Chapter 26

Lily, Jack dan Alice berbinar cerah dengan senyuman lebar yang menghiasi wajah. Ketiga bocah itu berdecak kagum sampai tidak bisa mengalihkan perhatian mereka dari maha karya yang baru saja selesai di kerjakan—istana pasir.

Satu hari berselang sebelum akhirnya istana ini selesai di buat, akhirnya liburan di Hawaii memasuki hari ketiga.

Liburan hari ketiga, Klub Jurnalis kembali berkumpul. Bukan untuk menerbangkan layangan, bukan juga untuk tanding voli. Alasan mengapa mereka berkumpul saat ini adalah karena permintaan mendadak dari si Ketua Osis. Untuk alasan mengapa mereka harus berkumpul, Osakabe masih belum tahu. Kemarin Gilgamesh hanya meminta pada Osakabe untuk mengumpulkan seluruh anggota Klub Jurnalis di dekat istana pasir, tanpa mengatakan maksud dan tujuannya. Jadi, karena ini permintaan mutlak dari si Ketua Osis, Osakabe tidak bisa menolaknya.

"Istana Elsa-nya jadi!" seru ketiga bocah itu dengan kompak.

Gray dan Gareth tertegun tidak dapat berkomentar apa-apa, mereka masih belum percaya dengan apa yang di lihatnya. Tempo hari, mereka kira istana pasir yang mirip dengan istana Disney itu hanya omong kosong. Yang ada di bayangan Gareth dan Gray hanya sebatas istana pasir sederhana yang tidak terlalu 'wah'. Namun ternyata, hasil karya yang mereka buat ternyata melebihi ekspektasi.

Beneran kayak istana Disney, dong!

Istana pasir yang tadinya biasa berubah menjadi luar biasa karena sentuhan seekor cebong albino yang bermimpi dapat berjumpa dengan Shen Long—

—siapa lagi kalau bukan Rei. Bakat terpendamnya baru ketahuan.

"Kalau ikut kompetisi, kayaknya kita menang, deh..." gumam Ritsu.

Nefertari mengangguk setuju.

Atha dan Mordred tiba-tiba merangkul bahu Rei dari dua sisi. Yang di rangkul malah mendadak telmi, Rei hanya celingukan tidak jelas.

"Jadi, kamu punya bakat mengukir dari siapa? Pernah jadi romusha yang bikin sama ngukir candi, ya?" tanya Atha dengan nada super datar.

Mordred tertawa lebar, "Rei mah belajar dari Squidward. Benar, kan?"

Rei cemberut, "Kok aku merasa terhina, ya?"

Atha mengelus-ngelus puncak kepala Rei, begitu juga Mordred yang ikut-ikutan melakukan hal yang sama. Kedua gadis itu menjawab dengan kompak, "Itu pujian, Rei. Pujian!"

Pujian dari mana, coba?

Begini-begini, Rei itu cukup pintar untuk membedakan mana yang pujian, mana yang sindiran juga mana yang hinaan. Sudahlah, Atha dengan Mordred memang selalu begitu. Apalagi kalau sudah bergabung dengan Galahad, beuh, mereka jadi trio yang selalu berkata pedas—bahkan pedasnya hampir menyaingi carolina reaper.

Terkadang, Rei sempat berpikir, apa di akademi ada orang lain yang kata-katanya lebih pedas dari mereka bertiga, ya? Kalaupun ada, dengan senang hati, Rei menolak untuk bertemu. Sudah cukup dengan keberadaan mereka yang membuat suasana hati Rei semakin nano-nano, hingga mengakibatkan dirinya sering mengusap dada. Kalau bertambah satu orang lagi yang model-modelnya seperti Galahad, Atha dan Mordred, Rei pastikan dadanya semakin rata.

"Kemana si Ketua Osis itu, lama sekali!" Osakabe berdecak kesal sembari menghentak-hentakkan kakinya ke tanah.

Oui melihat jam di layar ponselnya, "Sudah lewat dua puluh menit dari waktu perjanjian."

Tidak lama kemudian, sosok yang dinanti akhirnya datang juga. Gilgamesh datang bersama dengan Enkidu dan Shamhat.

"Lama sekali, Ketua!" protes Osakabe.

"Kami sedikit ada urusan tadi, jadi agak terlambat." jawab Shamhat.

Osakabe cemberut, ia kemudian menatap Gilgamesh, "Jadi, kita mulai meetingnya?"

Gilgamesh mengangguk, "Jika semua sudah berkumpul, kita mulai saja meetingnya sekarang."

Setelah para anggota Klub Jurnalis ikut berunding, Gilgamesh mulai menjelaskan alasan mengapa ia meminta Osakabe untuk mengumpulkan seluruh anggota klub di tempat ini.

"APA?!—" Osakabe spontan mengatakan keterkejutannya dengan tidak santai, "—kau meminta Klub Jurnalis ikut membantu Osis menyiapkan pesta penutupan?"

Gilgamesh sendiri tidak terpengaruh oleh ucapan Osakabe yang sedikit nge-gas, ia masih menanggapinya dengan santai.

"Jadi, mau atau tidak?" tanya Gilgamesh to the point.

Enkidu menambahkan, "Aku sudah dengar masalahnya tadi. Awalnya kita akan merayakan pesta penutupan di area outdoor yang berada di atap gedung, namun karena di hari yang sama Enmerkar akan mengadakan acara dengan rekan-rekan bisnisnya di sana, sekalipun Enmerkar mengizinkan, ia tidak mungkin membatalkan acaranya."

"Jadi, pesta akan di alihkan di tempat lain. Tadi Gil meminta Enmerkar untuk mengizinkan kita memakai area di bukit. Tepatnya di bukit tempat kita menerbangkan layangan tempo hari, dan Enmerkar mengizinkan." tambah Shamhat.

Atha tersenyum tipis, mendengar soal bukit, ia baru ingat soal hal memalukkan kemarin. Menyebalkan. Ia jadi tidak bisa bersikap normal di hadapan Gilgamesh sekarang. Ucapan Gilgamesh yang kemarin masih terngiang sampai menghantui pikirannya. Ah ... setan!

Osakabe menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "Jadi, alasan kenapa meminta bantuan kami itu, apa?"

Dengan santainya Gilgamesh menjawab, "Itu karena, pada saat seperti ini, tidak mungkin meminta bantuan selain pada Klub Jurnalis. Klub lain kebanyakan sedang sibuk menikmati liburannya."

"Kami juga sama, dong!" ucap Billy bersungut-sungut.

Yan Qing menambahkan ucapan Billy, "Benar! Sudah cukup kita kerja rodi setiap ada festival, jadi berilah penghargaan sedikit bagi kami. Kami juga ingin menikmati liburan!"

