Plan Q: Quiet A Wonderful Moment

Dalam setiap langkah yang kita ambil, ada keputusan yang kita pilih. Dari semua keputusan itu, langkah menuju Kak Ari adalah yang paling aku syukuri. - Salsa

***

Keesokan paginya Salsa bangun dengan pandangan menerawang. Masih menerka-nerka, semalam itu apa ya? Rasanya terlalu nyata untuk jadi mimpi. Tapi kalau kenyataan ... masa' sih kenyataannya bisa seindah itu setelah suram berbulan-bulan?

Belum sempat Salsa berpikir panjang, ponselnya berbunyi. Jantung Salsa seperti berhenti bekerja melihat nama yang meneleponnya.

" ... Kak?"

"Hai Tuan putri-nya Kak Ari, udah bangun?"

"Kok alay sih, Kak?" Suara tertawa keras terdengar dari seberang, menghangatkan hati Salsa. Sebenarnya tadi Salsa tidak bermaksud bercanda. Dia hanya bingung dengan keadaannya dan Kak Ari sekarang.

"Siap-siap gih. Aku mau jemput kamu sebentar lagi."

"Hah? Emang kita mau kemana?"

"Nge-date lah. Ini hari Sabtu kan?"

"Ini masih Sabtu pagi, Kak. Orang biasa nge-date kan Sabtu malem."

"Tapi kamu bukan orang biasa buat aku. Udah ah, siap-siap sana."

Salsa terpana menatap layar ponsel yang kembali menampakkan wallpaper-nya.

Salsa kembali mengingat kejadian semalam. Ciuman singkat dan hangatnya dengan Kak Ari. Salsa masih tidak bisa percaya bahwa kenyataannya memang semanis itu.

Mereka pulang dalam diam. Salsa tidak berani bicara sepanjang perjalanan dan Kak Ari juga tidak membuka mulutnya sebelum sampai rumah Salsa. Bukan apa-apa, Salsa takut kalau ini semua hanya mimpi, sehingga saat dia bicara dia bisa menciptakan riak dalam mimpi itu dan membuatnya terbangun dari tidurnya.

Gila memang, tapi bisa saja kan?

Salsa masih ingat betul usapan lembut Kak Ari di kepala dan pipinya diikuti dengan tatapan dan senyuman Kak Ari yang hangat dan manis.

"Kamu istirahat. Besok aku jemput ya," kata Kak Ari semalam yang seharusnya bisa diartikan sebagai perintah kalau saja nada bicaranya tidak selembut dan setenang itu.

"Salsa diculik Kak Ari juga boleh, Kak ..." ups, tanpa sengaja Salsa menyuarakan isi pikirannya. Kak Ari tersenyum geli, itu lesung pipitnya manis banget bikin Salsa deg-deg-serrr.

"Kak Ari biasanya ngambilnya baik-baik, Sa ..." Kak Ari mendekatkan wajahnya ke telinga Salsa, " ... tapi Kak Ari ngga suka setengah-setengah. Kalo Kak Ari mau, pasti Kak Ari ambil seluruhnya."

"Wah, kacau. Percuma gue latihan adu gombal sama Alva bertahun-tahun kalau lawannya kelas berat begini." kata Salsa sambil buru-buru turun dari kasurnya dan bergegas mandi.

Salsa mempelajari hal baru selama mengejar Kak Ari. Ternyata efek cowo ketus dan cuek tiba-tiba jadi manis dan lembut tuh bikin meriang! Tapi nagih ...

***

"Ran, Kak Ari tadi udah jalan belom? Pagi Oom Awan," tanya Salsa lewat video chat pada Ranti. Saat ini Ranti sedang di rumah Alva. Di belakang mereka berdua sekilas lewat ayah Alva sehingga Salsa memberi salam. Ayah Alva melambaikan tangan pada sahabat anaknya itu dan beranjak ke bagian rumah yang tidak tersapu camera web di laptop Alva. Setelah Ayah Alva tidak terlihat, mereka pun kembali fokus pada percakapan mereka.

