Plan S: Salsa's Engagement

Masalah yang dihadapi akan berbuah hikmah, sementara kalau dihindari hanya menghasilkan penyesalan. - Ari

***

Kak Ari mengambil sebuah kotak perhiasan dari kantung celananya sambil sebelah tangannya tetap mengenggam jemari Salsa. Dia membuka kotak tersebut.

"You give me hope again. I wish we could hope together and trust each others. Jadiin Kak Ari markas kamu seperti Kak Ari jadiin kamu tempat pulang," Kak Ari mengucapkannya dengan suara bergetar sementara bulir-bulir air mata Salsa sudah berjatuhan kembali, tapi kali ini dadanya sesak oleh rasa bahagia. Lalu Kak Ari berdeham agar suaranya dapat terdengar tegas.

"Will you marry me?" Tanya Kak Ari. Senyum Salsa melebar. Salsa hendak mengiyakan sebelum bayangan Mama dan Papanya mengumumkan perceraian mereka datang kembali. Sekejap senyum Salsa menghilang, dia lalu menggeleng.

"Kak ... my parents  just having a divorce. I don't know if I want something that may lead us to that ..." ucap Salsa kembali menangis. Dia membenci dirinya yang seperti memboikot diri sendiri untuk bahagia. Dia sangat ingin menerima pinangan Kak Ari, mengapa keraguan itu harus datang?!

"Sa, look at me ... be brave ..."  ucap Kak Ari. Salsa menatap Kak Ari dengan wajah basah. Ia berharap hatinya cukup kuat untuk percaya pada hubungan mereka.

Tiba-tiba Mama dan Papa Salsa masuk. Keduanya sudah banjir air mata. Mereka menahan diri untuk tidak mendekati Salsa, tapi dengan tulus mereka mencoba meyakinkan Salsa.

"Maafin Mama karena ngga mampu memberi contoh yang baik untuk Salsa ... tapi Salsa dan Ari bukan Mama dan Papa. Kalian berbeda, Nak, kalian punya jalan dan takdir yang berbeda juga dengan kami ..." kata mama dengan suara bergetar.

"Salsa jangan sabotase kebahagiaanmu karena kami, Nak ... Papa akan merasa bersalah seumur hidup Papa. Jangan ya, Sayang," papa Salsa malah sudah berlinangan air mata ketika mengatakan itu semua. Salsa terbelalak dan menatap kaget Kak Ari. Pria itu malah menarik satu ujung bibirnya.

"Kamu pikir Kak Ari ngelakuin ini tanpa mengerahkan seluruh usaha Kak Ari? I need to make this works, whatever it takes," ucap Kak Ari. Dada Salsa sesak, Kak Ari terus mengucapkan hal-hal yang membuat keraguan Salsa memudar.

Panggilan "Nak" dari Mama dan Papa begitu menghangatkan jiwa Salsa. Salsa menatap Kak Ari kembali dan laki-laki itu tersenyum. Dia begitu mantap dengan kotak cincin yang terus dipegangnya di hadapan Salsa.

Takut ... Salsa masih merasa takut sekalipun ia tahu ia ingin bersama dengan pria yang tengah berlutut di hadapannya.

"Sa?" Suara Ranti kini terdengar. Salsa melihat kembali ke arah pintu kamar dan dia melihat semua keluarga Kak Ari, plus Alva dan Bi Miyem yang menatapnya tegang tapi penuh harap.

"Udah sejak lama kita jadi saudara, Sa. You're no longer the only child the day we knew each others. Now we finally could be sisters for real. Please don't throw it out," ucap Ranti bergetar, mengetahui besarnya makna dibalik ucapan itu. Keraguan Salsa perlahan tersapu dengan semua dukungan ini. Salsa kembali menatap Kak Ari.

"It's scary, I know. But trust me. Jump, and I'll catch you," Kata Kak Ari dengan mantap.

Salsa menarik nafas sampai dadanya naik, senyuman perlahan mengembang di wajahnya, lalu tanpa ragu dia melompat dan menubruk Kak Ari sehingga keduanya jatuh. Tapi Kak Ari memeluknya dan menahan agar Salsa tidak jatuh ke lantai serta menjadikan dirinya tumbal yang menghantam lantai dengan cukup keras. Seluruh orang terkejut melihat reaksi Salsa.

