Plan H: Having A Progress
Namanya juga mengejar, ya harus pake lari! - Salsa
***
Salsa menarik nafas panjang dan bersiap. Jam lima pagi, biasanya Salsa masih mimpi tentang Kak Ari jam segini. Tapi hari ini Salsa memutuskan berinisiatif menjemput Kak Ari dalam kenyataan.
Salsa sudah menanyakan kepada Ranti soal hobi Kak Ari. Ternyata selain hobi main game sampai lumutan di kamar, sehari-hari Kak Ari itu hobi lari pagi. Dia akan keluar sekitar jam setengah enam untuk berlari paling cepat selama satu jam.
Wah ... tidak sangka gamer lumutan seperti Kak Ari punya pagi yang produktif.
Berhubung jarak rumah Salsa dan Ranti itu nanggung; dibilang jauh juga tidak tapi kalau jalan kaki perlu waktu 30 menit juga; Salsa pun memulai aktivitas barunya ini sejak pukul lima pagi. Bi Miyem betul-betul dibuat khawatir karena Salsa pergi hanya membawa ponsel di pagi buta.
Mungkin cuma Salsa yang mengejar laki-laki lebih niat daripada mengejar rezeki begini. Padahal berangkat ke kantor saja jam setengah sembilan pagi karena kantor baru mulai "hidup" jam setengah 10.
Yah, jodoh yang baik kan juga rejeki.
Setelah sampai ke komplek perumahan Kak Ari, Salsa sebenarnya sudah sangat kelelahan. Tapi dia justru harus terlihat semangat demi lari bersama Kak Ari. Agak lama Salsa celingukan, lingkungan rumah Ranti masih cukup sepi. Ada beberapa orang yang berlari, tapi tak satupun dari mereka bisa diidentifikasikan sebagai Kak Ari.
Salsa duduk beristirahat sambil mengamati sekitar. Beberapa orang yang tadi melewatinya berlari sudah kembali terlihat di hadapannya. Itu berarti mereka sudah melakukan satu putaran, dan Kak Ari belum terlihat. Apes memang Salsa, mungkin hari ini Kak Ari sedang tidak bisa lari.
"Kok lo mojok di sini sih? Serem tahu ..." suara itu mengejutkan Salsa. Tubuh menjulang yang dikenalnya dan dicarinya sedari tadi itu kini berada di hadapannya. Dengan semangat Salsa berdiri, kini matanya sudah tepat di depan dagu Kak Ari.
Salsa itu punya tinggi seperti model, menjulang. Kalau dibandingkan dengan Ranti, Salsa selalu terlihat jauh lebih tua. Ranti yang memiliki tubuh pendek dan gigi seri yang agak besar dan menggemaskan itu tampilannya seperti anak SMP yang kelewat jenius. Berbeda dengan Salsa yang nampak seperti perempuan dewasa karena tinggi dan postur tubuhnya.
Tapi dengan Alva dan Kak Ari, Salsa merasa menjadi seperti Ranti. Kecil, mungil, bisa disimpan di saku.
"Gue istirahat! Habis lari dari rumah ..." jawab Salsa.
"Dari rumah lo?! Kan jauh ... Gue baru tau lo suka lari," dengan wajar Kak Ari memberikan minuman yang sejak tadi diselempang menyilangi tubuhnya.
Pagi ini Kak Ari keren sekali dengan kaos putih dan celana olahraga hitam sepaha. Guratan otot-ototnya terlihat, padahal sepertinya dia hanya baru selesai pemanasan. Salsa yang tadinya kelelahan kini kembali segar.
"Resolusi tahun baru, Kak," kata Salsa mengelak.
"Hoo .. lo resolusi tahun barunya baru dikerjain tengah tahun gini ya?" Kata Kak Ari sambil mulai berlari. Salsa mengejarnya. Asyik! Jadi juga lari bareng Kak Ari!!
"Baru ganti jenis olahraga aja. Lagi nyoba-nyoba mana yang cocok," Salsa mencoba berkata sambil berlari mengimbangi Kak Ari.
"Biasanya ngapain? Yoga?" Tanya Kak Ari sambil terus mengatur nafas.