"Tadi pas gue berangkat sih dia masih siap-siap. Gue godain malah senyum-senyum aja dia. Ngga ngeles sama sekali, Sa!" Jawab Ranti heboh.

"Wah gila, masih ngga kebayang aku Kak Ari jadinya sama Salsa," sahut Alva.

"Emang udah jadi ya, Sa?" Ranti pun jadi penasaran.

"Ngga tahuuuuu ..." kata Salsa pusing sambil menggaruk-garuk kepalanya.

"Lah, kok bisa ngga tahu? Emang semalem dia ngga nembak lo?? Kok gayanya Kak Ari kayak yang udah punya pacar sih sekarang?" tanya Ranti makin penasaran.

"Kayak yang udah punya pacar gimana, Ran?" tanya Salsa kurang paham.

"Kak Ari tuh kalo udah punya pacar berubah mode, Sa. Dari yang biasanya mode gamer buluk jadi Mas-mas kece." jelas Ranti membuat Salsa geli.

"Tapi Mas Ari kalo lagi niat sama penampilannya emang jadi keren banget sih ..." aku Alva yang sesama laki-laki.

"Emang keren banget! Rejeki gue sekantor sama dia, sering ngeliat dia rapi buat meeting cakep banget, Masya Allah ..." kata Salsa sambil senyum-senyum penuh semangat.

"Geli juga ya ngomongin Kakak sendiri kayak gini ... eh iya, lo kok belom jawab sih? Emang semalem dia ngga nembak lo?" tanya Ranti penasaran.

"Ngga tau ngga jelaaass ... yang gue inget malah kita sempet berantem soalnya gue kesel sama dia. Tapi tahu-tahu ..." Salsa berhenti, bingung menceritakan bagian dimana Kak Ari menciumnya.

"He kissed you, didn't he?" tanya Alva dengan wajah jahil. Alva si pecinta memang paling ahli menebak ekspresi wanita.

"He did what?!" kata Ranti lebih seperti berteriak. Bersamaan dengan itu, bel rumah Salsa berbunyi.

"Eh, itu orangnya! Udahan ya, nanti gue laporan lagi. Bye!" kata Salsa yang langsung menutup laptopnya. Dalam hati ia bersyukur karena bel itu berbunyi tepat waktu. entah bagaimana caranya menceritakan pada Ranti bahwa Kakaknya menciumnya semalam.

Salsa langsung menahan Bi Miyem yang akan membuka pintu, "Biar aku aja, Bi."

"Kak Ari ya, Non?" tanya Bi Miyem sambil mengulum senyum penuh arti. Salsa pun membalasnya dengan tersipu.

Saat Salsa membuka pintu, laki-laki idamannya sudah berdiri tepat di hadapannya.

"Udah siap?" tanya Kak Ari tanpa basa-basi.

"Udah," jawab Salsa dengan senyum yang tak bisa ditanggalkan. Setelah itu, keduanya pun beranjak. Entah kemana Kak Ari membawa Salsa pergi, Salsa tidak peduli. Untuk pertama kalinya Salsa merasa percaya sepenuhnya pada laki-laki.

***

Salsa tahu kalau Kak Ari itu orangnya praktis dan tidak mau ribet. Tapi dia tidak menyangka kalau saat Kak Ari berkata, "besok dilanjutin lagi," itu maksudnya benar-benar dilanjutkan kembali, di tempat yang sama dengan topik yang sama.

Tidak benar-benar sama sih ... kalau sebelumnya mereka bicara di depan UI-wood, sekarang tempatnya lebih romantis sedikit yaitu di pinggir danau dekat perpustakaan pusat.

Duh, Salsa baru sadar kalau kampusnya itu punya banyak titik asyik untuk berduaan. Menyesal dia tidak memanfaatkannya saat masih kuliah dulu. Tapi ngomong-ngomong, Kak Ari kok tahu saja sih tempat-tempat yang nyaman untuk nongkrong berdua di kampus begini? Wah, jangan-jangan ...