Osakabe menjentikkan jari, "Benar kata mereka, aku setu—"

"Ada imbalannya." potong Gilgamesh.

Osakabe menatap Gilgamesh tidak percaya.

Gilgamesh tersenyum—setengah menyeringai—pada Osakabe, "Aku meninta bantuan Klub Jurnalis dengan tidak cuma-cuma. Dengan kata lain ini mirip seperti tawaran freelance."

Mendengar pernyataan si Ketua Osis, para anggota klub bisik-bisik tetangga. Adalah hal yang langka ketika Gilgamesh menawarkan pekerjaan pada mereka secara tiba-tiba, apalagi sampai memberi imbalan. Kali ini mereka menebak bukan karena si Sahabat Hijau, tapi ada hal lain yang mendasari si Ketua Osis untuk meminta bantuan dari mereka.

Mordred menyikut Atha dan berbisik, "By the way, kok aku mencium ada udang di balik bakwan, ya?"

"Batu, Mor!" Atha tersenyum masam.

Rei yang berada di samping Atha berbisik pelan, "Kalau kita menerima tawaran Osis, itu berarti ... ada Arthur juga kan, disana?"

PTSD Rei kambuh karena mengingat seorang Arthur. Maklum, sejak saat itu, Rei masih main kucing-kucingan dengan si Pangeran dari Camelot.

"Imbalannya apa?" tanya Osakabe.

Gilgamesh merasa kemenangan sedang berada di pihaknya, jaring yang ia tebar kini berhasil memancing Osakabe.

"Jika kalian mau membantu, aku akan menaikkan jumlah anggaran klub—dengan kata lain, aku akan memberi suntikan dana pada kalian."

Galahad tersenyum masam, pintar juga si Ketua Osis. Ia meminta bantuan pada klub yang misqueen dan menjanjikan sejumlah bayaran, dengan tawaran seperti itu, siapa yang mau menolaknya?

Osakabe terdiam untuk beberapa saat.

"Be-berapa yang akan kami terima?"

"Dana bulanan kalian akan ditambah lima puluh persen."

———anjir, gak main-main nih, si Suneo!?

Di saat barisan para anggota sedang berdiskusi tentang keputusan apa yang akan di ambil oleh Osakabe, tiba-tiba si maniak origami itu sudah lebih dulu menjabat tangan Gilgamesh sebagai jawaban.

"Setuju!" kata Osakabe cepat.

Woe anjer cepet amat olengnya! seluruh anggota merutuki keputusan Osakabe yang terkesan buru-buru.

Oui sampai geleng-geleng kepala dibuatnya, "Kenapa kau ... menyetujuinya tanpa mendengar pendapat para anggota dulu, Okkie?"

"Padahal ini liburan pertamaku di Hawaii!" Nobu meratap sedih.

Begitupula Okita, "Liburan begini malah kerja rodi lagi, nggak adil!"

Osakabe menepuk tangannya dengan keras, mengisyaratkan untuk para anggota klub agar lebih tenang.

"Aku menyetujui ini karena demi kita juga!" Osakabe membela diri.

Oui semakin bingung, "Maksudnya?"

Isao dengan santainya berujar, "Sebenarnya kita sedang kesulitan dalam hal finansial."

Semua anggota menatap Isao dengan tidak percaya, "HA?!"

Enkidu membenarkan pernyataan Isao, "Kalian ingat soal festival amal beberapa minggu yang lalu, kan?"

Semuanya mengangguk.

"Keuntungan dari hasil penjualan kita di festival semuanya diberikan untuk amal. Lalu sisa kas kita pergunakan sebagai biaya dekorasi. Jadi ... sebenarnya kas kita kosong." jelas Isao.

What the fu——

"Jika kita menerima tawaran si Ketua Osis," Osakabe menghela nafas panjang, "kita bisa membayar biaya percetakan. Sejujurnya kita masih ngutang untuk percetakan foto, jadi foto-foto saat festival belum ada yang kita pajang di mading klub."

"Jadi ... foto di studio percetakan itu—"

"Ditahan sementara karena kita belum mampu membayar biaya percetakannya." ucap Osakabe cepat.

"Beneran kere, dong!" rutuk Mordred.

Galahad menatap kosong pemandangan yang ada di hadapannya, "Jadi, kita udah kere sejak sebelum festival?"

Atha, Mashu dan Rei menghela nafas panjang, memaklumi.

—namanya juga Klub Jurnalis.

🎶

🎶

🎶

C h a p t e r 2 6
How Close You Are

🎶

🎶

🎶

Sudah tahu bagaimana kegemparan Klub Jurnalis ketika ikut andil memersiapkan sebuah perayaan, kan? Untuk mempersingkat waktu, lebih baik bagian itu di skip saja. Lagipula yang terjadi tidak jauh berbeda dengan persiapan festival yang sebelumnya.

Setelah melalui beberapa kali rapat, konsep yang akan diambil untuk acara penutupan adalah pesta barbeque. Mengapa mereka mengganti konsep yang awalnya pesta dansa? Alasannya sederhana—

"Makanan dapat mempersatukan setiap orang."

—sebuah alasan yang bodoh memang, namun begitulah adanya. Jika bertanya tentang siapa yang mencetuskan ide pesta barbeque, maka jawabannya tentu saja itu adalah ide Klub Jurnalis.

Bergabungnya Klub Jurnalis dengan para Osis untuk mempersiapkan acara penutupan, membuat seluruh rancangan acara yang telah Osis buat sejak jauh-jauh hari dirombak habis-habisan. Salahkan tingkat kreatifitas anggota Klub Jurnalis yang terlalu di atas rata-rata. Namun, walaupun merubah susunan acara dan konsep, ide dari Klub Jurnalis lebih menarik dibandingkan dengan ide yang dibuat oleh Osis. Maka dari itu, ide Klub Jurnalis disambut baik oleh semua.

Alasan mengapa Klub Jurnalis memiliki tingkat kreatifitas yang lebih tinggi dibandingkan klub-klub yang lain hanya satu : karena Klub Jurnalis merupakan klub yang selalu bokek, maka kreatifitas seluruh anggota harus lebih tinggi agar dapat memanfaatkan segala hal yang ada disekitarnya—prinsipnya mirip dengan prinsip survival.

Dua hari berlalu setelah kesepakatan yang dibuat oleh Osakabe dan Gilgamesh, akhirnya datanglah hari kelima. Malam hari kelima menjadi malam terakhir siswa-siswa Chaldea berlibur di Hawaii. Terhitung dua jam lagi sebelum acara penutupan dimulai, para anggota Osis dan Klub Jurnalis masih belum bisa bersantai. Mereka masih sibuk dengan tugas masing-masing yang telah ditentukan saat keputusan rapat.