"Ngga, biasanya fitnes," Salsa sendiri biasanya mengikuti kelas fitnes di pusat kebugaran tiap akhir pekan. Dia berolahraga hanya untuk menjaga kondisi tubuh agar tidak mudah lelah saja.
"Hooo ... sangkain lo tipe cewe-cewe yoga atau pilates gitu."
"Kok bisa mikir gitu?"
"Badan lo badan-badan cewe yang biasa yoga atau pilates." Tubuh Salsa langsung kepanasan mendengarnya.
Ih, Kak Ari pake ngomongin badan. Jadi merhatiin juga lo badan gue selama ini??
"Maksudnya gimana tuh, Kak?"
"Ya kecil-kecil gitu."
Hah? Kecil? Krempeng apa kece nih maksudnya? Ah, ngga usah gue perpanjang deh, entar baper lagi ...
"Gue ngga suka olahraga yang banyak diem sadar nafas gitu-gitu, Kak," ucap Salsa asal. Tapi memang sedikit benar sih. Salsa tidak merasa cocok ketika mencoba yoga dan pilates. Dia lebih suka jenis olahraga dengan banyak bergerak seperti HIIT atau zumba dance. Dengan begitu dia tidak merasa sedang berolahraga.
Tiba-tiba Kak Ari berhenti dan menatap Salsa, "Semua olahraga tuh butuh sadar nafas tau! Dasar ..." kak Ari menyentil dahi Salsa lalu lanjut berlari.
Salsa memilih diam. Dia tidak mampu berargumen karena sibuk mengatur nafas. Sial, Kak Ari betul juga ternyata. Kalau tidak sadar nafas serasa ikan baru dipancing, megap-megap. Apalagi sebenarnya Salsa sudah kelelahan sekali, tapi dia memaksakan diri agar dapat berlari beriringan dengan Kak Ari.
Salsa hanya dapat bertahan selama 40 menit. Kak Ari masih melanjutkan larinya selama 30 menit lagi sementara Salsa sudah terkapar di depan rumah Kak Ari.
"Haduh, gencar bener sih pedekatenya ..." tiba-tiba Ranti datang membawakan minuman. Salsa langsung menyiram wajahnya dengan minuman itu, membuat Ranti sedikit takjub. Padahal Ranti bawakan minuman untuk diminum.
"Syukur banget gue ngga bengek ini ..." kata Salsa. Tak berapa lama, Kak Ari pun bergabung. Kak Ari nampak kelelahan, tapi entah salah lihat atau bagaimana, Salsa menangkap senyum yang tidak lepas-lepas dari wajah Kak Ari.
Seger banget ya, Kak, habis lari?
"Lo mandi sama siap-siap ngantor dari sini aja deh, Sa. Mau balik gimana lo udah babak belur gini?" Kata Ranti.
"Gue ngga bawa dompet. Nanti siang makan apa gue kalo ngga balik?" Salsa menolak.
"Makan siang gue bekelin aja," kata Ranti.
"Jatah bekel gue gimana?" Tanya Kak Ari sewot.
"Ya gampang hari ini gue lebihin. Tapi menunya nasi goreng aja ya," balas Ranti. Kak Ari langsung tampak senang.
"Yaudah gue masuk dulu ah, mau nyiap-nyiapin makanan dulu," kata Ranti.
"Gue bantuin deh. Duluan, Kak," kata Salsa sambil mengikuti Ranti. Kak Ari hanya melambaikan tangan. Saat sudah berjalan di dalam rumah Ranti, Ranti mendelik pada Salsa.
"Lo ngapain ikut? Kan gue sengaja masuk duluan biar lo bisa berduaan sama Kak Ari..." tanya Ranti bingung. Salsa langsung melotot.
"Yaampun! Abis gue ngga enak udah dibekelin masa ngga bantuin!! Yaaahhh ... apes ..."
"Lo tuh sering pacaran tapi kok pedekatenya cupu gini sih? Nyesel gue dulu iya-iya aja pas lo katain cupu."
"Iya, Ran ... susah juga ya ternyata pedekate tuh. Gue biasanya dideketin cowo sih. Gue ngapain juga pasti dapet. Ngga perlu banyak mikir dan nyiapin strategi kayak sekarang."
