Plan M: Mate To Share

How could you got love less than you deserve and still giving parts of your heart way more than you already have? - Ari

***

Tidak ada I hate Monday untuk Salsa di awal pekan ini. Dia sengaja menyiapkan hari terakhir cutinya itu untuk beristirahat dan bersantai di rumah sampai siang. Sesekali asyik juga rasanya bersantai-santai saat orang-orang lain tengah sibuk bekerja.

Siangnya dilanjutkan dengan berpetualang berdua dengan Ranti mengeksplorasi tempat-tempat di Jakarta yang direkomendasikan orang-orang. Lumayan juga bagi Salsa sebagai tabungan kontennya. Mereka pun lalu menghampiri tempat kerja Alva dan makan malam bersama.

Untuk sesaat, keadaan menjadi seperti dulu saat mereka bertiga masih kuliah. Bagi Salsa itu cukup untuk mengisi kembali semangatnya. Ketika sedang sibuk mengobrol tentang pekerjaan baru Alva di salah satu stasiun TV swasta, Salsa menerima telepon dari Kak Ari.

"Halo? Lagi main sama Ranti dan Alva aja sih ... di daerah kantornya Alva ... ke sini? Ngapain? Ngga usah, Salsa bawa mobil ... sebentar," Salsa yang dari tadi sibuk dengan teleponnya kini menghadap Alva, "Lo bawa mobil atau motor ngga hari ini?"

"Ngga sih, tadi naik bis. Abis lo bilang mau mampir, gue pikir mending sekalian balik bareng mumpung gue bisa cabut cepet," jawab Alva lengkap.

"Ngga bawa ... hah?! Ngga mau ah ... terus Salsa naik apaan? Ngapain sih ribet banget!"

Alva dan Ranti mengulum senyum melihat Salsa sibuk sendiri di telepon. Keduanya bisa menebak percakapan Salsa dan Kak Ari dan tidak tahan ingin menggoda.

"Ngga tau ah! Nanti Salsa kabarin lagi!" Rajuk Salsa. Ia lalu segera mematikan ponselnya. Wajahnya sudah merah menahan malu. Tidak berapa lama dia pun mengetik di ponselnya sambil menghindari tatapan jahil yang kompak diberikan kedua sahabatnya.

"Siapa, Sa?" Tanya Alva basa-basi.

"... Kak Ari," jawab Salsa ragu.

"Ooh ..." balas Ranti dan Alva sambil mengangguk kompak.

"Kakak mau ngapain, Sa?" Tanya Ranti kembali basa-basi.

" ... ngejemput katanya," jawab Salsa dengan wajah yang sudah sangat kepanasan.

"Ooooh ..." senyum Ranti dan Alva semakin lebar dengan anggukan yang kompak dan berlebihan.

"Ini ... 'faded after time-tested'-nya di sebelah mana ya?" Kata Alva. Ranti langsung tergelak sementara Salsa menutup wajahnya malu.

"Restart dong, Vaaa... nyawanya kan masih ada tiga lagi!!" Balas Ranti. Lalu pasangan itu pun kompak menertawai Salsa yang kini cemberut dengan wajah merah padam.

"Seneng lo berdua???" Ucap Salsa kesal yang malah memperparah tawa Ranti dan Alva. Entah sejak kapan mereka tidak pernah melihat  Salsa salah tingkah seperti ini.

"Kok lo kayak bingung gitu sih? Happy dong, udah baikan?" Tanya Ranti di sela tawanya.

"Can I?" Tanya Salsa ragu. Tawa Ranti dan Alva perlahan mereda.

"Can you ... what?" Tanya Alva yang diaminkan Ranti.

"Be happy? I mean ... I don't get it at all ... terakhir gue pikir bahwa gue dan dia ngalamin progress tiba-tiba kita berantem. Kalo kali ini bakal end up gitu juga gimana?" Tanya Salsa kebingungan. Ranti terkesima, belum pernah dia melihat Salsa yang begitu kebingungan dan berpikir terlalu panjang tentang laki-laki.

