CJ-10
Happy Reading
.
.
.
Awas typo
🐢🐢🐢🐢🐢
Kejadian kemarin benar - benar membuat Adrian dan Aliya kaget karena Bryna tak pernah begini sebelumnya. Bryna sudah dewasa dan mampu berpendapat apa yang tak pas baginya, wajar saja jika ia mengeluarkan semua unek-uneknya dengan meledak-ledak karena merasa dirinya kurang di dengar Mommynya.
Sampai pagi ini pun Bryna masih enggan berbicara dengan Mommy atau Daddynya, ia berangkat ke rumah sakit tanpa menyempatkan diri untuk sarapan seperti biasanya. Ia masih kadung kesal dengan apa yang terjadi kemarin sore.
"Bryna mana, Bik? Sudah bangun kan?" tanya Adrian ketika Bik Sum membereskan meja makan.
"Lho, Non nggak pamit ke Bapak?" Bik Sum balik beritanya, Adrian menggeleng. "Tadi sudah berangkat, Pak. Cuma minta buatin toast kesukaannya Non aja buat sarapan nanti di RS." jelas Bik Sum.
Adrian menghela napasnya, dari dulu Bryna memang begini, tak pernah berubah jika habis bertengkar dengan Mommynya pasti saat paginya selalu kejadian yang sama.
"Ya sudah, Bik. Makasi ya." ucap Adrian pelan.
"Ayo Zie, Kavin sarapan dulu." ajak Aliya, ia sudah tahu jika putrinya sudah berangkat duluan dan lebih pagi dari biasanya dan ia takkan bertanya apapun lagi pada Adrian.
"Iya mom," dua bocah lelaki yang semakin besar itu pun bisa melakukan semuanya sendiri, meskipun kadang Kenzie membutuhkan bantuan Mommynya.
Hanya hening di sekitar meja makan itu, dentingan suara piring dan sendok beradu, tak ada yang bicara sepatah kata pun padahal biasanya ada saja yang di ceritakan dua bocah ini setelah satu suap masuk ke dalam mulut, lalu bicara satu paragraph.
"Kamu mau sampai kapan nggak enak sama Izza? Kamu belum ngomong yang sebenarnya kan?" tanya Adrian begitu anak-anaknya berangkat sekolah.
Aliya menggelengkan kepalanya sambil menunduk.
"Kamu lupa ya, dulu, kamu juga pernah di posisi adek bahkan lebih parah." ujar Adrian membuat pikiran di kepalanya berkelana ke puluhan tahun yang lalu, kejadian pelecehan yang dilakukan sepupunya hingga membuat Aliya trauma dan memutuskan untuk tidak berhubungan dengan keluarga Papanya di Surabaya.
"Apa kamu mau, Bryna trauma dulu karena perlakuan yang dia terima kalau kamu memaksa untuk menjodohkan mereka? Apa nggak cukup cerita adek semalam buat kamu bicarakan pada Izza dan Suaminya bahwa kelakuan anak mereka itu sungguh brutal! Coba kalau kemarin kejadiannya lebih dari itu? Masih mau kamu bela?" kata Adrian sedikit kesal saat teringat kejadian kemarin saat Bryna pulang.
Aliya tak mampu menjawab perkataan suaminya barusan, ia hanya menunduk dan matanya panas menaham tangisnya.
"Aku, tidak akan pernah mau dan rela mengorbankan anakku, anak perempuanku satu-satunya untuk lelaki buaya macam Bintang. Pernikahan sekali seumur hidup dan aku nggak mau anakku, salah memilih pasangan, terlebih yang memilihkan itu kita, orang tuanya. Restu untuk Bryna, ada di aku dan kamu tahu jawabannya."
"Maafin aku Mas," hanya itu yang mampu Aliya keluarkan.
Meski Adrian tidak berbicara dengan nada tinggi atau sambil marah-marah namun kata-katanya menusuk hati, seolah menampar wajah Aliya yang mendengarnya dan menimbulkan rasa bersalah.
"Nanti malam, panggil Izza supaya dia tahu kelakuan anaknya." kata Adrian kalem sambil merapikan kemejanya.
"Sudah, ayo berangkat." ajak Adrian, Aliya hanya mengangguk.
🐢🐢🐢🐢🐢
Sementara di rumah sakit, setelah Bryna selesai sarapan dengan bekalnya tadi, ia di hampiri konsulennya yang menanyakan kejadian kemarin sore padanya.
Terpaksa Bryna mengakui karena pasti ada mulut bocor entah darimana yang memberitahu konsulennya soal ini.
"Kamu di apain sama dia?" tanya dokter perempuan parubaya di depan Bryna ini.
"Cuma dicengkeram aja dok lengan saya, sama punggung saya kena bodi mobil. Alhamdulillah dia nggak melakukan apa-apa lagi sejauh itu karena satpam dan dr. Ario langsung datang."