Terakhir, seluruh biaya kebutuhan yang digunakan untuk acara penutupan disponsori oleh Enmerkar. Kurang baik apa coba Enmerkar?

Sebelum acara di mulai, Rei, Mashu, Mordred dan Atha dikejutkan oleh satu peristiwa tragis kala mereka berempat tengah membawa saus barbeque dari dapur hotel menuju ke bukit. Hal itu terjadi ketika mereka berjalan melewati arena voli pantai—

"Rei, tolong Ayah!"

Merlin, yang entah dari mana datangnya, secara tiba-tiba memeluk Rei dengan erat. Menanggapi sikap Merlin, Rei hanya memaklumi. Merlin kan ngga ada akhlak.

Mordred, Atha dan Mashu menahan tawa, pipinya mengembung. Tidak biasanya Merlin tiba-tiba memeluk Rei seperti ini.

Rei berusaha tersenyum manis walau sebenarnya ia sedang kesakitan. Maksud Merlin memeluknya, Rei tidak tahu. Namun yang dirasakan oleh Rei bukan sekedar sebuah pelukan biasa, lebih ke pelukan yang akan mempertemukannya dengan kematian. Apakah Merlin melakukan ini dalam rangka balas dendam karena Rei membuatnya setengah bangkrut gara-gara membayar jajanan Rei di kantin Tamamo?

"Kenapa tiba-tiba—"

Belum selesai Rei protes, Merlin sudah melepaskan pelukannya. Namun sekarang, kedua tangannya malah menangkup wajah Rei dengan tidak sabaran.

"Rei, kumohon kerja samamu kali ini saja!" wajah Merlin sudah serupa dengan zombie, pucat dan keringat dingin membanjiri keningnya.

Grep!

Bulu kuduk Merlin bergidik ngeri saat bahunya ditepuk oleh seseorang. Rei menintip dari balik tubuh Merlin. Di belakang Merlin, Quetzalcoatl tersenyum cerah bagaikan matahari suci yang siap membakar incubus berdosa di hadapannya.

"Merlin-sensei, ayo main~" ucap Quetzalcoatl dengan nada bersahabat. Akan tetapi, nada bicaranya yang terkesan ramah sangat berkebalikan dengan apa yang dilakukannya pada Merlin. Si incubus malah merasa kuku-kuku Quetzalcoatl menancap lebih dalam sampai hampir menembus lapisan kulitnya.

"Sakitsakitsakitsakitsakitsakitsakit—" Merlin menjerit kesakitan dalam hati. Ability Merlin yang bisa membuatnya kabur dari wanita cantik kali ini sama sekali tidak berguna. Hal itu tidak berlaku pada si Dewi dari Mesoamerika.

Ekspresi Quetzalcoatl berubah saat menyadari keberadaan keempat gadis tadi di sana, ia tersenyum dengan ramah. "Halo~"

"Sensei, ada apa sebenarnya?" tanya Mordred.

Quetzalcoatl mengedipkan sebelah matanya, "Begini, selagi masih ada waktu luang sebelum acara penutupan dimulai, guru-guru berencana untuk mengadakan pertandingan voli. Jadi aku sedang membujuk Merlin agar ia mau ikut serta."

Rei, Mordred dan Mashu mengangguk mengerti. Sementara Atha malah bergidik ngeri. Lupakan dulu soal trauma Atha yang dulu, PTSD Atha sekarang adalah 'voli'.

"Quetz-sensei, hari ini aku sedang tidak enak badan," Merlin berlindung di balik punggung Rei dan Mordred, "lihat! Anakku saja sangat mengkhawatirkanku. Jika aku ikut main, bagaimana jika sakitku tiba-tiba kambuh?"

Rei protes, "Tunggu, kau kan tidak punya penyakit turuna—"

Merlin dengan cepat langsung membekap mulut Rei. Ia memelototi Rei sampai kedua matanya hampir keluar. Quetzalcoatl mengerjap kebingungan dengan kelakuan ayah-anak yang ada di hadapannya.

"Maaf Quetz-sensei, sebaiknya aku akan kembali ke kamarku dulu..." Merlin pura-pura tersenyum untuk melarikan diri. Tidak lupa ia mendorong tubuh Rei agar ikut pergi bersamanya.

Atha, Mashu dan Mordred hanya jadi penonton di drama dadakan Rei dan Merlin.

"Tunggu!" Quetzalcoatl menghadang Merlin dan Rei yang hampir melarikan diri. Ia lalu menatap Rei lekat-lekat, "Rei, apa kau setuju Merlin kupinjam sebentar? Kami benar-benar kekurangan pemain untuk tanding voli."

Rei menerka-nerka apa yang sebenarnya Merlin takutkan dari seorang Quetzalcoatl. Incubus itu memang selalu membuat masalah, Rei bertaruh jika Merlin telah melakukan sesuatu yang tidak termaafkan sampai-sampai Quetzalcoatl agak murka. Jangankan Quetzalcoatl, Rei saja sudah sering naik darah gara-gara kelakuan Merlin.

Ah ... Rei punya ide cemerlang yang dapat mendukung rencana balas dendamnya.

Rei memasang senyuman setannya, "Sebenarnya aku tidak masalah, sih ... Merlin juga sebenarnya tidak punya masalah kesehatan."

Kilat imajiner menyambar kepala Merlin, membuat awan-awan kelabu menyelimuti tubuhnya sampai ia menegang.

Mordred ikut-ikutan mendukung pernyataan Rei, "Benar kata Rei, kemarin saja Merlin-sensei bisa berjemur di pantai lama sekali sambil memandangi pemandangan gadis-gadis muda yang memakai pakaian renang!"

ANAK SETAN!

—dua anak ini tidak bisa diajak kompromi. Dasar bedebah.

Quetzalcoatl menggandeng tangan Merlin dengan sangat kuat sampai-sampai tulangnya hampir patah, "Nah ... sensei, sekarang kau tidak bisa kabur lagi~"

Rei tersenyum sangat manis, cerah bagaikan mentari di pagi hari, "Ganbatte, Otou-san, bertahanlah untuk tidak sampai mati!"

Setelah itu, Quetzalcoatl membawa—menyeret—Merlin ke arena voli. Perang baru saja akan segera dimulai.

Rei melambaikan tangannya pada Merlin, semoga Tuhan memberi pengampunan pada si incubus.

Mashu menatap Rei dengan tatapan kosong, "Kau kejam juga, apa tidak takut Merlin akan menghukummu di Inggris nanti?"

Rei membusungkan dadanya dengan bangga, "Memang siapa juga yang mau pulang ke Inggris?"

———
————hah?

"Ma-maksudnya?"

Mashu dan Mordred saling tatap sejenak. "Besok kau tidak akan ikut pulang bersama kami?" tanya Mordred.

