Plan O: Obvious Unwritten Rule

Why is everyone keep telling me to do one thing I can't do? - Ari

***

"Lo tau, Dek?"

"Tau. Alva juga tau."

"Jadi cuma gue yang ngga tau?"

"Ya masa gue kasih tau? Kan itu perasaannya Salsa. Urusan dia sama lo."

"Lo kan sahabatnya sekaligus adek gue, Dek."

"Dan akan terus begitu ngga peduli hubungan kalian bakal kayak apa nantinya. Sebagai Adek dan sahabat, gue tahu gue punya batas intervensi, Kak. Gue ngga bakal ngelewatin batas itu kalo ngga mau kehilangan lo berdua."

Kak Ari mengusap wajahnya berkali-kali. Ranti pun tak tega melihat Kakaknya yang nampak sangat kebingungan itu. Dibilang patah hati juga dia yang menolak, dibilang tidak patah hati ... kok galau?

Sebenarnya Ranti agak kaget saat tiba-tiba Kak Ari masuk ke kamarnya. Bukan karena tidak mengetuk pintu karena itu memang kebiasaan jelek Kak Ari, tapi karena sudah lama rasanya Kak Ari tidak menghampiri Ranti dan mengajak Ranti mengobrol. Sejak awal pacaran dengan Safira tepatnya. Biasanya kalau Kak Ari mau bicara, dia akan mengajak Ranti mengobrol saat sedang sama-sama di ruang makan atau menonton di ruang keluarga.

Salsa sudah berantakan, Kak Ari kebingungan ... untung urusan S2 Ranti tinggal menunggu pengumuman panggilan wawancara.

"Gila ... Salsa ... Si Bocah Gaul yang bikin pusing itu ... bisa-bisanya sih dia ..." kata Kak Ari pada akhirnya.

"Bingung yah, kenapa bisa naksir cowo geek cuek kayak lo?"

"Ngga juga sih, gue emang keren sebenernya mah ..." kata Kak Ari berbohong. Sebenarnya sih bingung banget! Bukannya Salsa biasanya suka sama cowo supel, up-to-date dan suka mainan medsos ya? Sekeren-kerennya Kak Ari seharusnya tidak memenuhi kriteria Salsa. Apalagi Kak Ari juga pernah kasar pada Salsa ...

"Anjir, pede abis lo, Kak!"

"Heh, ngga boleh ngomong kasar!"

"Oh iya maaf ... jadi sekarang lo gimana, Kak?" Ranti terkikik geli melihat kakaknya masih memperlakukannya sama seperti ketika dia masih SD.

"Ngga tau, Dek ... I deeply care for her. Dibilang ngga sayang juga ngga, tapi kalo dibilang punya perasaan yang sama juga ..." Kak Ari terdiam, berharap Ranti memahami maksudnya.

"... kok gantung??" Ranti malah bertanya. 

"Ya menurut lo aja, Dek." Kak Ari malas menjelaskan. Masa' gitu aja ngga tau.

"Ya gue ngga tau, Kak."

"Ya masa ngga tau?"

"Ya tebakan gue ada diantara ngga sama ngga tau."

"Siapa yang ngga tau? Elo apa gue?"

"Elo."

"Gue? Ini yang tentang apa?"

"Akh! Kak Ari kebanyakan nanya jadi ribet kan!! Intinya tuh di elo, Kak. Menurut gue lo sendiri ngga paham perasaan lo. Dibilang ngga cinta juga galau, dibilang cinta ngga jelas."

Jeger! Keluarlah kalimat sakti yang selama ini Kak Ari hindari. Mendengarnya saja membuat Kak Ari deg-degan. Membayangkan dirinya jatuh cinta pada Salsa, kenapa wajah Kak Ari jadi panas?!

"Gue ngga mau bikin dia sakit hati sama gue."

"Yang nyakitin itu kalo elo ngga cinta tapi masih perhatian, Kak. Get yourself together ..." kata Ranti pada akhirnya. Kak Ari menatap Ranti sejenak, lalu menoyor adiknya. Kemudian ia pun keluar dari kamar Ranti.

Sekarang apa yang harus dia lakukan?

***

Beberapa hari setelah kejadian malam itu tidak ada lagi antar-jemput Salsa, tidak ada percakapan dalam mobil maupun obrolan telepon yang kadang sampai larut malam, tidak ada lari bersama, makan siang bersama, pulang-pergi bersama ...

Kak Ari akhirnya merasakan menjadi sosok asing-nya Salsa, suatu posisi yang rasanya sudah lama sekali ia tinggalkan. Kak Ari menyadari privilege-nya hilang, dan bisa dibilang hal itu cukup membuat Kak Ari linglung dan panik.