"Ini tempat pacaran Kak Ari dulu pas kuliah ya?" tanya Salsa blak-blakan. Kak Ari tertawa.

"Pas Kak Ari kuliah, tempat ini belum ada. Makanya sekarang penasaran mau tau nongkrong di sini rasanya kayak apa."

"Terus setelah nongkrong gimana rasanya?"

"Kayak lagi pacaran?"

"Itu omongan modus apa gimana Kak?" tanya Salsa lagi-lagi terlalu apa adanya. Hal ini membuat Kak Ari kembali terbahak.

"Kan di sini cuma ada kamu sama aku, Sa. Tapi kita sendiri juga belum tahu kan kita itu apa?" Kak Ari mendekat dan mengusap pipi Salsa lalu mengecup keningnya. Wajah Salsa memerah.

Semakin sulit bagi Kak Ari untuk menahan dirinya di depan Salsa. Entah sejak kapan Kak Ari tidak bisa melepaskan matanya dari perempuan ini, tidak bisa melepaskan keinginannya untuk semakin dekat dengan perempuan ini.

"Jadi kita itu apa?" tanya Salsa tegas. Tapi dia tidak menepis maupun memberi jarak antara dirinya dan Kak Ari. Puas-puasin mumpung laki-laki di hadapannya sedang bisa sedekat ini, begitu pikirnya. Kak Ari tidak lepas menatapnya, membuat hati Salsa seperti berdesir.

"Kamu tahu ngga? Ngertiin perasaan aku ke kamu itu adalah hal yang paling susah dan ngebingungin yang pernah aku alamin, Sa," kata Kak Ari masih dengan tatapan yang dalam dan hangat.

"Kenapa susah?" tanya Salsa yang mengesampingkan rasa kikuknya dilihat sedemikian niat oleh laki-laki yang begitu ia sayangi.

"Cause we go from completely nothing. Dulu kamu tuh cuma anak kecil buat Kak Ari. Rasanya ngga kebayang kalau beberapa tahun setelahnya keberadaan kamu jadi sebesar ini di hidup aku ..." Kak Ari membelai lembut rambut Salsa. Salsa semakin goyah. Ingin berhenti bertanya-tanya dan menikmati saat berdua saja rasanya.

"Tapi terakhir Kak Ari bilang Kak Ari cuma nganggep Salsa adek ..." Rasa penasaran mengkhianati keinginan Salsa. Kak Ari menghela nafas.

"I thought so , tapi semalam ... semalam Kak Ari ngelakuin hal-hal yang ngga selayaknya dilakuin kakak ke adeknya dan dalam prosesnya Kak Ari ngga berhenti mikir ..."

"Mikir apa?"

"Macem-macem. Kenapa Kak Ari ngga bisa nahan diri Kak Ari kalau udah berurusan sama kamu? Kenapa Kak Ari tetap narik kamu dari tangan laki-laki lain meskipun Kak Ari tahu kalau Kak Ari ngga berhak? Kenapa Kak Ari kesel sama kamu padahal kamu ngga salah? Tapi semalam Kak Ari lihat kamu nangis dan ngucapin itu semua ... itu bikin Kak Ari sadar." Kak Ari mendekatkan wajahnya pada Salsa sambil mengusap lembut pipi perempuan itu.

"Kamu bener. Kamu bukan adiknya Kak Ari. Kak Ari juga ternyata ngga pernah ngeliat kamu sebagai adik. Kalau ke Ranti, Kak Ari selalu tahu batas kapan Kak Ari harus maju melindungi, kapan harus membiarkan dan menghargai Ranti untuk nyelesein urusannya sendiri. Tapi hal itu jadi sulit waktu Kak Ari sama kamu ..."

" ... Semalam Kak Ari sadar. Alasan kenapa sulit bagi Kak Ari untuk melihat batasan itu ke kamu adalah karena Kak Ari ingin jadi bagian dari urusan pribadi kamu."

