CJ-12
Happy Reading
.
.
.
Awas typo
🐢🐢🐢🐢🐢
[Episode ini ada sedikit pengulangan dari cerita Semestaku ya gais]
..
.
Tak pernah terbersit di kepala Bryna bahwa ia akan lulus tepat pada waktunya, bersamaan dengan teman-teman angkatan. Tahap awal sudah Bryna lewati meski tidak ada jalan mulus seperti orang pikirkan tentang Bryna yang kedua orang tua, bahkan keluarganya hampir semua dokter.
Kuliah, skripsi, koas, sumpah dokter lalu internship. Semua sudah dijalani, sekarang Bryna ada di tahap internship setelah beberapa bulan lalu ia mengucap sumpah dokternya.
Sudah memasuki bulan ketiga Bryna menjalani intershipnya, sudah banyak pasien serta cerita yang ia temui selama ini. UGD yang hampir tak pernah sepi, poli umum yang selalu ramai menjadi pemandangannya setiap hari.
Lelah sudah pasti Bryna rasakan namun ia selalu bisa mengalihkan rasa lelahnya dengan melakukan hal lain. Seperti saat ini, Bryna sudah berada di atas motor ojek online menuju salah satu butik milik sahabatnya di Jakarta Selatan.
Hannah, salah satu sahabat masa SMA Bryna sudah kembali dari Prancis setelah menempuh kuliah fashion design di kota yang katanya paling romantis di dunia.
"Stop sini pak," kata Bryna seraya motor yang ditumpanginya menepi.
Ia segera melepas helm dan membayar ongkos dan tip untuk driver yang membawanya. Kemudia Bryna masuk menemui sahabatnya di dalam butik itu.
"HanHan..." sapa Bryna ketika netranya menemukan sahabatnya sedang memilah baju berwarna sama untuk digantung di rak bersama salah satu karyawannya.
"Ryynn..." Hannah lantas memeluk Bryna, sejak kepulangan dan Hannah sibuk membuka butiknya mereka belum sempat bertemu.
Hannah langsung membawa Bryna ke ruangannya di lantai dua. Banyak cerita yang akan mereka bagi setelah ini mengingat keduanya begitu dekat satu sama lain meski kurang satu yaitu Zara yang sudah menikah lebih dulu tepat satu hari setelah mengucapkan sumpah dokter.
"Sorry banget ya Ryn baru bisa ketemu sekarang." ujar Hannah begitu duduk di sofa panjang ruangannya.
"Alah, nggak apa-apa. Gue tahu kok desainer muda ibu kota ini sibuk banget." canda Bryna sambil menyikut lengan Hannah dan mereka tertawa bersama.
"Iya iya, makasi lho sindirannya." balas Hannah dengan sisa-sisa tawa mereka.
Nama Hannah Adlina melejit setelah dirinya masuk ke dalam acara Paris Fashion Week tahun lalu. Ia membawa budaya Indonesia dalam balutan busana batik serta kebaya tradisional- modern namun tetap dengan filosofi mendalam pada tiap detailnya.
Wajah Hannah terpampang di mana-mana mulai dari majalah cetak Indonesia, berita internet sampai majalah-majalah kenamaan dunia, Harper's Bazaar magazine salah satunya.
"Eh gimana-gimana? Mau cerita apa tadi?" tanya Bryna antusias.
Bibir Hannah melengkung ke bawah, raut wajahnya seketika berubah. "Itu Ryn, masih inget sama Ben kan?" tanya Hannah, Bryna mengangguk.
Hannah masih tak berani menatap sahabatnya yang masih menunggu jawabannya. "He's cheating on me, Ryn.., again!" kata Hannah lalu berani menatap Bryna.
Bryna menghela napasnya. "Kan, gue bilang apa?"
Hannah memainkan ujung kemejanya, menunduk merasa bersalah tak mau mendengarkan omongan Bryna yang saat itu sudah bisa melihat bahwa Ben tidak serius dengan Hannah.
"Ini yang gue nggak suka dari sebuah hubungan, that we called pacaran. No offense ya, Itu emang pilihan dan hak tiap orang yang nggak bisa gue larang, as i know, nggak ada tuh yang namanya pacaran sehat. Gue udah berapa kali bilang sama lo? Jauhin Ben, tapi lo kekeuh dia bakal berubah."
"He can change, Ryn. He promised me."
"No! Kalau dia mau berubah demi lo, hubungan kalian and so on.. nggak gini caranya, nggak dengan cara selingkuh di belakang lo berulang kali kayak gini. Sumpah ya, lo bodoh banget." ujar Bryna sarkas tak habis pikir pada Hannah.
"Iyaa tahu, harusnya gue dengerin lo. Maaf, gue jadi bucin gara-gara si Ben brengsek itu." jawab Hannah setengah kesal.
Salah satu isu selain komunikasi pada pasangan beda kebangsaan yaitu ada pada agama yang di anut masing-masing. Dan Hannah sedang menghadapi hal itu sekarang.
