambil menaikkan alisnya. "Kira-kira jodoh Chika kayak apa ya? Mau nggak ya dia nerima Chika?"
Deg.
Bryna membulatkan kedua matanya mendengar pertanyaan Chika barusan. Bryna tahu, Chika bukan anak kandung Ayah dan Bundanya tapi tetap saja ia bagian dari keluarga besarnya yang tidak pernah di beda-bedakan.
"Jangan tanya begitu, Chik. Semua manusia di dunia ini lahir, rezeki, jodoh dan kematian itu ada garisnya masing-masing saat kita ada di dalam kandungan. Semua memang rahasia Allah, tapi ada baiknya kita, umatNya, berbaik sangka kepadaNya." jawab Bryna sebijak mungkin.
"Astaghfirullah, maaf mbak, Chika cuma mikir aja. Mbak tahu kan maksudnya?"
"Iya, mbak paham, Chik. Khusnudzon sama Allah ya, akan ada laki-laki yang terbaik datang di saat yang tepat. Fokus Chika sekarang, sekolah lalu kuliah, banggakan ayah dan bunda." kata Bryna sambil menoleh sesekali ke sampingnya dan tersenyum, adiknya sudah besar.
.
.
.
.
.
Suara lantunan ayat suci Al-Qur'an terdengar sebelum akad di mulai, semua keluarga dari dua mempelai sudah berkumpul namun masih dengan suasana agak sedikit tegang.
Tamu undangan sebagian datang di saat akad sudah mulai berdatangan termasuk Zara yang khusus datang dari Kalimantan untuk pernikahan Hannah. Bryna sudah bertemu tadi dan sebentar lagi mereka akan kumpul lengkap bertiga dengan Hannah.
Acara ijab qabul pun di mulai, suara Bryan mengucap ijab dengan satu tarikan napas terdengar lancar dan membuat siapapun yang mendengar juga menahan napas karena tegang hingga kata Sah pun terdengar dan doa-doa setelah akad dipanjatkan.
🐥🐥🐥🐥🐥
"Jadi iparan nih kita." ujar Bryna saat sedang berkumpul dengan Hannah juga Zara di resepsi yang di gelar sore harinya di sebuah rooftop hotel dengan tamu dari kalangan terbatas.
"Iya nih, seru banget kalian bakal ketemu tiap hari." kata Zara yang sudah tidak lagi tinggal di Jakarta tapi khusus acara hari ini ia datang.
"Lo sih, jauh banget sekarang." protes Hannah.
"Yaa gue maunya juga di Jakarta, tapi tugas paksu kan pindah-pindah. Eh tapi tenang, nanti waktunya Bryna nikah gue datang lagi..." jelas Zara yang tak bisa berkutik jika suaminya harus dipindah tugaskan ke daerah lain, menjadi istri prajurit memang begini risikonya.
"Hmmm... Gue lagi. Sabar deh yaa..."
"Mau sama anak buahnya paksu? Tentaranya ganteng-ganteng lhoo, atau mau sama ppds di rs gue? Udah cakep, prajurit pula, double kill Ryn..."
"Aduh aduh enggak deh, belum siap ditinggal-tinggal jauh. Yang sesama dokter aja ditinggal jaga kayaknya kangen, apalagi tugas negara ke perbatasan, aduh..."
Derai tawa terdengar saat Bryna mengatakan hal itu, namun berhenti ketika Bryan menghampiri Hannah untuk membawanya ke tengah, berkenalan dengan beberapa teman-teman Bryan yang khusus datang dari Belanda ke Jakarta.
"Cieee...." ledek Bryna dan Zara sementara wajah Hannah memerah, ia masih malu-malu saat tangan Bryan menggandengnya.
"Heh, lu celingukan aja. Nungguin siapa?" Zara menyikut lengan Bryna dan Bryna segera menampiknya.
"Nggak, gue nyariin Chika." kilah Bryna.
.
.
.
.
.
Aliya menghampiri Bryna yang sedang duduk dan menikmati acara bersama Oma Opanya, ia menghampiri putrinya dengan wajah yang semringah saat tahu siapa yang datang.
"Dek..." panggilnya.
"Iya mom?"
"Itu, Masmu sudah datang. Ajak makan dulu sana, temenin." ujar Aliya disertai senyum khasnya.
"Apa sih mom, orang kita cuma temenan kok masmu masmu..." gerutu Bryna sambil meninggalkan mejanya sementara Aliya terkekeh.
"Nggak berasa ya kak, cucu papa udah gede, bentar lagi papa sama mama punya cicit..." ujar Opa begitu cucunya pergi.
