Chapter 10

🌿

🌿

🌿

C h a p t e r 1 0
---Bond and Rival---

🌿

🌿

🌿

"Mau kan, nyanyi di panggung?"

---
----

Hnggghhhhh. Ingin ku teriak, hati ku melarang. Batin Rei bernyanyi nista saat kebingungan seperti ini. Jeritan hatinya terdengar sangat sumbang dengan irama yang tidak sempurna. Untung saja, hanya Rei yang bisa mendengar jeritan hatinya, jika yang lain bisa mendengarnya Rei yakin gendang telinga mereka pasti setengah tewas.

"Se-senpai, suaraku ini terlalu banyak kurangnya, loh."

"Masih ada waktu sebulan untuk memperbaiki suaramu, jadi jangan khawatir."

"Tapi senpai..." Rei mulai memelas karena ia tidak menemukan titik terang dari perdebatannya dengan Osakabe, "Aku takut nanti malah malu-maluin klub gimana?"

"Kalo malu-maluin, kutampol pake stik kasti."

"Tuh kan, senpai mah jahad."

Osakabe menghela nafas panjang, sebenarnya ia sedikit ragu dengan menyuruh Rei tampil di atas panggung. Tapi mau bagaimana lagi, kalau tidak ada yang ditunjuk pasti semua anggota ogah jadi perwakilan tampil di atas panggung. Klub koran dan klub doujin kan setengah hikki.

Atha merasa sedikit bersalah juga ini ... dia kan yang menyalonkan Rei sebagai Alice. Atha tidak tahu akan seperti ini jadinya. Walau dia senang mem-bully Rei, tapi jika melihat kawan albino-nya kepepet seperti ini rasanya ia harus ikut turun tangan.

Dengan sedikit ragu, Atha mengangkat sebelah tangannya, "Senpai, soal penampilan Rei di panggung ... apa ia akan bernyanyi seorang diri?" Tanyanya.

"Hm? Siapa bilang dia sendiri." Kata Osakabe.

Atha mengerjap, "Eh? Ga sendiri?"

Osakabe langsung menatap Atha, "Tadinya mau kusuruh sendiri, tapi setelah kau bertanya seperti itu aku jadi berubah pikiran."

Oh.

Rei tidak berhenti menatap Atha dan Osakabe secara bergantian---penasaran dengan kelanjutan chaos yang akan menimpanya.

---
----dikala aura ketegangan mulai terasa berat, ungkapan beberapa orang menjadi penetralisir masalah ini.

Mordred angkat tangan, "Kalau mau, aku bisa menemani Rei. Tapi aku hanya bisa main drum."

"Kami juga akan bantu Rei!" Mashu melirik Galahad, pemuda itu membalas isyarat Mashu dengan sebuah anggukan singkat. "Kalau kalian butuh pemain gitar dan biola, kami bisa bantu." Sambung Galahad.

Rei rasanya sangat terharu---Rei kira ia sengaja dipojokkan oleh orang-orang disini tanpa memerdulikan kesusahannya. Terimakasih pada teman-teman yang masih peduli. "Mo-chan, Mashu, Galahad ... ijinkan aku memeluk kalian nanti."

Suasana ini, mendadak menularkan virus senyuman pada para anggota.

"Andai saja aku tidak ikut bergabung dengan klub drama, mungkin aku akan bantu." Ucap Nobu. Ia sudah kebagian peran yang lumayan bagus untuk pentas nanti bersama dengan klub drama. Sebenarnya Nobu bisa saja menyalonkan diri, tapi mengingat ia harus kerja di dua klub berbeda, ia lebih baik mencari aman. Bahaya jika nanti ia tidak bisa membagi waktu.

Okita tersenyum, "Maaf ya, Rei ... aku juga tadinya mau membantu, tapi aku juga dapat tugas si klub kendo."

Setelah itu Okita memasang pose minta maaf---menyatukan kedua telapak tangannya dan meletakkannya didepan wajah. Kalau Okita yang melakukannya, kok gak mirip tapasya, ya? Jatohnya malah kawaeh.