"Tapi Rei—"

Ucapan Mashu cepat-cepat dipotong oleh Rei, "Maaf ... aku tidak bisa pulang. Jika nanti aku pulangpun, aku tidak siap melihat Arthur menderita."

Raut wajah Rei menyiratkan kekhawatiran, ia juga terlihat sedih.

Mordred akhirnya mengerti arti dari ucapan Rei. Jika benar, musim panas nanti, pesta pernikahan antara Lancelot dan Guinevere akan dilaksanakan. Pada pesta itu pula, dipastikan seluruh relasi dari keluarga Pendragon akan menghadirinya—itu artinya, baik keluarga Orkney, Cornwall sampai Merlin pun diwajibkan hadir dalam acara tersebut.

Hal yang Rei khawatirkan adalah, di acara tersebut, sebagai calon anak tertua dari keluarga Pendragon, mau tidak mau Arthur harus datang untuk menyaksikan cinta pertamanya—Guinevere—menjadi milik orang lain.

Rei tahu sifat Arthur, bahkan lebih tahu daripada Arthur sendiri. Jika Arthur frustasi atau tertekan, ia bisa saja melampiaskan emosinya dengan cara melakukan hal-hal bodoh. Contohnya saja dulu saat Arthur kalah tanding dengan Kay, karena tertekan, ia malah melampiaskan kekesalannya dengan memakan puluhan kaleng kopi hitam hingga tidak bisa tidur selama ia belum bisa mengalahkan Kay. Untung saja saat itu Rei dapat membujuk Arthur untuk menghentikan kebodohannya. Akhirnya Arthur pun dapat tidur setelah tiga hari tiga malam matanya terus terbuka—dan ia tidur di kamar Rei, dengan diberi sedikit sihir oleh gadis itu.

Untuk kasus kali ini, Rei sepertinya tidak dapat berbuat banyak. Rei tahu itu, ia sadar diri dengan posisinya. Maka dari itu, daripada sakit melihat Arthur yang patah hati karena melihat Guinevere diambil oleh orang lain, lebih baik ia tidak pulang ke Inggris.

"Kau ... akan tinggal di asrama?" tanya Atha hati-hati.

Rei memaksa dirinya untuk tersenyum, "Mungkin."

"Tapi Rei, aku tidak mungkin meninggalkanmu lagi—"

Rei memotong ucapan Mordred, "Mor, aku tidak bisa. Aku tidak bisa melihat Arthur lebih hancur dari sekarang. Guinevere adalah cinta pertamanya, rasa gagal saat kau kehilangan cinta pertama itu sangat menyiksa. Dan—"

Rei sejenak menggantungkan ucapannya. Ia kemudian tersenyum pahit, "Ketika Arthur terpuruk seperti itu, kali ini, yang bisa menyembuhkannya hanyalah Guinevere ... bukan aku."

Mendengar ucapan Rei, baik Mordred, Mashu ataupun Atha tidak bisa berkata-kata.

Rei kembali tersenyum riang seperti biasa, "Ya ... sepertinya aku akan ngebolang aja selama liburan di asrama."

Mashu tiba-tiba berujar, "Aku juga..."

"Kau juga tidak akan pulang?" Mordred frustasi.

"Bukan begitu," Mashu menarik nafas dalam-dalam, "kalau aku pasti akan pulang, tapi sepertinya Kakak berbeda—"

Mordred berdecak sebal, "Galahad..."

Jika Rei khawatir akan Arthur, saat ini Mashu juga mengkhawatirkan Galahad. Saat Rei tidak dapat menolong Arthur karena sebentar lagi kehilangan cinta pertamanya, maka Mashu juga merasakan hal yang sama untuk Galahad.

Apalagi, Galahad lebih tersiksa—berulang kali Galahad bilang, ia mungkin akan kehilangan Ayahnya di musim panas tahun ini.

Atha terdiam, ia terlihat tenggelam dalam pikirannya sendiri gara-gara ucapan Mashu.

Mordred mengacak-ngacak rambutnya dengan frustasi, "Ah ... Guinevere, Guinevere, kenapa harus saja dia! Kalau begitu, aku juga tidak akan pulang!"

Rei mendengus, "Kau harus pulang! Bagaimanapun kau itu salah satu putri Uther, jika kau tidak hadir dalam pesta pernikahan Lancelot-sensei, pasti ayahmu akan marah."

Mordred terdiam, kata-kata Rei memang benar. Ah ... menyebalkan.

"Lalu ... bagaimana Galahad sekarang?" tanya Atha.

Mashu tersenyum lemah, ia ingat Galahad seakan menghindari pembicaraan yang mengarah pada pernikahan Lancelot juga kepulangannya ke Inggris esok hari.

"Entahlah—"

🎶

🎶

🎶

Matahari terbenam di ufuk barat Honolulu, waktu menunjukkan hampir jam tujuh malam. Saat lampu-lampu di sekitar area dinyalakan, pesta pun dimulai. Arang di tungku panggangan mulai dinyalakan, suara riuh penuh dengan kegembiraan pun terdengar saat mereka mulai memanggang daging dan sayuran yang telah disediakan. Baik siswa maupun guru, semua berbaur tanpa kecanggungan.

"Wangi di sini lebih enak~"

Rei bergidik ngeri saat ada seseorang yang mengendusnya dari belakang, ia menoleh dan menemukan dua sosok pemuda yang merupakan teman sekelasnya ada di sana.

"Flat ... Svin ... kalian ngapain nyasar ke Klub Jurnalis?" rutuk Rei.

Flat nyengir, "Aku hanya mengikuti insting penciuman milik Le Chien-kun, katanya daging panggang di sini terasa lebih harum."

Svin protes, "Berhenti memanggilku Le Chien, Flat! Namaku Svin—Svin Glascheit, ingat itu!"

Tiba-tiba Svin kembali mengendus sekitar, membuat Flat dan Rei heran. Ia kemudian berbinar, "Wangi ini ... Gray-tan."

Rei dan Flat tidak mau berkomentar jika Svin sudah menyebutkan nama 'Gray'. Baik Rei maupun Flat, mereka sudah tahu soal Svin yang menyukai Gray. Namun sayang, Svin tidak bisa bersikap normal jika ada didekat Gray. Alih-alih bersikap 'menyukai' yang normal, Svin malah melihat Gray seperti sebuah obsesi. Hal itu membuat Gray tidak nyaman sampai ketakutan. Buktinya saja sekarang, Gray bersembunyi di balik Mordred dan Atha tanpa mau melepaskan tudung di kepalanya.

"Mau ku pukul Svin untukmu tidak, Gray?" ucap Atha setengah bercanda.

Mordred malah tertawa, "Astaga ... perutku sakit! Ada ya, orang seperti Svin?"

