Plan L: Lovely Lonely Person

Gue ngga cuma bersikap baik, gue emang baik. Jangan suruh gue jadi ngga baik cuma karena kebaikan gue diterima terlalu baik. Bukan salah gue kalo ada yang salah paham. Ngerti? - Ari

***

"Kak Ari??" Salsa terbelalak. Ini sudah jam 11 malam. Saat Kak Ari sibuk menanyakan tentang penerbangannya Salsa pikir karena Kak Ari sedang sok khawatir saja seperti dulu.

"Ayo pulang." Kak Ari membawa dua koper besar Salsa tanpa ijin dan tanpa memberi salam pada Suwa.

"Ini siapa, Sa?" Tanya Suwa yang tidak membiarkan orang lain begitu saja mengabaikannya. Kak Ari mendekat pada Suwa sampai mereka berhadapan. Saat itu baru terlihat perbedaan tinggi mereka sehingga Suwa harus mengadah untuk melihat Kak Ari. Di situlah Kak Ari memberikan tatapan seperti siap menerkam. Menakutkan memang.

Sekilas melihat pun Salsa bisa tahu bahwa usaha Kak Ari berhasil. Meskipun memang tidak sebesar Alva, tubuh Kak Ari memang tinggi besar. Otot-ototnya juga keras. Hanya orang yang penuh tekad yang bisa mengimbangi aura Kak Ari yang sedang galak, dan orang itu bukan Suwa.

"Gue kakaknya Salsa dan gue tau siapa elo. Demi kebaikan lo mending jauh-jauh dari Salsa. Ngerti lo?!" Kalimat bernada ancaman ditambah aura yang intimidatif Kak Ari sanggup membuat Suwa menciut. Ia mengangguk cepat, memberi salam perpisahan dan senyum canggung pada Salsa lalu segera pergi dari sana.

Gue kakaknya Salsa ...

Sesak itu datang lagi. Benar juga, bagi Kak Ari Salsa hanya adik. Salsa tidak berhak marah kalau Kak Ari belum move on dari mantannya atau memilih jalan dengan Clarissa.

"Ayo pulang," sahut Kak Ari sambil menggenggam pergelangan tangan Salsa. Perempuan yang biasanya semangat beradu mulut dan membangkang itu kini menjadi anak penurut dan penunduk. Salsa hanya diam saat mengikuti Kak Ari, membangkitkan rasa tidak nyaman dalam diri Kak Ari.

***

"Kenapa gue harus selalu end up ngurusin elo gini sih?!" Kak Ari memasukkan koper-koper Salsa ke mobilnya sambil mengeluh.

"Mana gue tau ... gue ngga minta lo urusin," jawab Salsa dingin. Kak Ari yang tadinya kesal terdiam mendengar suara Salsa. Salsa hanya menatap kosong ke depan, tidak terlihat tanda darinya untuk bisa diajak bicara.

"Yaudah, masuk sana." Kak Ari membuka pintu mobilnya untuk Salsa.

"Iya," jawab Salsa singkat dan mengikuti arahan Kak Ari. Di dalam mobil Salsa diam saja sambil menghadap jendela.

Kak Ari gelisah. Tidak ada penjelasan, tidak ada kebawelan tentang kenapa Kak Ari bisa tiba di bandara atau inisiatif cerita kenapa Salsa ke Bali dan menjadi dekat dengan Suwa. Baginya perangai Salsa kali ini sangat tidak biasa.

Salsa marah pada Kak Ari dan Kak Ari resah dengan keadaan ini.

"Sa ..." panggil Kak Ari lebih lembut. Salsa memejamkan matanya, lagi-lagi kehangatan itu datang tanpa diundang.

"Lo ... masih marah sama gue?" tanya Kak Ari benar-benar melunak. Dalam hati ia takut.

Apa sih yang sebenarnya gue takutin dari dicuekin bocah rese' satu ini???

"Kenapa gue harus marah?" Ucap Salsa tak acuh.

"I was being a jerk. Ngga seharusnya gue ngelampiasin kemarahan gue dengan nyakitin lo kemaren itu. Gue minta maaf, Sa," balasnya sambil mengusap pipi kanan Salsa dengan ibu jarinya.

