Chapter 17
Masuk waktu tengah hari, matahari diatas sana sudah mencapai puncak tertingginya. Langit biru yang bersih tanpa ada gumpalan awan membuat pancaran sinar matahari semakin terik. Keadaan ini sedikit mengganggu orang-orang yang sedang beraktivitas di luar ruangan. Perubahan cuaca dari musim semi ke musim panas mulai terasa dengan naiknya suhu udara hingga beberapa derajat.
Billy, Robin dan Yan Qing sedang berteduh dibawah gazebo tempat tea party-nya Mad Hatter dan March Hare. Sudah masuk jam istirahat, jadi mereka bisa sedikit bersantai dulu di tempat ini.
"Bagaimana keadaan disini tadi? Apa banyak tamu yang berkunjung ke area kalian?" Tanya Robin.
Karna dan Arjuna mengangguk. "Saking banyaknya, kami bahkan sampai bosan terus-terusan mengingatkan mereka untuk tidak memakan kue-kue yang ada di atas meja." Kata Arjuna.
Billy mengernyit, "Ah ... aku paham."
Diatas meja memang ditata hampir menyerupai seperti perjamuan afternoon tea yang menjadi kebiasaan bangsawan Inggris, banyak cake dan pastry dengan aneka bentuk dan warna ditata cantik diatas piring-piring dan tier cake stand. Penataan cake dan pastry yang cantik inilah yang menjadi jebakan.
Diantara semua makanan yang ada di atas meja, sebenarnya yang bisa dinikmati hanyalah darjeeling tea. Selebihnya, tidak bisa dimakan---karena sebenarnya cake dan pasty hanya replika yang dibuat oleh klub doujin, terbuat dari spons cuci piring. Kreatif.
"Cake dan pastry-nya kelihatan nyata, sih." Yan Qing tersenyum kecut.
"Kita bakal kena azab ga ya? Di klub ini terlalu banyak dusta." Kata Billy.
Robin mendengus, "Masih untung darjeeling-nya bukan jebakan."
"Kenapa klub kita misqueen banget, ya?" Billy mulai mengoceh, "Darjeeling aja disumbang sama Holmes-sensei. Piring-piring kue, cangkir teh sama tier cake minjem dari Romani-sensei. Terus taplak meja minjem ke Shikibu-sensei. Kita modal apa coba?"
Yan Qing dan Robin membatin. "Iya juga ya ... mungkin kita cuma modal dusta." Kata Robin.
"Bicara apa kalian, klub kita itu terlalu kreatif!" Kata Osakabe bangga.
Osakabe tiba-tiba sudah muncul dibelakang mereka berlima, duduk manis disalah satu kursi yang masih kosong. Hal ini semakin menguatkan anggapan Billy kalau Osakabe itu seorang ahli sulap.
"Sejak kapan kau disana?!" Billy merinding.
"Sejak kau mulai mengoceh." Jawab Osakabe.
Anjir!
"Bukannya tempatmu bukan disini, ya? Walau Dormouse ada di bagian Mad Tea Party, kau menolak untuk bergabung bersama kami di tempat ini kan." Kata Arjuna.
Robin menambahkan, "Kau lebih memilih terus diam di kotatsu, kan? Kenapa disini?"
Merasa terlalu banyak yang menyinggung soal pindahnya Osakabe ke wilayah kekuasaan Arjuna dan Karna, ia langsung membela diri. "Dengar ya, ini cuma sementara. Aku mengungsi kesini soalnya kotatsu-ku dijajah oleh para kaum intelektual."
"Maksudnya?" Billy kicep.
Osakabe membenarkan letak kacamatanya, "Ada reunian. Holmes-sensei, Moriarty-sensei dan Romani-sensei sedang menguasai kotatsu."
Yan Qing heboh, "Moriarty-sensei dari SMP Chaldea? Berarti---"
"Sebentar lagi para kouhai kita akan datang kemari. Katanya mereka sedang berkeliling dulu sekarang." Potong Osakabe.
Karna menyeruput darjeeling-nya yang entah cangkir keberapa, "Lalu kenapa kau tidak ikut bergabung dengan Holmes-sensei di kotatsu?"
Osakabe memberengut kesal, "Masalahnya kalau kelamaan disana, otakku akan semakin terkikis. Bergabung dengan mereka sama saja seperti ikut rapat dengan alien."
"Terlalu pintar." Tambah Robin.
---
----
"Sepertinya Rei dan yang lain sudah selesai tampil. Nyanyian mereka berhenti." Kata Billy.
Osakabe menghela nafas lega, "Syukurlah mereka melakukannya dengan baik. Sekarang giliran Enkidu yang jadi juru bicara diatas panggung untuk mempromosikan klub kita."
Osakabe menoleh ke arah Karna, "Hei Karna, mau sampai kapan kau minum terus? Perutmu tidak kembung?"
