CJ-13

Happy Reading
.
.
.
Awas typo

Sengaja Bryna bangun agak pagi hari ini, sudah cukup lama ia tidak lari di treadmill. Tidak lama, hanya setengah jam saja sebelum mandi dan siap-siap berangkat ke rumah sakit.

"Tumben dek?" tanya Bryan yang melihat adiknya sudah berlari di atas treadmillnya.

"Iya, udah lama. Kasian nih dia nggak pernah adek pakai lagi, nanti ngambek." jawab Bryna sambil mengatur napasnya agar ketika selesai tidak sesak.

"Inget, nggak usah lama-lama larinya." kata Bryan lagi, Bryna hanya mengangguk lalu mulai menurunkan kecepatan dan menempatkan kaki di sisi kanan kiri treadmillnya.

Begitu di rasa badannya sudah tidak berkeringat, Bryna segera mandi dan siap-siap untuk berangkat.

"Nah, gitu dong anak mommy pagi-pagi udah lari-lari, olahraga gitu lho dek yang rajin." kata Aliya saat melihat Bryna keluar dari kamarnya sudah rapi.

Bryna terkekeh pelan mendengar celotehan Mommynya itu. "Iya mom, kalau adek nggak capek pasti olahraga kok."

"Capek apa mager?" goda Adrian, putrinya ini memang selalu punya alasan tersendiri untuk menghindar dari olahraga, kecuali berenang.

"Ihh daddy..." rajuk Bryna lalu menikmati sarapannya.

🐥🐥🐥🐥🐥

Menjalani internship dengan berusaha terus ceria sepanjang hari ala Bryna adalah menyediakan cokelat-cokelat kecil di saku snellinya agar mood terjaga, tidak mudah ambyar. Sejauh ini yang Bryna terapkan cukup berhasil, kini tinggal Bryna yang menjalani internship di rumah sakit tempatnya koas, sementara empat teman lainnya ke luar kota untuk intern.

Selalu ramai setiap hari, pasien silih berganti datang dan pergi. Setiap hari itu pula semua cerita terjadi, sedih, senang bahkan air mata hampir selalu terlihat di setiap sudut rumah sakit.

Bryna keluar dari UGD bersama seorang suster membawa setumpuk berkas yang harus dikembalikan ke ruang arsip. Salah satu kegiatan Bryna setiap hari bersama suster kesayangannya, bisa di bilang satu-satunya yang paling akrab dengan Bryna setelah Alana dan Zara tidak mengambil koas di Jakarta.

Seorang ibu parubaya menoleh saat Bryna melewatinya sambil bercanda dengan suster di sampingnya, ibu parubaya itu masih mengenali betul wajah Bryna karena senyumnya yang khas.

Ia memilih untuk mengikuti ke mana Bryna pergi dan menunggunya di depan ruangan arsip. Ibu itu tidak mencegah atau memanggil Bryna karena ia tahu ini masih jam kerja, nanti ia akan mengajak Bryna makan siang jika tidak sibuk.

"Bryna..." panggil ibu itu saat Bryna keluar dari ruang arsip.

"Lho, ibuk?" Bryna lantas menyalami ibu itu. "Ibuk apa kabar? Ibuk sendiri ke sini?"

"Ibuk baik, iya sendiri ke sini mau nganterin bekelnya Ario tadi dia tinggalin di meja makan. Katanya buru-buru ada emergency." katanya lalu menunjukkan tas bekalnya.

"Wah, Masya Allah ibuk. Ibuk kapan datang?"

"Baru sampai kemarin. Eh, kamu sibuk nggak? Kita makan siang yuk sekalian ini ibuk bawa agak banyakan."

"Eh, tapi buk..."

"Udah, ayo nggak apa-apa, Ario masih sholat Jumat..." ibu dari dr. Ario itu menarik tangan Bryna dan membawanya ke kantin.

Bryna dengan canggung duduk bersama di salah satu meja kantin.

"Mmmm.. Buk, maaf, ibuk namanya siapa ya? Saya nggak pernah tahu nama ibuk..." kata Bryna malu-malu.

"Hahahaha ya Allah nak, Ario nggak pernah kasih tahu ya? Nama ibuk Arum."

Bryna menganggukkan kepalanya merasa tidak enak hati karena tidak tahu nama beliau. "Heheh ibuk, bukannya dr. Ario yang nggal kasih tahu, saya aja yang lupa nanya." katanya. "Oh iya, buk, makasi waktu itu makanannya enak sekali. Tapi tupperwarenya ada di rumah."

"Iyaa sama-sama, Alhamdulillah kalau kamu suka. Soal tupperwarenya, wes nggak usah, itu buat kamu aja."

"Hehehe nggih buk."

Tak lama kemudian, dr. Ario datang menghampiri meja berisikan dua orang itu dan duduk di samping Ibu Arum.