Kak Ari boleh juga, nih ...

"Jadi menurut lo, berantem kemaren tuh kemunduran?" Tanya Alva. Kali ini Ranti ikut-ikutan Salsa memperhatikan Alva dengan pandangan tidak paham.

"Emang menurut lo gue sama Kak Ari kemaren itu bukan mundur ya?" Tanya Salsa. Alva tersenyum.

"Menurut gue sih ngga ya ..." kata Alva.

"Kenapa?" Tanya Ranti. Alva melihat Ranti, lalu Salsa.

"Nyadar ngga? Dalam percakapan lo tadi gue ngga denger lo sama Kak Ari saling manggil dengan sebutan 'lo-gue' lagi," kata Alva ringan. Ranti terbelalak sementara warna merah di wajah Salsa semakin membuatnya seperti kepiting rebus. Apalagi setelah Ranti bertepuk tangan dan berseru betapa peka-nya pacarnya itu.

"Yaampuunnnn... calon ipar gueeee!!!" Kata Ranti kepalang senang dan memeluk Salsa. Ranti tidak tahu saja betapa berdebarnya Salsa menerima panggilan itu. Betapa dekat dan nyatanya semua bagi Salsa.

"Calon adek ipaaarrr... doain calon kakak yaaa!!" Kata Salsa sambil membalas pekuka  Ranti dengan dekapan yang tak kalah erat. Alva hanya tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan kembar ketemu besar ini.

Tak lama kemudian Kak Ari datang. Panjang umur sekali, pikir Salsa sambil menahan debaran jantungnya.

"Anak kecil pada pulang gih," kata Kak Ari, datang-datang mengusir Ranti dan Alva.

"Yuk, Sa," Ranti berlagak bodoh dan mengajak Salsa pulang. Lengan Salsa ditahan oleh Kak Ari, membuat Salsa merinding.

"Kak Ari jauh-jauh ke sini mau ditinggal?" Tanya Kak Ari pada Salsa dengan alis mengerung.

Ampun, Kak Ari serius amat ... ngga tau kalo lagi digodain apa?? Gue kan dari tadi ngga gerak buat ikut Ranti padahal ...

Ranti dan Alva mati-matian menahan semangat menggoda mereka menjadi saling pandang dan batuk yang dibuat-buat.

"Kenapa lo berdua?" Tanya Kak Ari heran. Salsa memelototi mereka sampai keduanya memutuskan untuk pamit sesegera mungkin.

"Mobil lo di rumah gue dulu ya. Besok baru gue balikin siang, sebelum ngantor. Besok ngga pake mobil kan?" Tanya Alva.

"Ngga, besok ngantor ama baliknya bareng gue." Trio kwek-kwek melongo dan saling pandang. Lalu kompak memandang Kak Ari.

Lah. Kenapa yang jawab Kak Ari???

"Udah balik sana! Va, titip adek ..." perintah Kak Ari.

"Siap, Kak," balas Alva.

"Sa, titip Kak Ari," Ranti tidak mau kalah.

"Beres, Ran," ucap Salsa sambil memberi hormat.

"Beres apaan? Adanya juga kamu yang dijagain Kak Ari ..." kata Kak Ari dengan nada yang normal.

Blush ...

Wajah Salsa memerah mengingat ucapan Alva tentang panggilan tadi.

"Kak Ari, aku titip Salsa ke kamu ya," kali ini Ranti tak tahan menggoda. Alva dan Salsa menahan senyumnya sementara Kak Ari mengernyit.

"Napa lo, Dek?" Tanya Kak Ari bingung.

Oke. Jelas sudah. Kak Ari tidak sadar dengan pergeseran panggilan antara dirinya dengan Salsa. Juga tidak sadar kalau Ranti sejak tadi menggodanya dengan Salsa.

Tanpa percakapan lebih panjang lagi, Ranti dan Alva pun segera pulang sementara Salsa masih bertugas menemani Kak Ari.