"Gue, kalau jadi lo bakal gue tinggal si Ben sejak pertama kali dia cheating kayak gitu. Sumpah ya pengen gue acak-acak mukanya. Udah deh Han, cari cowok lain yang lokal aja lah." usul Bryna lagi.
Hannah terdiam saat Bryna memintanya menjauhi Ben setelah apa yang terjadi padanya berulang kali seperti ini.
"Terus mesti gimana gue?" tanya Hannah lagi.
"Take it or leave it. You take, your responsibility is in your hand. Leave it for a better man than you have to be with someone who never serious with this relationship." Bryna menekan setiap kalimat yang terucap dari bibirnya, ia sudah tak tahan melihat Hannah galau merana seperti ini.
"Tapi..." Hannah masih berusaha mengelak namun Bryna melotot padanya begitu kata Tapi keluar.
"Apa? Masih cinta? Bakal berubah? Allahu Akbar... Temen gue jadi bucin!! Ihh!" Bryna gemas lalu memcubit kedua pipi Hannah.
"Aduduuhh, iya iya ampun." Hannah mengaduh kesakitan sambil mengusap pipinya yang memerah itu.
"Belum nikah aja dia kayak gitu sama lo, seenaknya, semaunya, gimana kalau kalian married? Sanggup lo lihat si Ben gonta ganti cewek? Gue sih ogah!"
Hannah diam lagi berusaha mencerna perkataan Bryna. Memang, semenjak ia memutuskan untuk pacaran dengan Ben, Hannah jadi menutup mata dan telinganya dari sekitar. Beberapa kali ia juga mendengar omongan teman-teman kampusnya waktu itu yang melihat Ben dengan perempuan lain namun Hannah tidak begitu saja percaya hingga puncaknya Hannah memergoki Ben di apartment nya dengan seorang perempuan.
"Kapok gue." gumam Hannah, Bryna masih bisa mendengarnya.
"Bagus kalau lo kapok, Han. Gue yakin ya, Kak Angga juga bakal marah kalau tahu adiknya di khianati terus dan berulang kali."
"Iya sih..." akhirnya Hannah mengiyakan semua kata-kata Bryna yang ditunjukkan untuknya itu. Benar, semua benar hingga Hannah sepertinya buta karena terlalu cinta.
Mereka lalu terdiam satu sama lain, Bryna lelah mengoceh sementara Hannah pikirannya entah ke mana. Sambil mengaduk-aduk minuman dengan sedotan, Hannah mulai kembali mencari topik lain karena ia tahu Bryna juga punya cerita.
"Eh, gimana itu cowok yang itu?" Hannah membuka kembali percakapan.
Pipi Bryna bersemu merah tanpa ia sadari. "Gue mah bukan apa-apa, Han. Beda level, gue masih remahan, dia udah mau spesialis." jawab Bryna tersenyum miris mengingat betapa tidak mungkinnya ia bersanding dengan orang itu.
"Dia udah punya pacar belum??"
"Kayaknya udah sih, gue nggak berani nanya juga. Gila kali gue." sahut Bryna lagi.
"Nah! Tikung lah! Baru kayaknya doang kan? Siapa tahu bukan pacarnya, cuma sekedar deket aja."
"Iya kali, Han. Sepengelihatan gue sih mereka deket, ya pantes lah, sama-sama cakep dan udah mau spesialis biasanya sih cinlok gitu."
Hannah menggelengkan kepalanya sambil ia meletakkan gelasnya ke atas meja. "Ryn.. Ryn.. Lo nasehatin gue soal cinta. Lah, lo sendiri? Ayolah buka hati, Ryn. Gue tahu lagi lo suka kan sama dia?"
Bryna terdiam sejenak, ia ingat betul hari terakhir saat koas waktu itu ia melihat dengan mata kepalanya hingga sampai di rumah ia jadi galau tidak karuan dengan perasaannya yang entah apa namanya itu.
"Salah nggak sih gue cemburu padahal dia bukan siapa-siapanya gue Han?"
"Cemburu lihat dia sama cewek itu?" tanya Hannah, Bryna mengangguk. "Ya menurut gue, nggak sih. Selama lo sendiri yang tahu, itu manusiawi kali wajar aja. Apalagi lo sebelumnya emang udah kenal kan?"
Bryna mengangguk. "Tapi dulu tuh rasanya nggak kayak gini, Han. Dulu biasa aja tapi kenapa sekarang jadi nggak karuan rasanya?"
Hannah tertawa. "Aduh ya ampun polos bener sih sahabat gue ini, kan jadi gemes. Intinya lo masih normal, coba lo ada ketemu nggak sama dia di rs?"
"Yaa ada sesekali." jawab Bryna pelan.
"Coba, perhatiin dia gimana sikapnya kalau lihat lo sama temen-temen cowok lo? Kalau cemburu, fix sama-sama suka."
"Masalahnya, gue tahu dia cemburu apa nggak tuh gimana?" tanya Bryna sedikit gemas.
"Iihh yaa dari sikapnya pas ketemu lo lah, Ryn. Ishhh, ya ampun, kenapa sahabat gue konslet gini..." ujar Hannah sambil tertawa, Bryna cengengesan lalu menganggukkan kepalanya berusaha mencerna kata-kata Hannah barusan.
