Plan T: The Ultimate Wedding
Momen dalam mempersiapkan pernikahan itu adalah momen dimana kamu makin tahu seseorang yang kamu pikir udah kamu tahu banget. - Salsa
***
Salsa pikir mempersiapkan pernikahan dalam waktu enam bulan itu mustahil dan hanya akan membuat kepalannya pening.
Pernikahan Salsa ini tidak mendapat bantuan orangtuanya sama sekali. Mereka sibuk dengan urusan mereka. Salsa hanya akan meng-update perkembangan rencana pernikahannya kepada mereka dan memberitahu apa saja yang harus mereka lakukan terkait berkas-berkas serta hari H pernikahan.
Belum lagi drama kepindahan mereka semua ke rumah kontrakan yang lebih kecil. Dalam hal ini, Salsa yang memiliki tabungan cukup turut berkontribusi untuk kebutuhan bulanan mereka.
Kekurangan sumber dana dan sumber daya untuk mengurusi pernikahannya sempat membuat Salsa pesimis.
Tadinya sih begitu. Tapi ternyata Salsa salah.
Pertama, Salsa lupa akan kepiawaian calon adik iparnya dalam mempersiapkan sebuah acara. Kompak dengan pasangannya, Ranti membuat Salsa serasa punya wedding organizer tanpa harus mengeluarkan uang jutaan untuk jasa tersebut. Untuk musik, tentu saja Ranti mengerahkan jasa Alva dan band-nya.
"Dibayar kok, tapi dibayar basa-basi yah. Buat jajan malem mingguan aja. Hehehe ..." kata Ranti. Aldy, manajer band Alva melongo ketika diajak meeting untuk pernikahan Salsa.
"Tapi gratis makan malem sepuasnya dan suvenir kok! Ya kan, Ran?" ucap Alva yang buru-buru dianggukkan oleh Ranti.
"Plussss ... gue minta tolong Salsa bikin konten buat nge-promote album baru lo. Gimana?" tambah Ranti. mendengar tawaran terakhir ini, Aldy pun setuju. Ranti langsung merasa lega.
Salsa yang mendengar bahwa persiapan sudah 70% hanya dalam waktu dua bulan saja langsung menganga. Progress kerja Ranti terlalu cepat.
"Yaudah, bulan depan aja kali ya nikahnya?" tanya Salsa pada Kak Ari. Calon suaminya itu langsung menghadiahinya sentilan keras di dahi.
"Ngga usah ngaco. Gedung baru siap empat bulan lagi, besok mau nikah dimana?" tanya Kak Ari sinis.
Nah, urusan gedung juga tidak kalah mengejutkan. Sehari setelah lamaran, Salsa, Kak Ari, Ranti dan Alva meeting kepanitiaan untuk acara akad dan resepsi Salsa dan Kak Ari. Ketika Ranti memperkirakan bahwa mereka akan menikah tahun depan karena gedung-gedung pernikahan di Jakarta biasanya sudah full-booked dalam waktu dekat, Kak Ari tiba-tiba bersuara.
"Enam bulan lagi bisa sih."
Tiga serangkai pun melihat Kak Ari dengan tatapan campuran antara tidak percaya dan bingung.
"Dulu Kak Ari diem-diem pernah nge-book gedung buat nikah sama Safira. Kak Ari targetin kalo tahun ini siap ngga siap Kak Ari udah harus nikahin dia. Eh, malah diputusin," gegerlah ruang tamu Ranti mendengar penjelasan mengejutkan dari Kak Ari ini.
"Kok ngga dicancel?!" tanya Ranti.
"Udah DP. Nanti angus, sayang duitnya," jawab Kak Ari.
"Ya tapi kalo ngga ketemu cewe buat dinikahin juga kan sayang!!" balas Alva.
"Lah, ini buktinya dapet kan?" jawab Kak Ari santai sambil menunjuk Salsa. Jawaban Kak Ari ini sukses bikin Alva garuk-garuk kepala. Ngga salah juga sih, tapi kan ...
"Terus di book buat tanggal berapa? Tanggal jadian ya??" tanya Salsa tidak rela.
"Ngga, tanggal asal. pas nanya ke pihak gedungnya, katanya baru available tanggal sekian. Yaudah buru-buru Kak Ari booked aja," jawab Kak Ari jujur. Mata Salsa masih waspada, tapi Kak Ari langsung mencolek dagunya dengan jari telunjuk.