Bukannya kabur, Gray malah semakin menyusup di punggung Atha.

Flat geleng-geleng kepala, "Le Chien-kun, berhenti menatap Gray seperti itu. Dia ketakutan, lho!"

Rei melirik Flat, "Apa aku harus memanggil El-Melloi-sensei untuk menjinakkan Svin?"

"Tidak usah, kebiasaannya memang seperti itu." Flat kemudian melahap daging yang baru saja matang dari piring Rei, "Ngomong-ngomong dagingnya memang enak!"

Tidak lama kemudian, di belakang Gray muncul dua orang gadis—

"Hai, Reines! Olga!" seru Rei.

Reines El-Melloi Archisorte, ia adalah adik angkat dari El-Melloi-sensei. Lalu yang satu lagi, adalah Olga Marie Animusphere, ia adalah putri dari kepala sekolah. Rei dan Atha kenal dengan kedua gadis ini karena mereka selalu main ke kelasnya saat istirahat. Awalnya hanya Gray yang berteman dengan mereka, namun seiring berjalannya waktu, Atha dan Rei juga menjadi temannya.

Olga Marie tersenyum, "Boleh kami bergabung?"

Rei mengangguk, "Boleh-boleh saja, kok! Asal jangan makan jatah dagingku."

"Ho ho ho ... jangan pelit begitu, Rei. Orang pelit tambah pendek, loh!" goda Reines.

Rei tersenyum setan, "Kalau begitu, kau lebih pelit dari pada aku, ya? Buktinya kau lebih pendek!"

Atha, Olga Marie dan Mordred menahan tawanya agar tidak terdengar. Melihat dua orang gadis kurang pertumbuhan yang bertengkar itu adalah sebuah kenikmatan.

Mordred berujar, "Kenapa nama yang awalannya 'Rei' pasti selalu pendek, ya?"

Ucapan Mordred malah dihadiahi pelototan dari Rei dan Reines, "Gelud kita, Mor!" seru mereka bersamaan.

Atha menghena nafas panjang, ia sudah punya firasat kalau obrolan ini akan berujung perjulidan sampai hampir bacok-bacokan. Ia berusaha melerai Rei dan Reines yang hampir mencekik Mordred,

"Dari pada perang, lebih baik kita makan. Akan ku buatkan barbeque yang enak untuk kalian!"

🎶

🎶

🎶

Gilgamesh berusaha untuk tabah menghadapi sebuah rintangan yang tiba-tiba muncul mengacaukan rencananya. Ia mencoba untuk tetap tersenyum walau dalam hatinya tengah terjadi pergolakan batin. Awalnya ia berencana memisahkan diri—kabur—dari squad anggota Osis di tengah-tengah acara, namun hal itu ternyata tidak semudah yang ia pikirkan. Pasukan Osis tidak mungkin membiarkan sang Raja meninggalkan mereka dengan mudah.

"Senpai, otsukare!"

Tiba-tiba Arthuria menyodorkan segelas cola pada Gilgamesh, lalu duduk di sampingnya. Sedikit canggung, Gilgamesh menerima gelas yang diberikan oleh Arthuria.

"Thanks." ucap Gilgamesh.

Arthuria tersenyum tipis.

Jika saat ini terjadi di masa lalu, mungkin sekarang Gilgamesh akan bersorak kegirangan. Pasalnya, dulu saat ia sedang gencar-gencarnya mendekati Arthuria, gadis itu sama sekali tidak pernah meliriknya, acuh. Lain halnya dengan yang sekarang, walau Arthuria sudah lebih ramah dan tidak segan untuk memberi perhatian padanya, yang dirasakan oleh Gilgamesh hanya satu : hambar.

Gilgamesh melirik Arthuria lewat ekor matanya, "Ada apa, kenapa tiba-tiba kemari?"

"Memang tidak boleh?"

"Apa kau tidak suka dengan acaranya?"

Arthuria menggeleng, "Tidak juga. Aku suka acaranya, kok. Hanya saja aku ingin sedikit mengobrol denganmu."

Gilgamesh mengangkat sebelah alisnya, heran dengan pernyataan Arthuria. "Jadi, apa yang mau kau bicarakan?"

Arthuria menatap Gilgamesh dengan tatapan aneh, untuk beberapa detik ia tidak berkata apa-apa. Gilgamesh sendiri sedikitnya punya firasat jika pembicaraan yang ingin Arthuria utarakan adalah 'hal itu'.

"Begini, sebelumnya aku ingin mengucapkan terima kasih padamu atas pertolonganmu saat turnamen," Arthuria menggigit bibir bawahnya, "Lalu ... ini soal kau dan aku."

Gilgamesh menghela nafas panjang, firasatnya ternyata benar. "Kau ingin membicarakan soal masa lalu?" tanyanya.

Arthuria mengangguk. Setelah memikirkannya matang-matang, malam ini adalah malam yang tepat untuk mengatakan hal yang selalu menghantui pikirannya akhir-akhir ini pada Gilgamesh.

Arthuria menggigit bibir bawahnya pelan, "Gil ... apa aku sudah terlambat?"

Gilgamesh dan Arthuria saling bertatapan untuk beberapa detik. "Ya, kau terlambat." jawab Gilgamesh dingin.

Arthuria tertunduk lesu, ia menggumam pelan, "Begitu, ya..."

Gilgamesh mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia sedikit merasa tidak nyaman ketika Arthuria membahas soal cinta bertepuk sebelah tangan. Dulu, Gilgamesh ada di posisi Arthuria yang sekarang, kecewa dan merasa perasaannya tidak dihargai. Ia pernah kecewa karena perhatian yang ia berikan hanya dianggap sebagai angin lalu oleh Arthuria. Tidak disangka ternyata nasib buruk Gilgamesh sekarang dialami sendiri oleh Arthuria.

Apa hal ini bisa disebut dengan 'karma'?

"Kalau begitu, apa boleh buat," Arthuria kembali mengulas senyum, "lagipula, sudah ku duga akhirnya akan seperti ini."

Gilgamesh menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "Dulu aku ada di posisimu yang sekarang—aku menyukaimu, namun kau tidak menyukaiku, dan sekarang posisi kita terbalik. Dari sana seharusnya kau bisa menarik sebuah kesimpulan : kita memang bertemu, namun tidak untuk bersama."

Arthuria tersenyum masam, "Ya, ya, ya, aku mengerti. Lalu sekarang, apa kau senang karena sudah berhasil balas dendam padaku?"

Gilgamesh tersenyum bangga, "Sejujurnya, iya."

Arthuria menggembungkan kedua pipinya, kesal.

"Aku juga ingin berterima kasih padamu. Karena dulu kau menolakku, sekarang aku menemukan Atha." lanjut Gilgamesh.

