Plan R: Rowing A Boat Into The Storm

Ujian orang yang baru pacaran itu banyak, apalagi kalo yang pacaran itu bangkotan yang udah ditinggal nikah mantan. - Salsa

Heh! - Ari

***

"Salsa, mau balik bareng aku ngga hari ini?" seorang pria yang pernah berhasil mengajak Salsa kencan di masa-masa galau Salsa dengan Kak Ari melancarkan kembali pendekatannya saat kebetulan mereka saling bertemu di pantry.

"Wah, ngga bisa. Gue balik bareng cowo gue," Salsa menjawab dengan riang, benar-benar tidak memikirkan perasaan pria tersebut. Yah, begitulah katanya orang kalau sedang seru dengan cerita cintanya. Buta.

"Cowo lo?? Lo ... Lo ...???" Pria itu gelagapan. Salsa kebingungan. Tak lama Salsa bisa merasakan ada yang menepuk kepalanya dengan lembut.

"Sa, nanti aku ada meeting sebentar. Kamu makan malem duluan aja ya?" kata Kak Ari setelah Salsa mengadah menatapnya.

"Kak Ari juga makan malem kan tapi?" tanya Salsa khawatir.

"Iya, disediain kok," jawab Kak Ari. Salsa tersenyum lega. Mereka tidak saling berangkulan. Bahkan setelah tepukan singkat di kepala tadi, mereka tidak lagi bersentuhan. Tapi tatapan mata keduanya mengisyaratkan seolah di dunia hanya ada mereka saja. Orang lain harap sabar, apalagi orang-orang yang naksir keduanya.

Pria itu pun mundur teratur. Dia tahu diri. Bukan hanya karena sudah kalah status, tapi secara penampilan dan jabatan dia juga tidak sekeren Kak Ari. Jadi sudahlah, tidak usah berharap agar tak sakit.

"Oh iya, Fany ngajakin makan siang bareng. Dia traktir katanya," kata Kak Ari.

"Iya, tadi Mba Fany sempet bilang ke aku. See you at lunch, Kak," kata Salsa sambil melambai manis.

"See you at lunch, sayang," jawab Kak Ari lancar. Keceplosan sih tepatnya, mereka sepakat untuk tidak menunjukkan kemesraan di lingkungan kerja. Tapi setelah mengucapkan itu tidak nampak tanda penyesalan di wajah Kak Ari. Hal itu jelas membuat Salsa salah tingkah.

"Yaelah, biasa aja kali!"

"Auk! Makan siang kan tinggal setengah jam lagi. Pake see you-see you kayak ngga bakal ketemuan berhari-hari."

Salsa dan Kak Ari terkejut. Keduanya spontan menengok ke arah suara tersebut dan mereka mendapati Clarissa dan Raha sudah buru-buru pergi dari pantry. Kak Ari dan Salsa pun perlahan saling tatap sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak.

Setelah itu keduanya memutuskan untuk bergegas kembali ke ruangan masing-masing.

***

"Congratulation!! Ditunggu undangannya yaaa!!" ujar Mba Fany heboh di hadapan Salsa dan Kak Ari yang tengah menahan malu.

"Grow up napa, Fan?! Berisik banget, bikin malu ..." protes Kak Ari.

"Lagian tipu-tipu banget pake sok-sok nganggep adek segala," jawab Mba Fany dengan suara yang lebih pelan.

"Iya nih Kak Ari, gengsi banget ngaku suka sama Salsa aja ..." Salsa bukannya membela malah ikut nenyudutkan Kak Ari.

"Ya kamu sih."

"Loh kok aku? Udah capek aku ngejar Kak Ari nih. Untung dapet."

"Lagian mubazir kaleee cewe idola kayak Salsa gini cuma jadi adek doang mah."

"Jadi istri kek, gitu ya, Mba?"

"Apaan siiiih?!"

"Kode minta dilamar itu, Ri."

"Berisik lo, Fan!"

"Kenapa sih, emang Kak Ari ngga ada rencana ngelamar Salsa?"

Aduuuhh ... Salsa pakai kebawa sensi gara-gara ucapan Mba Fany. Pening banget makan siang Kak Ari.

"Sa ... urusan kayak gini kita ngomongnya berdua aja ya. Ngga usah bawa-bawa kompor mleduk satu ini," kata Kak Ari dengan semanis mungkin pada Salsa.

"Wah parah lo, Ri. Tiati, nasib lembur ngga-nya cewe lo ada di tangan gue," ancam Mba Fany.