"Jadi, yang akan tampil di atas panggung nanti adalah ... Rei, Mashu, Galahad dan Mordred?" Kata Enkidu memastikan.

Mashu, Galahad dan Mordred menangguk. Rei sendiri ikut mengangguk setelah mereka---ia masih ragu, tapi setelah melihat ekspresi Mordred, Galahad dan Mashu, ia menjadi tenang.

Ekhem.

Atha berdeham cukup keras. Membuat semua tatapan yang tadinya tertuju pada Rei menjadi menatapnya.

"Karena aku merasa bersalah telah menyalonkan Rei sebagai Alice ... ijinkan aku ikut membantu Rei di atas panggung nanti." Ucap Atha datar.

Rei melotot tidak percaya, suatu keajaiban Atha yang terkenal mageran mau susah-susah untuknya. "Serius?!"

Mashu, Galahad dan Mordred mengacungkan jempolnya pada Atha.

Melihat reaksi dari mereka, kedua ujung bibir Atha terangkat ke atas. Rei tambah terkesima saat melihat Atha yang tersenyum, ini langka. Atha biasanya tidak pernah tersenyum seperti itu. Senyumannya kali ini penuh dengan emosi, tidak seperti senyuman yang selalu Atha buat---terkesan datar.

"Aku bisa memainkan piano." Kata Atha.

Shamhat tiba-tiba bertepuk tangan, "Kombinasi yang bagus."

"Setuju!"

"Akhirnya klub kita ikut tampil ambil bagian di atas panggung nanti! Senangnya~"

"Soal kostum, serahkan pada anggota klub doujin. Setengah dari kami kan cosplayer!"

Begitulah reaksi dari Nobu, Okita dan Oui.

---
----"Tunggu, hampir saja lupa."

Kata-kata Enkidu mengalihkan perhatian semua anggota rapat.

"Atha, kau belum punya peran!" Tukasnya.

Ah, iya! Atha hampir saja lupa. Peran. Atha bahkan tidak tahu peran apa yang cocok untuknya. "Aku lupa, haha."

Mordred menimbang-nimbang Atha, mengingat karakter apa yang belum disebut. Beberapa detik kemudian, ia menjentikkan jari---

"Atha, kau jadi White Rabbit."

---ah ... tadinya Mordred yang mau mengatakannya, tapi malah keduluan Enkidu.

"He? Kelinci?" Atha mengerjap tak percaya.

Rei mengangguk cepat, "Iya, benar juga. Peran itu cocok untuk Atha!"

Osakabe kembali menginterupsi, "Sudah-sudah. Karena kita sudah mendapat para peran utama, sepertinya rapat kali ini kita sudahi. Untuk tambahannya, kita lanjutkan via grup chat."

Semuanya mengangguk.

"Karna setelah ini, kau tinggal membuat proposal dan menyerahkannya pada anggota Osis. Arjuna, bantu Karna untuk mendata anggaran." Titah Osakabe.

Arjuna terlihat sedikit ogah-ogahan ketika ia harus berkerjasama dengan Karna. Dasar.

"Lalu..."

---
----singkat cerita, Osakabe segera membagi tugas kerja rodi pada semua anggota. Tidak terkecuali anggota klub doujin dan klub koran yang tidak hadir dalam rapat pun ikut kebagian jatah tugas dari Osakabe.

🌿

🌿

🌿

Gilgamesh duduk di pinggiran jendela, menatap pemandangan dari luar asrama dengan tatapan yang menerawang jauh. Satu tangannya memegang smartphone, berharap benda berbentuk persegi itu bergetar. Satu nama yang ia tunggu adalah gadis itu, Atha. Gilgamesh setengah gila karena selama dua hari Atha tidak membalas chat-nya. Apa yang salah sebenarnya, padahal Gilgamesh sudah meminta maaf soal head-butt tiba-tiba tempo hari.