Salsa benci perasaan hangat yang ditimbulkan dari sentuhan Kak Ari. Salsa benci karena menyadari sepenuhnya bahwa gerakan itu tidak lebih dari perhatian seorang kakak kepada adik. Salsa menepis tangan yang menyentuhnya dengan perlahan.

Way too late, Kak! Udah terlanjur lecet hati gue!

"Ngga apa-apa, gue capek doang kali, Kak. Sorry kalo ngeselin. Udah ya, gue mau istirahat." Salsa membelakangi Kak Ari setelah berkata demikian. Satu hal yang Kak Ari belum pernah alami, berada di balik tembok yang Salsa bangun.

Salsa yang merasa sakit hati memang biasa mendorong orang menjauh dan membangun tembok diantara dirinya dan orang itu. Hal ini pun berlaku untuk orang-orang yang dia sayang kalah dia sedang benar-benar terluka.

Rasanya diperlakukan seperti itu? Melipatgandakan rasa khawatir Kak Ari tentunya. Kak Ari menjadi sangat tidak tenang melihat Salsa yang terus-terusan melihat ke jendela dan bersikap seolah semua baik-baik saja. Ia lebih terima dibentak dan diteriaki daripada begini.

"Sa ... it's fine kalo lo ngga mau maafin gue. Tapi ngga berarti jadi jalan sembarangan berduaan sama cowo baru ketemu kan?" Tanya Kak Ari. Emosi Salsa naik mendengarnya. Masalah diantara mereka berdua memang meningkatkan kadar sensitivitas Salsa.

"Maksudnya apa tuh, Kak?!"

"Maksudnya kamu, sama cowo itu," Kak Ari menjawab apa adanya.

"Mulut Kak Ari tuh yang sembarangan!! Kak Ari pikir Salsa cewe bego apa cewe murahan???"

"Kak Ari ngga mikir gitu, Sa ..."

"Terus apa dong namanya kalo mikir Salsa asal ketemu cowo bisa diajak jalan bareng???"

"Itu namanya khawatir, Salsa. Kak Ari khawatir, okay??"

Salsa tertegun. Debaran jantungnya menguat, tapi dia belum mau kalah.

"Suwa itu temen SMA. Emang dulunya nakal, tapi sekarang beda, orangnya sopan dan pinter. Dia baru lulus kuliah, tapi ngejar passionnya jadi EO. Kak Ari belum kenal tapi udah nge-judge orang gitu sih ..."

Hening sejenak.

"Iya, Kak Ari salah lagi, maafin Kak Ari ya, Sa?" Bujuk Kak Ari lembut sambil menepuk-nepuk kepala Salsa. Seketika Salsa merasa seperti ada yang menyirami hati Salsa yang panas ...

Duh ... gini amat rasanya naksir sama Kak Ari.

"Kamu sama Suwa ... serius?"

"Ya ngga tahu, belum coba kenal lebih deket lagi. Tapi dia kayaknya udah keduluan takut sama Kak Ari ..." Salsa tetap berpegang kepada nada judes dan sinis. Sekali-sekali Kak Ari harus tahu bagaimana rasanya diperlakukan seperti itu.

Salsa mengintip ke arah Kak Ari. Eh, orangnya malah senyum-senyum! Kok kesel ya?!

"Terus kenapa liburan lama banget? Kok ngga ngabar-ngabarin mau ke Bali? Ranti aja ngga tau ..." tanya Kak Ari lagi.

"Ngga usah sok care ..." jawab Salsa ketus. Tidak kuat juga ternyata bersikap sok baik-baik saja pada Kak Ari. Ada sesuatu di diri Kak Ari yang selalu sukses mengusik ketenangan Salsa.

"I do care."

"Well, you shouldn't. As far as I know, Kak Ari tuh cuma kakaknya sahabat aku. Kakak juga ngga tahu apa-apa soal aku. Jadi ngga usah sok deket dan overprotektif deh, Salsa ngga butuh." Salsa mengeluarkan jurus pamungkasnya, memotong dan memperjelas hubungan yang ada.

Mereka sudah di ujung gang besar menuju rumah Salsa ketika Kak Ari menghentikan mobilnya.