Konsulen baik hati favorit Bryna ini mengangguk paham, beliau juga sudah bertanya pada dr. Ario sebagai orang yang melihat kejadian tersebut.
"Orang tua sudah tahu?"
"Sudah dok." jawab Bryna.
"Lantas? Kamu mau laporkan ke polisi atau gimana?"
"Nggak dok, sepertinya akan di selesaikan orang tua saya tapi saya perlu bukti cctv dan visum jika perlu untuk menguatkan supaya tidak menuduh saya yang salah."
"Oke, saya akan bantu untuk keluarkan file cctv dan berkas lainnya. Kamu sabar ya nak,"
"Iya dok, terima kasih."
.
.
.
.
.
Usai semuanya selesai, Bryna kembali ke ruangannya tepat saat jam makan siang. Sungguh sesuatu yang sama sekali tidak Bryna inginkan di masa koasnya yang akan segera berakhir kurang dari dua minggu lagi.
Zara dan Alana datang menghampiri Bryna, tanpa perlu ia cerita apapun dua sahabatnya itu sudah tahu apa yang menimpa sahabat mereka itu.
Tak ada kata-kata sabar keluar dari mulut Zara dan Alana, bukan itu yang Bryna butuhkan tapi support dan pelukan yang Bryna mau saat ini.
"Nanti kalian nginep di rumah gue ya? Temenin." pinta Bryna, Zara dan Alana mengangguk.
Ravello ikut duduk di lantai bersama Bryna dan dua sahabatnya. "Gue baru denger, Ryn. Kalau aja ada gue, udah habis gue tonjokkin." katanya sambil mengepal tangan dengan kesal.
Bryna tertawa kecil. "Nggak usah, jangan kotorin tangan. Yang penting gue nggak apa-apa."
"Nih, lo makan ya." Ravello menyodorkan rice bowl yang biasa Bryna beli saat makan siang.
"Buat Bryna doang nih?" tanya Alana.
"Elah, itu ada tiga, lo makan bareng-bareng dah. Gue udah makan." ujar Ravello sambil berlalu membuat Alana nyengir.
"Lo makan deh, Bryn, jangan karena hal ini lo jadi nggak makan. Nanti lo sakit." kata Zara sambil mengeluarkan makanan itu dari kantongnya.
🐢🐢🐢🐢🐢
Hari kembali sore, hari ini Jakarta mendung sekali. Beda dengan hari kemarin yang cerah sekali, sekarang justru kebalikannya.
"Yuk, sebelum hujan." ajak Bryna, mereka pun menuju parkiran.
"Pulang kalian?" sapa dr. Ario bersama seorang ibu parubaya di belakangnya.
"Hehe, iya dokter." jawab Alana kemudian melemparkan senyum ke arah ibu yang ada di belakang dr. Ario.
"Bryna, kamu gimana? Sudah selesai masalahnya?"
"Insha Allah malam ini selesai dokter, doakan semoga dia tidak memojokkan saya." ujar Bryna pelan.
"Le, ini koasmu nak?" tanya Ibu yang sejak tadi memperhatikan obrolan mereka.
"Nggeh buk, ini Bryna, Zara dan Alana." jawabnya sopan. "Oh iya buk, ini Bryna anaknya dr. Adrian, tempat dulu Rio kerja sebelum PPDS ini..."
"Wah, Masya Allah cantiknya, ternyata anaknya calon dokter juga."
"Heheh terima kasih bu, doakan ya. Ibu tumben datang, mau cek up ya?"
"Iya nduk, ini Ario bawel kalau ibuk datang ke Jakarta terus belum cek up."
Mereka terkekeh mendengar protes dari Ibu dr. Ario ini. "Semoga hasilnya baik nggeh, bu. Dok, bu, kalau begitu kami permisi dulu ya. Assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam."
Ibu dari dr. Ario masih semringah melihat Bryna yang ramah dan sopan. "Le, itu dek Bryna apa udah punya pacar?"
"Memangnya, kalau belum ibuk mau apa?" jawab dr. Ario sambil menggandeng Ibunya berjalan menuju poli.
"Ya nggak le, jodoh mana ada yang tahu kan?"
"Hmm.. Ibuk ini..."
.
.
.
.
.
Kali ini Zara yang menyetir mobil Bryna, ia tak mau sesuatu terjadi saat perjalanan karena saat ini saja Bryna termenung dengan tatapan kosong entah pikirannya mengawang ke mana.
Semua berkas sudah ada di tangan Bryna, kata Daddy tadi lewat Whatsapp, sahabat Mommynya itu datang bersama putranya. Lihat saja siapa yang selalu berlindung di bawah ketiak Ibunya.