"Kau ... benar-benar menyukainya?" Arthuria terperangah. Bukan karena tidak percaya, tapi nada bicara Gilgamesh berubah saat menyebutkan nama gadis itu. Terlebih lagi, kemarin, Arthuria melihat sendiri bagaimana perhatian seorang Gilgamesh pada Atha. Ya ... walau gadis itu masih acuh, namun Gilgamesh terlihat tidak bisa membencinnya.

Gilgamesh membalas pertanyaan Arthuria dengan senyuman. Tidak perlu diungkapkan dengan kata-kata. Dari sikap Gilgamesh saja seharusnya Arthuria sudah bisa mengerti dan menemukan jawabannya. Gilgamesh memang menyukai Atha, itulah jawabannya.

Gilgamesh kemudian beranjak, ia menatap Arthuria sekilas, "Tidak ada hal lain yang ingin kau bicarakan lagi, kan?"

Arthuria menggeleng pelan.

"Kalau begitu, aku pamit. Ada seseorang yang harus aku temui."

Arthuria terdiam. Tanpa ada protes, tanpa ingin meminta Gilgamesh untuk tinggal lebih lama dengannya, ia hanya bisa melihat punggung Gilgamesh yang semakin menjauh hingga akhirnya menghilang di balik kerumunan orang-orang.

Setidaknya Arthuria merasa lega, satu beban menguap, membuat dadanya terasa lapang. Walaupun ia tidak bisa membawa Gilgamesh kembali, Arthuria merasa jika menyatakan perasaannya saja sudah cukup—sekalipun itu bertepuk sebelah tangan.

🎶

🎶

🎶

"

Onii-chan, tunggu! Onii-cha—"

Tiba-tiba Galahad berhenti, membuat Mashu yang sedang mengejarnya malah menubruk punggung Galahad dengan cukup keras.

"Mashu, kembalilah pada Ayah ... katakan jika aku tidak akan pulang ke Inggris." ucap Galahad dingin.

Baru saja beberapa menit yang lalu Galahad dan Mashu bersenang-senang saat di Klub Jurnalis, sekarang malah kebalikannya. Galahad mendadak marah saat Mashu menyinggung soal Lancelot yang meminta Mashu dan Galahad untuk ikut pulang ke Inggris esok hari. Tidak ingin menjawabnya, Galahad langsung melarikan diri. Bukan bermaksud menghindar, hanya saja Galahad tidak suka saat emosinya dibuat kacau gara-gara permintaan Lancelot.

"Tapi Onii-chan—" sepasang mata Mashu mendadak berkaca-kaca. Rasanya sakit ketika melihat hubungan antara Galahad dan Lancelot yang semakin retak gara-gara masalah ini.

"Kumohon ... sekali ini saja—" Mashu tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena air mata sudah mengambil alih. Ia menangis.

Galahad berbalik menghadap Mashu, ia merasa kesal dan juga bersalah. Sejujurnya Galahad membenci dirinya sendiri, dia seperti seorang pengecut yang memilih untuk lari dari masalah ini. Gara-gara sikapnya ia telah membuat Mashu menangis, juga mungkin membuat Lancelot kecewa. Mendecih sebal, ia memikirkan ulang perihal Lancelot tadi—Galahad sendiri tidak yakin kekecewaan yang Lancelot rasa belum sebanding dengan rasa kecewa yang dirasakan oleh Galahad.

Ah, sialan, masalah ini membuat Galahad semakin gila!

"Galahad!"

Atha tiba-tiba muncul bersama Mordred dan Rei, mereka ternyata mengejar Mashu dan Galahad yang tiba-tiba menghilang meninggalkan pesta. Mordred kemudian memeluk Mashu lalu membiarkan gadis itu menangis di pelukannya, sementara Rei mengusap-ngusap bahu Mashu yang gemetaran.

"Galahad, kumohon ... turuti kata Ayahmu sekali saja!" ucap Mordred setengah frustasi.

Galahad tertawa pedih, "Menuruti? Aku tidak mau menuruti kata-kata orang itu!"

"Ayolah Galahad, berpikirlah positif. Mungkin di balik masalah ini, ada penjelasan yang belum Ayahmu katakan. Kau jangan membencinya dulu, walau bagaimanapun Lancelot-sensei tetaplah ayahmu." lanjut Rei.

Galahad mengacak rambutnya dengan sebal, "Jika dia masih menyebut dirinya sebagai seorang 'Ayah', kenapa dulu dia pernah meninggalkanku juga Ibuku di saat keadaan sulit? Bukankah itu artinya dia ingin membuangku?"

"Coba berpikir dari sisi yang berbeda, mungkin saja Lancelot-sensei dulu meninggalkanmu bukan karena benci. Mungkin saja itu karena urusan pekerjaan?" kata Mordred.

"Iya, pekerjaan. Pekerjaannya hanya sebatas budak Guinevere. Dia sama sekali tidak pernah memikirkanku, juga Ibuku yang sakit-sakitan. Bahkan di hari pemakamannya, Ayah tidak hadir."

Rei dan Mordred tidak bisa membalas ucapan Galahad.

"Bagaimana aku bisa berpikir jernih dan menghilangkan dugaan jika selama ini Ayah tidak tulus mencintai kami?" Galahad mengepalkan kedua tangannya dengan erat, "Jika Ayah memang tidak tulus mencintai kami, lebih baik dari dulu aku tidak pernah dilahirkan."

Atha tahu bagaimana perasaan Galahad saat ini. Bahkan Atha mengerti karena ia dan Galahad memiliki nasib yang hampir sama. Kedua ayah kandung mereka sama-sama tidak peduli—namun Atha miliki pandangan lain, bukan karena ia memihak Lancelot, hanya saja sebagai seorang anak yang sama-sama terbuang, Atha merasa Lancelot berbeda dengan ayah kandungnya.

"Ada baiknya kau menerima pendapat dari teman-temanmu, Galahad..." kata Atha.

Galahad berdecak kesal, "Keputusanku tidak akan berubah."

Atha menghela nafas panjang. Ia berusaha menyusun kata-kata yang tepat sebelum mengatakannya pada Galahad. Saat ini Galahad sedang sensitif, jadi jika salah bicara, ada kemungkinan masalah ini semakin kacau dan berakhir tidak menemukan titik terang.

"Kenapa kau sempat berpikir tidak mau terlahir ke dunia ini?" Atha mengatakannya dengan nada yang tenang. Semoga saja dengan pertanyaan ini, Galahad tidak mengamuk.

Galahad memalingkan wajahnya ke arah lain, "Karena itu percuma—percuma saat aku lahir, ada seseorang yang tidak mensyukuri kelahiranku. Lalu karena hal itu, dia memilih untuk membuangku."