Karna kicep. "Justru itu, perutku memang sudah kembung. Tapi karena terlalu banyak tamu yang kemari, aku jadi tidak bisa istirahat untuk sekedar makan."
---hampir semua yang ada disana terfokus pada Karna. Terharu akan ke-ngenes-an si albino.
Osakabe memijat pelipisnya pelan. Ia melirik Billy,
"Bil, tolong ambilkan sepotong gyros untuk Karna."
🌤
🌤
🌤
C h a p t e r 1 7
---The Beginning...---
🌤
🌤
🌤
Kapan ya terakhir kali Kay menginjakkan kaki di akademi, rasanya sudah lama sekali. Setelah ia masuk universitas, rasanya waktu berjalan terlalu cepat sampai-sampai Kay merasa umurnya bertambah dua kali lipat. Mungkin ini karena faktor Kay sudah memasuki tahun terakhir kuliah. Tidak jarang ia kerja rodi dari pagi sampai malam---kadang bablas dua puluh empat jam---mencari bahan referensi untuk karya ilmiahnya. Selain itu ia sibuk main kucing-kucingan dengan dosen untuk merevisi laporannya. Efeknya batin Kay lumayan---sangat---terbebani sampai-sampai ia merasa pikirannya mulai berubah menjadi kakek-kakek.
Kay sebenarnya tidak bodoh, tidak juga terlalu pintar. Dia standar. Alasan mengapa Kay sampai-sampai harus kucing-kucingan dengan dosen sungguh tidak bisa diterima oleh logika. Sebuah hal yang sangat menggelikan. Itu karena---
---hampir semua dosen takut akan seorang Kay. Ya, takut dalam arti horor. Padahal Kay bukan setan.
Apa wajahnya yang salah? Demi Tuhan! Kay akui memang ia selalu nge-gas, tapi apakah memang mode berserk seorang Kay bisa se-menyeramkan itu?
Salah sendiri malah kabur. Kay jadi kesal, kan!
Disaat Kay masih sibuk dengan segala pemikirannya, ia dikejutkan oleh perbuatan seseorang ... yang tiba-tiba mencubit pipinya, pelan. Refleks Kay segera menoleh ke arah seorang gadis yang berdiri di sampingnya.
"Kenapa?" Tanya Kay.
Gadis itu tersenyum manis, "Kau melamun ... sedang menghitung aib-mu di masa lalu, ya?"
"Aib apa?" Kay balik bertanya.
"Aib saat kau masih di akademi. Misalnya, berapa gadis yang pernah luluh oleh kata-kata manis dari putra tunggal Tuan Ector?"
Kay tepok jidat, "Tolong jangan ingatkan soal itu lagi."
Gadis itu tertawa agak lebar, namun entah mengapa ia masih saja terlihat anggun. "Bukannya kau memang seperti itu dulu, jangan menyangkalnya!"
Kay mendengus, "Sekarang kan sudah tidak."
Gadis itu manggut-manggut, "Benar juga! Karena aku adalah kekasihmu sekarang, jadi kau tidak bisa flirting lagi ke gadis-gadis lain, ya?"
Oke, Kay gemas.
---Kay tidak tahan digoda oleh gadis ini. Ia tahu kata-kata yang diucapkan oleh gadis itu hanya candaan, tapi tetap saja itu membuatnya tidak nyaman.
Sekarang Kay yang balas mencubit kedua pipi gadis itu, membuatnya menjadi semakin merona. "Tolong jangan menggodaku terus, Andrivete."
"Maaf, maaf! Menggodamu itu selalu memberiku sedikit kepuasan." Kata Andrivete.
"Kepuasan apa maksudmu?"
Dengan bangga Andrivete berkata, "Itu karena seorang putri tunggal Tuan Canor, Lady Andrivete bisa menaklukan seorang Kay yang dikenal sebagai penakluk para gadis!"
Untuk kedua kalinya Kay tepok jidat. "Sudah hentikan! Itu masa lalu yang memalukkan."
"Ayolah, Kay! Bagiku itu adalah sebuah prestasi yang layak disandingkan dengan mengalahkan seekor naga."
"An. Dri. Vete!" Kay mulai bete.
Andrivete menahan tawa, "Maafkan aku, Kay! Aku hanya ingin menghiburmu. Akhir-akhir ini wajahmu suram."
Kay menghela nafas panjang, "Tidak perlu seperti itu juga aku bisa langsung bahagia jika itu bersamamu."
---
----tawa Andrivete tiba-tiba menghilang. Pipinya semakin merona hebat karena kata-kata mutiara Kay yang sekelas bom atom.
Kay menyeringai, "Skor kita seimbang, ya!"
Andrivete merutuk dalam hati---
Ternyata kata-kata kekasihnya yang satu ini masih berbahaya untuk kesehatan jantung!