"Ngomong-ngomong, nanti ke kantor pake baju serba panjang ya, Sa." Tiba-tiba Ranti merubah topik sambil mencari-cari sesuatu dalam kotak obat.
"Buat apa?" Tanya Salsa heran.
"Buat ngumpetin koyo. Nanti pasti badan lo pegel-pegel ..." Ranti melemparkan sebungkus koyo dan krim otot. Salsa hanya bengong sebelum akhirnya menelepon rumah untuk mengabari Bi Miyem.
***
Salsa sedang semobil dengan Kak Ari menuju kantor ketika pegal-pegal itu mulai menyerang. Dia memijat-mijat ringan beberapa titik di tubuhnya, tak ingin kelihatan lemah di depan Kak Ari.
"Bakal kayak gitu selama kira-kira seminggu. Tapi setelah badan lo terbiasa, bakal kerasa enaknya rutin lari," Kak Ari ternyata menangkap gelagat Salsa. Salsa jadi merasa canggung.
"Lama juga ya tapi, seminggu..." kata Salsa sudah ingin buru-buru sampai kantor untuk menempelkan koyo di sekujur tubuhnya.
"Tergantung daya tahan orang sih, kan beda-beda. Anyway, denger-denger sekarang udah jadi karyawan tetap ya?" Senyum Salsa mengembang mendengar pertanyaan Kak Ari.
"Iya! Alhamdulillah ih, lulus langsung dapet kerja."
"Gue kira lo bakal jadi dedicated influencer gitu ..."
"Endorsement sama MC masih open kok gue, Kak. Cuma jadi side job aja, ngga dikejar banget. Ngga tau ya, gue masih ngerasa seru aja kerja dikantor gini. Ngeliat proses dari bikin konsep sampe aplikasi iklan gini seru juga ternyata."
"Pantes semangat banget lo sampe mau nyoba lari segala. Ngerayain hari pertama jadi eksekutif muda ya?"
"Yoi ..." gue lari gara-gara elo lagi, Kak ...
"Jadi eksmud kan? Cie ..."
"Udah bukan anak magang nih, Kak. Jangan songong lagi ya."
"Tetep aja fresh graduated."
"Ih sialan!" Salsa menepuk pundak Kak Ari yang tertawa-tawa. Bisa saja Salsa ini curi kesempatan pegang-pegang ...
"Oh iya, Sa ..." ucapan Kak Ari terpotong karena bawahannya menelepon. Bahkan dari tempat duduk Salsa dia bisa mendengar bahwa itu adalah suara Clarissa.
Wah, kuat juga sinyal Clarissa. Tau aja Kak Ari lagi berduaan sama gue ...
Sampai kantor pun Kak Ari masih sibuk menelepon. Ampun deh, posesif juga bawahan seksinya itu. Sebentar lagi juga ketemu padahal. Akhirnya Salsa berpisah tanpa ucapan. Hanya lambaian tangan.
Tapi itu hanya hal kecil bagi Salsa dibanding kesuksesannya olahraga pagi dan berangkat ke kantor bersama-sama. Cukup untuk membuat hatinya berbunga-bunga dan bekerja dengan penuh semangat.
Saat jam makan siang, Salsa sebenarnya lebih memilih tidur sambil merentangkan seluruh badannya. Pegal juga ya! Saat sedang sibuk memijat-mijat lengan dan betisnya, Kak Ari menelepon. Yaampun, seperti obat bius itu ketika melihat ada nama Ari Arshaka calling ... sakit Salsa tidak berasa lagi!
"Ya, Kak!" Kata Salsa dengan semangat sambil mengangkat telepon. Sedetik kemudian Salsa menyesalinya. Terlalu bersemangat sepertinya ...
"Gue udah mau makan siang nih. Kayaknya makanan gue kebawa sama elo deh," kata Kak Ari. Salsa memeriksa tas-nya, yang sebenarnya adalah tas Ranti. Di dalamnya ada dua tempat bekal.