"Ah, jangan gitu dong Mba Fanyyy ..." Salsa memelas.

"Ya makanya ngga usah berisik. Tunggu aja undangannya, susah amat," cetus Kak Ari. Baik Mba Fany maupun Salsa pun melebarkan matanya. Mereka saling tos dengan wajah yang sangat bersemangat. Ada untungnya juga Kak Ari dipanas-panasi Mba Fany begini ... 

Salsa dan Kak Ari saling melempar senyum. Keduanya gugup tapi sama-sama bersemangat melanjutkan hubungan mereka.

***

Setelah itu hari-hari Salsa berjalan begitu indah. Tahu-tahu dia sudah seminggu berpacaran denga laki-laki yang dulu bahkan tidak meliriknya ketika ia kejar. Kini laki-laki itu selalu ada menemani Salsa nyaris 24 jam. Kadang gantian sih, Salsa yang menemani Kak Ari. Dari menemani lembur sampai menemani lari pagi. 

Satu hal yang Salsa rasa lucu adalah, tak peduli seberapa sering mereka bersama, waktu itu rasanya tidak pernah cukup. Salsa tidak paham bagaimana perasaan pasangan yang berjauhan dalam jangka waktu yang panjang karena ia tidak bisa melakukan hal itu dengan Kak Ari.

"Aneh ngga sih Kak, kalo Salsa mau terus ada di sisi Kak Ari? Padahal kita udah kemana-mana bareng loh," kata Salsa sambil meletakkan kepalanya di bahu Kak Ari. Akhir-akhir ini, bahu dan dekapan Kak Ari memang menjadi tempat favorit bagi Salsa untuk bersantai.

"Kita ke kamar sendiri-sendiri kok," jawab Kak Ari dengan nada datar. Salsa langsung menegakkan tubuhnya dan menatap kekasihnya.

"Kok tiba-tiba ngomongin kamar?" Tanya Salsa. Mereka kini sedang bersantai di bangku halaman belakang rumah Salsa. Bi Miyem kebetulan sedang pergi belanja. Jadi ... APAKAH INI KODE?!

"Emang kamu ngga mau ke kamar bareng Kak Ari?" Kak Ari bertanya balik. Wajah Salsa memerah dengan cepat. Ini maksudnya Kak Ari mau mengajak 'ehem ehem' apa bagaimana nih?! Salsa bingung harus menanggapi apa, apalagi ketika wajah Kak Ari mendekati telinganya. Ia malah memejamkan mata ketika merasakan nafas laki-laki itu di tengkuknya.

"Jangan mikir jorok dong, Sa," bisik Kak Ari, membuat Salsa kembali membuka mata dan memukul-mukul Kak Ari yang kini tengah tertawa puas.

"Jahat! Jahat! Padahal Kak Ari yang jorok duluan!!" Kata Salsa tak terima.

"Yeee ... maksud Kak Ari kan nanti pas nikah. Kamu malah salah tingkah," balas Kak Ari. Salsa terdiam. Kak Ari mengernyit.

"Kok diem?"

"Kak Ari mau nikah sama Salsa?" Salsa bertanya.

"Kalo ngga, kita ngapain sekarang bareng-bareng gini?" Lagi-lagi Kak Ari menjawabnya dengan pertanyaan.

Semua ucapan Kak Ari membuat dada Salsa penuh dengan kebahagiaan. Salsa akhir-akhir ini memang sangat bahagia. Begitu bahagia sampai-sampai Salsa lupa bahwa tidak pernah ada hidup yang bisa berlama-lama berjalan menyenangkan. 

Brak!

Dari halaman, Salsa dan Kak Ari dapat mendengar suara pintu depan yang dibanting.

"Pokoknya aku ngga mau tahu!"

"Ya udah terserah!"

"Keterlaluan kamu, emang paling tega kamu!"

"Kamu pikir aku juga mau semuanya jadi begini?!"

"Tapi kamu tahu risikonya! Kenapa kamu masih tetep ngelakuin investasi itu?! Kamu kan tahu jaminannya adalah keluarga kamu! Tega kamu ngejual keluarga kamu begini!!!"

"Aku ngelakuin ini semua juga buat keluarga! Buat kamu dan Salsa!"

"Bodoh kalo kamu mikir gitu! Atau mungkin kamu ngga mau ngakuin nafsu kamu ya?!! Lain kali kalo ngga siap berkeluarga ngga usah nikahin anak orang!! Kerjaannya bikin menderita aja!!!!"