🌤
🌤
🌤
Arthuria menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ia menatap ketiga mahluk astral penunggu klub kendo yang kabur dari tugasnya---dan kesasar di antara kerumunan penonton yang sedang melihat pentas para siswa---dengan tatapan tajam. Saat ini Arthuria bagai seekor singa betina yang siap melahap mangsa di hadapannya.
Jika sudah begini, Arthur sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Pasalnya, adiknya yang satu ini memang menyeramkan jika sedang marah atau kesal. Bahkan Arthuria yang kalem itu lebih menyeramkan dari Mordred yang barbar. Terkadang Arthur bertanya pada dirinya sendiri, berharap jika Tuhan mendengar dan memberi jawaban yang Arthur harapkan---
"Mengapa kedua adiknya tidak ada yang normal?"
---dulu Igraine ngidam apa ya?
"Saatnya kita kembali ke klub, kawan-kawanku yang tercinta." Kata Arthuria dengan beberapa penekanan didalam kalimatnya.
Bergidik. Gareth tidak berani menatap Arthuria, ia segera bersembunyi dibalik punggung Gawain. "Kami akan kembali sekarang ... jadi jangan marah, ya?" Kata Gawain hati-hati.
Arthuria menyipitkan matanya, "Oke. Tapi sebagai hukumannya, kalian harus berkerja dua kali lipat lebih banyak."
Anjir, tsadest!
Bedivere agak prihatin. Tiga tersangka yang sudah membuat Arthuria murka tidak lain adalah Gareth, Gawain dan Ritsu. Tristan bukan anggota klub kendo dan beruntung karena selamat dari amukan Arthuria ... tapi dia malah terciduk Gilgamesh si ketua klub kyudo---mampus, bisa di enuma elish!
Dari pada mendengar ceramah Gilgamesh yang sama parahnya dengan Arthuria---atau mungkin lebih sadis---Tristan segera memberi hormat pada Gilgamesh dan melesat pergi menuju klub kyudo. Setidaknya lebih aman seperti ini.
Bedivere sendiri selamat karena shift-nya sudah selesai. Ia tadi satu shift dengan Arthur. Sekarang, karena Bedivere anak baik dan tidak sombong ... ia sedang memikirkan cara agar Arthuria memberi sedikit keringanan bagi ketiga orang temannya---terlebih lagi, ide kabur dan menonton pentas itu dicetuskan oleh Gawain dan Tristan. Dasar Timon-Pumba tukang hasut orang!
"Arthuria ... sabar." Rei mengusap-ngusap bahu Arthuria, berharap gadis itu akan sedikit lebih tenang.
Mordred, Galahad dan Mashu hanya bisa tersenyum datar. Mereka tidak mau terlibat ke dalam masalah yang membuat Arthuria murka. Salah-salah, mereka bisa kecipratan masalahnya juga.
"Kita biarkan saja mereka?" Atha berbisik pada Enkidu.
Enkidu tersenyum, "Mereka kan bukan anggota klub kita, jadi biarkan."
Atha meringis melihat tanggapan Enkidu. Atha sedikit terganggu dengan ekspresi si senpai hijau yang .... entahlah. Gemas sebenarnya. Atha masih belum bisa mencerna apa yang terjadi, apa Enkidu sedang mendalami perannya sebagai si 'Ulat Bijaksana' yang ada di dongeng Alice? Ekspresinya tidak terbaca---entah kenapa Enkidu terus saja tersenyum tidak peduli situasi sedang bagaimana.
"A-Arthuria..." kata Bedivere tiba-tiba.
"Hm?"
Bedivere menelan ludahnya, "Sebenarnya ... ide untuk melihat pentas itu ... aku juga ikut mengusulkannya."
---mampus, Bedivere bohongnya malah gali kubur sendiri.
Arthuria menyipitkan kedua matanya. Ia kemudian mendengus sebal sembari memijiat-mijat pelipisnya pelan, "Astaga! Kau terlalu lama bergaul dengan Gawain dan Tristan malah ketularan badungnya ya!"
Bedivere nyengir.
Ritsu tersenyum kecut---antara kesal dan kasihan karena Bedivere malah mengakui kesalahan yang bukan ia perbuat.
"Kalau begitu hukuman ini berlaku juga untuk Bedivere." Kata Arthuria.
Bedivere mengangguk, pasrah. Ritsu sendiri sebenarnya ingin meralat kata-kata Bedivere tapi malah di cegah oleh orang yang bersangkutan. Bedivere menepuk bahu Ritsu dan memberi isyarat dengan menempelkan jari telunjuknya di depan bibir. Jika itu sudah kehendak Bedivere, Ritsu tidak dapat menolaknya---walau sebenarnya ia sedikit kasihan.
"Untung aku tidak masuk klub kendo." Bisik Nefertari pada Atha.
Atha tersenyum kecut.
