Aroma kopi yang sedap nikmat, ditambah lezat dan gurihnya roti panggang selai kacang, menemani sarapan Andrew kala itu. Di dalam kamar apartemennya yang sederhana. Pria berusia 25 tahunan itu duduk di kursi makan, mengisi perut sebelum mulai bekerja. Memang sudah menjadi rutinitasnya untuk tak pernah melewatkan sarapan. Asupan nutrisi di pagi hari tentu penting baginya, yang bekerja sebagai ilmuwan di sebuah laboratorium terbesar di kota Chicago. Tanggung jawabnya yang berat menuntutnya untuk terus memeras otak sepanjang hari.
Setelah menghabiskan sarapan, Andrew menyikat deretan gigi putihnya sambil memandangi cermin yang terpasang di dinding. Pantulan wajahnya yang berambut kecokelatan dengan garis rahang yang tegas pun tampak di situ. Meski wajahnya cukup rupawan, sebagai seorang ilmuwan, Andrew tak terlalu peduli dengan urusan penampilan. Ia hanya mengenakan setelan kemeja bermotif kotak-kotak dengan lengan panjang, dilengkapi dengan celana panjang polos berwarna hitam. Kacamata besarnya melengkapi gambaran dirinya sebagai seorang kutu buku. Ia pun sama sekali tak pernah menggunakan parfum untuk membuat dirinya wangi. Mandi untuk menjaga kebersihan adalah yang penting baginya. Bukan wewangian yang memabukkan.
Setelah semua persiapan selesai dilakukan, Andrew mengenakan sepatunya, lalu menyambar tas selempang coklat miliknya. Ia mengunci pintu apartmennya, lalu bergegas menuju pintu lift yang akan mengantarkannya turun ke lantai dasar. Terlihat beberapa orang telah menunggu di situ karena memang saat itu adalah waktu orang-orang berangkat kerja.
“Selamat pagi.” Terdengar ucapan seorang wanita menyapanya.
“Pagi,” sahut Andrew sambil tersenyum dipaksakan, hanya untuk sekedar menjaga sopan santun. Ia memang tak begitu suka berbasa-basi dengan orang asing. Tak lama kemudian, pintu lift pun terbuka dan orang-orang bergegas menjejalkan tubuh ke dalamnya.
Setibanya di lantai dasar, Andrew bergegas melangkahkan kakinya menuju sebuah halte, tempatnya menunggu bus yang akan mengantarkannya ke laboratorium Erudite, sebuah pusat inovasi dan pengembangan teknologi modern.
Tanpa menunggu lama, sebuah bus bercat kuning pun tiba di halte. Andrew melangkahkan kakinya masuk, lalu melihat ke sekeliling. Seperti biasanya, semua kursi sudah ditempati. Tak mau ambil pusing, Andrew memilih melemparkan pandangannya keluar, menyaksikan bangunan-bangunan yang seolah bergerak seiring bus yang mulai berjalan.
Andrew tiba di tujuannya tepat waktu. Ia pun bergegas masuk ke dalam kompleks yang berarsitektur futuristik itu. Ia harus melewati beberapa gerbang yang dijaga ketat sebelum akhirnya tiba di aula utama.
“Andrew!” Terdengar suara seorang wanita yang sudah begitu dikenalnya.
“Hai, Violet,” balas Andrew sambil tersenyum. Meski sudah memiliki kekasih, entah mengapa, Andrew seperti tidak bisa melepaskan diri dari seorang Violet. Keceriaan wanita itu seperti memberikan warna dalam hidupnya, yang lebih sering berkutat dengan berbagai macam makhluk bersel satu.
“Aih, sudah kubilang untuk tak memakai baju ini lagi!” Violet tiba-tiba mencubit lengan Andrew, membuatnya meringis kesakitan. “Waktu itu kan sudah kubelikan baju yang lebih modis. Kemarin lusa kau beralasan bajunya belum kering, lalu kemarin kau bilang belum disetrika, lalu hari ini kenapa?” Violet terus mencerocos di sepanjang jalan mereka menuju lift.
“Err… hari ini bajunya terkena tumpahan kopi,” sahut Andrew sekenanya. Dalam hatinya, ia merasa geli menyaksikan kecerewetan Violet.
“Aih, hati-hati dong kamu. Masa minum kopi saja tumpah. Nanti gimana kalau cairan penelitianmu tumpah juga. Akibatnya bisa fatal tahu? Kau tahu berapa harga satu tetes cairan itu?!” Celotehan Violet baru berhenti ketika pintu lift terbuka dan beberapa orang keluar dari situ.
Violet menekan tombol angka 20, dan tak lama kemudian pintu lift pun menutup. Tak adanya orang lain di situ, membuat gadis itu kembali berulah.
“Sini, akan kubuat kau sedikit lebih keren.” Tanpa basa basi, Violet membuka satu kancing baju Andrew. “Ini juga harus kau lepas. Pakai saja nanti saat kau berkutat dengan virus-virus peliharaanmu,” celoteh Violet sambil melepas kacamata Andrew. Tak sampai di situ saja, Violet menggunakan tangannya untuk menyisir kembali rambut Andrew menggunakan tangan, mengacaknya sedikit.
“Ini juga lebih baik kau lipat sedikit.” Violet meneruskan aksinya dengan melipat ujung lengan baju Andrew beberapa kali. “Oke, sekarang kau sudah lebih baik.” Violet menatap Andrew, mengagumi hasil karyanya sendiri. Keduanya pun saling bertatapan selama beberapa detik.
Violet sendiri sebenarnya adalah gadis dengan wajah yang cukup menarik. Rambut hitam lurusnya tergerai sebahu, membingkai pipinya yang sedikit berisi. Daya tariknya semakin bertambah ketika senyumnya menghasilkan lesung pipi, sekaligus memamerkan gigi depannya yang gingsul. Pilihan bajunya yang simpel namun tetap enak dipandang, juga semakin menyempurnakan penampilannya.
Violet memutar tubuhnya menghadap pintu ketika mereka akhirnya tiba di lantai 20, tempat keduanya biasa bekerja. Mereka pun berjalan beriringan di sepanjang koridor hingga akhirnya tiba di sebuah ruangan yang tertutup pintu besi. Andrew menempelkan matanya didepan sebuah sensor berwarna hijau. “Identitas diterima. Selamat datang, Dokter Andrew” sebuah suara robotik terdengar selepas Andre menghadapkan matanya di depan sensor itu. Pintu besi itu terbuka, Andrew melangkah masuk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top