Chapter 11
Hmmm---
Rasanya Gilgamesh tiba-tiba ragu untuk membuka pintu ruangan Kepala Sekolah. Mendadak tangannya kaku saat beberapa senti lagi meraih pegangan pintu. Mengapa firasat buruk terlintas di pikirannya? Gilgamesh tiba-tiba menelan ludah. Rasanya Gilgamesh tidak punya dosa yang fatal akhir-akhir ini, malah ia sedang mencoba jadi anak soleh. Statusnya sebagai whaler laksek sudah menurun, Gilgamesh berencana untuk nge-whale di gacha pertengahan tahun, anniversary dan akhir tahun saja untuk meminimalisir penggunaan uang jajannya.
Juga, agar tidak ketahuan Mamah Ninsun. Jadi Gilgamesh sedang mencoba untuk hidup merakyat.
Mata-mata Bunda-nya itu ada dimana-mana, ini termasuk Enkidu dan Shamhat. Maklum, dua sejoli yang sering membuat batin jones Gilgamesh meronta-ronta itu memang berstatus sebagai anak angkat keluarganya. Mau tidak mau, Enkidu dan Shamhat menjadi bagian penting sebagai CCTV Mamah Ninsun di Chaldea.
Sialan. Gilgamesh melupakan soal dosa yang ia buat tiga hari yang lalu---
---Karena jones menahun, takut gebetannya direbut, si Goldie nekat ambil langkah ekstrim.
Sungguh, Gilgamesh tidak pernah berpikir soal mencium Atha pada malam itu. Kadang setan dalam dirinya selalu menjerumuskan ke jalan yang sangat sesat. Jangan denial! Toh Gilgamesh menikmati---minta tampol juga ni anak. Seandainya Mamah Ninsun tahu, mungkin Gilgamesh sudah diberi hadiah mapo tofu satu kuali besar.
---
------Gilgamesh menarik nafas dalam-dalam untuk mengalihkan pikirannya yang semakin kacau.
Gilgamesh melirik kumpulan proposal yang ada di tangannya, ingat tujuan utamanya kemari adalah untuk membicarakan soal festival dan melaporkan setiap proposal klub yang sudah diterima dan di sah-kan oleh Osis. Jangan berpikir yang lain-lain.
Cklek!
Pintu terbuka dan dekorasi indah ruangan Kepala Sekolah menjadi hal pertama yang tertangkap oleh netra Gilgamesh. Wangi lavender yang menguar dari dalam ruangan, membuat Gilgamesh sedikit lebih tenang.
Menutup pintu ruangan, Gilgamesh mendapati Kepala Sekolah tidak berada di tahta-nya. Disana hanya ada Wakil Kepala Sekolah, Romani Archaman yang sedang menyapanya dengan melempar senyum.
Seolah membaca pikiran Gilgamesh, Roman berkata, "Kepala Sekolah sedang ada urusan di SMP Chaldea, jadi aku yang menggantikannya untuk sementara."
Gilgamesh mengangguk.
"Kalau begitu, lebih baik kita membicarakannya di sofa saja agar lebih santai." Lanjut Roman.
Berbalik ke arah sofa, Gilgamesh terkejut dengan sosok dewi yang sedang duduk manis meminum teh darjeeling. Tubuhnya kaku. Sosok dewi itu kemudian meletakkan cangkir tehnya dengan anggun di atas meja sementara jari-jari lentiknya menyisipkan sebagian rambut ke belakang telinga. Cantik---
"Bagaimana kabarmu, Gilgamesh?"
---ah... sepertinya Gilgamesh baru menyadari mengapa orang ini selalu dikaitkan dengan sebutan dewi. Hanya saja Gilgamesh selalu denial dengan fakta. Pantas saja ayahnya bisa terpesona hingga jatuh cinta pada dewi ini. Siapa lagi jika bukan ibunda-nya, Ninsuna.
Gilgamesh berusaha untuk tersenyum dengan baik,
"Selamat siang ... Ibu."
🎶
🎶
🎶
C h a p t e r 1 1
---Refrain---
🎶
🎶
🎶
"Karna-senpai, aku kembali!"