"Ngga seharusnya Kak Ari bilang ngga peduli sama kamu waktu itu .. " kata Kak Ari menggosok wajahnya dengan kedua telapak tangan. Nyeri di dada Salsa muncul lagi sampai air matanya tergenang. Kata-kata itu ternyata memang menyakitkan.

"Ngga apa-apa lagi, Kak. That's what everyone's  feel. Aku ngerti," ucap Salsa entah siapa 'semua orang' yang dia maksud.

"Tapi Kak Ari peduli."

"Ngga, Kak Ari cuma penasaran aja sama Salsa. Tapi in the end Kak Ari sadar kayak orang lain kalo Salsa tuh ngga penting, Kak."

Salsa seperti kehilangan kontrol, tak jelas racauannya. Bahkan dirinya sendiri pun bingung mengapa kata-kata itu keluar dari mulutnya.

"Salsa, apaan sih ... jangan bilang gitu."

"Kenyataannya emang gitu, Kak ... Salsa sadar kok Salsa ngga penting buat orang-orang di sekitar Salsa, ngga pernah jadi prioritas siapapun. But that's fine."

"Salsa, you know you're matters a lot to me ..."

"How could I know?! You said it before, Kak Ari ngga peduli! Karena Salsa emang ngga penting, Kak! Bukan cuma Kak Ari kok, Mama Papa juga lebih ngurusin kerjaannya masing-masing. Ranti juga udah sibuk sama persiapan S2-nya!" Kak Ari menatap Salsa yang sudah kembali berteriak di dalam mobil. Mata perempuan itu sudah merah dan basah. Jantung Kak Ari seperti diremas mendengar tiap kata yang dikeluarkan Salsa.

" ... Salsa udah biasa diginiin dan ngga apa-apa, Salsa ngerti. Everyone has a lot of things on their plate. Kita punya struggling masing-masing. Cuma jangan perlakuin Salsa seolah-olah Kak Ari peduli sama Salsa terus besoknya Kak Ari nyuekin Salsa habis-habisan!! Salsa capek berharapnya ... Salsa capek ..."

Keduanya terdiam sejenak. Salsa masih terengah-engah dan berpikir keras, kerasukan apa dia tadi. Lalu hal yang tidak pernah diduga Salsa terjadi.

Keajaiban. Kak Ari memeluk Salsa.

"Salsa jangan bilang gitu ..." Kak Ari mengeratkan pelukannya, " ... jangan pernah bilang kalo kamu ngga penting. Kak Ari ngga suka dengernya."

"Salsa ngomongin kenyataan Kak," suara Salsa sudah bergetar. Salsa tidak bisa lagi menahan tangisnya. Lagi-lagi tanpa diduga, Kak Ari mengecup pipi Salsa yang basah lalu mengusapnya, mengeringkan pipi itu dari air mata.

Keajaiban kuadrat.

"Tapi kamu penting, Sa. Kamu penting buat Kak Ari, buat Ranti, Alva, Mama dan Papa kamu ... kamu penting buat semuanya."

"Kak-"

"Sa ... Kak Ari butuh kamu percaya sama Kak Ari. Mungkin Kak Ari punya keterbatasan dalam memperlakukan kamu dengan baik, Kak Ari minta maaf untuk itu. I'm doing my best from now on ..."

"Kak Ari marah sama Salsa ... Kak Ari ngga mau dengerin Salsa ..." Salsa merajuk sambil menangis dalam pelukan Kak Ari.

"Maafin Kak Ari ya, Sa ... Kak Ari udah bikin kamu ngerasa kayak gini ..." Kak Ari melepaskan pelukannya dan menatap Salsa dari jarak yang dekat. Salsa sedikit gelagapan melihatnya sehingga dia memilih untuk menunduk.

"Terus sekarang Kak Ari mau Salsa gimana? Kak Ari ngga bisa terus-terusan ngelarang Salsa jalan sama cowo atau kenalan sama cowo baru ... gimana Salsa mau ketemu cowo yang baik kalo Kak Ari galakin cowo yang deket sama Salsa?"

Kecuali kalo Kak Ari mau jadi pacar Salsa ...