"Kak Ari ..." Salsa berdebar menanti apakah hal yang akan Kak Ari katakan selanjutnya sesuai dengan apa yang dia perkirakan.

"Kak Ari jatuh cinta sama kamu, Sa." Air mata Salsa menetes mendengarnya. Tidak pernah Salsa mendapatkan pengakuan cinta yang bisa menghangatkan dadanya sebegini cepatnya.

"Cinta banget, Kak?" kata Salsa dengan suara bergetar.

"Cinta aja. Biasa aja."

"Yah, kok biasa aja?"

"Soalnya kamunya udah luar biasa."

"WAGELASEH GOMBALNYAAA!" Keduanya tertawa. Sekilas Salsa ingat Alva si raja gombal. Ternyata benar kata Alva, Kak Ari ini level senior gombalannya. Geli-geli tua gitu ...

"Jadi ... kamu mau sama Kak Ari?"

"Ng ... ngga tahu," kata Salsa manyun sambil mengayunkan kaki kanannya.

"Please, Sa. Kak Ari ngga suka mancing-mancing dan kamu bukan ikan." ucapan Kak Ari itu membuat Salsa manyun. Maksudnya juga ngga minta dipancing kali, Kak ...

"Salsa takut, Kak."

"Takut?"

"Salsa cinta sama Kak Ari ..." kata Salsa terus terang. Kak Ari tersenyum lega mendapati bahwa ternyata perasaan Salsa untuknya masih ada. Tapi Salsa melanjutkan ucapannya, "Salsa ngga kuat kalau ternyata Kak Ari cuma penasaran ke Salsa atau-"

"Sayang ... jangan terlalu banyak mikir. Katanya kamu bukan Ranti, jadi jangan dibikin ribet deh kayak dia yang mau pacaran sama Alva aja harus ngabisin waktu lima tahun."

"Kak Ari manggil Salsa apa tadi??"

"Salsa sayang ..." Salsa tertegun sejenak lalu menatap Kak Ari dengan wajah setengah sadar. Tentu saja hal ini membuat Kak Ari bingung.

"Kenapa kamu?" tanya Kak Ari.

"Salsa bahagia, Kak. Makasih udah bikin Salsa ngerasa gini"

"Don't... don't thank me." kata Kak Ari sambil memperlihatkan rasa keberatannya saat menerima ucapan Salsa.

"Why?"

"Cause I want to do this. I want to be with you, Sa."

Salsa sering mendapat pernyataan cinta. Salsa tahu banyak tentang rangkaian ucapan manis dan punya standar tersendiri akan itu. Baginya, pernyataan cinta yang pernah didapatkannya dulu-dulu jika digabungkan tak bisa mengimbangi indahnya ucapan dari Kak Ari tadi. Hanya itu yang ingin Salsa dengar, seseorang yang ingin bersamanya dan menjadi bagian dari dirinya.

"Kak ..." bisik Salsa saking sesaknya ia dengan perasaan bahagia.

"Hm?" tanya Kak Ari sambil tersenyum lembut.

"Pengen dicium lagi nih, Kak."

... Dan rusaklah momen yang cukup indah tersebut.

"Otaknya boleh dipungut dulu ngga?? Lagi serius gini juga, Sa. Arrghh!" Kak Ari mengerang kesal karena suasana romantis yang sudah dia bangun seketika rusak oleh pernyataan mesum Salsa yang sekarang cekikikan.

"Ini lagi ngikik lama banget. Kenapa sih?!"

"Jangan bilang-bilang Ranti ya kalo kita jadian nyebut-nyebut nama dia terus. Soalnya pas Ranti jadian sama Alva, dia aku marahin karena nyebut-nyebut nama aku."

"Kalian nih beneran kembar beda muka ketemu gede banget ya."

"Nggak lah. Kalo kita kembar aku ngga bisa sama Kak Ari jadinya. Aku ngga mau." Salsa memeluk Kak Ari manja. Kali ini tidak ada tampang risih atau jutek dari Kak Ari. Laki-laki itu malah balas merangkul Salsa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top