"Iya pap, Al juga nggak nyangka..." jawab Aliya lalu memeluk Papanya dari belakang.
"Yaa, apapun itu doa mama papa selalu untuk semuanya."
"Iya mam..."
"Tuh lihat Mamas mesra banget ya." tunjuk Oma ke arah cucunya bersama Hannah.
Sementara Bryna menghampiri salah satu tamu yang di maksud Mommynya tadi yang tak lain dan tak bukan adalah dr. Ario. Dari kejauhan Bryna agak kaget karena dia tidak datang sendiri, melainkan dengan kedua orang tuanya juga.
"Kak," sapanya. "Buk, Pak, sore..." Bryna menganggukkan kepalanya.
"Eeh, Bryna. Masya Allah cantiknyaa, ini lho ayah yang Ibuk ceritakan, cantik ya?"
"Wah, ini anaknya dr. Adrian ya?"
"Iya pak, hehehe. Mari silakan, Kak Rio, ibuk, bapak." Bryna mempersilakan tiga orang tamunya untuk menemui mempelai dahulu kemudian makan.
"Seru ya di rooftop gini sore-sore." kata dr. Ario sambil menikmati semangkuk buah di tangannya sementara para orangtua mereka sedang mengobrol juga karena Adrian kenal dengan Syarif, ayah dr. Ario yang juga dokter di Pekanbaru.
"Iyaa ini konsep pilihannya Hannah. Katanya biar khidmat aja dan nggak banyak orang apalagi media. Ya, kakak tahu kan Hannah pekerjaannya gimana."
Dr. Ario mengangguk, resiko memang menikahi seorang yang berkecimpung di dunia entertain atau bahkan fashion designer seperti Hannah ini. Semua serba diliput media baik cetak maupun digital meski tak memungkiri sejak tadi ada drone bolak-balik di atas gedung ini.
"Itu, lihat aja kak dronenya. Ini bukan drone dari vendor foto atau gedung, tapi ya udahlah mau gimana." Bryna mengangkat bahu sambil memakan puddingnya bersamaan dengan tenggelamnya matahari.
🐥🐥🐥🐥🐥
Kamar Bryna masih gelap, semalam ia baru benar-benar merasakan lelah setelah acara hari Jumat kemarin. Hari Minggu ini Bryna tidak ada niat pergi ke mana-mana, ia hanya ingin istirahat di rumah sebelum besok harus kembali menghadapi realita dengan segudang pekerjaannya.
Bryna masih terlelap, belum ada niatan untuk bangun setelah shubuh tadi ia kembali memeluk guling dan bergelung di balik selimut tebal juga menurunkan suhu kamarnya agar semakin dingin dan membuainya kembali ke alam mimpi.
Namun kini tidurnya agak terganggu, ketukkan pintu sejak tadi membuat Bryna gelisah lalu menutup telinganya rapat-rapat namun apa daya suara alarm dari mulut Mommynta mengalahkan segalanya.
"Adek!! Tangi o.. Udah siang ini lhoo..."
Dengan gontai Bryna bangun dan membuka pintu kamarnya setengah menggerutu. "Aduh mom, kenapa sih? Adek capek nih mau istirahat hari minggu lhoo..." protesnya sambil mengusap wajahnya sendiri.
"Ehh nggak, ayo bangun bangun, tangi! Ikut mommy ke pasar." Aliya menarik tangan Bryna setelah mengambil cardigan dan jilbab instan lalu memakaikannya pada Bryna.
"Iihh mau ngapain sih mom, kan ada oma, ada bibik, ada Chika kenapa adek yang diajak?" protes Bryna saat mobilnya sudah keluar dari halaman rumah Omanya.
"Anak gadis harus tahu pasar, biar nggak kaget nanti kalau udah nikah." oceh Aliya.
"Nggak biasa-biasanya mommy ajak adek ke pasar. Kayak bisa nawar aja." Bryna bersandar ke kaca beralaskan bantal lalu berusaha terpejam.
"Enak aja nawar, nggak ada di kamus mommy ke pasar belanja nawar ya! Belanja ke mall mampu, ke pasar kok nawar, piye iki?"
Bryna hanya geleng kepala mendengar ocehan Mommynya di minggu pagi yang cerah ini. Hingga mereka sampai di parkiran pasar, barulah ocehan Aliya berhenti.
"Pakai parfum sama maskernya kamu belum cuci muka, belum sikat gigi. Ih."