"Oke, anggap ini sebagai saran dari seorang teman. Aku mengatakan hal ini karena aku peduli padamu dan tidak mau melihatmu juga Mashu lebih menderita karena masalah ini." kata Atha. Ia kemudian berdeham, "Pertama, tolong tarik lagi kata-katamu soal tidak mau terlahir ke dunia."

Galahad terdiam.

"Kau harus berpikir terbuka, logikanya, ketika seorang bayi terlahir ke dunia, pasti yang pertama menyambutnya adalah kedua orang tua. Hal itu juga berlaku untukmu. Kelahiranmu pasti disambut dengan sukacita." Atha melirik Galahad, "Jika kau berkata seperti tadi, mungkin akan ada seseorang yang terluka. Kau mengatakan hal itu berarti sama saja dengan tidak menerima siapa orang tuamu. Baik itu Ibumu, atau Ayahmu—keduanya."

Galahad semakin terdiam. Mordred, Rei sesekali memerhatikan Atha sembari menenangkan Mashu.

"Jadi, sekarang jelaskan mengapa kau bisa berkata seperti itu padaku!" ucap Galahad, kali ini ia berkata dengan nada lebih tenang.

Atha melirik Mordred, Mashu dan Rei yang ada di belakangnya. Ketiga gadis itu menangguk, mereka sepenuhnya mempercayakan urusan Galahad pada Atha.

"Sederhana, aku dapat menyimpulkannya hanya dari namamu." kata Atha.

Galahad terperangah.

"Galahad memiliki arti 'berkah Tuhan'. Coba bayangkan seberapa besar cinta kedua orang tuamu sampai-sampai memberikan nama itu padamu. Aku yakin mereka bahagia—bahkan kata bahagia tidak cukup menggambarkan perasaan mereka saat kau dilahirkan. Ada rasa haru, syukur dan cinta yang tertuang dalam nama itu."

Galahad tertunduk lesu mendengar ucapan Atha, tiba-tiba ia teringat akan Elaine, Ibunya.

"Menurut mendiang Ibumu, Lancelot-sensei itu seperti apa?" tanya Atha.

Galahad menatap Atha tidak percaya. Bibirnya mendadak kelu.

"Dari raut wajahmu, aku bertaruh Ibumu tidak pernah meminta dirimu untuk membenci Lancelot-sensei. Apa aku benar?"

Galahad tidak ingin mengakuinya, namun ucapan Atha itu memang benar. Elaine tidak pernah mengajarkan kebencian pada Galahad, bahkan di detik-detik terakhir sebelum kematiannya, Elaine meminta agar Galahad menggantikan posisinya untuk menjaga Lancelot.

"Walau kau merasa Ayahmu itu adalah sosok ayah yang terburuk di seluruh dunia, bagi Ibu ... Ayahmu adalah ayah terbaik sepanjang masa."

—mengapa Galahad sampai melupakan ucapan Elaine saat itu?

Galahad memegangi kepalanya yang mendadak sakit.

"Aku setuju dengan Mordred perihal Lancelot-sensei yang meninggalkanmu, mungkin ia memiliki alasan yang dulu tidak bisa ia katakan padamu." Atha menatap Galahad dengan hati-hati, "Saat itu, mungkin karena usiamu masih terlalu muda, Lancelot-sensei dan juga Ibumu memilih untuk menyembunyikan kebenaran karena takut kalau mengatakan semuanya, kau ikut terbebani."

Galahad melirik Atha dengan sinis, "Jika ternyata Ayahku yang salah, bagaimana?"

"Sederhana saja," Atha menjentikkan jari, "anggap saja yang kau lakukan saat ini adalah demi Ibumu. Bagaimana?"

Mashu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Atha. Jujur, membujuk Galahad adalah hal tersulit yang tidak bisa dilakukan oleh Mashu. Namun di sini, dengan mudahnya Atha bisa membuka pikiran Galahad agar lebih dapat menerima.

"Ibu..." 

Atha mengangguk, "Ya, kau cukup menganggap semua yang kau lakukan saat ini adalah demi Ibumu. Bukankah Ibumu bilang jika kau tidak boleh membenci Lancelot-sensei? Bayangkan bagaimana tersiksanya Ibumu di surga ketika tahu jika putra kebanggaannya tidak mau menuruti perintah?"

Galahad tertegun. Kata-kata Atha terngiang terus di telinga sampai-sampai Galahad tidak berhenti untuk memikirkannya.

Sejujurnya, hal yang dirasakan Galahad selama ini bukanlah marah atau kecewa, ia hanya kesepian. Kehilangan Elaine merupakan puncaknya. Lalu, Galahad sekali lagi takut kehilangan orang yang ia cintai—Lancelot.

Ia tidak mau Lancelot pergi—lagi— meninggalkannya.

"Ga-Galahad?" cicit Rei.

Galahad menatap Atha, "Kenapa kau berkata seolah kau tahu semuanya tentangku?"

Atha tersenyum tipis, "Aku berkata seperti itu karena aku mengerti bagaimana perasaanmu, aku dan kau hampir memiliki kisah yang sam. Perbedaannya adalah, Lancelot-sensei, sebagai seorang ayah, ia tidak sampai menjualmu."

Tu-tunggu, apa?!

"Atha—" Mordred tercekat.

"Bicaralah baik-baik dengan Ayahmu, Galahad. Aku yakin jika kau yang meminta, ia akan menceritakan semuanya padamu." Atha menyentuh dadanya yang terasa sesak, "Setelah kau mengetahui seluruh kebenarannya, barulah kau bisa memutuskan. Singkirkan ego-mu, kau pasti dapat menemukan jalan keluarnya."

Galahad mengacak kepalanya gusar. Kata-kata Atha semakin membuat perasaannya campur aduk. Tapi di lain sisi, hatinya berkata jika ia setuju dengan ucapan gadis itu. Tidak ada salahnya mencoba.

Galahad berteriak gusar, "Oke, aku kalah!"

Baik Atha, Rei, Mordred maupun Mashu sama-sama terkejut dengan perubahan Galahad.

"Aku akan pulang ke Inggris." lanjut Galahad.

"Onii-chan!" Mashu memeluk erat Galahad.

"Maafkan aku, Mashu. Aku benar-benar egois, kali ini aku akan memastikan semuanya. Tidak boleh ada kesalah-pahaman lagi."

Galahad melirik Atha sejenak, gadis itu membalasnya dengan senyuman, "Terima kasih atas pencerahannya."

Atha terkekeh, "Senang bisa membantu."

Mordred dan Rei mendekati Atha. Masih penasaran dengan kata-kata Atha tadi, Mordred tidak dapat menahan pertanyaannya, "Kenapa kau sangat peduli pada Galahad?"