Wajah Salsa pucat mendengar pertengkaran yang langsung mengisi rumahnya seketika. Ia menggenggam tangan Kak Ari khawatir. Kak Ari menatap Salsa, memberi keyakinan untuk bersama menuju ruang tamu.

Sampai di ruang tamu, mama dan papa Salsa terkejut mendapati anaknya sedang menatap mereka bersama satu orang tak dikenal.

"Sa?" papa Salsa menyapa dengan salah tingkah.

"Ada apa nih?" tanya Salsa dengan nada bergetar.

Seletah itu Salsa pun mendengar banyak hal yang tidak ingin ia dengar. 

Papanya bangkrut, banyak karyawan di perusahaannya yang di PHK, sisanya sudah mencari kerja di tempat lain dan siap-siap pindah. Kini keluarga mereka penuh hutang dan mama, karena tidak ingin diwarisi hutang papa, memutuskan bercerai.

Meskipun begitu, rumah mereka yang selama ini Salsa tinggali sudah dijadikan jaminan oleh papa sehingga dalam waktu 2x24 jam, rumah tersebut akan disita oleh bank.

Ketika orangtuanya selesai bicara, Salsa tidak bisa berpikir lagi. Ia langsung berlari ke kamarnya, mengunci pintu, dan tak peduli seberapa kuat orang menggedor kamarnya dan meminta ia keluar, Salsa tidak bergeming.

***

Salsa tidak tahu sudah berapa lama ia mendekam dan menangis dalam kamarnya sampai suara Kak Ari terdengar dari luar.

"Sa ... kamu ngga bunuh diri kan? Please jawab atau Kam Ari dobrak ..."

Ceklik

Pintu kamar Salsa terbuka.

"Kak Ari lebay. Salsa ngga bakal bunuh diri. Ngejar Kak Ari tuh capek dan ini belum balik modal," kata Salsa dengan hidung merah, wajah lengket, serta mata yang bengkak. Kak Ari mati-matian menahan bibirnya agar tidak tersenyum, tapi ia memang begitu lega dapat melihat Salsa sore ini.

Si cantik-nya gue lagi sedih sampe mukanya berantakan gini masih aja ngelawak ...

Salsa membiarkan pintu terbuka lebar lalu kembali masuk dan duduk meringkuk di atas kasurnya. Kak Ari mengatur debaran berantakan yang tidak pada tempatnya saat melihat kombinasi Salsa dan kasur.

"Ehm, Sa ... sini dong, Kak Ari mau ngobrol," ucap Kak Ari sedikit salah tingkah.

"Kak Ari aja yang ke sini," jawab Salsa cuek sambil tetap menunduk. Kak Ari bengong sejenak.

"Kamu mau Kak Ari masuk ke kamar kamu? Terus kita berduaan aja ... di dalem kamar?" Tanya Kak Ari malu.

"Buka aja pintunya, Kak. Biar kalo macem-macem Bi Miyem bisa denger," ucap Salsa ringan. Memang Salsa terbiasa akan hal itu karena Ranti dan Alva, tapi kan tidak dengan Kak Ari.

Kak Ari melihat ke sebelah kiri dan kanan dengan wajah waspada, ini mau masuk kamar dengan menyeberang jalan seperti tidak ada bedanya. Tapi Kak Ari menyegerakan langkahnya dan duduk di atas kasur Salsa. Kak Ari sedikit memberi jarak antara dirinya dan Salsa.

"Kamu masih marah sama Mama dan Papa Kamu?" Tanya Kak Ari tenang.

"Campur aduk, Kak. Salsa marah, kecewa, sedih ... patah hati juga. Rasanya Salsa mau hilang aja dari dunia ini," tangis Salsa pecah lagi.

"Sa ... jangan bilang gitu. Coba cerita ke Kak Ari, bagian mana yang bikin Salsa patah hati?"

"Aku ngga tahu harus mulai dari mana, Kak!" Kak Ari mendekat, mendekap kepala Salsa dengan lembut, meletakkannya di bahu, lalu mengekus lembut rambut Salsa. Ada kehangatan dan kenyamanan yang menjalar ke seluruh tubuh Salsa. Seketika emosi Salsa menjadi sedikit teredam.

"Coba bagi ke Kak Ari satu per satu. Kak Ari mau denger kamu luapin semuanya."