"Lha mommy main ajak pergi aja. Enak aja, adek udah sikat gigi tadi shubuh ya..." protes Bryna lagi sambil memakai maskernya.
Masih dengan tidak ikhlas, Bryna mengikuti langkah kaki mommynya itu. Sambil digandeng seperti anak kecil yang akan hilang di pasar jika lepas begitu saja, Bryna pasrah di bawa ke sana dan ke sini.
"Mom, angin apa sih malah belanja ke sini?" tanya Bryna saat Mommynya memilih buah-buahan untuk salad.
"Ada deh, nanti juga kamu bakal tahu." jawab Aliya santai.
Bryna hanya mampu menggelengkan kepalanya mendengar jawaban yang membuatnya penasaran sampai mereka akhirnya kembali ke rumah semuanya sibuk bersih-bersih, menggelar karpet dan memindahkan meja makan ke dekat kolam renang.
"Udah sana kamu mandi ya dek, bau asem."
"Iihh mommy adek nggak bau asem!" katanya sedikit merajuk lalu naik ke kamarnya dan segera mandi.
"Dek, pakai baju yang cantik ya. Gamisnya lho di pakai..." teriak Aliya dari balik pintu, Bryna hanya mampu geleng kepala entah akan ada acara apa hingga ia harus memakai gamisnya.
"Heran, di tanya ada apa, jawabnya nanti juga tahu." ucapnya sendiri sambil mecucu namun tetap menuruti permintaan Mommynya.
Bryna masih berada di dalam kamarnya saat di luar mulai ramai riuh suara beberapa orang dan Chika sudah memintanya buru-buru keluar sementara ia bahkan belum memasang kerudungnya.
Dengan santai Bryna tetap memakai sehelai kerudung silk berwarna pink motif bunga daisy kecil-kecil serta riasan tipis di wajahnya agar tak nampak pucat.
"Siapa sih yang datang kok heboh banget?" tanyanya sendiri lalu membuka pintu kamarnya.
Bryna mematung di depan pintu kamarnya melihat siapa tamu yang datang ke rumah Omanya siang ini.
"Kak Rio?" gumam Bryna hingga akhirnya semua orang tersadar Bryna sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
"Eh, adek, sini lho. Ini ada Nak Rio..." kata Aliya lalu dengan canggung Bryna melangkah, entah bagaimana rupa wajahnya kali ini sambil menyapa Ayah, Ibu juga dr. Ario.
Isi kepala Bryna sedang berusaha mencerna sebenarnya apa yang terjadi.
"Dek, ibuk dan ayahnya Rio ini, Daddy kenal. Kebetulan dokter juga dan pernah ngisi di KMC Batam juga Pekanbaru.
Bryna jadi semakin canggung saat tahu ternyata orang tua mereka saling kenal satu sama lain karena teman sejawat.
"Ini Mama dan Papa saya, Mbak Arum. Kemarin belum sempat ketemu ya." kata Aliya sambil mengenalkan Oma dan Opa.
"Masya Allah, sehat bu, pak?"
"Alhamdulillah..."
Mereka lalu larut saling mengobrol sambil menikmati sajian yang tadi di masak sendiri. Bryna benar-benar masih canggung saat ini.
"Oh iya, seperti yang saya bicarakan kemarin Mas Adri." kata Syarif membuat semua mata akhirnya memperhatikan. "Maksud kedatangan kami bertiga ini, selain ingin menyambung tali silaturahmi juga ingin mengkhitbah atas Bryna, untuk anak kami Ario."
Mata Bryna kembali membulat, kaget, sementara yang lain mengucapkan Hamdallah atas ucapan Syarif tadi.
"Masya Allah, Tabarakallah, ini, masnya Bryna baru menikah kemarin sekarang adiknya dikhitbah dokter tampan." kata Opa masih dengar euforianya.
"Gentle sekali kamu nak, langsung membawa orang tuamu kemari." kali ini Oma yang bersuara.
Kemudian semua orang menatap Bryna yang masih terdiam dengan kekagetannya.
"Gimana dek?" tanya Aliya, Bryna rasakan jantungnya seperti akan lepas dari tempatnya, tak pernah ia bayangkan jika akhirnya sampai ada di sini.
"Saya...."
Tbc----
🐥🐥🐥🐥
Ditimpuk sendal dah. Kabuuuurrrr
Aku gak banyak cakap, kalian komen aja lah ya 🤣🤣🤣 selamat, tebakan kalian benar, 😂😂😂
#dahgituaja
#awastypo
Dudui
Danke,
Ifa 💕🐤
Dedek 🐥🐤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top