・02; unfortunate fate
TOLONG, aku masih belum mau tamat hari ini.
Demi kerang, astaga! Kenapa setelah dihindari mati-matian, selalu saja ada hal konyol yang mengingatkanku dengan Pemuda Kutub itu lagi? Baiklah, kuakui semua itu bohong. Saat kukatakan bahwa aku tidak peduli dengan ancaman Wonwoo, itu adalah suatu kalimat manipulatif yang kuucap berulang-ulang hanya agar aku dapat merasa tenang. Saat aku pura-pura berani dan dengan percaya diri menghindar, aku sedang dihantui rasa bersalah yang hebat. Sejujurnya, aku juga ketakutan. Bagaimana kalau tiba-tiba kepala sekolah datang dan berkata bahwa Wonwoo sudah menceritakan semuanya, lalu aku akan dikeluarkan danー
Tidak, ini bukan saatnya untuk meracau tak jelas.
Aku menghela napas panjang-panjang, berusaha menenangkan pikiran saat kembali menatap catatan Wonwoo di atas meja.
Seungkwan, pemuda banyak bicara sekaligus sahabat tidak suportif yang pernah kukenalーsebab alih-alih mencari solusi yang tepat, ia justru menggodaku sembari terkekeh pelan, "Wah, jadi ini maksudnya 'kimia membawa jodoh'? Aku tak tahu kau sudah sebegitu akrabnya dengan Si Batu sampai bertukar catatan kelas 10. Sudah bertukar nomor telepon, belum?"
Aku menggertakkan gigi kuat-kuat, terbayang niatan untuk mencekik leher Seungkwan tetapi memilih untuk menahan diri. Di situasi genting seperti sekarang, aku harus dapat tenang dan berpikir realistis. Kalau diingat-ingat, memang senior tampan tadi membawa tumpukan buku yang menggunung. Bisa jadi ia dari ruang guru, bisa jadi pula ia sehabis mencari referensi bacaan dari perpustakaan.
Memang sedikit aneh dan mengejutkan, tetapi bukan sekali dua kali catatan 'orang pintar' akan diabadikan dalam perpustakaan apabila sang pemilik mengiyakan. Setelah sukses menjadi perbincangan satu sekolah dengan meraih peringkat umum di kelas 10 tahun lalu, tentu catatan Wonwoo akan menjadi incaran para guru dan beberapa junior kutu buku tahun ini. Aku juga pernah terbayang niat untuk meminjam catatan itu duluーjauh sebelum ia memergoki tindakan ilegalkuーtetapi buku itu selalu laris dipinjam siswa lain.
Kini saat aku benar-benar tidak ingin menyentuhnya, benda ini mendadak menampakkan diriーnyaris serupa pada adegan dalam film kartun, dimana sang tokoh utama menjetikkan jari dan dengan bunyi 'pop' serta kilauan magis, buku itu muncul seolah berkata, "Halo, kau mencariku setahun terakhir, 'kan? Akhirnya kita bisa bertemu, ya", dan membuatku resah setengah mati.
Perlahan, kulirik Wonwoo di meja ujung. Pemuda itu masih duduk tenang, telinganya disumpal headset seputih tulang, surainya yang biasa tertata rapi kini sedikit berantakan sebab tertiup angin.
Diam-diam aku menghela napas lega.
Agaknya si Jeon itu juga masih belum tahu soal catatan kelas 10-nya yang mendarat di genggamankuーbagaimana akan tahu kalau pemuda itu tidak mengalihkan pandang selain LKS Kimia favoritnya itu? Jadi selama aku tidak bertingkah aneh atau menyulut keributan, aku masih punya kesempatan untuk mengembalikan catatannya ke perpustakaan tanpa harus memberitahu siapapun.
Peduli setan dengan nasib buku Wonwoo selanjutnya. Mau diburu siswa di perpustakaan atau bahkan diobral di pasar Myeongdong pun aku tidak peduli. Aku malah khawatir dengan nasib catatan Kimia milikku; apa benar di tangan senior itu? Atau justru tertinggal di koridor saat jatuh tadi?
Setelah menimbang beberapa hal, akhirnya kuputuskan untuk kembali ke koridor. Seungkwan mengernyit ketika aku berdiri, ia bertanya macam-macam yang langsung kuabaikan.
Sayang sekali, baru aku hendak meninggalkan kelas, presensi Tuan Jung tepat di hadapanku. Tubuhnya yang menjulang sukses membuatku menelan saliva. Ia menatapku dengan kening berkerut, mata menyipit, dan tentu ekspresi sangsi tatkala berkata, "Kau berniat untuk membolos pelajaran saya, Kwan Soo Jin?"
***
Aku rasa aku tidak bersahabat baik dengan pelajaran Kimia. Tidak sampai empat puluh menit kelas berjalan, mataku sudah dirayapi rasa kantuk.