"Oh iya bener, gue ngga nyadar. Ranti yang masuk-masukin soalnya," kata Salsa masih takjub dengan Ranti. Dia pasti sengaja supaya Salsa dan Kak Ari bisa makan siang berdua. Ranti baru jalan satu setengah tahun dengan Alva trik-nya langsung banyak begini ya?
"Dasar si adek ... yaudah gue 10 menit lagi ke tempat lo ya. Mau beresin kerjaan dikit."
"Gue angetin sekalian dulu deh, Kak. Nanti langsung ketemu di tempat makan aja."
"Oke."
Ya Tuhan ... bahagianya Salsa ... senang juga rasanya melakukan pendekatan begini.
***
"Sa, balik malem ngga?"
"Malem. Kenapa?"
"Entar balik bareng gue aja. Tungguin ya."
Percakapan sehabis makan ala suami-istri ini makin melambungkan khayalan Salsa. Walaupun kurang mesra untuk selera Salsa. Tapi ditambah dengan absennya Clarissa di tengah-tengah mereka karena meeting di kantor client, Salsa merasa berada di awang-awang.
Ihiy!
Salsa tidak bisa mengusir Kak Ari dari pikirannya sepanjang hari. Hal tersebut malah membuat performa kerjanya menjadi sangat baik karena banyak konten tentang cinta yang harus ia buat untuk klien produk cokelat.
"Nyengir mulu lo, Sa. Kering deh tuh gigi," kata Raha dengan wajah risih.
"Mau pacaran ya lo sama manager seberang?" Tambah Prilly yang langsung ditatap kesal oleh Raha. Salsa hanya tersenyum-senyum saja.
"Selera lo orang-orang tua gitu ya? Heran ..." kata Raha ketus, membuat senyum Salsa hilang. Ada sedikit kepuasan di hati Raha saat dia bisa membuat Salsa berhenti tersenyum.
"Tuaan juga muka lo, Ha," balas Salsa singkat sambil membereskan mejanya. Malam itu divisi kreatif masih cukup ramai. Mba Fany pun masih di ruangannya selain tiga krucil tersebut. Raha pikir momen ini bisa jadi momen untuk mendekati Salsa, tapi rupanya ia gagal karena seharian gombalan dan perhatiannya pada Salsa terpental.
Raha memang laki-laki paling keren di kreatif. Dia seusia Salsa, badannya proporsional dengan gaya berpakaian yang enak dipandang. Raha selalu wangi, dia pun tidak merokok sehingga tidak pernah bau asap. Perlu diketahui bahwa mencari laki-laki maupun perempuan yang tidak merokok di agensi periklanan itu seperti mencari uban di rambut rata-rata orang Indonesia berusia awal 30-an. Mulai ada, tapi sedikit sekali!
Wajah Raha sendiri terbilang cakep, blasteran Jerman seperti Salsa. Suaranya sangat rendah dan tebal. Suara favorit perempuan lah. Biasanya laki-laki seperti ini kalau mendekati Salsa pasti akan direspon positif oleh Salsa tanpa pikir panjang.
Tapi itu sebelum Kak Ari menyerang pikiran dan hati Salsa. Halah ...
Setelah berpamitan singkat dengan pejuang lemburan yang tersisa, Salsa pun menuju ke divisi media. Dia memencet bel agar dapat dibukakan masuk ruangan tersebut. Wah, malang ... yang membukakan pintu Clarissa. Wajahnya sudah asem pula.
"Lo ngapain ke sini?" Tanya Clarissa ketus. Mulai menampakkan taringnya rupanya ini perempuan. Telat sih, Kak Ari sudah jinak sama Salsa.
"Balik bareng Kak Ari," Salsa memilih menjawab sesingkat mungkin tapi memasang wajah searogan mungkin.
"Lo ngga malu apa ngejar-ngejar Mas Ari gini?"
"Ngapain malu? Dia yang ngajak gue balik bareng kok."
"Bohong banget! Mana pernah Mas Ari ngajak cewe balik bareng?!"
"Ngga pernah ngajak lo balik bareng bukan berarti ngga bakal mau ngajak cewe balik bareng kali ..." nyinyir Salsa pelan tapi terdengar. Baru Clarissa mau membalas tiba-tiba ada suara datang dari belakang mereka.