Ada yang aneh. Padahal Gilgamesh tahu jika Atha selalu aktif, buktinya ia beberapa kali melihat gadis itu membalas pesan di grup chat klub koran---ia sempat meminjam ponsel Enkidu untuk mengecek kebenarannya. Tapi mengapa chat darinya tidak pernah Atha balas?

Otak Gilgamesh sudah terlalu lelah dengan segala kesibukan Osis, kesibukan sebagai siswa tingkat akhir pula dan belum lagi, dua minggu lagi sudah masuk minggu ujian tengah semester. Setidaknya Gilgamesh ingin seseorang menghiburnya. Belakangan ia memang terhibur dengan keberadaan Atha, tapi ... kenapa tiba-tiba gadis itu seakan menjauh darinya?

Apa mungkin, Atha bersama dengan Charlemagne?

Buru-buru Gilgamesh melenyapkan pikiran bodohnya. Jangan sampai Charlemagne lebih dulu mencuri start darinya.

Gilgamesh tambah gusar karena ia sangat kesulitan bertemu Atha. Selain gadis itu memang setengah hikki, dia juga terlalu polos karena selalu welcome kepada siapapun yang mendekatinya. Hal itulah yang membuat Gilgamesh setengah khawatir. Sifat Atha yang seperti itulah yang selalu memancing seseorang untuk berharap lebih padanya.

Suasana kamar asrama yang hanya diisi olehnya terasa sangat memuakkan. Gilgamesh bisa saja pergi mencari angin keluar, namun ia harus membereskan tugasnya sebagai ketua Osis. Diatas meja kecil yang biasa Gilgamesh gunakan untuk mengobrol bersama dengan Arthur, Ramses dan Enkidu sudah tertumpuk kertas-kertas proposal dari beberapa klub yang telah mengumpulkan ke Osis. Gilgamesh menghela nafas lelah, tadi ia baru menyelesaikan setengahnya. Masih ada setengah lagi ... rasanya ia ingin main sebentar keluar asrama.

Cklek!

Gilgamesh menoleh ke arah pintu, disana ada Enkidu.

Ketika melihat Gilgamesh yang sedang memasang wajah suram, Enkidu hampir saja tertawa. Ia tahan, khawatir kena semprot. "Tumben aku melihatmu ada di kamar jam segini." Kata Enkidu.

Gilgamesh menunjuk ke arah tumpukan proposal yang ada di atas meja, "Lihat! Aku sibuk."

Enkidu melangkah menuju lemari, meletakkan tas disamping kasur dan mengeluarkan baju ganti dari dalam lemari, "Kenapa kau tidak menyelesaikan tugasmu di ruang Osis saja?"

"Malas. Kurang nyaman juga, sih." Keluh Gilgamesh.

Enkidu segera mengganti seragamnya dengan pakaian santai. Gilgamesh memerhatikan gerak-gerik sahabat hijau-nya itu lewat ekor mata, "Bagaimana klub koran?"

"Tahun ini, kami akan ikut meramaikan acara di panggung. Ajaib, bukan?"

Tumben. Gilgamesh mulai tertarik dengan percakapan ini, "Jangan bilang klub kalian akan cross-dress lagi. Itu menjijikan."

Enkidu terkekeh. Ia kemudian melirik ke arah Gilgamesh, "Tahun ini kami berbeda."

Setelah selesai mengganti baju, Enkidu mendekati Gilgamesh dan duduk disalah satu kursi yang bersebelahan dengan meja kecil, "Kau harus bersiap, Gil. Atha akan tampil di atas panggung nanti."

What?

"Jangan bercanda---"

"Aku tidak bercanda. Ini serius. Atha, Rei, Mordred, Galahad dan Mashu akan menjadi perwakilan klub kami yang akan tampil di atas panggung."

Gilgamesh mengerjap tidak percaya.

"Oiya, satu lagi." Enkidu melirik Gilgamesh dengan tatapan menggoda, "Aku punya hadiah untukmu."

"?"

Enkidu kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celana, ia kemudian mengutak-ngatik benda berbentuk persegi tersebut. Pilihan Enkidu tertuju pada sebuab foto yang baru saja ia simpan di dalam galeri. Enkidu kemudian memperlihatkan foto tersebut pada Gilgamesh.