Suara nyaring setengah cempreng yang berasal dari pintu klub koran berhasil membuyarkan kata-kata yang telah sempurna dirumuskan oleh Karna di dalam otaknya, menjadikan kedua tangannya yang sudah siap mengetik diatas papan keyboard menggantung dengan sia-sia. Karna berkedip pasrah, syeudih. Padahal tadi ia sudah mendapatkan ilham untuk menulis paragraf penambah di buletin klub koran edisi spesial yang akan diterbitkan menjelang festival.
"Selamat datang, Rei." Karna menoleh ke arah Rei yang sedang menutup pintu klub koran.
"Aku membawa pesananmu, senpai."
Rei menghampiri Karna yang tetap duduk di kursi komputernya. Tanpa ada rasa bersalah, Rei malah cengar-cengir nista seperti biasanya---semakin membuat Karna merutuki keberuntungannya hari ini yang amblas.
Rei mengeluarkan dua buah botol Pokari dari dalam kantung belanjaan yang dia bawa dan menyodorkannya pada Karna, "Senpai, yakin ga mau makan siang? Masa cuma minum Pokari aja?"
"Pokari sudah cukup." Jawab Karna setengah badmood.
Rei mendengus, "Pantas saja senpai kurus."
Heh! Berani juga gadis ini. Karna melotot, "Apa maksudmu?"
Sepertinya Rei tidak terpengaruh oleh tatapan mematikan Karna yang ga santuy, ia malah membalasnya dengan senyuman manis. "Maksudnya, senpai juga jangan sampai melupakan makan siang! Perutmu harus diisi."
Hah?
Rei mencari sesuatu di dalam kantung belanjaannya dan menyodorkan dua buah onigiri untuk Karna, "Ini untuk senpai, aku yang traktir."
Karna kicep.
"Rasanya tidak adil jika aku yang makan sendiri, jadi senpai harus menerimanya dan temani aku makan!" Lanjut Rei.
Oke, tanpa sadar kedua tangan Karna bergerak sendiri dan menerima dua buah onigiri yang diberikan oleh Rei, "Makasih."
Rei nyengir, "Nah, kalau begitu ayo kita kerja lagi!"
Karna masih kicep. Benar-benar si Rei, apa maksudnya coba? Karna memerhatikan gerak-gerik Rei yang sedang mengeluarkan belanjaannya dari kantin ke atas kotatsu setelah itu Rei segera duduk di zaisu ... dan isi kantungnya membuat Karna semakin kicep.
Jika di total dengan onigiri yang sudah diberikan pada Karna, Rei membeli sepuluh buah onigiri. Belum lagi, susu beruang sejumlah lima kaleng---sebenarnya ukuran perut Rei bagaimana?
"Rei, kau yakin menghabiskan itu semua?"
Rei menatap Karna sekilas, "Jangan remehkan kekuatan perutku, senpai. Soalnya perutku hampir sama dengan kantong ajaibnya Doraemon."
"Tapi ... ga sebanyak itu juga."
"Memang aneh ya?"
------Aneh lah!
"Kalau setiap hari jajanmu seperti ini, apa itu tidak bisa disebut pemborosan?" Karna menganut prinsip hemat pangkal kaya.
Rei nyenngir, "Ini khusus untuk hari ini saja, lagipula aku tidak mengeluarkan uang sepeserpun kok."
"Hah? Kamu maling?"
"Bukanlah!"
Rei melahap onigiri-nya yang pertama, "Aku melakukan ini dalam rangka balas dendam sama Merlin. Jadi aku minta Tamamo-san mencatat semua jajanan yang aku beli di kantin kedalam buku tagihan Merlin."
Untuk pertama kalinya Rei merasakan apa itu yang disebut bahagia itu sederhana.
"Apa itu tidak bisa dikaitkan dengan tindak kriminal?" Karna membuka tutup botol Pokari-nya.
"Nggak lah, masih kriminal Merlin dari pada aku."
Serah!
Karna pasrah, "Oke. Jangan dibahas lagi, sekarang kita mulai kerja. Ingat deadline."
"Oke." Rei menatap setumpukan kertas yang ada diatas kotatsu---karena terdiri dari kertas yang berbeda, tumpukan kertasnya jadi tidak rapi. "Cuma segini?" Tanya Rei.
Cuma?
"Kebanyakan?"