"Eh btw, lo ke sini tadi naik apa?" Hannah baru menyadarinya.
"Ojek lah," jawab Bryna santai.
"Ishh, anak sultan mah beda. Dari Senen ke Cipete naik ojol. Lha mobil lo ke mana?"
"Kemarin supir Oma kan pinjem mobil gue buat drop krucil ke tempat les, ditabrak orang. Kaca belakang ancur parah, kacau lah pokoknya, supir Oma ke tahan sama air bag yang kebuka pas ada guncang keras kan. Alhamdulillah nggak luka-luka, cuma mobil masuk bengkel. Yang nabrak nggak tanggung jawab."
"Astagfirullah, syukur deh supir Oma lo nggak apa-apa Ryn. Terus nanti pulangnya?"
"Mas Bryan gue suruh ke sini kok tenang aja. Kalau nggak jemput gue dia bisa disemprot Daddy nanti."
"Bahahahaha iyaa, paham gue, emang incess satu-satunya beda ya."
"Apa sih lo..." lalu tawa mereka kembali menggema di ruangan kerja milik Hannah itu.
Bryna akhirnya berpamitan karena hari sudah malam dan Bryan sudah datang menjemput.
Klinting
Suara bell berbunyi saat Bryan membuka pintu butik itu, ia segera menuju adiknya yang masih asyik mengobrol dengan Hannah.
"Bryna, ayo." ajak Bryan. "Hai Han." sapa Bryan lalu tersenyum sekilas.
"Hai, Yan. Baru kelar praktik?" tanya Hannah.
"Iya nih ramai banget hari ini, sorry nih kelamaan jemput si Bryna. Nggak ngabisin snack lo di sini kan?" ujar Bryan bercanda lalu mengaduh kesakitan karena Bryna mencubit perutnya.
Hannah terkekeh kemudian, si kembar ini memang tidak pernah berubah sejak dulu meski sekarang Bryan lebih banyak bicara mungkin karena profesi menuntutnya begitu.
"Ya udah, Han gue balik dulu ya. Next sama Zara deh." pamit Bryna lalu pelukan dengan Hannah.
"Ah gampang itu bisa di atur nanti. See you..." lanjut Hannah kemudian, Bryan dan Bryna segera berlalu dari dalam butik itu meninggalkan seberkas senyum di bibir Hannah.
Bryna menyetel ponselnya terhubung dengan Bluetooth sambil mencari lagu yang pas untuk diputar sepanjang perjalanan pulang.
"Mas, mau tahu sesuatu nggak?" kata Bryna masih sibuk dengan beranda youtubenya memilih lagu.
"Apa?" tanya Bryan sambil menyetir.
"Hannah di selingkuhin lagi sama si Ben!" kata Bryna setengah kesal.
"Ben? Pacarnya?"
"Iyaa, ini udah yang kesekian kalinya Hannah akhirnya baru kapok."
Mendengar kata kesekian kalinya, tangan Bryan tak sadar menggenggam setirnya dengan kencang, Bryan juga tak paham kenapa hatinya bisa sesakit ini mendengar Hannah lagi-lagi di selingkuhi pacarnya.
Selama Bryan di Belanda, ia tak pernah tahu kabar Hannah seperti apa, pacarnya siapa, kehidupannya bagaimana dan barusan Bryan tahu bahwa Hannah sudah berulang kali jatuh dan berusaha bangkit memperbaikinya kembali.
Bryna terus saja mengoceh, Bryan tak mendengarnya lagi. Omongan sang adik seolah angin di telinganya.
"Mas! Dengerin aku nggak sih?!" protes Bryna saat tak ada respon dari Bryan.
"Iyaa denger dek, iya ya udah sekarang mau gimana? Orangnya juga nggak ada di sini. Hannah udah dewasa, dia pasti bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, kamu cukup kasih masukkan tanpa menghakimi lagi." ujar Bryan tanpa melihat wajah adiknya.
Bryna hanya menganggukkan kepalanya pelan-pelan memahami ucapan Bryan barusan. Ada benarnya.
"If she needs advise, pasti dia cari kamu kok dek." tutup Bryan berhasil membungkam adiknya.
Bryna tak bisa lagi menjawab perkataan Bryan, pikirannya juga masih mengawang ke mana-mana karena ucapan Hannah soal kecemburuan tadi.
Tak ada yang salah dengan cemburu asal tidak cemburu buta dan merugikan orang lain artinya masih dalam batas yang normal saja. Tapi satu yang jadi pertanyaan Bryna saat ini adalah, apa laki-laki itu juga ikut cemburu jika Bryna dekat dengan teman laki-lakinya yang lain?
🐢🐢🐢🐢🐢
Yuhuuu genkkk maafkan baru update lagi. Bagian ini sedikit pengulangan dari Semestaku, bagian yang tidak di ceritakan di sana. Ini makanya aku belum update mamas karena belum singkron 😂 tungguin aja yaa pokoknya. Dahh nih selamat membaca ya genkss...
#dahgituaja
#awastypo
Dudui
Danke,
Ifa 💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top