"I ... don't mean ... literally," kata Kak Ari menahan sakit.

"Yes! Yess!! Aku mau nikah sama Kak Ari!! Mau saudaraan sama Ranti!! Aku mauuuu!!!" Kata Salsa bersemangat.

"Kenapa harus bawa-bawa Ranti sih, Sa?!" Ujar Kak Ari sewot.

"Alhamdulillaaaaahh ..." ujar semua orang yang mengelilingi mereka kompak. Hitung-hitung sekalian menyadarkan dua manusia yang baru bertunangan dan sedang berbaring di lantai dalam keadaan berpelukan ini kalau di dunia ini bukan cuma ada mereka berdua.

Salsa pun gelagapan berdiri, berbeda dengan Kak Ari yang lebih tenang. Kak Ari langsung mengambil lengan kiri Salsa lalu menyematkan cincin ke jari manis perempuan itu.

"Permata biru, selalu cocok untuk kamu," kata Kak Ari. Salsa terharu. Kak Ari ingat sore itu ...

Salsa langsung menghamburkan dirinya kepada kedua orangtuanya, mereka saling bermaafan dalam air mata. Perceraian Mama dan Papa tidak lagi menjadi bara dalam keluarga mereka, kini semua berusaha ikhlas dan akur demi persiapan pernikahan Salsa.

Lalu Salsa menyalami Mama dan Papa Kak Ari. Mama Kak Ari langsung memeluk Salsa dan menangis terharu. Salsa membalasnya dengan pelukan yang tidak kalah erat. Tante yang selama ini mengawasi Salsa dari jauh, memperlakukannya seperti anak sendiri dan sebagai saudara Ranti, sebentar lagi akan benar-benar menjadi Mamanya.

Para orang tua beranjak ke ruang tamu untuk membicarakan tentang teknis pernikahan Salsa dan Kak Ari. Bi Miyem pun berbalik mengikuti, siap melayani juragannya.

"Bi Miyem ..." Salsa memanggil pengasuhnya sejak lahir itu. Bi Miyem berbalik, lalu Salsa pun memeluknya.

"Bi Miyem nanti harus ikut Salsa ya ... makasih banyak selama ini udah bantu ngawasin Salsa. Walaupun Bibi ngga banyak ngomong, tapi Salsa sadar kok sama cara-cara Bibi ngejagain Salsa ..." bisik Salsa pada Bi Miyem. Air mata pun keluar dari pelupuk perempuan tua tersebut. Anak kecil yang manja dan kesepian ini, yang konsisten membuatnya khawatir dan memutuskan untuk mendedikasikan hidup menjaganya ini, kini sudah tumbuh menjadi perempuan dewasa yang perhatian.

"Non Salsa ... Bibi ikut kemanapun Non Salsa pergi ..." ucap Bi Miyem.

"Janji ya, Bi?" Kata Salsa yang diikuti anggukan si Bibi.

Bibi pun pamit, meninggalkan dua pasang anak muda dalam kamar itu. Kak Ari dan Alva kompak duduk di tempat duduk empuk yang menempel di kasur Salsa sementara Salsa dan Ranti duduk berpelukan di kasur.

"Yang nikah tuh Salsa sama Kak Ari, bukan kalian. Sadar woi!" Gerutu Alva. Salsa menjulurkan lidah jahil sementara Ranti dan Kak Ari hanya tertawa.

"Ngomong-ngomong ini inspirasi darimana tiba-tiba ngelamar? Yakin banget Salsa terima emang, Kak?" Tanya Salsa penasaran.

"Ya mau yakin atau ngga, Kak Ari emang udah mau nikah sama kamu, Sa. Jadi ya langsung aja lamar," Alva dan Ranti tertawa. Salsa memandangi mereka bergantian, mencari penjelasan dimana lucunya.

"Tanya dong, kapan beli cincinnya?" Kata Ranti memberi petunjuk. Salsa menatap Kak Ari dengan pandangan bertanya. Kak Ari tersenyum malu.