Rei menggeleng, "Segini bagiku sedikit ... sih."
Mendadak kepala Karna terserang migrain, "Kalau perlu bantuan untuk merangkum hasil wawancara bilang saja, nanti kubantu."
Rei memilah beberapa kertas yang berisi hasil wawancara dari setiap klub yang ada di Chaldea. Rencananya setelah Rei merangkum wawancara dari masing-masing klub, hasilnya akan dimuat dalam kolom khusus hasil wawancara di buletin nanti.
"Tenang saja, senpai. Untuk hal merangkum, aku sudah ahli. Dulu aku sering disuruh Merlin untuk merangkum buku fisika, kimia dan biologi yang tebalnya dua kali lipat dari novel Harry Potter. Segini mah kecil..." ucap Rei bangga.
Karna speechless.
"Belum lagi, isi buku yang dulu pernah ku rangkum penuh dengan bahasa alien dan rumus-rumus." Sedetik kemudian, raut wajah Rei terlihat geram, "Kesalnya, ternyata tugas merangkum yang diberikan Merlin padaku adalah tugas yang seharusnya Merlin kerjakan. Dengan kata lain, aku dimanfaatkan."
Karna hanya tersenyum masam, "Sabar, yah."
"Tapi aku masih merasa beruntung karena aku dapat menghafal isi buku-buku itu. Setidaknya aku punya kelebihan dalam mata pelajaran kimia, biologi dan fisika." Rei nyengir.
Karna kembali meneguk Pokari, "Kau harus lebih banyak berpikir positif, Rei. Tidak semua hal yang menurutmu buruk adalah sesuatu yang dapat merugikanmu."
"Aku setuju."
"Kalau begitu, ayo segera kerja. Jika nanti empat orang itu datang memberikan hasil wawancara lagi, aku yakin kita yang keteteran."
Rei mengerti siapa empat orang yang dimaksud oleh Karna---Atha, Mordred, Chulainn dan Diarmuid---mereka berempat bertugas untuk mewawancarai setiap klub di Chaldea. Rencananya, hari ini adalah hari terakhir mereka wawancara.
"Ngomong-ngomong... divisi wawancara sekarang ada di klub mana?" Tanya Karna.
Rei tersenyum, "Aku dengar tinggal tiga klub lagi yang belum mereka wawancarai---klub drama, klub kyudo dan klub catur."
Karna manggut-manggut lalu kembali fokus pada pekerjaannya: mengetik di papan keyboard.
Rei merenggangkan kedua tangannya agar otot-ototnya tidak tegang saat bekerja.
Mungkin, hari ini semua anggota klub akan lembur...
🎶
🎶
🎶
Kedua kakinya melangkah dengan tenang menelusuri jalan beraspal yang terbentang lurus dihadapannya. Di kedua telinganya terpasang earphone yang tersambung dengan smartphone di saku jaketnya, ia menyetel musik dengan volume maksimal tanpa menghawatirkan gendang telinganya akan rusak.
Hal ini memang sudah jadi kebiasaan seorang gadis bernama Athaleta Leocadia---ia sering melakukan hal seperti ini untuk menghibur batinnya yang kurang stabil. Terkadang selain musik, Atha selalu memanfaatkan hujan untuk memulihkan batinnya. Namun sayangnya, selama ia berada di Chaldea hujan belum pernah turun. Memang masih musim semi, penghujung lebih tepatnya. Menurut laporan cuaca, jika ramalannya tepat dua minggu lagi sudah masuk musim hujan. Musim hujan terjadi menjelang pergantian musim. Rasanya, musim berganti cukup cepat bagi Atha.
Menghela nafas panjang, sebelah tangan Atha memegangi dada kirinya. Ia melakukan itu untuk merasakan detak jantungnya. Syukurlah, sudah lebih baik. Terakhir kali saat ia mengingat peristiwa konyol yang menimpanya dua hari yang lalu, jantungnya berdetak tidak karuan sampai membuat dadanya sesak. Padahal hanya mengingat saja, namun efeknya sungguh luar biasa.
Ingin sekali Atha menghadiahkan trofi untuk jantungnya yang tercinta.
Sudah, jangan diingat. Tidak baik untuk kesehatan.
