Day 1
Quest Day 1:
Genre Utama: Teenlit
Sub Genre: Science Fiction
Berkat Virus, Tak Jadi Putus
Seminggu lalu aku putus dengan Max. Kami sudah pacaran sejak tahun lalu dan jarang bertengkar. Tepatnya Max selalu mengalah padaku. Dia pemuda yang baik. Aku tahu itu semenjak satu kelompok dengannya saat penerimaan siswa baru di SMA kami.
Masalahnya Max terlalu abai. Dia tak sadar pesonanya membuat banyak gadis lain coba merayunya dengan berbagai cara dan dia membiarkan mereka begitu saja.
Terlalu menyebalkan membayangkan pasanganmu dikelilingi banyak gadis dengan segala tingkah genit mereka. Jadi aku meminta putus. Dan Max yang terlalu baik itu sekali lagi mengikuti kemauanku tanpa banyak perlawanan. Aku sebal dengannya, tetapi kini aku mulai membenci kekeraskepalaanku sendiri.
Jadi di sinilah aku, bolos jam pelajaran untuk menulis surat permintaan maaf ketika tanganku tiba-tiba ditarik paksa.
"Ayo pergi dulu dari sini!" Max tak biasanya agak kasar begitu. Aku sempat ingin protes, tetapi raut cemasnya membuatku urung.
Dia membawaku menghampiri motornya, memakaikanku masker yang baru ia keluarkan dari bungkusnya, memakaikan jaketnya ke tubuhku serta memasang helm yang biasa kupakai jika bersamanya. Bukankah dia sangat perhatian? Tapi tunggu, bukankah kami sudah putus? Kenapa dia masih memperlakukanku semanis biasanya?
"Max, ada apa?"
"Ayo, aku jelasin sambil jalan." Kali ini suaranya sudah melembut jadi aku mengikuti arah pandangannya untuk segera menaiki motornya.
Kami melaju tanpa hambatan. Bahkan gerbang sekolah yang biasanya ditutup di jam-jam sekarang ini terbuka lebar tanpa penjagaan. Apakah aku melewatkan suatu insiden selama aksi membolosku yang setelah dipikir-pikir agak kekanakan?
Sebelum kutagih kembali, Max menepati janjinya. Dia menceritakan hal tergila yang pernah kudengar seumur hidupku.
Jadi ada gadis baru di sekolah kami yang menyukai Max. Kudengar dia cukup jenius berkat terbiasa ikut berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan kedua orang tuanya. Hal yang tak pernah kubayangkan bahwa ternyata ia agak tak berotak untuk masalah asmara.
Setelah beberapa kali pernyataan cintanya ditolak, ia mulai meneror Max. Namun karena harapannya membuat Max tunduk dengan terornya tak berhasil, ia mengubah target. Jika kalian menebak akulah targetnya, selamat kalian benar.
Kurasa belum banyak orang yang tahu bahwa aku dan Max sudah putus. Padahal biasanya gosip semacam itu sangat mudah menyebar.
Menurut pengakuan gadis gila tadi, nyawaku saat ini patut dipertanyakan. Dia tak memberi keterangan lebih apakah maksudnya aku sudah diracun atau ada jebakan yang menungguku. Sebenarnya bisa saja itu hanya omong kosong, tapi Max sepertinya tak ingin ambil risiko.
Tadi pihak sekolah sudah gempar mencoba mengonfirmasi kedua orang tua si gadis. Karena beberapa waktu sebelumnya ada berita mereka tengah meneliti semacam virus ganas, mereka takut gadis itu melakukan sesuatu dengan sample-nya. Kini aku dan Max menuju pusat penelitian agar dilakukan pemeriksaan menyeluruh sambil menunggu kabar lebih lanjut.
Ketika kami sampai di tempat tujuan, orang-orang berjas putih mulai sibuk melakukan berbagai hal padaku. Rasanya begitu tak nyata seolah aku tengah bermimpi dengan genre science fiction. Hanya saja genggaman hangat Max yang kini menemaniku setelah orang-orang asing itu pergi membuat semua hal gila ini terasa nyata.
Kenangan seminggu terakhir ini tiba-tiba menyeruak. Rasa takutku jadi makin nyata. Ada kemungkinan aku benar-benar akan berpisah dengan Max.
"Max, soal kita putus, apakah alasan kamu menerimanya begitu saja ada hubungannya dengan semua ini?" Max tak menjawab, hanya memandangku dengan begitu lembut sambil mengusap pelan rambut di sekitar pelipisku.
"Apakah ini kali pertama?" Aku tak bisa tak memikirkan kemungkinan itu mengingat sifatnya. Kali ini Max mencium punggung tanganku kemudia menyapukan tangannya dengan lembut seperti ketika ia biasanya berusaha menenangkanku.
Aku benar-benar tak bisa membayangkan tekanan yang dipikulnya selama ini. Aku merasa bersalah. Harusnya aku tak ikut merajuk kepadanya. Harusnya aku bisa ikut jadi tameng untuk menyingkirkan gadis-gadis gila yang mencoba mendekatinya. Dia tak perlu menjagaku seorang diri.
Kami mulai membicarakan momen-momen bersama untuk mengisi waktu. Sebenarnya itu juga kumanfaatkan untuk mengutarakan hal-hal yang selama ini kusembunyikan. Bukannya ada kebohongan besar atau semacamnya, hanya saja biasanya aku payah dalam mengutarakan perasaan. Jadi kali ini saat kami masih punya kesempatan, aku lebih jujur dan terbuka dengan perasaanku.
Setelah selang beberapa waktu kami mendapatkan kabar bahwa gadis antagonis dalam kasusku sudah diamankan. Jebakan virus yang menargetkanku ditemukan di lokerku. Untungnya hari ini aku bolos pelajaran olahraga sehingga tak sempat membuka loker untuk ganti baju. Hasil lab juga memastikan kondisiku baik-baik saja.
Begitu semua info itu tercerna, aku menangis lega. Max memelukku dengan erat dan aku bersyukur dia melakukannya karena aku jadi bisa menyembunyikan wajah memalukanku. Dia mantan pacar yang sangat membanggakan. Setelah ini aku harus memastikan status hubungan kami. Tak mungkin dia menolak rujuk setelah semua ini, kan?ntuk mulai menulis
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top