"Sa, sini. Tunggu di ruangan gue aja, gue ngga lama." Kak Ari lewat saat berbicara dengan rekan kantornya, melihat Salsa sudah di dalam ruangan divisinya, lalu mengundangnya masuk.
Habis sudah muka Clarissa. Salsa pun masuk dengan senyum penuh kemenangan.
Dia menunggu di ruangan Kak Ari sambil melihat ke sekitarnya. Ada beberapa foto acara gathering media di mejanya. Kak Ari selalu berada di pojok atau di samping laki-laki.
Ini baru cowo, ngga genit. Jadi biar gue aja yang genitin ...
Salsa terkikik pelan sambil terus melihat-lihat. Setelah menyusuri piagam penghargaan di bidang periklanan maupun medali-medali marathon, Salsa kini menekuni deretan buku-buku koleksi Kak Ari. Ada satu buku yang menarik perhatian Salsa. Ia melihat judul buku tersebut.
What I Talk About When I Talk About Running, by Haruki Murakami ... Kak Ari tuh suka banget lari ya?
"Ambil aja kalo mau pinjem," suara itu mengejutkan Salsa. Dia spontan berbalik dan Kak Ari sudah berada di ruangannya dengan menenteng laptop. Matanya nampak masih terpaku pada layar laptop, memeriksa pekerjaan sepertinya.
Jantung Salsa berdegup syahdu. Dia hanya berdua saja di ruangan tertutup itu. Tapi Salsa tidak boleh terlihat macam-macam dengan Kak Ari. Kenapa? Soalnya ruangannya kan ruangan kaca transparan. Anak buah Kak Ari di luar sana masih bisa melihat mereka berdua, apalagi Clarissa yang sudah sangat tajam memperhatikan Salsa di dalam sini. Kalau mata itu adalah pisau, Salsa sudah tercincang-cincang sejak tadi.
Kak Ari tak acuh. Ia duduk di kursinya dan kembali bekerja. Salsa pun langsung memajukan bibirnya. Tapi dia tahu bekerja di industri ini memang sesibuk itu, makanya dia menahan protesnya. Dia kembali melihat rak buku dan mengambil buku yang tadi sudah diijinkan Kak Ari untuk disentuh.
Dia membaca sekilas buku berbahasa inggris tersebut. Sebuah buku tentang berlari yang cukup menenangkan dan reflektif. Mungkin ini adalah buku Kak Ari untuk lari dari kenyataan. Kenapa nasib Salsa harus banget suka dan mengejar cowo yang hobinya lari. Olahraga kesukaannya lari, bukunya tentang lari, tiap hari lari-lari di kepalanya Salsa ... belum apa-apa Salsa sudah capek duluan memikirkan Kak Ari.
Jangan kendor, Sa! Jangan kendor! , Salsa menyemangati dirinya sendiri.
"Mulai sekarang lo kalo balik bareng gue ya. Kalo lo mau jalan sama temen-temen lo dulu, kabarin gue. Nanti pulang gue jemput," ucap Kak Ari tiba-tiba. Salsa langsung terkejut. Baru saja menyemangati diri sendiri untuk mengejar pujaan hati, eh, malah dianya sekarang yang mendekati. Posesif banget pula pakai minta dikabarin sama ngajak pulang bareng terus! Ngga sekalian ngajak berumah tangga gitu, Kak?
"Kenapa?" Tanya Salsa mati-matian menahan kegugupannya.
"Dimintain Ranti. Terus Mama juga berisik, yaudah lah, toh rumah deketan ..." kata Kak Ari cuek. Salsa masih mengerjap tidak percaya.
"Yuk. Gue udah selesai," kata Kak Ari datar.
Salsa berbinar. Pegal-pegalnya hilang. Mungkin memang karena keampuhan koyo dari Ranti. Tapi Salsa lebih percaya semua itu karena ucapan Kak Ari barusan.
"Ayuuuukkk ..."
Mulai sekarang Salsa harus siap bangun tidur lebih pagi dari sebelumnya. Kalau baru sekali lari bareng saja efeknya sudah begini, apalagi kalau rutin!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top