"Ijinin Kak Ari jagain kamu dulu ya, sampe kamu bener-bener ketemu cowo yang bisa ngerti seberapa istimewanya kamu."

"Salsa ngga butuh dijagain ..."

Kak Ari tertawa. Salsa pun bingung dibuatnya.

"Iya ya? Tapi Kak Ari jadi khawatir kalo ngga jagain kamu, udah berasa jobdesc nih buat Kak Ari. Nemenin dan jagain Tuan putri Salsa," ucap Kak Ari sambil memberikan senyum manis pada Salsa. Duh, klemar-klemer lagi deh Salsa.

"Kenapa Kak Ari ngga sekalian nambah jobdesc buat  jadi cowo Salsa aja?"

Salsa memuji mati-matian dirinya sendiri dalam hati yang sudah sangat kreatif menyelipkan kode bahkan di situasi seperti ini.

"Salsa harus ngerasain sama cowo yang Salsa sayang, yang Salsa cinta. Bukan yang cuma sekadar ada kayak Kak Ari gini ..." Kak Ari menyingkap rambut Salsa ke belakang telinganya, membuat perempuan itumerasakan aliran hangat yang memacu jantungnya agar makin seru bekerja.

Tapi Salsa sayang dan cinta sama Kak Ari  ...

Salsa diam sejenak, wajahnya merona karena pikirannya yang muncul sekilas tadi.

"Sangkain udah lupa sama Salsa gara-gara keasyikan deket sama Clarissa," Salsa tiba-tiba teringat dengan pemandangan yang lumayan membuatnya kesal beberapa minggu lalu.

"Hah?" Tanya Kak Ari kurang paham.

"Iya kan? Pas kemaren marah sama Salsa Kak Ari jadi nempel banget sama Clarissa."

"Emang iya??"

"Iya! Mana pas Kak Ari sama Salsa berantem depan lift kan pulang bareng Clarissa!"

"Bareng temen satu team juga kok, pada nungguin di bawah. Kan lagi mau ditraktir media."

"Ditraktir?"

"Iya. Habis makan ya pulang masing-masing."

Yaampun ... kok Salsa kesal ya! Clarissa pasti senang sekali melihat Salsa cemburu kemarin-kemarin karena dia bisa berdekatan dengan Kak Ari. Sial, Salsa kecolongan!

"Kak Ari tahu ngga sih Clarissa suka sama Kak Ari?" tanya Salsa terang-terangan.

"Yaaa ..." kata Kak Ari ragu.

"Tau ya?"

"Pernah dikasih tau temen-temen kantor yang lain sih. Tapi dia ngga pernah bilang suka, jadi Kak Ari ngga mau kegeeran."

Ya menurut Kak Ari aja deh!! Orangnya nunggu ditembak itu tauuu ...

"Emang Kak Ari ngga nyadar kalo dia deketin Kak Ari?"

"Deketin gimana sih? Kalo deket ya karena emang satu tim kali, Sa. Sering lembur bareng, ke client bareng, menurut Kak Ari sih wajar ya ..."

Agak mencelos juga Salsa mendengar ucapan Kak Ari. Kalo tempelan gencar ala Clarissa saja tidak bisa menembus kesadaran Kak Ari, apalagi kode-kode penuh gengsi dari Salsa?

"Kamu kenapa?"

"Kak Ari ngga peka banget jadi cowo ..."

Kak Ari menggaruk pipinya malu.

"Kalo emang suka juga kenapa? Dia punya hak buat suka, tapi Kak Ari juga punya hak buat ngga ngerasa sama kan?" Kak Ari berusaha membela diri. Salsa pening mendengarnya.

"Iya sih ... tapi ..."

Ya Allah ... ini orang hatinya dibawa dari kutub kali ya??? Biar udah climate change gini tetep aja beku ...

"Kamu pasti capek, sanah masuk, terus tidur dulu," Kak Ari mengelus rambut Salsa. Salsa menengok keluar, tahu-tahu mereka sudah berada di depan rumah Salsa. Kapan jalannya dari ujung gang?!