Dan begitu sampai di rumah, aura panas dan tidak enak begitu terasa sejak Bryna dan dua sahabatnya ini masuk ke dalam rumah.
"Dek," panggil Aliya. "Duduk sini nak."
"Nanti mom, adek mau mandi dulu biar nggak panas." ujar Bryna sambil melirik sinis ke arah dua tamu yang duduk di seberang Mom dan Daddynya.
Zara dan Alana juga baru melihat Bryna bisa sejutek dan sesinis itu memandang orang yang sudah membuatnya sakit hati.
"Permisi tante, om." ucap Zara dan Alana bersamaan.
Bryna segera bergegas mandi dan memakai pakaian yang longgar dan panjang.
"Kalian sini aja ya," ujar Bryna mengultimatum Zara dan Alana untuk duduk diam di kamarnya. "Kalian dengerin aja ya." ujar Bryna sebelum membuka pintu kamarnya sambil membawa flashdisk rekaman CCTV juga berkas visum tangan dan punggungnya yang sampai saat ini masih terasa nyeri.
Bryna duduk di antara kedua orang tuanya dan meletakkan bawaannya tadi di atas meja.
"Butuh bukti apalagi, Tante? Semua ini sudah jadi bukti kuat kalau anak Tante yang salah." kata Bryna membuka pembicaraan.
"Nggak mungkin Bintang kayak gitu, Bryna." ujar Izza masih membela anaknya.
"Silakan ditonton videonya dan di baca hasil visumnya, punggung saya memar. Tante dokter kan, pasti bisa bacanya."
Adrian berinisiatif menyalakan laptopnya dan menutar video dari flashdisk tersebut.
Izza agak terkejut dengan apa yang di lihatnya saat ini, ia tak pernah menyangka bahwa anaknya bisa melakukan tindakan abusive pada orang lain seperti ini.
Bryna juga memberikan bukti foto-foto yang ia dapat dari Zara kemarin.
"Perlu bukti lagi tante?" tanya Bryna lagi.
Bagai ombak keras menghantam hati, Izza benar-benar kecewa dengan putra sulungny ini yang telah mempermalukan dirinya.
"Maaf tante kenyataan memang pahit." tambah Bryna.
Aliya dan Adrian tidak mengeluarkan kata-kata apapun. Apalagi Aliya yang akhirnya terbuka mata hati untuk tidak lagi membela yang salah dan menghilangkan rasa sungkan itu.
"Maafin mommy dek.," Aliya merangkul putrinya dari samping.
Sungguh ia menyesal telah mendebat putrinya, padahal Bryna tak salah dalam hal ini ia hanya melindungi dirinya sendiri dari serangan yang tiba-tiba ia dapatkan.
Beruntung Tuhan baik membuktikan sebelum semuanya terlalu jauh. Semua sudah terbongkar dan buaya ini salah bermain-main dengan Bryna yang diam-diam juga bisa mengeluarkan cakarnya sewaktu-waktu ia merasa tersakiti.
Dan inilah buktinya.
Izzan mengusap wajahnya yang memerah. "Kamu sudah bikin malu Ibu, Bintang. Kamu sudah mencoreng arang di wajah Ibu, Ibu percaya kamu untuk tinggal jauh dari Ibu tapi hasilnya seperti ini? Allahu Akbar, Bintang..."
Hati Ibu mana yang tidak terluka bila kelakuan anaknya seperti ini ditambah pula mempermalukan Ibunya sendiri di depan keluarga sahabatnya yang sudah ia anggap seperti keluarga.
"Aku minta maaf Aliya, Adrian, Bryna. Tidak sepantasnya Bintang memperlakukan kamu seperti itu, maaf juga telah memaksa kamu untuk berkenalan dengan Bintang. Sekarang Tante sadar bahwa apapun yang dipaksakan tidak akan baik hasilnya."
Kemudian Izza dan Bintang pamit pulang setelah semuanya selesai menyisakan Bryna juga Mom dan Daddynya di ruang tengah.
"It's okay, mom. Adek udah nggak apa-apa, semua udah clear. Bryna mau istirahat." kata Bryna.
Aliya menangkup wajah putrinya lalu memberikan kecupan di kening Bryna tanda ia meminta maaf sangat tulus.
"Apapun yang dipaksakan, hasilnya tidak akan baik." Aliya memeluk Bryna erat kemudian.
🐢🐢🐢🐢🐢
Byiuhhh all clear ya gaisss... Yuhuu... Marathon nih aku updatenyaa.. Doakan semoga besok kuat nulis yaaa 😍😍
.
.
.
.
Menulis malam ini di sponsori oleh Savory toastnya by (@)DapurAca
No endorse ya ini, 🤣🤣 ordernya bisa di IGnya yaa 🤓 kalo aku sih tinggal ketuk pintunya 😎😎
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top