---ngomong-ngomong, sebenarnya Atha sedang berjalan menuju ke gedung olah raga. Bukan karena kurang kerjaan, tapi ini menyangkut misi yang diberikan oleh Osakabe pada setiap anggota klub koran. Ya, Atha bertugas mewawancarai klub drama yang biasa memakai gedung olah raga sebagai tempat latihannya untuk buletin yang akan diterbitkan oleh klub koran. Tentu saja Atha tidak sendirian, ia bertugas bersama dengan Mordred.
Berhubung tadi Atha sedikit agak telat karena membantu Taiga-sensei, jadi ia ditinggal Mordred. Mau tidak mau Atha harus pergi sendiri menyusul Mordred yang sudah berada di gedung olah raga.
---
------
Berjalan sendirian seperti ini kadang membuat Atha sedikit parno. Terlebih akhir-akhir ini Atha selalu digentayangi bayangan setan bernama Gilgamesh---kalau tiba-tiba setan emas itu ada di belakang Atha bagaimana?
Tuhkan, merinding.
Tap! Bukan sulap bukan sihir, tiba-tiba ada yang menepuk bahu Atha dari belakang.
Tubuh Atha mendadak beku. Memberanikan diri untuk menoleh, Atha lega ketika mengetahui orang yang berada di belakangnya bukanlah setan.
"Charlemagne-senpai, kau membuatku kaget."
Yang bersangkutan malah nyengir, "Tadi kupanggil terus tapi kau tidak menoleh sama sekali."
"?"
Atha kira ada yang salah dengan pendengarannya, ia baru ingat jika earphone masih menempel di telinganya. Segera Atha melepaskan earphone, "Maaf, aku tadi sedang mendengarkan musik."
"Tidak baik mendengar musik dengan volume tinggi seperti itu, ntar budeg." Kekeh Charlemagne.
"Maaf ... ngomong-ngomong kenapa senpai ada disini?"
"Aku mau ke gedung olah raga, latihan drama."
Heh?---"Senpai, ikut klub drama?"
"Klub ku di merge dengan klub drama. Lalu, sekarang aku telat latihan karena habis mengumpulkan tugas Shakespears-sensei."
Atha tertawa, "Normalnya orang telat bakal panik, kenapa kau malah senyam-senyum gajelas?"
"Karena ada kamu..."---Mana mungkin Charlemagne menjawabnya seperti itu. Ia hanya menjawab pertanyaan Atha dengan senyuman singkat.
"Kebetulan aku juga mau ke klub drama, mau pergi bersama?" Tanya Atha kemudian.
Charlemagne mengangguk, "Boleh."
🎶
🎶
🎶
Tale as old as time,
Song as old as rhyme,
Beauty and the Beast,
Beauty and---
Beauty and the Beast
Suara tepuk tangan yang meriah dari kursi penonton menggema memenuhi gedung olah raga. Para pemeran drama yang berada di atas panggung segera berbaris membentuk garis horizontal.
Curtain call---itulah sebutannya.
Walau masih dengan kostum seadanya, pertunjukkan drama Beauty and the Beast yang dibawakan oleh klub drama berjalan dengan lancar. Akting para pemeran, dialog setiap pemain, suasana latar panggung yang sudah mulai di dekorasi dengan properti pendukung juga musik yang dikolaborasikan oleh klub musik menambah kekuatan dari drama ini.
Ketika Shakespears dan Mozart bersatu dalam suatu pertunjukkan drama---siap-siaplah membuat kalian terhipnotis.
"Bravo!!!"
"Keren!!"
Atha dan Mordred tidak kalah kagum dengan penampilan klub drama. Terutama saat Atha dan Mordred melihat akting Nefertari dan Ramses yang secara kebetulan menjadi lawan main di dalam drama ini, mereka memerankan tokoh Belle dan Beast. Memang anggota klub drama lainnya pun tidak kalah hebat dalam menghidupkan tokoh karakter yang mereka perankan—tapi untuk Nefertari dan Ramses sangat terlihat natural dan ... manis.
"Nah, bagaimana pertunjukan drama kami?"
Shakespears bertanya pada Atha dan Mordred yang masih tersihir oleh pertunjukan tadi. Guru sastra yang satu ini sangat bangga dengan hasil pertunjukan, tinggal sedikit dipoles lagi maka pertunjukan drama ini akan sangat epik---belum lagi karena Shakespears-lah yang menulis dialog untuk para pemeran.