"Ngomong-ngomong..." Arthuria menoleh ke arah Mordred dan yang lainnya, "...kalau kalian tidak keberatan, apa kalian mau berkunjung ke klub kendo?"
Enkidu melihat jam di layar ponselnya, "Masih waktu istirahat. Sepertinya kami bisa kesana dulu sebelum kembali ke klub koran."
"Nefer, mau kesana tidak? Katanya mereka menyajikan banyak cake." Kata Ramses.
---
----cake?
Insting Rei seakan terpanggil ketika Arthuria mengatakan cake. Dengan senang hati Rei segera mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, "Aku ikut! Aku ikut!"
Arthur malah kembali trauma karena ingat soal malapetaka yang baru saja ia alami. Baru saja Arthur menghirup udara bebas, sekarang ia harus kembali ke kandang para singa betina. Sekarang rasa mual Arthur kembali muncul. Cake sialan!
"Kenapa Arthur-senpai terlihat sangat depresi?" Tanya Atha setengah berbisik.
"Tadi, dia menjadi mangsa para singa betina, dicekoki cake sampai mual." Jawab Gilgamesh.
Atha mengernyit, "Kok serem, ya?"
Enkidu melirik Gilgamesh, "Dan kau ... apa kau terkena masalah seperti Arthur? Kau kan tanpa sadar sering tebar pesona. Berapa korbanmu hari ini?"
Atha ikut-ikutan melirik Gilgamesh, baru tahu jika pesona mahluk emas ini banyak menjaring korban jiwa.
"Aku tidak tahu yang di klub kyudo, tidak dapat kuhitung. Tapi ada satu yang masalah yang terjadi saat aku di klub kendo." Gilgamesh menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Apa?" Tanya Atha dan Enkidu berbarengan.
Gilgamesh berdecak kesal, "Tadi, ada gadis-gadis penganut fujoshi yang mengira jika aku dan Arthur terikat hubungan khusus."
"HA?"
"Ka-kau ... astaga, kenapa juga mereka mengira kau punya hubungan dengan---" belum beres bicara, mulut Atha sudah dibungkam oleh tangan kiri Gilgamesh.
Enkidu malah menahan tawa, "Jadi, sekarang kau mau apa? Menuntut balas?"
Gilgamesh melirik Atha, ia kemudian menyeringai. Membuat Atha bergidik ngeri, "Kau! Bantu aku memberi siraman rohani pada gadis-gadis sesat tadi."
Enkidu kicep, "Caranya?"
"Nanti kupikirkan, sekarang ikut saja dulu."
---
----Sialan!
🌤
🌤
🌤
Melirik ke kanan, ada Ramses dan Nefertari yang sedang sibuk---bermesraan---dengan cake-nya.
Melirik ke kiri, ada Enkidu dan Gilgamesh yang sedang mengobrol. Atha tidak tahu mereka sedang mengobrol apa. Diantara kalimatnya yang tertangkap oleh telinga Atha mereka hanya menyebutkan, "dasi" dan "rambut".
Melihat ke depan, ada Rei yang sedang beraksi dengan menjadi perisai Arthur dari gadis-gadis labil yang tadi dengan seenaknya telah membuat Arthur membenci cake.
Mordred, Galahad dan Mashu sendiri entah pergi kemana. Saat sampai di klub kendo tadi, katanya mereka mau berkeliling dulu sekalian sedikit membantu pekerjaan para anggota klub disini. Tidak enak, soalnya mereka juga bagian dari klub kendo. Tapi karena mereka sudah meminta izin untuk lebih fokus membantu di klub minoritas yaitu klub koran, maka mereka hanya membantu persiapan klub kendo saja.
Ritsu, Bedivere, Gawain, Gareth dan Arthuria sudah kembali bekerja menyajikan cake pada tamu. Atha baru tahu jika Gawain itu termasuk mahluk berkharisma tinggi sehingga membuat sebagian besar gadis-gadis yang berkunjung disini nyaman. Tunggu, dia berkharisma atau memang hanya tebar pesona?
---
----di tempat duduknya, Atha memberengut kesal.
Diantara semuanya, hanya ia yang merasa terasing. Berada di tengah-tengah dua pasangan yang sedang PDKT dan ia hanya bisa menyibukan diri dengan meminum segelas teh oolong. Rasanya seperti jadi obat nyamuk.
Gilgamesh yang baru saja selesai berdiskusi dengan Enkidu kemudian melirik Atha. Gadis itu sedang menyeruput teh oolong, sementara tatapannya lurus ke depan. Ide jahil Gilgamesh aktif---
---tanpa permisi, ia menarik tangan Atha yang sedang memegang gelas lalu meminum teh yang sudah berstatus sisa itu sampai habis.