Dia baru sadar bahwa bisa dekat dengan Salsa kemarin-kemarin itu adalah sebuah kemewahan bagi orang-orang di sekitarnnya. Menyadari seberapa banyak laki-laki yang mendekati Salsa dan dia tak bisa melindungi Salsa dari semua laki-laki itu.

Sejak Kak Ari dan Salsa tidak selalu bersama, Salsa kembali dikerubuti laki-laki. Tentu saja hal ini tidak luput dari Kak Ari, mengingat Salsa sangat populer di kantornya.

Tidak hanya Salsa yang dikerubuti laki-laki sih sebenarnya, Kak Ari juga jadi didekati oleh beberapa perempuan di kantor, yang paling getol mendekati adalah Clarissa. Tapi berhubung kepekaan Kak Ari di bawah nol dan pikirannya masih saja dipenuhi Salsa, semua sinyal perempuan itu pun tidak ada yang tertangkap.

Hari itu Kak Ari baru mau pulang ketika dari luar lift ada yang buru-buru menahan. Betapa terkejutnya Kak Ari ketika mengetahui bahwa yang menahan lift adalah Salsa. Perempuan itu pun nampak sama terkejutnya, tapi dia berusaha menarik senyum meskipun agak kaku.

Kak Ari berdehem, menahan kekagumannya atas penampilan Salsa yang saat ini hanya terdiam di sebelahnya. Salsa menggunakan outfit seperti ingin pergi ke pesta, lengkap dengan makeup yang menurut Kak Ari sangat bold.

"Mau ke mana?" Kak Ari memberanikan diri.

"... ketemu temen," jawab Salsa ragu. Kak Ari diam, bingung ingin menjawab apa.

"Clubbing," tambah Salsa. Dia yang tadi sempat takut dimarahi Kak Ari lalu menyadari bahwa sekarang dia bebas. Sakit, tapi bebas.

Sementara itu, Kak Ari tidak bisa berkata apa-apa. Dia mengucapkan ketidaksukaannya dan menasehati Salsa panjang lebar dalam pikirannya. Tapi tidak satupun keluar dari mulutnya. Saat pintu lift terbuka, Kak Ari mempercepat langkahnya sambil berkata, "Duluan, Sa."

Sepanjang perjalanan, Kak Ari tidak berhenti memikirkan Salsa. Rasanya ingin ia menyusul dan menarik Salsa dari club.

"Aargh!" Kak Ari melampiaskan kekesalannya dengan menghantam kemudi di hadapannya. Posisi asing ini makin membuatnya tidak kuat.

Kak Ari baru sampai di rumah ketika Ranti malah bersiap keluar sambil menelepon Alva.

"Kelamaan, aku naik ojek aja deh ke tempat kamu. Lita bilang Salsa udah mabok!"

Lelah Kak Ari hilang mendengar Ranti. Tanpa bertanya Kak Ari berkata, "Suruh Alva siap-siap, kita jemput."

Mereka bertiga pun menjemput Salsa pulang. Sampai di tempat yang gelap dan memusingkan itu, Kak Ari langsung memicingkan mata mencari Salsa. Ranti dan Alva tidak bisa melakukan apa-apa menghadapi badan besat Kak Ari yang panik.

Salsa pun ditemukan Ranti, sudah 'diselamatkan' temannya yang juga mengenal Ranti. Kak Ari membopong Salsa sementara Ranti dan Alva bicara sebentar dengan Lita.

Kak Ari mendudukkan Salsa di bagian belakang mobil.

"Kamu kenapa sih??" Tanya Kak Ari khawatir sambil menangkup pipi Salsa. Salsa yang sudah setengah sadar menatapnya sayu, senyumnya mengembang.

"Kak Ari lagi ... Kak Ari lagi ... Salsa lari ke tempat yang Kak Ari ngga suka aja Kak Ari masih mampir ke pikiran Salsa ..."

Hati Kak Ari keruh mendengar ucapan Salsa. Kelihatannya Salsa pikir dirinya sedang berhalusinasi.

Tak lama Ranti dan Alva pun terlihat. Kak Ari langsung menginstruksikan Ranti untuk duduk dengan Salsa sementara Alva di kursi depan.

Sepanjang jalan Salsa dipeluk Ranti di kursi belakang sementara para laki-laki duduk di depan. Salsa tidak berhenti meracau.

"Gue ke club buat ngelupain Kak Ari, eh, tetep aja loh mukanya kebayang-bayang, Ran! Kayak ada di depan mata gue! Hahahaa ... itu cowo cuma satu tapi kenapa ya susah banget dikeluarin dari kepala gue."

"Kak Ari ... siapa? Hah? Masih inget ding ... gue pikir kalo pura-pura lupa bisa lupa beneran. Huuu ..."