"Udah lama buk?" tanya dr. Ario.

"Nggak Le, baru aja kok ditemenin sama Bryna ini lho."

"Makasi ya Bryn, udah nemenin ibu saya."

Bryna tersenyum lalu mengangguk. "Iya dok, sama-sama."

Sementara Ibu Arum sibuk mengeluarkan makanan untuk putranya, Bryna sejak tadi terpaku melihat telapak tangan dan pergelangan tangan kanan seniornya itu yang dibalut perban coklat.

Bryna tidak pernah satu shift lagi semenjak intern karena lebih sibuk di UGD juga poli umum sementara dr. Ario di poli internis juga dengan segala kesibukannya.

"Dok, itu tangan nggak apa-apa?" tanya Bryna polos.

"Oh ini, nggak apa-apa. Ini kemarin cidera bantuin ibuk pindahin pot besar."

Bryna menganggukkan kepalanya. Pasti sakit. Batin Bryna.

"Makanya, Bryn, ibuk ke sini juga mau nyuapin Ario ini. Dia kalau lagi sakit itu manjanya ampun." bisik Ibu pada Bryna namun dr. Ario masih bisa mendengarkan.

Bryna terkekeh mendengarnya.

"Ibuk apa sih, malu tahu." protes dr. Ario.

"Halah, ibuk ki ngomong kenyataan to Le." jawabnya dengan logat kental khas Jawa. "Kamu malu to, ketahuan sama juniormu kalau masih suka disuapi ibuk. Hayoo..."

"Nggak apa-apa dok, saya juga suka kok disuapi ibu saya. Kenapa harus malu?" jawab Bryna sambil sedikit tertawa pelan.

🐥🐥🐥🐥🐥

"Bryna, makasi ya udah mau nemenin Ibuk saya tadi pas saya belum datang. Jadi ngerepotin kamu." ujar dr. Ario sesaat setelah ibunya pulang.

"Iya dok, sama-sama. Selama saya tidak sibuk pasti saya temani."

Mereka lalu saling berdiam tak menemukan topik lain untuk berbicara lagi ketika mereka menuju poli kerja masing-masing. Sampai dr. Ario teringat satu hal yang tadi pagi ia lihat.

"Oh iya, Bryna, kamu suka pergi ke gym ya?" tanyanya.

"Nggak dok..." Bryna menghentikan kalimatnya sejenak berpikir dari mana lelaki ini bisa menebak Bryna suka pergi ke gym. "Oh, dokter lihat instastory saya ya?" ia baru menyadarinya.

"Hehe, iya tadi tidak sengaja. Tapi kalau lari di car free day suka?"

"Ya dulu sih beberapa kali pernah, tapi sekarang udah nggak pernah. Memangnya kenapa dok?"

Dr. Ario mengangguk. "Hari Minggu besok kamu free nggak?"

"Kayaknya kosong dok,"

"Kita CFD yuk, sekali-sekali lah." ajaknya, Bryna diam sejenak.

"Hmm, boleh. Saya tunggu di stasiun MRT Haji Nawi ya." ujar Bryna, dr. Ario menganggukkan kepala tanda setuju.

Mereka lalu berpisah, kembali ke ruangan kerja masing-masing dan kembali sibuk dengan pekerjaan yang ada hingga sore hari menjelang.

Bryna melihat kembali ponselnya, menampilkan chat dari Hannah yang mengirimkan contoh undangan pernikahannya dengan Bryan. Tandanya sebentar lagi undangan akan disebar ke para sejawat, teman serta kerabat.

"Lo undang dia ya. Nanti gue kasih lebihnya satu."

Begitu pesan Hannah di bubble chat terakhirnya pada Bryna untuk menitipkan undangan.

🐥🐥🐥🐥🐥

Hingga hari Minggu itu pun tiba, sesuai janji Bryna menunggu dr. Ario di stasiun MRT Haji Nawi peron 1 ke arah tengah kota. Tetap lengkap dengan kerudung sportnya, Bryna menunggu di kursi peron sambil memainkan ponselnya.

"Serius banget bu."

Bryna terjingkat mendengar suara yang ia hapal siapa pemiliknya. "Astagfirullah dok, kaget saya." Bryna menepuk-nepuk dadanya pelan.

Dr. Ario terkekeh melihat tingkah Bryna. "Maaf ya, habis kamu serius banget sih." katanya. "Oh iya, bisa nggak jangan panggil kayak tadi? Ini hari Minggu lho Bryn, panggilan itu nggak berlaku hari ini."

Bryna nyengir kemudian, ia bingung bila harus memanggik dengan sebutan apa jika di luar rumah sakit seperti ini. Ini pertama kalinya lagi Bryna keluar dengan dr. Ario setelah saat koas mereka sama sekali tidak ada interaksi di luar jam kerja.