"Hebat, Sensei!" Ucap Mordred dengan segera.
Atha hanya menganggukkan kepalanya menyetujui pernyataan Mordred.
Shakespears manggut-manggut.
"Jangan lupa dengan klub musik juga..." Kata Mozart yang sejak tadi berdiri disamping Shakespears, "Aku dan anak-anak yang meng-aransemen musik latarnya."
Atha dan Mordred tersenyum masam melihat adu mulut Shakespears dan Mozart. Jika dibilang siapa yang lebih unggul, menurut Atha dan Mordred mereka berdua memang unggul---diantara Mozart dan Shakespears memiliki bidang keahlian masing-masing, jadi sulit untuk dibandingkan.
"Ehem..." Shakespears berdeham, "Menurut kalian, bagian mana yang masih kurang dari drama kami?"
Atha dan Mordred saling berpandangan sebentar sebelum akhirnya pertanyaan Shakespears dijawab oleh Mordred, "Sebenarnya ada beberapa hal yang sedikit mengganggu kami saat melihat pertunjukan tadi---"
"Yang mana?" Shakespears tiba-tiba memotong perkataan Mordred dengan cepat.
"Hmmm..." Mordred menunjuk ke arah salah seorang pemain lelaki yang memerankan tokoh Gaston---pria angkuh yang ngegebet Belle.
Namanya Achilles, dia adalah siswa tahun kedua Akademi Chaldea yang merupakan anggota klub drama. Katanya, Achilles berbakat dalam hal ngerdus dan hal ini didukung dengan ketampanannya yang menggila. Namanya melanglangbuana karena kekerdusannya---dilihat dari penampilannya saja Atha sudah bisa menilai tingkat ke-bangke-an Achilles itu sangat bgst.
"Ada apa dengan Achilles?" Tanya Shakespears. Achilles sendiri malah bengong seperti orang ogeb.
Atha tertawa masam, "Sejak tadi, kami terganggu dengan kibasan poni Achilles yang mirip And!ka Kangenben."
Pffft!
Mordred berusaha menahan tawa ketika mendengar jawaban Atha. Tidak sangka jika temannya yang satu ini receh tak terkira.
"HAH?!" Achilles setengah teriak karena tidak terima, "Jangan samain sama dia, kek!"
Achilles mulai misuh-misuh---
Semua mulai tertawa melihat Achilles yang tampan dan berani dinistakan oleh seorang gadis. Padahal biasanya pesona Achilles selalu membuat hati para gadis doki-doki. Anggap saja ini azab karena hobi ngerdus.
Ctek!
Achilles segera berbalik ke belakang ketika merasakan bau-bau tidak sedap balas dendam menguar. Disana berdiri dua orang gadis sedang mengacungkan gunting ke arah Achilles. Oh God, kenawhy harus mereka?
"Penth, pegang Achilles supaya tidak kabur. Aku akan memotong poni jahanamnya."
"Siap, Nyanta-senpai."
Anjir dua orang korban kekerdusan Achilles kerjasama buat balas dendam---
"STOP! Anee-san, Penth! Nanti kalau aku botak gimana, nanti ga cetar badai lagi dong?!" Achilles mulai panik.
Penthesileia tidak memerdulikan ocehan Achilles, ia segera maju selangkah demi selangkah ke depan Achilles. Saat Penthesileia maju, maka Achilles segera mundur. Terus saja begitu.
"Gak masalah kamu botak. Siapa tau nanti jadi Saitama." Ucap Penthesileia.
"OGAH."
Atalanta memotong argumen Achilles, "Bukannya kamu emang Saitama, ya? Suaranya kan sama."
Ck!
---
------Prinsip Achilles: seorang lelaki tidak boleh melukai seorang wanita. Daripada ribut saling bacok, lebih baik Achilles langsung ngacir. Tidak ada yang bisa mengalahkan Achilles jika itu urusannya dengan berlari, ia adalah pelari tercepat di Chaldea.
Hal yang Achilles lupakan: Atalanta adalah pelari tercepat kedua di Chaldea dan Penthesileia jika sudah nge-rage seremnya sama seperti Atalanta.