"Kak Ari makan dulu ya, laper," kata Kak Ari sambil memperlihatkan cengirannya, membuat Salsa menahan gemas.

Duh, mau ngelus-ngelus ngga ada hak ...

Kak Ari memesan makanan dan dengan cepat menghabiskannya. Keduanya bercakap-cakap sedikit tentang kantor. Kak Ari sempat mengeluhkan lambatnya kerja Clarissa yang ditangkap Salsa dengan senang hati.

"Sabar ya, Kak ... anak buah emang kadang ngasih taunya harus berkali-kali baru ngerti," Salsa memegang tangan Kak Ari dalam usahanya menenangkan sekaligus mengambil kesempatan.

Kak Ari nampak tidak terganggu maupun peduli dengan sentuhan Salsa. Dia hanya memberi Salsa senyum dan berterima kasih.

Sentuhan gue ngga ada rasanya apa ya?

Di depan Kak Ari Salsa menyemangati Kak Ari untuk menghadapi bawahan seperti Clarissa, tapi dalam hati dia mengatai Clarissa yang konon kena damprat Kak Ari karena revisi ketiganya belum sesuai permintaan klien.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10, tapi kemacetan tak kunjung surut. Tubuh Salsa telah lelah meskipun kini dia tidak dalam keadaan menyetir.

"Tidur dulu aja," kata Kak Ari.

"Ngga, nemenin Kak Ari ngobrol aja biar ngga ngantuk. Masih lama nih pasti sampe rumah," kata Salsa pengertian. Salsa sendiri paling malas kalau menyetiri orang yang meninggalkannya tidur di tengah kemacetan begini.

"Mau dengerin lagu?"

"Ng ... ngobrol aja yuk, Kak," tercetuslah ide yang menurut Salsa bisa meningkatkan potensi curhat colongan sehingga hubungan mereka bisa semakin erat dan lekat. Asyik!

"Ngobrolin apa?"

"Hmmm ..." kini Salsa berpikir keras. Otaknya kalau sedang mengantuk memang jadi tidak kreatif. Kok bisa memberi ide ngobrol tanpa memikirkan topik?

"Sa, Do you ever fall in love?" tiba-tiba Kak Ari membuyarkan konsentrasi Salsa. Wajah Salsa langsung bersemu.

Ini lagi falling in love with you, Kak ... bisa nyanyi Salsa nih ditanya begini ...

"Pernah." Salsa menjawab singkat. Sekilas ia membayangkan cinta pertamanya saat SMA. Dia terkikik. Betul juga, sisa-sisa kenangan dengan si mantan yang paling berkesan itulah yang pernah muncul ke permukaan hati Salsa ketika dirinya menerjemahkan apa yang ia rasakan setiap melihat Kak Ari beberapa bulan yang lalu.

"So you do know what it feels like."

"Yes, I do,"

Duh, macem di film Barat pas lagi nikah aja omongan gue ...

"Kirain masih bocah lo."

"Bocah mulu mikirnya. Salsa tuh udah lewat 20 tahun hidupnya ..."

"So ... you ... ever kissed a man?" Tanya Kak Ari sambil menggaruk hidungnya salah tingkah. Pertanyaan ini membuat pipi Salsa panas.

"Apaan sih, Kak?! Kok tiba-tiba?!" tanya Salsa panik. Mau tidak mau dia jadi melihat bibir Kak Ari, otaknya pun kacau.

"Tinggal jawab aja, Sa."

"Hmmm ... hehehee ..." Salsa yang sedang tersenyum malu-malu dipandang curiga oleh Kak Ari.

"Mikirnya bisa dipercepat ngga? Ngga usah jadi ngekhayal yang mesum juga," kata Kak Ari, membuat bibir Salsa tertutup meskipun masih melengkungkan senyum.