Atha blank. Gilgamesh malah tersenyum padanya sangat manis sampai-sampai bisa membuat diabetes. Alih-alih membuat Atha terpesona, Atha malah menyernyit heran. "Kamu ngapain, senpai?"
Reaksi yang sudah Gilgamesh duga. Ia tahu jika Atha akan bereaksi seperti itu sebelumnya. Indeks kepekaan Atha kan sudah jatuh dibawah angka nol. Gilgamesh akui, Arthuria lebih mudah untuk digoda. Bahkan untuk membuat Arthuria tersipu itu cukup mudah untuk Gilgamesh, sehingga dulu ia sangat gencar mendekati Arthuria.
Tapi sekarang, ketika Gilgamesh menyukai Atha ... yang terjadi malah ia terlampau kalem. Tidak terlalu gencar. Lagipula Atha belum menunjukkan perubahan yang berarti---padahal sekarang antara Gilgamesh dan Atha sudah tidak bisa dikatakan sebagai teman---bahkan Atha sudah menggantung jawaban atas pernyataan Gilgamesh hingga berbulan-bulan. Satu lagi, Gilgamesh juga sudah sering menunjukkan ketertarikan-nya pada Atha secara terang-terangan. Tapi sayangnya gadis itu malah sangat-tidak-peka.
Lalu, apa yang membuat Gilgamesh bisa tertarik pada gadis bernama Atha? Ayo pikir!
"Gil sedang menggodamu." Kata Enkidu.
"Hah? Menggoda? Maksudnya?" Atha balik bertanya.
Enkidu menghela nafas, "Sudahlah, menjelaskannya padamu butuh waktu yang sangat lama."
Gilgamesh gemas. Sungguh. Ingin rasanya ia mengacak-ngacak rambut Atha sampai serupa dengan permen kapas.
Tiba-tiba Arthur menoleh ke arahnya, "Gil ... gadis yang tadi muncul lagi." Kata Arthur.
Gilgamesh refleks segera mengikuti arah pandang Arthur. Di arah jam delapan, ada gadis-gadis piranha yang tadi sempat mengerubungi Arthur. Oh, sepertinya mereka sudah termakan umpan. Gilgamesh menyeringai, ini waktu yang tepat untuk menjernihkan kesalahpahaman tadi. Perlu digaris bawahi, Gilgamesh dan Arthur sama sekali bukan penganut 'pecinta sesama jenis'.
"Hei, Atha..." Gilgamesh menoleh sekilas, tatapannya dengan Atha saling beradu, "...mau membantuku tidak?"
Atha kembali mengernyit, "Bantu bagaimana? Membuktikan kalau kau normal pada para fujo tadi?"
Enkidu mulai tertarik dengan topik ini. Saking tertariknya ia segera mengeluarkan ponsel dan menyetel kamera ponselnya dengan mode standby.
"Caranya bagaimana?" Serius, Arthur juga ingin masalah tadi clear. Rasanya risih juga jika disangka yang aneh-aneh oleh orang asing.
Sekarang Gilgamesh melirik Rei yang sedang memakan cake dengan lahap, "Oi, chibi! Kau ikut bantu juga, kan?"
Rei menjawabnya dengan anggukan. Mulutnya sedang penuh oleh cake dan krim jadi ia tidak mungkin bicara.
"Bagus." Gilgamesh kembali menoleh pada Atha, "Kau bisa tahan godaan, kan?"
"Godaan apaan, sih?" Ingin rasanya Atha menjambak surai keemasan Gilgamesh gara-gara ia tidak mengerti apa yang akan Gilgamesh lakukan pada rencananya.
Gilgamesh sekilas melirik kaum piranha fujo lalu kembali ke Atha, "Kita mainkan sedikit drama. Bagaimana?"
"Drama seperti apa?" Tanya Atha.
Nefertari dan Ramses ikut bergabung. "Gil, jangan terlalu frontal. Dihadapanmu itu gadis polos." Kata Ramses.
Gilgamesh berdecak kesal, "Astaga, ini masih dibatas wajar jadi jangan berpikir yang tidak-tidak!"
"Wajar bagimu kadang tidak wajar bagi orang lain, Gil." Enkidu memberengut, "Kalau begitu ayo cepat selesaikan. Sebentar lagi kami harus kembali ke klub koran!"
Ide gila. Sebenarnya ini memang ide gila. Tapi Gilgamesh tidak punya pilihan lain---
"Tolong rapikan kembali dasi-ku, Atha..." Gilgamesh menarik dasi yang ia pakai hingga simpulnya terlepas. Mode tebar pesona: ON.
Arthur yang melihat tingkah Gilgamesh segera melakukan hal yang sama. Kedua tangan Arthur menyentuh bahu Rei dan membalikkan tubuh gadis itu hingga mereka berdua berhadapan, "Rei, suapi aku cake yang kau makan."
---demi membersihkan gosip aneh, Arthur terpaksa menunda pensiun makan cake. Satu gigit saja, ia berjanji akan pensiun.