"Duh, jealous ya?" tanya Kak Ari.
"Aneh ngga sih Kak, nikah di gedung yang disiapin buat nikahan sama mantan?" tanya Salsa ragu.
"Waktu abis putus sih Kak Ari mikirnya, kalo sebelum waktu penyewaan gedung Kak Ari udah dapetin jodoh Kak Ari dan kita ngga bisa nikah secepatnya karena harus cari gedung lagi, Kak Ari bisa nyesel banget pasti. Sekarang, pas tahu calon istri Kak Ari itu kamu, Kak Ari bersyukur ngga cancel bookingan Kak Ari di gedung itu. Jadi kita punya tempat buat nikah secepatnya. Emang kamu ngga mau nikah sama Kak Ari secepatnya?"
Salsa menatap Ranti dan Alva bergantian.
"Make sense sih, Sa. Justru kita harus bersyukur karena ini bakal motong habis waktu yang terbuang buat nunggu tanggal available gedung," Alva mencoba memberikan pendapat.
"Gue mau tau komentar mama sama papa kalo tahu Kak Ari udah sampe nyewa gedung. Mau nikah ama Salsa niat amat yah?" kata Ranti sambil terkikik.
"Berisik lo, dasar bocah," ucap Kak Ari sambil tersenyum pada adiknya.
Begitulah. Kembali ke saat ini. Undangan sudah naik cetak, undangan digital pun sudah siap, sementara daftar undangannya baru akan disusun. Untuk pernikahan mereka, orang tua kedua belah pihak sepakat tidak akan mengundang banyak kerabat dan keluarga besar. Mereka mempersiapkan 400 undangan dan baik Kak Ari maupun Salsa kebagian jatah masing-masing 175 undangan untuk teman-teman mereka.
Sementara Kak Ari kesulitan mencari nama yang ingin ia undang saking sedikitnya teman-temannya, Salsa malah pusing memutuskan siapa saja yang mau ia undang. Daftar lingkaran pertemanannya sendiri saja melebihi sepuluh, jangan ditanya teman dekatnya. Ribuan! Tapi ia berusaha memperkecil lingkaran itu demi pernikahan yang nyaman dan tidak penuh sesak.
"Duh ... bingung mau ngundang siapa lagi," Kata Kak Ari saat memhuat daftar undangan berdua dengan Salsa. Celetukan ini membuat Salsa menengok cepat.
"Kok bisa?!" Tanya Kak Ari.
"Ya bisa." Malah dijawab secuil. Hal ini membuat Salsa menengok ke daftar undangan Kak Ari. Setelah beberapa saat, Salsa mengutarakan pertanyaan.
"Kak, Kak Fira ngga diundang?" Tanya Salsa. Mata Kak Ari melebar.
"Kamu mau Kak Ari ngundang mantan?"
"Ya kan dia ngundang pas nikahan."
"Emang kamu ngga apa-apa?" Tanya Kak Ari meyakinkan. Satu-satunya alasan Kak Ari tidak mengundang Safira adalah karena ia takut Salsa cemburu.
Salsa menghela nafas sambil menarik senyumnya.
"Biar gimanapun juga, Kak Fira udah ngundang Kak Ari pas dia nikahan. Itu artinya dia mau tetap berhubungan baik sama Kak Ari."
"Tapi, Sa ..."
"Lagipula kalo ngga karena Kak Fira, mungkin kita ngga nikah nih. Aku sama Kak Ari mulai deket sejak dia ngasih Kak Ari undangan. Terus gedung juga bisa dapet gara-gara persiapan Kak Ari sama Kak Fira. Jadi kalo dari mantan kita ambil hikmahnya aja deh, Kak."
Kak Ari langsung mengacak-acak rambut Salsa dan menarik perempuan itu ke dalam dekapannya. Ia begitu bangga terhadap perempuan pilihannya itu. Rasanya baru kemarin ia melihat Salsa sebagai perempuan kekanakan, sekarang Salsa sudah sedewasa ini ...
"Aduh, Kak Ari ... jangan acak-acak rambut dong. Yang berantakan hati aku, Kak ..."
... dan kembalilah perempuan itu ke pikiran kekanakannya dengan celetukan receh itu.
***
"Hah?? Kak Ari udah beli rumah?!" Salsa terbelalak ketika mendengar calon suaminya itu menyuruhnya bersiap untuk pindahan dari rumah kontrakan ke rumah baru mereka.