"Salsa bingung sama keadaan ini, Kak ... apa emang Salsa bego banget sampe ngga bisa nebak ini bakal terjadi atau emang Salsa ngebegoin diri sendiri selama ini?? Apa ada salah Salsa dalam perceraian mereka?? Apa harusnya Salsa bantu bisnis mereka waktu mereka minta?? Salsa bingung banget, Kak ..." suara Salsa mulai bergetar. Dia mengambil jarak untuk bernafas sebelum melanjutkan luapan hatinya.

" ... terus Salsa juga marah soal keputusan tentang rumah ini. Rumah ini mungkin ngga ada kesannya buat mereka karena mereka jarang tinggal di sini ... tapi ini tempat Salsa tumbuh, tempat Salsa ngumpul sama Ranti dan Alva ... tempatnya Salsa sama Bi Miyem ... ini markas Salsa, Kak. Sekarang Salsa ngerasa ngga punya tempat untuk pulang ..."

Salsa bisa merasakan Kak Ari mengeratkan dekapannya.

"... Salsa patah hati karena ngga pernah satu kalipun mereka melibatkan Salsa dalam pembicaraan masalah keluarga. Tahu-tahu keputusan ini ada, dan Salsa ikut berantakan di dalamnya. Salsa ngerasa ngga berguna, sekarang pun dibasmi kayak benalu. Disuruh pergi urus diri sendiri. Papa Mama ngga mau tahu ... tahu gini Salsa ngga mau dilahirin, Kak ... Salsa ngga mau ..."

Salsa memeluk Kak Ari erat-erat, menumpahkan seluruh perasaannya dalam tangisan pilu. Kak Ari berusaha menguatkan dirinya agar dapat menjadi tumpuan Salsa meskipun tubuhnya kini menahan emosi yang kuat akibat semua ucapan Salsa.

"Sa ... makasih ya udah cerita tentang Kak Ari tentang perasaan Salsa ..." kini giliran Kak Ari yang bicara. Salsa menyimak sambil kelelahan menangis. Ia tetap meletakkan kepalanya di bawah leher Kak Ari sambil berada dalam pelukan pacarnya tersebut sementara Kak Ari sudah bersender di kepala kasur.

"Salsa sakit hati sampe nyesel dilahirin ke dunia ... Kak Ari berusaha ngerti, tapi maaf Kak Ari ngga bisa. Kak Ari ngga bisa terima Salsa ngga lahir ke dunia ..."

"Kalo ngga ada Salsa, ngga ada Bi Miyem yang punya pekerjaan tetap selama kurang lebih 23 tahun ... Bi Miyem mulai kerja sejak Mama Salsa hamil kan?"

Salsa mengangguk pelan.

"Kalo ngga ada Salsa, ngga ada sekumpulan anak-anak SMP yang bercita-cita masuk UI. Salsa masih inget kan sama anak-anak yang dateng di wisudaan Salsa?"

Salsa kembali mengangguk.

"Kalo ngga ada Salsa, Ranti sama Alva ngga jadian. Salsa inget kan pusingnya Salsa waktu sadar kalo mereka saling sayang?"

Lagi-lagi Salsa mengangguk.

"Dan kalo ngga ada Salsa, Kak Ari mau jadi apa? Selamanya ngerasa gagal karena hubungan yang udah lama selesai. Ngga ada yang nyadarin Kak Ari untuk move on, ngga ada yang ngejar Kak Ari dan bikin Kak Ari berpaling dari kegagalan, ngga ada yang ngasih Kak Ari harapan baru, pengertian cinta yang baru ..."

"Kak ...?" Salsa mengadah dan dia melihat Kak Ari mulai berkaca-kaca.

" ... Kak Ari ngga bisa dan ngga mau ngebayangin dunia ini dan dunia Kak Ari tanpa Salsa," Kata Kak Ari membalas tatapan Salsa. Ada yang aneh dari ucapan Kak Ari saat itu. Keseriusannya, tatapan matanya, semua membuat dada Salsa penuh akan satu harapan. Tapi Salsa mencoba menepisnya. Tidak mungkin secepat ini ...

"Salsa ngga bego dan ngga ada yang salah dari Salsa. Apa yang orang tua Salsa pilih untuk hubungan mereka itu adalah urusan mereka. Tapi saat ini ... saat ini urusannya Salsa sama Kak Ari." Kak Ari menegakkan tubuh Salsa,  mengelap air mata Salsa dengan kedua ibu jarinya, lalu turun dari kasur dan langsung berlutut di hadapan Salsa. Mata Salsa melebar melihat Kak Ari dan kesungguhan di mata laki-laki itu.

KAK ARI MAU NGAPAIN????

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top