Tuan Jung masih berbicara di depan kelas, menerangkan berbagai nama larutan asam basa beserta rumus untuk mencari pHーhidrogen apalah itu. Aku mengusap wajah sekaligus menepis air mata yang tiba-tiba keluar. Kulirik Seungkwan dengan kernyitan. Pemuda itu tampak menunduk serius seraya memegang pena, tampak tengah mencatat dan memahami materi di buku pelajaran walau sebenarnya sedang mengaktifkan ponsel di bawah laci.
Riskan memang, ia bahkan pernah ketahuan dan ponselnya disita sampai akhir semester saat kelas 10. Tapi sampai sekarang pun tidak kapok juga.
Baru aku memutar bola mata, mendadak suara Tuan Jung menggema di seluruh kelas, "Baiklah, contoh soal kedua. Ada yang ingin mencoba?"
Seluruh kelas dirayapi hening. Entah sebab bangkuku yang di posisi strategis atau sebab Tuan Jung suka melihatku sengsara di depan kelas, matanya mendadak menangkap pandanganku. Senyumnya terulas. Bahkan suaranya sukses menggiring rasa ngeri menggerayahi tubuh kala berkata, "Kwan Soo Jin, tertarik untuk mencoba?"
Aku mematung, dapat kurasakan darah berdesir cepat dan jantung berdetak tak karuan. Seisi kelas mulai menoleh ke arahku, beberapa bahkan tersenyum penuh makna.
Aku menelan ludah. "Sa-saya? Maju untuk menyelesaikan soal?"
Cengkraman bolpenku mengendur, dapat kurasakan rasa malu menggerogoti kepercaya diri yang tadi menumpuk penuh. Kepalaku tertunduk lebih dalam, rambutku yang tergerai menutupi pandangan begitu saja. Sempat kurasakan seseorang menyenggol sikuku, saat menoleh aku mendapati Seungkwan menatapku khawatir dan berbisik, "Kau baik-baik saja?"
Aku tidak menjawab.
Tuan Jung lagi-lagi menghela napas, kali ini lebih panjang dari yang sebelumnya. Alih-alih melanjutkan pembahasannya di depan kelas, pria itu kemudian menarik kursi guru, duduk dengan begitu tenang seraya berujar, "Aku sudah menjelaskan teori dan memberi contoh pengerjaan cara pada soal pertama. Dan saat kutanya apa ada pertanyaan, tidak ada yang mengangkat tangan. Itu berarti, kalian semua sudah paham, bukan?"
Ucapan Tuan Jung seolah menyengatku keras-keras.
"Silakan, salah juga tidak akan berpengaruh ke penilaianmu. Tenang saja."
Tapi berpengaruh pada harga diri seorang siswa. Aku menarik napas dalam-dalam, bangkit perlahan dan dapat merasakan tatapan tiap siswa bagai lemparan batu yang mengenai ujung kepala. Hanya saja, alih-alih menorehkan luka, malah menghasilkan rasa malu yang mengalir deras dalam dada. Sampai di depan papan, Tuan Jung hanya mengangkat alis dan menyodorkanku spidol hitam yang kuterima dengan skeptis.
"Nomor lima, buku paket halaman lima puluh. Selesaikan dengan cara lengkap. Kau boleh mengambil catatanmu untuk melihat caraーkalau kau mencatat apa yang tadi kuucapkan, tentu saja."
DEG. Jantungku berdetak semakin cepat, dapat kurasakan suhu tubuhku meningkat. Tenggorokanku tercekat kala jemariku mulai membuka buku paket. Sial, sial, sial. Di saat genting seperti ini catatanku malah terbawa orang, di saat penting begini aku malah menggenggam catatan kimia lawas milik Wonwoo. Dan soal catat mencatat, kecepatan tanganku dalam menulis tidak bisa diharapkan.
Baiklah, tenang. Ingat-ingat saja apa yang sudah pernah dipelajari di kelas-kelas terakhir, ingat-ingat saja rumus yang pernah aku hafalkan di ruang belajar beberapa minggu lalu.
Namun lupakan keinginan untuk membuktikan kemampuan pada Tuan Jung, begitu membaca separuh soal, napasku sudah terlebih dulu tersendat.
Sebanyak 7,4 gram padatan kalsium hidroksida dilarutkan ke dalam air sehingga volume larutan menjadi 500 mL. Jika nilai masa atom relatif Ca = 400 gram/mol, O = 16 gram/mol, dan H sebesar 1 gram/mol, maka berapakah nilai pH larutan tersebut?
PH. Tidak, ini tidak pernah dipelajari sebelumnyaーini jelas materi baru yang tadi dijelaskan oleh Tuan Jung. Aku sama sekali tidak mencatat, aku sama sekali tidak memperhatikan, lantas bagaimana akan kuselesaikan?
Seolah dapat melihat ekspresi panikku, Tuan Jung kemudian berdiri, menarik napas dan berkata, "Itulah pentingnya mendengarkan, Soo Jin. Kimia tidak susah asal kau paham bagaimana cara dasar dalam mengerjakan soal."
Aku mematung, mengangguk kaku.