"Habis kita pulang dari UI," jawab Kak Ari. Salsa melotot. Jadi tepat setelah jadian, Kak Ari langsung beli cincin tunangan?!

"Kenapa jadi beli cincin??" Tanya Salsa masih tidak mengerti.

"Habis Kak Ari masih ngga bisa lupa waktu kamu bilang kita bukan siapa-siapa terus ... Kak Ari kesel. Terus keliling mall buat nenangin diri, ngga sengaja liat cincin itu dipajang dan inget kamu."

"TERUS LANGSUNG DIBELI?! KAK ARI TAJIR MELINTIR APA GIMANA??" Ujar Salsa tidak percaya. Tentu saja Salsa berada dalam lingkungan pertemanan yang mudah mengeluarkan tiga sampai tujuh juta dalam sehari. Tapi Salsa sendiri memang paling anti mengeluarkan uang sebesar itu untuk sesuatu yang impulsif. Dalam hati deg-degan juga dia, punya calon suami begini. Syukur kalau uangnya memang ada.

"Hahahaaa ... muka kamu panik banget!" Kak Ari tertawa, "Kak Ari ambil sedikit dari tabungan Kak Ari. Waktu itu yang ada di pikiran Kak Ari cuma gimana caranya cincin itu bisa Kak Ari simpen. Terus sisanya Kak Ari serahin ke Allah. Kalau emang ada kesempatan, Kak Ari mau kasih cincin itu ke kamu. Alhamdulillah, kesempatannya justru dateng dalam momen sesakral ini ..."

Salsa melihat lagi cincin bermata biru di jarinya sambil mengusap-usapnya, "Ngga nyangka habis denger Papa Mama mau cerai, Salsa malah dilamar."

"Ngga ada yang nyangka, Sa. Ngga ada. Otak gesrek lo udah nular ke Kak Ari," ucap Ranti sambil bersiap menceritakan kejadian menggemparkan sehari sebelumnya ...

***

Beberapa Jam Sebelum Lamaran...

Setelah pengumuman perceraian Mama dan Papa Salsa yang tidak diterima dengan baik oleh anaknya, Kak Ari memilih langsung bicara dengan orang tua Salsa.

"Om, Tante, maaf kita belum sempat berkenalan karena suasananya ngga enak gini. Perkenalkan, nama saya Ari. Saya pacarnya Salsa saat ini. Saya juga kakaknya Ranti, sahabatnya Salsa." Kak Ari memperkenalkan diri tanpa merasa canggung.

"Ranti temen SMA ya? Yang ngajak masuk UI bareng?" Mama Salsa mengkonfirmasi. Kak Ari tersenyum dan mengangguk.

"Mungkin situasinya sedang tidak begitu tepat, saya ngga begitu ngerti kondisi keluarga Om dan Tante. Tapi kalau boleh ... besok saya mau berkunjung dengan orangtua saya."

"Dalam rangka apa kalau Tante boleh tahu?"

"Mumpung Om dan Tante akhirnya sedang berkumpul di sini, di rumah ini, saya mau meneruskan rencana saya untuk melamar Salsa."

Kedua orang tua Salsa terkejut,  "Harus besok banget, Ri?! Kita harus mengurus untuk pengosongan rumah nih ..." kata Mama Salsa sambil memasang wajah "Kayak-ngga-ada-situasi-yang-lebih-tepat-deh!"

"Saya ngga akan maju tanpa restu Om dan Tante ... tapi bagi saya justru saat ini adalah satu-satunya kesempatan. Entah kapan kagi saya bisa menemui Om dan Tante saat sedang di rumah dan masih bersama begini kan?"

Ucapan Kak Ari begitu terus terang tapi terasa tulus dan benar. Orang tua salsa hanya tercenung.

"Om sih asal Salsa mau, Om merestui. Tapi kamu yakin saat ini Salsa mau diajak menikah setelah barusan dia mendengar orangtuanya mau pisah?" Tanya Papa Salsa. Mama Salsa mengangguk mengiyakan. Untuk pertama kalinya Kak Ari dapat melihat betapa pentingnya Salsa di mata mereka, sampai-sampai mereka mengesampingkan pertikaian mereka dan menyatukan suara untuk anak mereka. Kak Ari tersenyum kembali.