Atha tersenyum lagi, "Aku berkata seperti itu karena aku merasa iri pada Galahad."

iri karena Galahad memiliki seorang ayah yang masih mencintainya.


🎶

🎶

🎶

Gilgamesh tidak mengerti, sebenarnya ada apa dengan musim panas tahun ini?

Mengapa banyak sekali perkara-perkara yang di luar akal sehat dengan songongnya menimbulkan keretakan-keretakan pada manusia? Apa ini kutukan dari Hawaii? Atau azab karena Enmrkar pernah terzalimi?

Stop! Pikiran Gilgamesh semakin ngawur.

Tidak lama waktu berselang ketika ia dalam perjalanan mencari si Putri Es pujaan hatinya, Gilgamesh tiba-tiba terjebak dalam momen di mana Ramses tengah mempersiapkan diri untuk mengutarakan sebuah pengakuan cinta pada teman masa kecilnya, Nefertari. Tentu saja Gilgamesh yang tidak mau disebut 'lalat pengganggu' memilih untuk bersembunyi di balik pepohonan—dan dengan tanpa sengaja menguping pembicaraan mereka.

Awalnya pembicaraan mereka mengalir tanpa ada hambatan, namun saat di acara puncak pengakuan seorang Ramses, hal yang tidak diinginkan pun terjadi.

"Aku menyukaimu, Nefer..."

Semburat merah muda mewarnai kedua pipi Nefertari, "Aku juga menyukaimu ... Ramses."

Saat Ramses merasa tubuhnya melambung tinggi karena perasaannya pada Nefertari berbalas, hal yang terjadi selanjutnya malah membuat tubuhnya terasa jatuh terhempas di antara bebatuan runcing.

"—mungkin jika aku tidak tahu jika sebentar lagi kau akan bertunangan dengan gadis lain, aku akan mengatakan hal itu dengan tanpa ada penyesalan." lanjut Nefertari.

Ramses terperangah.

Nefertari memalingkan wajahnya dari Ramses, "Merit mengatakannya padaku, akhir musim panas ini, katanya kau akan bertunangan dengan Iset."

"Tu-tunggu Nefer, aku tidak bermaksud—"

"Aku mengerti, Ramses." Nefertari memotong kata-kata Ramses dengan cepat, "selama ini, aku tidak pernah meragukan kata-katamu. Bahkan pengakuanmu tadi, aku tahu jika kau tidak berbohong."

Nefertari tersenyum lemah, "Tapi walau kita saling mencintai, aku yakin lebih banyak orang yang tidak setuju jika kita bersama."

Ramses tidak bisa berkata apa-apa. Skakmat.

"Aku tidak akan menang dari Iset. Lihat aku ... aku hanyalah seorang keponakan dari Nefertiti—seorang penyihir heretik. Mana mungkin aku bisa bersanding denganmu?" ucap Nefertari.

Ramses memegang tangan Nefertari dengan erat, "Aku sedang berusaha untuk menggagalkan pertunangan itu, aku tidak mencintai Iset. Yang ada di hatiku hanya kau, Nefer. Mungkin ini terdengar klise, tapi aku berani bersumpah jika kau adalah cinta pertamaku."

"Aku tahu ... tapi maaf Ramses, seberapa besar rasa cintamu padaku, pada akhirnya kita tidak bisa bersama."

Nefertari melepaskan tangannya dari genggaman Ramses. Ia tersenyum tipis. Lalu selanjutnya, ia pergi meninggalkan Ramses yang masih termenung.

Gilgamesh yang melihat itu hanya bisa mengacak rambutnya dengan gusar, sepertinya ini memang kutukan. Setelah terjebak dalam masalah Ramses, Gilgamesh mengurungkan niatnya untuk bertemu dengan Atha, ia memilih untuk menghibur sahabatnya yang tengah patah hati.

Pada akhirnya, acara penutupan liburan di Hawaii di dominasi oleh aroma lemon—menyegarkan namun rasanya pahit dan asam.


🎶

🎶

🎶

Pagi harinya, akhirnya tiba saatnya mereka untuk pulang. Para siswa Chaldea tengah memenuhi bandara, menunggu pesawatnya tiba. Atha sedang menunggu pesawat yang mengantarnya pulang ke Yunani sembari berbalas pesan dengan Gilgamesh. Karena penerbangan mereka terpisah, akhirnya mereka tidak dapat bertemu untuk sekedar berpamitan. Gilgamesh menceritakan hal-hal apa yang terjadi lewat pesan, begitupula Atha.

Dari bertukar pesan dengan Gilgamesh, akhirnya Atha mengerti tentang satu hal. Mungkin inilah alasannya mengapa ada tiga ekor mahluk yang duduk di sampingnya secara misterius, berpura-pura menutup wajahnya dengan selembar koran karena tidak mau dikenali.

"Jadi ... sekarang kalian mau kembali ke asrama?" tanya Atha.

Rei, Ritsu dan Nefertari bergidik ketika Atha membongkar penyamaran mereka dengan mudah. Ketiga gadis itu menoleh ke arah Atha dengan raut wajah terkejut yang hujatable.

"Ka-kami—"

"Tinggal di asrama membosankan loh, ketika liburan..." tukas Atha.

Rei, Nefertari dan Ritsu saling berpandangan. Mereka memilih untuk diam.

Sekedar infomasi, semalam
Ketiga gadis itu sempat membujuk Atha untuk tinggal di asrama bersama mereka selama liburan musim panas, namun hal itu ditolak mentah-mentah oleh Atha. Itu karena Atha sudah berjanji untuk pulang ke Yunani.

Lalu, tanpa disangka, ketiga mahluk ini malah kabur dari kawanannya dan berakhir mengekori Atha.

Rei kabur dari rombongan Camelot,

Ritsu kabur dari rombongan Jepang,

Lalu Nefertari, dia kabur agar tidak dapat ditarik pulang secara paksa oleh Ramses.

ah ... menyebalkan.

Atha menatap Rei, Ritsu dan Nefertari bergantian.

"Apa?" tanya Rei.

Atha tersenyum lebar, "Daripada liburan ngebangke di asrama, mau ikut tidak ke Yunani?"

————hah?

Nefertari melongo, "Ka-kau mengajak kami untuk—"

"Ke Yunani. Rumahku." potong Atha.

"Serius?" Rei masih tidak percaya.

Atha berdecak sebal, "Mau atau tidak? Ayo jawab sebelum aku berubah pikiran!"

Tanpa ragu, ketiga gadis tersebut menjawab dengan serempak,

"KAMI IKUT!"

🎶

🎶

🎶

Oke 6k kata, syaland!

Akhirnya arc ini beres muehehehehehe—

Referensi Nefertari di chap ini berasal dari novel "Nefertari: Sang Ratu Heretik" yang ditulis oleh Michelle Moran ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top