"I don't know if it's a good thing or embarassing ... biar udah megang rekor punya mantan terbanyak seantero jagad raya, seumur-umur Salsa cuma pernah kissing sama satu cowo. Mantan Salsa, first love Salsa juga. Ih jadi maluuuu ..." Salsa memukul lengan Kak Ari keras sambil tertawa salah tingkah dan menutup wajahnya yang memerah. Bayangan Rekha, cinta pertamanya, muncul.

"Belom move on ya?" Goda Kak Ari, geli sendiri melihat Salsa salah tingkah. Katanya sudah dewasa, diajak membahas topik begini saja malu.

Ya mau bagaimana lagi, yang mengajak membahas kan laki-laki yang Salsa taksir.

"Udah sih. Cerita lama banget itu mah, Kak. Walau heboh pada jamannya ..."

"Tapi keliatan masih heboh sampe sekarang tuh, ngomonginnya aja salting sendiri."

"It's more like because I remember the feeling. Ngerasain apa yang pernah aku rasain ke dia tuh ... rare. Ngga segampang itu muncul setiap aku deket sama cowo. Karena dia aku jadi bisa bedain antara love dan crush."

... and makes me know enough that right now I'm no longer having a crush towards you.

Kak Ari tersenyum dan menunduk.

"Safira itu satu-satunya perempuan yang pernah Kak Ari sentuh bibirnya, Sa." Salsa tertegun. Tiap detak jantungnya memompa ledakan aliran darah yang membuat seluruh wajahnya panas.

Kenapa tiba-tiba bahas ciuman ama Kak Fira?!

Salsa dapat melihat wajah malu-malu Kak Ari seiring dengan keinginannya untuk menceritakan apapun yang sedang ingin ia bagi dengan Salsa saat ini. Salsa terpaku, bertanya-tanya dalam hati.

"I never do kissing lightly. Buat Kak Ari, nyium cewe itu ngga boleh kalo ngga kebayang bakal nikah sama dia. Sesakral itu buat Kak Ari ..." Kak Ari menarik nafas sejenak, "I really thought I would end up with her. That she's my mate." Kak Ari menarik senyumnya dan menengok sekilas pada Salsa, mencari tahu apa perempuan itu masih tertarik dengan ceritanya. Salsa terus memperhatikan Kak Ari.

"Tapi ngga tahu sejak kapan, kami jadi sering berantem. Ngga jelas siapa yang salah, tahu-tahu marahan aja ..."

Senyum Kak Ari berubah miris sementara Salsa masih memperhatikannya tanpa bicara sepatah kata pun. Cerita ini begitu personal. Salsa masih tidak percaya Kak Ari membuka diri sampai sedalam ini di hadapan Salsa.

"Beberapa bulan setelah putus, Kak Ari mikir ... mungkin karena emang kita beda aja. Dia benar-benar mau nikah tahun ini, Kak Ari belum merasa settle. Kak Ari maunya punya rumah dulu, sama siapin uang untuk persiapan nikah biar ngga minta orang tua. Tapi buat dia, yang penting nikah dulu. Sisanya belakangan. Makin lama hubungan kita makin banyak negative thinking-nya. Dia pikir Kak Ari ngga serius mau nikahin dia, Kak Ari pikir buat dia yang penting cuma bisa ganti status. Kak Ari bukannya nenangin, malah jadi nuduh-nuduh dia ..."

Air mata Salsa sudah menggenang. Ada sesak yang ia rasakan seiring dengan mengalirnya cerita Kak Ari. Entah bagaimana caranya, Salsa dapat merasakan Kak Ari yang pontang-panting berusaha mempertahankan hubungan yang sudah diujung tanduk. Lelah dan tergoda untuk menyerah ... tapi di atas semuanya ada keinginan besar untuk melihat hubungannya akan baik-baik saja. Keinginan yang semakin lama semakin sulit dipertahankan.

"Empat tahun kita pacaran, selama itu juga Kak Ari nabung habis-habisan. I really wanted it to works ... tapi perhitungan Kak Ari waktu itu tetap ngga ngasih tanda kalo Kan Ari siap nikah tahun ini. Kak Ari gagal ngeyakinin dia, Sa."