Gilgamesh dengan instingnya yang tajam berhasil menghentikan dua jari tangan Atha yang hampir saja mendarat langsung di kedua matanya. Atha kelihatannya sangat kesal. "Ini hanya sandiwara sebentar." Kata Gilgamesh.
Like hell I would!---
Atha malah semakin kesal. Ide gila macam apa ini, otak Gilgamesh benar-benar harus di ruqyah.
Tapi melihat lagi situasi, Atha mau tidak mau harus ikut bermain dalam drama kalengan yang disutradarai Gilgamesh. "Kau berhutang padaku untuk ini, senpai!" Ucap Atha.
Gilgamesh tersenyum.
Dengan berat hati, kedua tangan Atha sudah terulur dan menyentuh kedua ujung dasi. Ia kemudian menarik nafas dalam-dalam. Bohong jika Atha tidak berdebar-debar saat ini, masalahnya Arthuria ada disana sedang menatap ke arah mereka dari kejauhan. "Hanya memasangkan dasi, kan?" Tanya Atha.
"Ya, hanya itu." Jawab Gilgamesh.
Persetan jika setelah ini Arthuria kembali memberi Atha sebuah tuntutan atas pelanggarannya yang dekat-dekat dengan Gilgamesh. Toh, bukan Atha yang salah. Atha sudah menjauhi si setan pujaan hati Arthuria, tapi sayangnya kekuatan setan ini sangat kuat hingga ia selalu saja muncul didepan Atha dan menjerumuskannya ke jalan yang sangat---lebih---berbahaya.
Enkidu tengah menyorotkam kamera ponselnya ke arah Atha dan Gilgamesh.
Rei dan Arthur sedang saling menyuapi cake. Disini yang salah tingkah adalah Rei. Gara-gara Arthur yang terlalu sweet, rasanya kandungan gula darah Rei meningkat beberapa persen sampai-sampai kepalanya sedikit pusing dan pipinya merona merah. Rei tahu ini hanya drama kalengan, kalau saja ini bukan sekedar drama ... Rei yakin hari ini ia akan menjadi orang yang paling bahagia.
Sekilas Atha melirik para gadis piranha dari balik tubuh Gilgamesh. Mereka saling berbisik akan sesuatu, lalu selanjutnya mereka bubar. Makan itu para fujo!
"Selamat, rencanamu berhasil." Kata Atha.
Gilgamesh nyengir, "Kerja bagus!" Lalu mengacak-ngacak rambut Atha tanpa permisi.
"Kau benar-benar ingin membuat kepalaku copot, ya?" Protes Atha. Tidak memperdulikannya, Gilgamesh malah semakin ganas men-zalimi kepala Atha.
Nefertari dan Ramses seakan terlupakan. Enkidu malah resmi hanya sebagai CCTV dan seekor nyamuk yang menunggu kedatangan cicak. Miris. Kalau saja ada Shamhat disini.
"A-Atha..." Nefertari menepuk bahu Atha. Atha menoleh cepat, "Ada apa, Nefer?"
"Sepertinya jam istirahat sudah mulai habis, kami harus segera kembali ke klub." Kata Nefertari.
Ramses yang ada dibelakang Nefertari ikut tersenyum pada Atha. "Kalau begitu, sekarang kami juga harus kembali." Atha menoleh pada Enkidu, "Benar tidak, Enkidu-senpai?"
Enkidu mematikan layar ponselnya, "Benar juga ... kalau telat pasti bisa kena marah Osakabe."
Atha melirik Gilgamesh yang sejak tadi cengengesan, "Kau benar-benar suka menjahiliku, ya?" Atha mendengus.
Enkidu menepuk bahu Gilgamesh lalu menatap Atha dan Gilgamesh bergantian. Dengan bijak Enkidu berkata, "Jika Atha mau, aku bisa saja menyerahkan rekaman keusilan Gilgamesh pada Mamah Ninsun sekarang juga."
Jger!
Gilgamesh langsung melirik Enkidu tajam. Perasaannya campur aduk, antara kesal dan takut. Kalau Ninsuna tahu soal ini, Gilgamesh bisa saja diberi mapo tofu buatan Kirei. Atau lebih parah, ramuan sup itu dicampur beberapa obat buatan Asclepius---mampus!
"En, ingat yang tadi hanya drama!" Gilgamesh membela diri.
Atha memijat-mijat kepalanya, pening karena melihat pertengkaran Enkidu dan Gilgamesh yang mirip seperti anak kecil.
Enkidu menyeringai, "Kalau drama, kenapa kau sampai-sampai sangat menghayati seperti tadi?"
"Maksudnya?" Atha mulai tertarik untuk ikut campur.
Enkidu menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "Tadi Gilgamesh sempat meraih beberapa helai rambutmu dan menciumnya. Ala-ala pangeran."