"Itu biar jadi urusan Ari dan Salsa, Om."

***

Sesampainya di rumah, Kak Ari langsung mengajak keluarga berkumpul di ruang keluarga dan mulai menceritakan keadaan di rumah Salsa. Mulai dari perceraian orang tuanya sampai Salsa yang mengurung diri di kamar .

"Ma ... Pa ... Ari tahu ini mendadak, tapi Ari harap Mama dan Papa bisa dampingi Ari ke rumah Salsa besok. Ari mau melamar Salsa."

Seluruh anggota keluarga langsung terkejut.

"Seriusan, Kak?!" Ucap Ranti terbelalak.

"Kakak jangan bercanda gitu!!" Mama memandang Kak Ari khawatir.

"Kamu ngga bisa asal-asalan gini mutusin nikah!" Ujar Papa senewen. Kak Ari menghela nafas.

"Ari ngga bercanda. Dari awal Ari mutusin untuk bareng Salsa, Ari ngga pernah bermaksud lama-lama pacaran sama dia. Ari kepengen pas Mama dan Papa Salsa datang, Ari langsung mulai pembicaraan soal menikah."

"Tapi timingnya lagi ngga enak, Kak ... keluarga mereka lagi ada masalah sendiri, masa kita tambahin sama urusan pernikahan gini?!" Kata Mama gelisah.

"Ari, kamu itu laki-laki. Kamu akan bertanggung jawab sama keluarga kamu nanti. Apa baik meminang perempuan dalam situasi begini? Memang kamu yakin kamu bukan sedang ngerasa kasihan sama Salsa?"

"Kalo soal timing ... kalo boleh jujur Ari malah ngga kebayang ada timing yang lebih baik daripada saat ini. Usia Ari sudah matang, Salsa juga sudah selesai kuliah
Saat ini kedua orang tua Salsa sedang ada dan masih bersama, tabungan Ari udah cukup, cincin juga udah Ari siapin - iya, Ma ... Pa ... sesiap itu Ari untuk nikah sama Salsa."

Seluruh keluarga terdiam setelah terkejut mendengar bahwa Kak Ari bahkan sudah memiliki cincin pertunangan.

"Setelah ini orang tua Salsa akan sibuk ngurus perceraian dan berpisah, Salsa sibuk ngurusin dirinya sendiri dan Ari ngga tau bagaimana dia akan berpikir tentang pernikahan dalam proses itu. Saat ini, Ari tahu Salsa mau bersama Ari. Bahwa pernikahan itu adalah tujuan kami. Ari ngga bisa jelasin kenapa Ari bisa seyakin ini, tapi Ari mau ada untuk Salsa, bersama-sama mulai hidup kita berdua dari awal. Ari juga cuma mau Salsa yang nemenin Ari. Buat Ari kesempatan itu adanya sekarang. Ari ngga mau sia-siain ..."

"Kalo Salsa ragu dan nolak gimana, Kak? Jangan lupa, orang tuanya baru mutusin pisah. Sekarang dia sendiri pasti sangat ragu sama konsep pernikahan itu sendiri ..." tanya Ranti lebih kepada penasaran dengan pemikiran kakaknya.

"Prinsip Kak Ari, jodoh itu di tangan Allah. Ini kesempatannya udah Allah kasih, Kak Ari harus maju. Kalo Salsa jodohnya Kak Ari, pasti pintu hatinya bakal terbuka buat nerima maksud baik Kakak ..."

***

Salsa menganga mendengar cerita Ranti tentang persiapan lamaran secepat kilat ini. Dia menatap Kak Ari, jantungnya berdebar sangat kencang. Sejak kapan Kak Ari berubah jadi sosok yang paling bisa mengerti dirinya begini?

"Kita tuh di sini udah dari siang loh, Sa. Kak Ari abis sidang di depan orang tua lo. Tapi lulus dengan nilai A+," kata Alva menambah kekagetan Salsa. Jadi selama seharian dia menangis, Kak Ari di bawah meyakinkan semua orang untuk melamar Salsa??? Seketika Salsa bersyukur karena menerima lamaran Kak Ari.