Ketiga murid itu segera berlari saling kejar-mengejar keluar dari gedung olah raga, meninggalkan semua anggota yang kicep. Kejar-mengejarnya bukan seperti di film India---maaf, ini lebih seperti perburuan FBI pada lolicon.
"ACHILLES!!!!"
Seandainya ada olimpiade lari, mungkin mendaftarkan Achilles, Atalanta dan Penthesileia adalah hal yang jenius.
---
---
------
"Lupakan soal yang tadi." Kata Mozart.
Semua anggota lain mengangguk.
Shakespears mengalihkan pembicaraan, "Pendapat kalian soal pemeran utama bagaimana?"
Deg!
Seluruh pandangan tertuju pada Nefertari dan Ramses yang berdiri berdampingan. Terlihat jelas rona merah dikedua pipi Nefertari, sepertinya dia malu. Mau tidak malu bagaimana, scene Nefertari dan Ramses tergolong sangat intens. Terlebih karena akting Nefertari dilihat oleh banyak orang lalu Ramses yang berhasil membuat jantung Nefertari berdetak semakin menggila. Berbeda dengan Nefertari, Ramses malah terlihat bangga.
"Sebagai seseorang yang menjunjung tinggi keindahan, aku Nero Claudius Caesar Augustus Germanicus---sangat menikmati akting mereka."
Nero---salah satu anggota klub musik yang mendapat peran sebagai Mrs. Pot berbicara dengan nada penuh kebanggaan. Seperti baca syair. Selain itu kedua tangannya tidak bisa diam, terngkat ke kanan dan kiri seperti sedang dalam pertunjukan opera.
Oda Nobunaga yang notabene adalah bagian dari anggota klub musik dan ikut berperan dalam pertunjukan drama ini juga berpikiran hal yang sama dengan Nero. Ia muncul di belakang Atha dan Mordred lalu merangkul kedua kouhai-nya itu dengan kedua tangannya. "Kalian setuju kan, kedua pemeran utama aktingnya sangat murni?"
Atha dan Mordred mengangguk.
Alih-alih senang, Nefertari malah semakin malu ketika mendapat banyak pujian tentang aktingnya tadi.
"Itu... bukan apa-apa. Masih banyak kurangnya." Cicit Nefertari.
Ramses tertawa bangga, "Jangan merendah, Nefer. Aktingmu bagus."
Kata-kata Ramses malah semakin membuat Nefertari malu---tapi senang tentunya---rasanya Nefertari ingin bersembunyi di dalam peti agar wajahnya yang merah bagaikan tomat itu tidak terlihat oleh yang lain.
"Te-terimakasih..."
Nefertari segera menjaga jarak dari Ramses dan berlari ke arah Atha. Ia bersembunyi dibalik punggung Atha, beruntung gadis itu lebih tinggi dari Nefertari hingga tubuh mungilnya bisa tertutupi.
Aduh gemes, ya...
Mordred mendadak terkena diabetes ringan karena melihat scene Ramses dengan Nefertari yang mirip seperti shoujo-manga. Ia ingat dulu pernah membaca manga milik Mashu dengan scene yang percis seperti saat ini, sayangnya akal sehat Mordred tidak bisa menerimanya.
"Atha... aku malu..." bisik Nefertari.
Atha menahan tawanya, "Tidak apa, aktingmu bagus kok."
Ramses berdeham pelan, "Sensei..."
"Hm?" Mozart dan Shakespears menoleh.
"Apa boleh saat curtain call diatas panggung nanti aku bernya---"
"JANGAN LAGU TERKUTUK ITU!" Sela Shakespears dan Mozart bersamaan.
Cih!
Ramses pundung dipojokan. Padahal sudah lama ia tidak menyanyikan lagu itu. Mau bagaimana lagi, lagunya sangat anu. Bisa-bisa yang mendengarnya terus terngiang-giang---lagu itu adalah mimpi buruk.
My name is ozymandias~
---kasian mental dan telinga para penonton.
🎶
🎶
🎶
Diluar gedung olah raga, ada sebuah bangku taman panjang yang terbuat dari kayu. Diletakkan dibawah pohon yang rindang dan ada sebuah meja kecil yang melengkapinya. Ditemani oleh melodi yang diciptakan oleh alam, Atha duduk disana mengasingkan diri dari keramaian di dalam gedung olah raga.