"Ma- makasih, Kak," Salsa terbata. Deg-degan juga rasanya diperhatikan dengan lembut begini oleh Kak Ari. Apalagi Kak Ari sekarang menatapnya dalam-dalam dan mendekat ...

"Buruan ... Kak Ari mau pulang," protes Kak Ari yang tidak sadar bahwa Salsa sedang terpana padanya.

Salsa pun langsung berubah cemberut dan turun dari mobil Kak Ari. Kak Ari membantu menurunkan koper Salsa. Saat koper sudah di dalam rumah  bantuannya itu diambil alih Bi Miyem.

Setelah pintu rumah Salsa tertutup barulah Kak Ari pulang, meninggalkan perempuan yang masih terpaku di balik pintu tersebut

***

"Malem amat. Habis dari mana?" Ranti membukakan pintu setelah Kak Ari meneleponnya. Lewat tengah malam begini  hanya Ranti yang masih bangun karena besoknya dia bangun paling siang.

"Jemput Salsa balik."

"Dari bandara ...?" Ranti mendekati Kak Ari perlahan, " Lo ada apa sama Salsa, Kak??"

Kak Ari tertawa terbahak-bahak.

"Sst!! Berisikk! Kasian Mama Papa nanti bangun!" Ujar Ranti panik.

"Abis lo ngomongnya ngaco aja." Kak Ari masih mengeluarkan sisa tawanya, seolah ucapan Ranti begitu konyol dan tidak masuk akal.

"Kok ngaco?"

"Salsa tuh buat Kak Ari sama kayak elo, Dek. Kalo tingkah lo kayak dia juga Kak Ari bakal sama perlakuannya."

Ada perasaan menyayangkan saat Ranti mendengar penjelasan Kak Ari tadi ...

"Tapi Kak Ari jauh lebih protektif ke Salsa ketimbang ke gue loh ..."

Kak Ari menerawang, mengingat ucapan penuh nada kesepian Salsa saat bertengkar dengannya beberapa waktu lalu.

"Soalnya Salsa lebih butuh didampingin dan dijagain daripada lo, Dek."

"Kenapa ngga sekalian lo jadi pendamping dia, Kak? Lo single, dia single, tinggal dijadiin."

Kak Ari tertawa lagi mendengar penjelasan adiknya. Sekilas ia mengingat ucapan asal Salsa tadi saat menanyakan penambahan jobdesc.

"Ngga ah, ngga pantes," ucap Kak Ari sambil mengingat saat dia menyakiti hati Salsa beberapa waktu lalu.

Lagipula perempuan cantik, pintar dan menyenangkam seperti Salsa pasti memiliki standard yang tinggi dalam memilih laki-laki, bukan?

"Ya pantesin lah! Ngapain jagain jodoh orang?! Mending lo dampingin sambil disiapin buat jadi pendamping lo," dengan gaya mak comblang Ranti mengompori Kak Ari.

"Ini ide dari mana sih lo jadi ngejodoh-jodohin gue sama Salsa?"

"She's my bestfriend, Kak. I want the best for her."

"Please, you know she could do better than me."

"I know. But what if it's you that she wants?"

Kak Ari memandang Ranti terkejut. Ranti mengigit bibirnya, dalam hati berharap Kak Ari tidak menangkap maksud Ranti. Bisa gawat kalau perasaan Salsa bocor ke Kak Ari gara-gara Ranti salah bicara.

"Lo kalo ngga ada perasaan sama cewe, jangan terlalu bersikap baik, Kak. Apalagi sama Salsa, it's not like she get enough gentleman in her life. Hati-hati ya, Kak." Ranti pun berlalu.

Kak Ari terdiam. Perasaan tidak nyaman itu kembali datang saat dia memikirkan perkataan Ranti. Ingatannya tentang bagaimana dia memeluk dan mengecup pipi Salsa tadi pun datang.

Sial ... kenapa tadi gue ngelakuin itu ya?

Kak Ari terduduk di sofa. Entah mengapa kepalanya tidak bisa berhenti memutar ucapan Salsa yang semakin diingat semakin membuat jantungnya berdebar tak keruan ...

"Kenapa Kak Ari ngga sekalian nambah jobdesc buat jadi cowo Salsa aja?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top