"Yang gue heran ... kok di sidang gue ada elo, Va?" Tanya Kak Ari jahil pada satu-satunya orang yang bukan merupakan anggota keluarga Salsa dan Kak Ari itu.

"Salsa itu bukan cuma sahabat, Kak. Sama kayak Ranti, bukan cuma pacar. Dua-duanya keluarga gue. Ngga mungkin gue lewatin momen ini gitu aja," kata Alva yang pernah merasa kecolongan saat beberapa kali pendekatan Salsa dan Kak Ari menunjukkan kemajuan.

"Alva tuh multifungsi, Kak. Temen iya, bodyguard iya, kakak iya, sampe jadi papa juga bisa," lanjut Salsa mengingat seberapa sering Alva menjaga Salsa seperti kakak laki-laki atau ayah menjaga anak perempuannya.

"Bodyguard kamu sekarang aku aja, ngga usah ngambil jatah Ranti gitu," kata Kak Ari ketus. Seperti sediakala. Semua menahan geli mendengar sedikit nada cemburu dalam ucapan Kak Ari tadi.

"Turun yuk, nyusul orang tua kalian ..." kata Alva.

"Bentar lagi, Va," kata Salsa sendu, "Kamar ini markas rahasia gue. Banyak kenangan di dalamnya ..." Ranti memegang tangan Salsa sementara Kak Ari dan Alva menatapnya, memberikan seluruh waktu yang Salsa butuhkan.

" ... pertama kali gue ngerasa bahwa Ranti adalah saudara gue itu di kamar ini, berdua pelukan abis putus dari Rekha. Dulu Ranti ngga ngerti sama sekali kenapa gue sedih, tapi dia tetep nemenin. Inget ngga lo, Ran?" Ranti mengangguk dengan mata yang berkaca-kaca.

"Terus kita bertiga belajar buat masuk UI, buat UTS, buat UAS, semuanya sering dilakuin di sini ... Alva nyatain perasaan ke Ranti pun di kamar ini ... di sini juga first kiss kalian ... terus di sini juga lamaran gue yang super drama ini berlangsung ..." lanjut Salsa, "Besok ini udah bukan markas gue lagi. Bukan tempat gue lagi ... tapi sekarang biarin gue puas-puasin dulu ya mengenang hal-hal yang terjadi di kamar ini ..."

Semuanya tersenyum memaklumi. Tapi Kak Ari tiba-tiba berdiri dan memasang wajah serius.

"Di sini Alva sama Ranti ngapain tadi?!" Kata Kak Ari seperti mau meledak. Senyum si tiga serangkai hilang. Ranti dan Alva melihat Salsa bersamaan.

"Eh, denger ngga? Kayaknya gue dipanggil nyokap. Udahan deh nostalgianya. Kebawah dulu ya, bye!" Kata Salsa panik.

"Salsa!" Ranti menahan Salsa dan mengacak kesal rambutnya.

"Elo nih ah!" Seru Alva tidak enak pada Kak Ari.

"Va ..." Kak Ari memanggil Alva dan ketiganya terdiam.

"Gue tunggu giliran lo ke rumah habis Ranti selesai S2," kata Kak Ari. Ranti dan Salsa termangu menatap kedua laki-laki itu. Alva yang diberitahu seperti itu tidak nampak takut maupun ragu, tapi malah membalas Kak Ari dengan anggukan yakin. Kini giliran Ranti yang berdebar, Alva sudah siap betulan atau bagaimana ya?

"Anak-anak, turun! Ayok makan malam dulu," suara Papa Salsa membuat mereka tersadar. Satu per satu turun menuju ruang makan. Suasana ruang makan menjadi sesak, dan ramai.

Berkat lamaran itu, Salsa berbaikan dengan orang tuanya. Bersama memecahkan masalah keluarga mereka sambil merencanakan detail pernikahan Salsa. Rumah yang dulu dingin, malam itu menghangat.

Malam itu adalah malam yang paling membahagiakan Salsa selama 23 tahun hidupnya tinggal di sana.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top