"Ampun deh, Ran. Kakak lo ngalah-ngalahin Rekha banget ini! Nyut-nyutan kepala sama dada gue ngga kelar-kelar ..."

Tidak ada satupun yang membalas racauan Salsa. Semua menahan khawatir. Ranti malah mengeluarkan air mata dan memeluk Salsa erat-erat. Sesampainya di rumah Salsa, Kak Ari langsung bergerak. Setelah memarkir mobil, Kak Ari langsung membuka pintu belakang dan menggendong Salsa.

"Kak Ari! My prince charming ..." kata Salsa dengan wajah bahagia. Salsa sedang mabuk, tapi wajah itu begitu tulus dan sungguh-sungguh. Seperti inikah tatapan Salsa setiap hari saat melihat dirinya? Kak Ari tidak pernah menyadarinya ...

Salsa menyenderkan kepalanya ke dada Kak Ari saat Kak Ari menggendongnya ke lantai dua. Kak Ari menghamburkan tubuh Salsa perlahan di kasurnya. Melepaskan sepatu dan memakaikan selimut.

"Kak Ari ..." suara Salsa kali ini terdengar seperti berbisik. Kak Ari melihat wajah Salsa, dia melihat perempuan itu telah terlelap dengan air mata yang berjatuhan.

Seharusnya Kak Ari menguatkan diri untuk tidak mengindahkannya. Seharusnya Kak Ari langsung beranjak. Tapi Kak Ari berlutut di hadapan Salsa, menyibak lembut rambut Salsa yang sedikit menutupi wajahnya, lalu mengecup pelipis Salsa.

"Mimpi indah, tuan putri-nya Kak Ari ..." begitu bisik Kak Ari sebelum meninggalkan Salsa sendiri di kamarnya.

***

"Gimana ceritanya Salsa bisa minum sih?!" Tanya Kak Ari kesal.

"Ada temen yang jail, nuker minumannya, Kak." Kata Ranti kalem. Terlalu kalem seperti menahan sesuatu. Alva tidak berhenti menggenggam bahu pacarnya itu.

"Kenapa dia bisa temenan sama anak-anak kayak gitu sih?! Kak Ari tahu banget Salsa ngga pernah minum-minum!! Harusnya dia udah ngga deket sama orang yang suka jadiin mabok becandaan kayak  gitu! Norak!!" Kak Ari lebih kepada mengomel sendiri daripada memarahi Ranti.

"Tahu banget, Kak?" Sindir Ranti dengan nada yang sinis. Mereka sudah sampai di depan rumah Alva.

"Thanks tumpangannya Kak.. duluan ..." kata Alva yang dibalas anggukan Kak Ari.

"Ran, be good ..." bisik Alva pada Ranti. Kak Ari menangkapnya dan baru memperhatikan bahwa Ranti terlihat menahan marah.

Sesampainya di rumah Kak Ari tidak bisa menahan diri untuk bertanya pada Ranti.

"Lo ada masalah sama gue, Dek?" Tanya Kak Ari ketus. Ranti yang sudah lelah dan tadinya ingin segera ke kamar langsung berbalik menghadap Kak Ari

"Mau lo ke Salsa sebenernya apa sih Kak?" Tanya Ranti kesal.

"Yang jelas gue mau dia ngga ada di situasi kayak tadi," jawab Kak Ari.

"Lo sadar ngga kalo elo yang bikin dia ada di situasi tadi??" Kak Ari terdiam. Nyeri itu datang lagi.

"Look, we get it, Kak ... lo peduli sama Salsa. Tapi kalo lo ngga cinta sama dia, lo ngga bisa sok pahlawan lagi ke dia. Karena begitu lo turun tangan hatinya Salsa berantakan lagi! Kasih Salsa waktu biar bisa move on dari lo."

Ranti berlalu membiarkan Kak Ari yang masih berdiri terpaku. Tangannya terkepal kuat. Sekujur tubuhnya panas tiap ucapan Ranti menggema di kepalanya.

Move on ...

***

Kabarnya sudah ramai. Salsa sekarang mudah diajak jalan dan pulang bareng. Anjing penjaganya kan sudah tidak ada, entah berhenti atau dipecat. Laki-laki lain tidak peduli, semua sibuk mengantre giliran jalan bersama Salsa. Karena itulah setiap hari Salsa bisa sampai jalan bersama laki-laki yang berbeda.

Kak Ari? Jangan ditanya geram yang dia tahan. Dia tahu kalau dia duluan yang menolak perasaan Salsa, jadi sekarang dia sudah kehilangan hak mengurusi Salsa lagi. Tapi tidak jadi begini juga keadaannya.