"Waktu kamu bilang kalo apapun yang Kak Ari lakuin ngga bakal bikin dia balik, Kak Ari syok. Kak Ari ngga pernah ngebantah kalo Kak Ari udah putus sama dia, tapi Kak Ari emang ngga pernah berhenti mikir kalo dia jodoh Kak Ari. Nantinya kita bakal sama-sama ... itu yang Kak Ari percaya. Bahkan sampai sekarang rasanya ngga percaya kalau Kak Ari udah ngga sama dia. Kalau dia akan sama orang lain ..."

Tetes demi tetes airmata mengalir di wajah Salsa. Kak Ari terbelalak, "Sa?! Kenapa, kok mewek gini?!"

Salsa terkejut mendapati wajahnya sudah basah oleh buliran-buliran air yang lancar keluar dari matanya. Sesak yang tadi ia rasakan akhirnya keluar lewat pelupuknya.

"Eh, aduh maaf ... Salsa jadi sedih, Kak ..."

"Kenapa sedih sih? Duh ..." Kak Ari sibuk mencari tisu di sekitar mereka, tapi tidak ketemu. Rupanya tisu berada di kursi belakang mobil. Kak Ari pun meraih tisu tersebut.

"Ngga mungkin ngga sedih kan denger cerita Kak Ari?" Tanya Salsa sambil menatap tubuh Kak Ari yang gelagapan mencari tisu. Gerakan Kak Ari terhenti, dia lalu kembali pada posisinya dan mengambil dua lembar tisu. Kak Ari mengusap wajah Salsa yang basah dengan tisu tersebut.

"Kak Ari ngga bermaksud bikin kamu sedih, Sa ..."

Salsa balik mengusap pipi Kak Ari dengan tangannya. Kak Ari memejamkan matanya dan tersenyum teduh. Ada perasaan yang sudah tidak bisa Salsa tahan lagi. Ia pun langsung mengecup lembut pipi Kak Ari dan membuat laki-laki itu kembali gelagapan.

"Sa! Apaan sih, malu ah!! Lagi macet gini juga!" Kata Kak Ari salah tingkah, tapi Salsa malah tersenyum sambil menyentuh tulang pipi Kak Ari yang tadi dikecupnya.

"Kak Ari hebat. Nyimpen ini semua sendiri ... pasti sakit kan? Salsa aja sakit sekarang, padahal cuma ngebayangin apa yang Kak Ari rasain ..." kata Salsa dengan sedikit terisak. Kak Ari terdiam, menikmati sentuhan Salsa yang terasa menyejukkan hatinya yang sesak.

"Sekarang Salsa tahu. Kak Ari ngga nyimpen ini sendiri lagi." Salsa tak bisa menahan dirinya untuk tak menangis kembali. Kak Ari tidak lagi menghentikannya, malahan kepala Salsa terus diusap dengan lembut.

"Kenapa Kak Ari cerita ke Salsa soal ini?" Salsa mengadah dan bertanya setelah puas menangis beberapa saat.

"Karena cuma kamu yang nyadar dan nyadarin Kak Ari kalo Kak Ari harus ngelepasin Safira."

"Ngelepasin?"

"Kak Ari ... Kak Ari mutusin buat dateng ke nikahannya Fira. Untuk yang terakhir kalinya Kak Ari mau buktiin kalo Kak Ari bisa positive thinking ke dia."

"Yaampun, Kak! Good for you! Aku bangga sama kak Ari," kata Salsa memberi dukungan. Kak Ari mengangguk yakin.

"Salsa mau temenin Kak Ari?"

Salsa bengong selama beberapa saat. Sebelum akhirnya berteriak dalam mobil,

"Mau! Salsa mau temenin Kak Ari! Makasih ya, Kak, udah cerita dan percaya sama Salsa ..."

Kak Ari menarik tangan Salsa yang sudah berada di dekat gigi mobil dan menggenggamnya erat-erat.