Gilgamesh membelalak. Sialan, si Enkidu buka kartu!
Atha yang mendengar kata-kata Enkidu menatap Gilgamesh horor. "Senpai ... ngapain cium-cium rambut segala?"
Gilgamesh pasrah, "Lalu kenapa?"
Atha merinding, serius. "Kukira hanya kuda saja yang suka makan rambut, ternyata kau juga sama!"
Jleb!
---anjir Gilgamesh anak Mamah Ninsun yang cakep gini disamain sama kuda!
Gilgamesh jengkel, pasti. Ia sedang menata emosi-nya agar tidak meledak. Untung kamu cantik, Neng ... jadi aku maapin.
🌤
🌤
🌤
Rei mengusap-ngusap dadanya yang rata---
"Hampir saja aku amnesia tadi..." katanya.
"Amnesia apa maksudmu?" Tanya Mashu.
Rei kicep. "Amnesia gimana caranya bernafas."
Mordred membuka bungkus lolipop yang tadi ia ambil dari pajangan klub kendo, lalu memakannya. "Memang kenapa?" Tanya Mordred.
Pipi Rei kembali merona merah, "Tadi ... Arthur ... terlalu dekat!" Rei menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan.
Atha, Galahad, Mashu, Mordred dan Enkidu geleng-geleng kepala karena melihat kelakuan Rei. Bagaimana tanggapan Arthur jika ia mendengar pengakuan Rei, ya? Sayangnya mereka sudah keluar dari klub kendo dan sedang dalam perjalanan menuju klub koran. Juga, yang lain sudah kembali ke klub masing-masing untuk kembali bertugas---termasuk Gilgamesh.
"Sebegitu suka nya kah dirimu pada Aniue?" Mordred menengadah keatas langit, pikirannya seakan menerawang jauh.
Mashu tersenyum, "Dari dulu Rei memang menyukai Arthur-senpai, kan?"
Galahad enggan berkomentar apapun. Ia memang tidak mau ikut campur dengan urusan orang lain.
"Aku tahu aku bodoh..." bisik Rei, "...walau bagaimanapun Arthur pasti tidak akan menganggap pengakuanku dengan serius." Setelah itu Rei memasang wajah suram.
Eh?---jadi Arthur sudah tahu jika Rei menyukainya? Atha jadi semakin bingung.
Rei tersenyum kecut, "Dari dulu Arthur hanya menganggapku sebatas adik-nya saja."
Mordred tiba-tiba merangkul bahu Rei dengan sedikit kasar, "Rei, percayalah ... Aniue itu sangat bodoh sampai-sampai tidak bisa membedakan mana yang tulus mana yang tidak!"
"Mo-chan! Tanganmu hampir mencekikku!" Protes Rei.
Mordred nyengir, "Rei harus tetap ceria, ya! Ingat saja, Aniue itu bodoh. Jadi kau harus lebih bersabar."
Galahad tersenyum kecut, "Saking bodohnya, dia malah enggan melepaskan diri dari penjara yang dibuat oleh gadis sialan itu."
"Nii-san!!" Mashu terlihat sedikit marah saat Galahad menyebut 'gadis sialan'. Bahkan Mashu menegurnya dengan nada yang agak tinggi.
Selanjutnya, Galahad enggan berkomentar lagi. Ia membuang muka, menghindari Mashu yang menatapnya dengan tatapan kecewa.
Tunggu, sebenarnya pembicaraan ini mengarah kemana? Atha semakin bingung.
"Ayolah jangan muram begitu! Rei itu harus selalu tersenyum, oke!" Kata Mordred.
Rei mengangguk lemah. Padahal dalam hati, Rei tidak yakin sama sekali.
Enkidu tidak tuli. Pendengarannya masih bagus. Ia tidak ingin ikut berkomentar bukan karena tidak peduli. Justru ia peduli, apalagi di usia Rei yang masih muda ini pasti sering berhadapan dengan dilema. Ia hanya ingin jadi pendengar yang baik.
"Masalah akan menempa diri seseorang menjadi semakin dewasa."---Ini adalah prinsip Enkidu.
"Rei, kau lupa ya ... Enkidu-senpai kan teman sekamar Arthur-senpai." Atha memecah suasana.
Astaga! Rei dan Mordred membatu berjamaah. Gawat kalau Enkidu sampai-sampai mengatakan curhatan-nya pada Arthur. "Enki---"
"Tidak perlu khawatir. Rahasia kalian aman bersamaku..." Enkidu menepuk kepala Rei dengan lembut, "...aku tidak akan mengatakannya pada Arthur."