Sementara Mordred masih bermain-main di dalam gedung, Atha menyalin hasil wawancara yang tadi mereka rekam kedalam sebuah notes. Rekaman suara diputar melalui smartphone dan tersambung pada earphone yang telah dipakai di kedua telinga Atha, sementara itu tangan kanannya sibuk menulis di atas notes menggunakan sebuah balpoin.
"Hei..."
Atha menoleh ke arah suara---
Charlemagne tiba-tiba sudah duduk di sampingnya. Tunggu, sejak kapan senpai satu ini duduk disana?
Atha menatap horor, "Senpai... sejak kapan ada disini?"
"Baru saja."
Charlemagne terkekeh, "Tidak boleh aku duduk disini?"
Atha mengerjap pelan, "Bukan begitu maksudku. Aku hanya terkejut."
"Apa aku mengganggu?" Tanya Charlemagne lagi.
Atha menggeleng, "Tidak kok."
---kemudian Atha menutup notes-nya dan mematikan pemutar suara di smartphone-nya.
"Ngomong-ngomong ... boleh aku tanya sesuatu yang sedikit serius?"
Atha tidak tahu apa maksudnya tapi, nada bicara Charlemagne berbeda dari sebelumya. Atha meliriknya sekilas, Charlemagne sedang menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong.
"Apa, senpai?"
"Apa boleh aku tahu ... apa hubunganmu dengan Gilgamesh?"
Heh?
He---HEH?
"Kenapa bertanya soal itu?"
Apa Charlemagne punya masalah dengan Gilgamesh? Kenapa tiba-tiba bertanya pertanyaan yang aneh seperti itu?
"Tidak, hanya saja ... kulihat kau lumayan dekat dengannya."
Deg! Mengapa ucapan Charlemagne aneh? Ada nada was-was disana, juga nada lain yang Atha tidak bisa artikan dari ucapannya.
"Hubungan kami simpel, kok ... hanya hubungan simbiosis mutualisme antara player sultan dengan player misqueen yang terlahir dari pengalaman pahit terzalimi gacha yang jahat."
---benar kan?
Dulu Atha mendeklarasikan sebagai sekutu Gilgamesh karena ternyata mereka berdua adalah player Efjio. Jadi ia tidak bohong soal ini, kan?
Pffft!
"Hubungan macam apa itu?" Charlemagne tertawa.
"Ya hubungan saling menggarami saja kok, tidak lebih."
"Sungguh?" Tanya Charlemagne lagi.
Sebenarnya pembicaraan ini mengarah kemana? Atha benar-benar tidak mengerti. Charlemagne terlihat lebih senang saat Atha berkata jika ia dan Gilgamesh adalah teman.
Wait...
Apa Charlemagne khawatir jika Atha terlibat hubungan rumit dan berbahaya seperti gangster? Pasalnya Gilgamesh kan memang menyeramkan---untuk sebagian orang---bar-bar pula. Atha masih heran mengapa setan itu bisa jadi ketua Osis. Mungkin terjadi konspirasi.
Charlemagne tersenyum, "Syukurlah kalau begitu, aku bisa tenang."
---
------dikala Atha sedang kebingungan dengan pertanyaan Charlemagne, yang bersangkutan malah bersorak girang di dalam hatinya. Dengan ini Charlemagne menyatakan bahwa:
"Selama janur kuning belum melengkung, Atha masih bisa ditikung."
🎶
🎶
🎶
Ada yang masih ingat ff ini? 😂
Maafkan hamba yg baru up...
Berhubung chap skrg dibagi jadi 2 part, mungkin untuk chap selanjutnya bakal up agak cepet ㄟ( ̄▽ ̄ㄟ)
Mungkin cerita ff ini ngebosenin, tapi percayalah saia butuh banyak perencanaan buat masukin plot Chaldea, soalnya ampir semua punya peran dan ceritanya ga akan selalu berpusat sama si GilgameshXAtha щ(˚ ▽˚ щ)
Jadi, nikmati saja ⁄(⁄ ⁄•⁄ω⁄•⁄ ⁄)⁄
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top