"I don't know how you do this ..." kata Kak Ari menunduk, melihat tangan Salsa yang ia genggam sambil tersenyum manis.

"Do what?" Ucap Salsa sambil mengendalikan gugupnya. Kalau terlalu salah tingkah nanti Kak Ari bisa melepaskan tangannya.

"Membagi diri kamu untuk nemenin orang lain saat kamu sendiri butuh ditemenin."

"Loh, waktu nemenin orang lain kita jadi sekalian ditemenin kan?"

"Tapi kan beda."

"Tapi kan sama-sama ngga sendirian lagi, Kak."

Kak Ari tidak menjawab. Ia tersenyum. Ia memberikan satu kecupan di tangan Salsa. Wajah Salsa memerah, hatinya hangat.

15 menit kemacetan Jakarta dilalui penuh syukur oleh Salsa dan Kak Ari dalam hati masing-masing. Pernyataan isi hati mereka keluar tanpa buru-buru dan tidak terputus. Kelegaan menyelimuti keduanya terlepas sedang dimana mereka saat itu.

Sisa perjalanan mereka habiskan dengan saling bicara, menatap dan tertawa bersama. Ada perasaan hangat yang hinggap tiap kali mata mereka bertemu. Salsa tidak ingin malam itu berakhir, tapi sampai juga dia di depan rumahnya.

"Aku pulang dulu, Kak ..." kata Salsa yang hanya berniat memperpanjang durasinya dalam mobil Kak Ari.

Yaiyalah pulang, wong udah di depan rumah. Emang mau ngapain lagi?! Camping dalem mobil??

"Besok Kak Ari jemput ya," ucap Kak Ari.

Heran, kenapa tiap ucapan yang seharusnya berupa sebuah perintah terdengar begitu manis dan menyenangkan di telinga Salsa? Ini pertama kalinya Salsa merasakan dirinya secara sukarela mengikuti seorang laki-laki yang sibuk mengarahkannya begini dan begitu.

Setelah berpamitan, Kak Ari pun beranjak.

Di rumah, Kak Ari langsung mandi air hangat dan berganti baju dengan baju tidur. Tapi matanya enggan tertutup. Otaknya sibuk memutar kembali momen beberapa saat lalu bersama Salsa. Senyumnya mengembang.

Salsa yang dulu ia pikir hanya sekadar anak kecil labil yang kerjanya selalu membuat adiknya khawatir ... Salsa yang dulu terlihat biasa saja ... sekarang mampu membuatnya berdebar seperti saat ini.

Kini Kak Ari menyadari alasan mengapa begitu mudahnya laki-laki untuk jatuh hati pada Salsa. Kini Kak Ari mengerti pesona Salsa. Membuat Kak Ari menjadi sedikit posesif pada Salsa, tak rela kebiasaan gonta-ganti pacarnya membawa perempuan kecil itu kepada laki-laki yang tidak layak

........ Seperti dirinya.

Mengingat sifat kasar dan keras kepalanya yang telah membuat Safira pergi, Kak Ari tidak punya nyali untuk mengungkapkan kekagumannya pada Salsa. Baru pertama kali Kak Ari merasa ada perempuan sebaik Salsa. Terlalu baik sampai menggerakkan hatinya untuk selalu ingin melindungi, menjaganya sampai ia mendapatkan cinta yang pantas.

Kali ini Kak Ari tidak berani melangkahi batas. Dalam keadaan apapun Kak Ari tidak boleh mengambil risiko untuk mengulangi kesalahannya. Dia tidak bisa melakukan kesalahan yang sama dengan saat masih bersama Safira.

Meskipun harus Kak Ari akui, semakin hari rasanya tugas itu semakin berat.

Contohnya saja malam ini. Setelah menghabiskan waktu dengan Salsa, menggenggam dan mengecup singkat tangan si Tuan putri berotak gesrek, Kak Ari menikmati sisa malam dengan tidur tanpa melepas senyumnya ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top