Sejak rumah Salsa disita, dirinya, Mama, dan Bi Miyem pindah ke rumah kontrakan yang lebih sederhana. Rumah itu dibiayai sepenuhnya oleh Salsa karena keuangan mama dan papa sudah terseok-seok mengurus hutang dan kebutuhan sehari-hari mereka.
Kadang rasanya begitu ganjil. Salsa menikah dalam keadaan seperti ini. Orang tua bangkrut dan bercerai, keluarga besar mengasingkan seolah mereka adalah aib, hidup pun tidak terlihat sejelas dulu.
Tapi setiap malam Mama jadi sering mengobrol dengan Salsa karena mereka satu kamar. Papa pun sering mampir di akhir pekan dan mengantar Salsa kesana-kemari untuk mengurus pernikahan. Meskipun Papa harus pisah rumah dan kini tinggal di satu kamar kos bersewa murah, papa masih tinggal di dekat rumah kontrakan Salsa.
Dalam kesulitan seperti ini, hati Salsa malah penuh karena kembali mendapatkan perhatian kedua orang tuanya.
Belum lagi Kak Ari dan keluarganya yang sebentar lagi akan menjadi keluarga Salsa juga. Mereka selalu menerima Salsa dan baik kepadanya. Meskipun nasib Salsa terlihat menyedihkan di mata orang lain, tapi justru saat inilah Salsa merasa bersyukur.
Seolah belum cukup membuat hati Salsa mengucap syukur setiap hari, Tuhan selalu saja memberikan kejutan-kejutan tak terduga lewat mulut Kak Ari. Kali ini tentang rumah.
"Udah, di sekitar rumah kamu yang dulu. Bi Miyem bisa ikutkamu lagi di sana," jawab Kak Ari ringan saat Salsa bertanya perihal rumah.
Properti zaman sekarang harganya gila-gilaan, Salsa pikir dia dan Kak Ari tidak akan punya rumah sendiri sampai setidaknya lima tahun lagi. Tahu-tahu malah bisa tinggal di rumah baru setelah menikah.
"Wow ... Kak Ari bener-bener udah mikirin semuanya ya?" Salsa berkomentar takjub.
"Kenapa kaget sih? I told you already, right?"
Kenapa kaget katanya ... siapa juga yang tidak kaget kalau tiba-tiba mendapat kabar bahwa dirinya sudah memiliki rumah tepat beberapa bulan setelah rumahnya disita.
"Kak, you need to be more specific. You told me a lot of things ..."
"I never do kissing lightly, Sa." Salsa menahan nafasnya dan memandang mata lembut Kak Ari dengan gugup, "The moment we kissed was the moment I knew I want to do all of this. I want to be with you ..."
Wajah Salsa bersemu merah melihat Kak Ari bicara begitu manis, tapi dengan gaya yang sangat cuek.
Sebentar lagi laki-laki itu akan menjadi suaminya dan Salsa tidak menyesal telah mengejar laki-laki seperti Kak Ari.
***
Hari pernikahan Salsa dan Kak Ari pun tiba. Semua dekorasi sudah menghiasi ruangan akad sekaligus resepsi mereka dengan sempurna; sederhana namun terasa elegan.
Saat akad dimulai, Ranti sibuk luar biasa. Alva juga seolah tahu apa yang harus ia kerjakan, membuat Salsa dan Kak Ari tenang dan fokus pada pernikahan mereka. Pikir Ranti, memikirkan akad saja pasti sudah membuat pasangan itu tegang setengah mati.
Acara akad berjalan khidmat. Acara itu dihadiri oleh keluarga Ranti, Ayah Alva dan beberapa kerabat dekat Salsa. Keluarga besar Salsa tidak dapat hadir dan Salsa pun tidak mengharapkan mereka yang tiba-tiba hilang saat orang tuanya bangkrut.
Tiba waktunya calon mempelai wanita meminta izin kepada papanya untuk dinikahkan dengan lelaki pilihannya. Salsa menarik nafas dan berlutut di depan sang Papa.
"Papa, hari dimana Salsa lahir di dunia adalah hari dimana Papa juga memulai hidup Papa sebagai orang tua. Salsa sangat menghormati Papa yang bekerja keras untuk keluarga. Salsa sangat mengagumi Papa yang rela bangun pagi agar dapat mengantar Salsa ke sekolah dulu, sejak Salsa TK sampai SMA. Salsa mencintai Papa yang mencintai Salsa apa adanya dengan selalu mendampingi Salsa kapanpun, dimanapun, termasuk saat ini."