Kimia itu tidak susah, benar. Tentu saja.
Tuan Jung mengambil kembali paket dari genggamanku. "Sekarang kau boleh duduk. Ingat, ini terakhir kalinya aku melihatmu seperti itu. Kau seharusnya bersyukur aku tidak memberimu poin penalti sebab tidak fokus pada kelas. Kau mengerti, Kwan Soo Jin?"
Aku mengangguk samar, menunduk memberi kesan hormat sebelum kembali ke bangku.
"Kau beruntung dia tidak memeriksa catatnmu di depan kelas," Seungkwan berbisik.
Aku berdecak pelan, terdengar ketus saat membalas, "Kau juga beruntung Tuan Jung tidak melihatmu bermain ponsel di bawah laci. Kenapa harus aku yang selalu kena sial, sih?"
Pemuda itu terkekeh, membalas protesku dengan tepukan pada pundak.
"Dari penjelasan saya hari ini, apa ada yang ingin mencoba mengerjakan sekaligus menjelaskan cara lengkap dari soal yang tadi gagal dikerjakan Soo Jin? Paket halaman lima puluh nomor limaーlatihan satu titik dua."
Aku mendengkus, sementara semua siswa sibuk membolak-balikkan buku dan mulai mencoba menyelesaikan soal di buram sebelum benar-benar maju ke depan. Jelas mereka antusias, Tuan Jung selalu memberi poin plus untuk siswa-siswi yang aktif dalam mata pelajarannya.
Aku pun ikut membuka paket dan menatap soalーberniat membaca kalimat itu berulang-ulang dalam hati. Berdasarkan apa yang pernah kubaca, masing-masing larutan asam dan basa punya dua rumus berbeda. Satu untuk larutan kuat, satu lagi untuk larutan lemah yang tidak terionisasi sepenuhnya dalam air. Tapi masalah rumus ... itu jelas perkara berbeda.
Baru kubaca dua kata paling depan, suara berat dari bangku belakang terdengar, membuyarkan semua kegiatan siswa dan membuat mereka tergugu di tempat.
Sebab Jeon Wonwoo sudah terlebih dulu maju di depan papan.
Ia menulis cara dengan cepat, bahkan tanpa melihat isi catatan. Aku nyaris tidak berkedip menatapnya. Rumornya sebagai pemuda pintar, kompetitif, dan ambisius jelas nyata sekarang. "Diketahui massa Kalsium Hidroksida sekaligus volume larutan, berarti kita dapat mencari Molalitas." Pemuda itu tetap menulis. "Rumusnya massa dikali 1000 dibagi dengan Mr[1] zat dikali volume pelarut. Molalitas larutan sama dengan 0,2. Karena kalsium hidroksida termasuk basa kuat, maka ini dimasukkan ini ke dalam rumus OH; molalitas dikali zigma OH."
Wonwoo tak berhenti sampai situ, tentu saja. Pemuda itu bahkan tidak repot-repot untuk melirik kelas untuk melihat apa ada siswa yang belum paham saat melanjutkan, "Setelah tahu hasil OH, maka kita dapat mencari POH dengan rumus minus log OH. Dengan itu baru kita dapat menemukan nilai pH, yaitu 13 plus log 2."
Aku menganga di tempat.
Senyum Tuan Jung terangkat lebar-lebar. "Bagus, Jeon Wonwoo. Terima kasih, poin tambahan untuk hari ini."
Semudah itu. Aku menggeleng tak percaya. Otaknya terbuat dari pahatan berlian atau bagaimana? Sebab di kala siswa berusaha untuk mengkaitkan rumus, pemuda ini tanpa ragu langsung memutuskan untuk maju. Tanpa catatan atau kalkulator, seolah perhitungan tadi dapat diselesaikan di luar kepala.
Benar-benar luar biasa.
"Terima kasih, Wonwoo. Kau boleh duduk."
Saat pemuda itu melangkah ke bangkunya, kedua irisku mendadak tak bisa melepas pandang dari sosoknya; tubuh jangkung, gaya berjalan yang tampak angkuh, dagunya terangkat dan tatapannya lurusーsampai kemudian mengarah padaku.
Tercampur dalam balutan ekspresi datar sekaligus cemooh yang sulit terbaca, aku kemudian menangkap ekspresi pemuda itu mengeras, mata elangnya mengunci kedua irisku lekat sampai Seungkwan tiba-tiba menepuk pundakku keras-keras. Aku terlonjak, lamunanku buyar. Di sampingku, Seungkwan menaik-turunkan alis, dengan senyum menggoda berkata, "Sudah adu menatap juga, ternyata. Hei, Kwan Soo Jin, jujur saja pada sahabatmu ini. Kau menyukainya, 'kan?"
Tolong, bawa pemuda ini jauh-jauh dari hidupku. []
[1]Mr: Massa Molekul Relatif, merupakan masa molekul suatu senyawa yang dicari dengan menjumlahkan seluruh massa atom relatif semua atom penyusunnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top