"Panggil Kakak boleh?" tanya Bryna.

"Boleh." jawabnya.

Tak lama kemudian MRT yang di tunggu datang ke peron, keduanya lantas masuk bersama dengan orang-orang yang semuanya akan mengarah ke CFD hari ini.

Belum terlalu terang, matahari masih malu-malu menampakkan wujudnya hari ini tapi tak menyurutkan semangat orang-orang yang datang ke hari bebas kendaraan ini termasuk Bryna dan dr. Ario.

"Udah lama saya nggak ke sini." kata Bryna begitu mereka tiba di Bundaran HI, stasiun bawah tanah MRT.

"Nah mumpung kamu udah lama nggak ke sini, nikmatin ya."

Dan mereka di sambut ramai orang yang bukan hanya olahraga di sana, lari pagi, sepedaan tapi juga jajan.

"Woah, banyak jajanan di sini yaa.." mata Bryna memperhatikan satu-satu.

"Iyaa, tapi tujuan kita mau olahraga lho hahahaha..."

"Bisa melenceng nanti, pasti.." kata Bryna curi start duluan lari meninggalkan dr. Ario di belakang yang buru-buru mengejar Bryna.

Sampai mereka mulai capek karena cukup jauh berlari di selingi jalan dan lari lagi.

"Haus kak, laper juga, cari jajan yuk.."

"Yuk!"

Mereka berdua sepakat berpencar mencari jajan dan minum yang mereka inginkan, Bryna ke kanan dan dr. Ario ke kiri yang lebih banyak jualan makanan berat.

Bryna sedang menunggu pesanannya jadi ketika ada segerombolan laki-laki yang juga ikut memesan jajanan itu terus memperhatikan Bryna yang duduk di salah satu kursi.

"Sendirian aja..." ujar salah satu dari laki-laki itu.

"Kenalan bisa kali, udah punya cowok belum?"

Bryna berusaha tidak peduli dengan mereka dan menatap ponselnya sambil menunduk lalu merapal dalam hatinya untuk menahan diri tidak merespon apapun.

"Neng cantik, sombong amat." katanya lagi saat Bryna berdiri hendak membayar pesanannya mereka kompak bersiul.

"Kenalan dong..." mereka ramai-ramai mengulurkan tangan namun Bryna menatapnya dengan dingin sampai dr. Ario tiba-tiba datang.

"Hoi! Ngapain kalian?" tanyanya, tubuh tinggi tegapnya berdiri di depan Bryna.

"Apa urusan lo?" tanya salah satu laki-laki berkaos hijau dengan nada menantang.

"Cewek gue! Mau apa lo?" balas dr. Ario, Bryna mematung.

"Dih ngaku-ngaku, halah paling juga lo berdua nggak kenal kan?"

"Lah lo sendiri, lo juga nggak kenal kan dia siapa? Ngapain coba ganggu cewe orang." dr. Ario berbalik menatap Bryna yang ketakutan.

"Kamu nggak apa-apa?"

"I'm okay. Ayo kita pulang, Mas." balas Bryna agar sandiwara ini semakin meyakinkan di depan para gerombolan buaya nakal ini.

Mereka langsung diam begitu Bryna menjawab dan memanggil dengan sebutan Mas. Dr. Ario lantas menarik tangan Bryna untuk segera pergi dari sana dan memastikan Bryna tidak apa-apa.

"Mereka nggak jahilin kamu kan?" tanyanya khawatir.

"Nggak kok kak, maaf ya."

"Saya juga minta maaf harus ngomong kayak tadi."

Bryna mengangguk. Akhirnya mereka memilih busway untuk kembali ke Bundaran HI dan akan menikmati makanan mereka di dekat tangga stasiun MRT saja.

"Oh iya kak, sebelum aku lupa." Bryna mengeluarkan gulungan undangan dari tasnya.

"Undangan?"

"Dari Bryan dan Hannah. Datang ya,"

"Wah? Selamat, salam buat mereka ya. Semoga nanti saya bisa datang, kalau nggak di akad, saya datang pas resepsi nggak apa-apa ya?"

Bryna tersenyum lalu mengangguk. "Santai dok,"

Lalu mereka menikmati jajanan yang tadi sudah terbeli dengan khidmat di kursi dekat lift stasiun, melihat orang-orang yang masih lalu lalang.

🐥🐥🐥🐥🐥

Hallooo masih ada yang nunggu gak yaa?? Maafkan aku teman-teman, karena satu dan lain hal aku baru bisa menulis lagi hari ini, Alhamdulillah aku sehat-sehat aja, semoga kita semua selalu sehat yaaa

Okee selamat membaca, jangan lupa klik bintang dan tinggalkan komentar terbaikmu.. Terimakasih 🐥❤️

#dahgituaja

#awastypo

Dudui

Danke,

Ifa 💕

Dedek 🐥

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top