Salsa terhenti sejenak karena suaranya sudah bergetar. Air mata beberapa pengunjung sudah jatuh, termasuk air mata mama dan papa Salsa.
"Saat ini Salsa sudah menemukan pria yang dapat Salsa hormati, kagumi dan cintai seperti Salsa mencintai Papa. Salsa yakin dia dapat Papa percaya untuk menjaga Salsa. Salsa minta restu Papa untuk menikah dengan laki-laki pilihan Salsa."
Para tamu perempuan sudah banjir air mata. Mati-matian mereka halangi air itu membasahi make-up mereka. Salsa sendiri tidak begitu khawatir, ia memakai make-up waterproof.
Isak tangis memenuhi ruangan sejenak sebelum akhirnya acara berlanjut. Saat akad harus diucapkan, tibalah giliran Kak Ari. Seluruh mata tertuju padanya. Salsa berdebar, takut Kak Ari merasa gugup. Tapi Salsa tidak tahu bahwa tekad Kak Ari untuk menikahinya membuat laki-laki itu tidak merasa gentar sama sekali.
"Saya terima nikah dan kawinnya Salsabila Zoya Narkeasha Binti Rian Andreawan dengan mas kawin tersebut tunai."
Saksi dan penghulu sepakat, akad nikah sah. Semua melafalkan syukur pada Tuhan. Pernikahan Kak Ari dan Salsa berjalan lancar.
Setelah itu semua pun lega. Semua kecuali Ranti yang memang masih sibuk sampai resepsi selesai.
Dengan jumlah tamu yang tidak begitu membludak, resepsi pernikahan Kak Ari dan Salsa pun berlangsung. Salsa dan Kak Ari berdecak kagum melihat kerja Ranti yang membuat para tamu terlihat begitu menikmati acara. Mereka dapat santai berfoto, makan dan bercengkrama bersama Salsa dan Kak Ari.
Safira datang bersama sang suami. Perutnya tengah mengandung anak pertama.
"Wah, tokcer banget Kak Fira!!" ujar Salsa saat Safira dan suami menyalaminya. Safira tertawa mendengar celetukan Salsa itu.
"Selamat ya Sa, Ri, semoga cepet nyusul jadi orang tua," kata Fira dengan tulus.
"Aamiin... nanti ajarin aku ya, Kak," jawab Salsa tak kalah tulus.
Dari kejauhan, Ranti dan Alva memandang mempelai pria dan wanita yang tengah berbahagia menyambut para tamunya.
"Aku juga mau..." kata Ranti tanpa sadar.
"Sama aku?" Alva malah bertanya ragu. Ranti memicingkan matanya pada Alva.
"Emang mau aku sama yang lain?" tanya Ranti. Alva pun garuk-garuk kepala.
"Kalo... sebelum S2 lamaran dulu mau nggak?" tanya Alva.
"Nggak usah dipaksain, Va. Aku cuma asal ngomong aja tadi," kata Ranti. Ada kekhawatiran bahwa Alva merasa didesak dan Ranti tidak mau itu. Ranti ingin jika memang ALva melamar, itu karena keinginannya sendiri.
Di luar dugaan, Alva merogoh sakunya dan menarik satu kotak perhiasan. Ia memperlihatkan isinya pada Ranti yang kini merasa sesak karena jantungnya berdegup kencang dan tak keruan.
"Aku takut kamu nggak mau ngomongin soal kita sebelum S2. Tapi berhubung kamu udah bilang kayak tadi, nih. Aku juga mau..." kata Alva sambil menyodorkan cincin itu pada Ranti.
Ranti menatapnya dengan pandangan berkaca-kaca.
"Nggak bakal ada cowo yang mengusahakan kamu seperti aku, dan nggak ada perempuan yang bikin aku jungkir balik kayak kamu. So why bother to postpone?"
Kalimat itu memenuhi dada Ranti dengan kebahagiaan, jauh lebih besar daripada ketika Alva menciumnya dan mengutarakan perasaannya dulu.
Malam itu, dalam pernikahan yang sederhana dan indah, semua orang turut berbahagia dengan sang pengantin.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top