Masalahnya semakin sering Kak Ari melihat Salsa jalan dengan orang yang berbeda setiap harinya, semakin sulit juga menahan panas di dadanya. Dalam hati dia tidak habis pikir dengan Salsa. Dulu saat mereka dekat Salsa tidak seperti ini. Harus ya Salsa langsung berestafet cowo setelah Kak Ari "menolak"nya?

"Ayo, ikut Kak Ari," Kak Ari menarik lengan Salsa sore itu. Emosi Kak Ari meledak ketika melihat Salsa jalan dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal saat sedang berada di lobi. Ini sudah ke delapan kalinya ia melihat Salsa jalan dengan orang yang berbeda setiap malam. Kak Ari sudah tidak kuat menahan resahnya.

Tapi Salsa buru-buru melepaskan dirinya. Ada keganjilan yang dirasakan Kak Ari saat itu. Dulu, biarpun Salsa tak suka, genggaman tangan Kak Ari tak pernah terlepas. Saat itu baru Kak Ari sadari kalau sebenarnya Salsa bisa meloloskan diri dari setiap tarikan dan paksaannya.

Kak Ari menatap Salsa dengan mata melebar. Salsa tidak berkata apa-apa, hanya memberi tatapan benci pada Kak Ari. Dada Kak Ari langsung sesak, apalagi saat Salsa berbalik menjauh tanpa bicara.

"Salsa stop. Please ..." ujar Kak Ari sambil mengejar Salsa.

"Kak Ari ngga berhak!" Salsa berbalik marah.

"Kak Ari khawatir, Sa ..."

"But this is my life, Kak"

"And that's exactly what I'm worried for!"

"Well, do you think you are able to mess with my life if you worrying me?!"

"No, I'm just-"

"Or do you think I'm stupid?!"

"Wha-?! It's not ..."

"Good, cause I'm not! Kalau mungkin Kak Ari lupa, aku bukan Ranti, aku bukan adiknya Kak Ari. Aku bukan siapa-siapanya Kak Ari. Kak Ari mungkin care sama aku, tapi Kak Ari ngga berhak ngelakuin apapun yang lagi kakak lakuin sekarang!!"

"Salsa!" Kak Ari menegur Salsa, tapi Salsa tidak gentar. Kak Ari pun mendekati Salsa dengan wajah yang sudah sangat merah karena marah, "Kamu ngga pernah kayak gini sebelumnya, ngga pernah jalan sama sembarang orang kayak sekarang! Jelas aja Kak Ari bingung kan?!"

"Cause I was chasing you!" Salsa yang nyaris putus asa setengah berteriak pada Kak Ari. Dia sudah tidak peduli lagi pada keadaan sekitarnya. 

"Sa, don't do this ... you are way better than this ... Jangan sia-siain waktu kamu buat cowo-cowo itu, Sa, please ..." Kak Ari mendekat dan memohon pada Salsa.

"Then be with me ..." pinta Salsa balik. Mata Salsa tidak kalah memohon, membuat Kak Ari sampai sulit bernafas. Hening sejenak. Salsa menunduk, keduanya tahu apa maksud keheningan itu. 

Mata Kak Ari berkaca-kaca. Apapun yang ia percaya saat ini serba berkebalikan. Dia percaya dirinya tak bisa membahagiakan Salsa, karena itulah selalu berat untuk menyambut perasaan perempuan itu. Tapi karena sikapnya juga Salsa kini tidak bahagia. Belum pernah Kak Ari sebingung ini dalam hidupnya.

Salsa menunduk, menarik nafas sebentar dan mendekati Kak Ari lalu kembali berkata pelan.

"I don't need you here. I'm a big girl, Kak. It's my private, very very personal life. Kak Ari ngga bisa ngontrol dan ngurusin hidup aku seenaknya. Apa pernah Kak Ari ngurusin Ranti pas dia lagi pedekate sama cowo atau pas lagi ada masalah sama Alva??"

" ... Ngga." Kak Ari menjawab pasrah.

"Then why do you think you could dictate me what to do?"

Kak Ari terdiam. Dia tidak berkutik dengan ketegasan Salsa. Bocah kecil yang dulu selalu ia remehkan ternyata jauh lebih pandai bicara darinya.

"Udah ya, Kak. Salsa ngga perlu ingetin lagi kalo kita bukan siapa-siapa." ada air mata tergenang saat Salsa mengucapkan itu. Tapi kalimat itu meluncur lancar dan sebelum Kak Ari bisa mengatakan sesuatu, Salsa sudah kembali berbalik. 

Kini ia sudah pergi menjauh bersama laki-laki yang bagi Kak Ari tidak jelas itu. Kak Ari mengepalkan tinjunya. Geram, tembok sebelah pun menjadi sasaran. Suara Salsa terngiang di kepala Kak Ari dan membuat Kak Ari kembali merasa sangat pusing.

Kita bukan siapa-siapa ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top