Rei menatap Enkidu yang tersenyum. Ia tahu jika Enkidu bukan tipe pembohong. Bukan hanya Enkidu ... tapi Mordred, Galahad, Mashu dan Atha---yang baru saja ia kenal beberapa bulan---adalah orang-orang yang dapat dipercaya. Rei bersyukur karena dia dikelilingi oleh orang-orang baik. Saat pertama kali mengenal Enkidu saja, Rei sudah menganggapnya sebagai figur seorang kakak. Perasaan Rei menjadi hangat karena mereka.
Ngomong-ngomong soal kakak ... Rei jadi teringat seseorang---
Sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan Kay. Putra tunggal dari Tuan Ector, yang sudah Rei anggap seperti kakak-nya sendiri. Bahkan saking rindunya, Rei sekarang seakan melihat bayangan Kay dengan Andrivete yang berdiri tidak jauh dari tempat mereka.
Tidak.
Ini sama sekali bukan sebuah fatamorgana---
Mordred menyipitkan matanya, "I-itu bukannya---"
Perkataan Mordred dipotong oleh lengkingan---teriakan---suara Rei yang naik beberapa oktaf. "BANG KAY!!!!"
Disisi lain, mahluk yang menjadi alasan utama mengapa Rei se-histeris ini segera menoleh saat mendengar panggilan kasih sayang dari Rei. Ia kemudian segera membalas panggilan Rei dengan panggilan yang sama spesialnya---
"REI-FLESIA!!!"
Greb!
Tanpa permisi Rei segera berlari ke arah Kay dan memeluknya dengan erat. "Kukira kau cuma fatamorgana."
Kay membalas pelukan Rei, "Astaga! Aku memang sengaja datang kemari bersama Andrivete untuk menemuimu!"
Andrivete setengah tertawa melihat kelakuan Rei dan Kay.
Atha, Enkidu, Mordred, Mashu dan Galahad saling tatap. Antara terharu dan ingin tertawa melihat pertemuan kakak-adik ini.
"Mengenai panggilan mereka tadi..." Atha kicep.
Mordred tertawa, "Itu memang panggilan sayang yang mereka ciptakan untuk lebih akrab satu sama lain."
"Harap maklumi, ya!" Galahad geleng-geleng kepala. Mashu sendiri hanya tersenyum kecut.
Atha dan Enkidu tersenyum datar. "Berati mereka berdua sama-sama bangke, dong?" Katanya berbarengan.
"Bang Kay kesini sama Andrivete aja? Atau ada yang lain?" Rei mulai heboh.
Haruskah Atha memberi penghargaan pada Rei atas kehebatannya merubah emosi dengan cepat?
Kay melepaskan pelukannya pada Rei. Ia sedikit ragu untuk mengatakannya. Rei yang melihat perubahan ekspresi Kay jadi penasaran, "Bang Kay...?"
Kay menoleh ke arah Galahad dan Mashu, "Ah ... seharusnya kalian tidak boleh ada disini."
Galahad dan Mashu malah semakin heran.
Apa maksud Kay?
---
----tidak lama kemudian, semua pertanyaan dijawab oleh kehadiran satu sosok yang sudah tidak asing bagi mereka...
Dari arah pintu belakang gedung utama yang mengarah ke ruang guru, muncul seorang gadis cantik. Senyumannya merekah saat ia melihat ke arah mereka.
Deg!
Berbeda dengan reaksi si gadis yang terkesan senang---Rei, Mashu, Mordred dan Galahad malah terkejut bukan main dengan kehadiran gadis ini. Bahkan Galahad sendiri menunjukkan ekspresi benci dan tidak suka pada gadis ini.
Atha dan Enkidu tidak ingin berkomentar apapun karena mereka yakin, jika mereka bertanya pasti akan memperburuk suasana.
Gadis itu kini sudah ada di hadapan mereka. "Halo, apa kabar?" Katanya.
Dari semuanya, tidak ada yang ingin membalas salam dari gadis itu.
"Hei, kenapa kalian menatapku horor seperti itu?" Lanjutnya.
Gadis itu kemudian menatap satu per satu dari mereka---
"Mashu, Galahad, Mordred dan Rei ... apa kabar?"
Galahad mengepalkan kedua tangannya, kesal. Bisa saja ia memukul gadis ini sekarang, tapi Mashu ada disana berusaha meredam emosi Galahad dengan cara memegangi tangannya. Mashu tahu segalanya---ya, ia tahu mengapa Galahad sangat membenci gadis ini.
Atha yang semakin kebingungan melirik Rei yang sekarang sudah berada di posisi biasa, ia tengah berdiri berhadapan dengan gadis itu dan menatapnya dengan tatapan kosong.
Samar-samar Atha mendengar sebuah nama disebutkan oleh Rei,
"Guinevere..."
🌤
🌤
🌤
Chapter ini sebenernya kupotong jadi 2
(╯‵□′)╯︵┴─┴
Arc festival ini panjang banget soalnya bakal jadi permulaan buat masalah inti
щ(˚ ▽˚ щ)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top