---yang nyatanya malah mengundang ekspresi yang tidak terduga. Gilgamesh setengah melotot dengan setengah mulut terbuka.

Fufufu. Enkidu puas. Sangat puas dengan ekspresi keterkejutan sahabat emasnya.

"A-apa ini?"

"Tadi klub kami sepakat akan mengusung tema dongeng Alice in Wonderland. Setelah selesai rapat, kami berinisiatif untuk mencocokkan kostum." Enkidu nyengir. "Atha kebagian dapat peran kelinci putih yang membawa jam di dongeng Alice. Tadinya karena Atha perempuan, Osakabe akan menyarankan dia memakai kostum maid dengan tambahan telinga kelinci."

Gilgamesh semakin terkejut.

"Tenang, itu semua tidak akan terjadi." Enkidu terkekeh. "Atha sempat memakai kostum itu, tapi setelah Osakabe melihat dia memakainya, ia tidak jadi menyarankan Atha memakainya."

Gilgamesh mengerjap tidak percaya, kedua pipinya terasa panas karena melihat foto yang di tunjukkan Enkidu. "Oiya, soal Atha yang ada di foto itu, hanya aku, Shamhat, Oui dan Osakabe yang tahu."

Lega. Gilgamesh lega. Untungnya tidak ada yang lain selain orang-orang tersebut yang melihat penampilan Atha. Kalau ada yang lain lihat, ini bahaya. Soalnya, di foto itu, Atha terlalu manis. Kawaeh maksimal. Melihatnya saja Gilgamesh hampir terkena serangan jantung dengan komplikasi diabetes.

Foto itu, foto yang diambil oleh Enkidu secara diam-diam. Disana Atha sedang berpenampilan seperti maid dengan telinga kelinci yang bertengger diatas kepala. Bagian yang berbahaya adalah ... karena Atha termasuk titisan jerapah, rok kostum maid yang memang dibuat menutup kaki hanya sebatas lutut, ketika dipakai oleh Atha rok itu sedikit lebih naik hingga ke pertengahan paha. Salahnya foto itu, disana Atha sedang tidak memakai sepatu dan kaus kaki sehingga kakinya yang jenjang ter-ekspos jelas, membuat iman Gilgamesh goyah.

Sialan. Gilgamesh tidak bisa berpikir jernih. "Sial, aku tidak bisa berpikir jernih." Rutuknya.

"Dasar mesum." Enkidu tertawa masam.

"Semua lelaki juga mesum. Memangnya kau tidak?"

"Ah ... iya juga, sih."

Gilgamesh baru ingat sesuatu, "Kau ... melihat Atha secara langsung ... berarti kau..."

"Jangan salah sangka, itu saja tadi aku tidak sengaja masuk ke ruang ganti karena Shamhat memanggilku." Enkidu menggaruk pipi kanannya, "Setelah itu, Atha hampir saja memukuliku karena setengah mengintipnya. Haha."

---
----

"Kalau begitu, aku minta fotonya." Gilgamesh segera menghidupkan bluetooth. Membuat Enkidu menggeleng-geleng tidak percaya.

"Bagaimana ya, jika mamah Ninsun tahu jika anak kesayangannya ternyata mesum?"

🌿

🌿

🌿

Hatssyi!!

---Atha mengelap ingus yang hampir keluar dari hidung memakai lengan bajunya.

"Kau flu?" Tanya Galahad.

Atha menggeleng tidak tahu, "Akhir-akhir ini aku sering bersin. Tapi aku tidak kena flu."

Mordred, Mashu dan Rei terkikik geli mendengar pernyataan Atha. "Mungkin ada yang sedang membicarakanmu." Kata Mordred.

Atha mengerjap pelan, "Masa, sih? Rasanya aku selalu jadi anak baik."

Tawa Rei semakin keras, "Kau tahu, mungkin kau tidak sadar karena setengah dari perkataanmu itu kadang selalu menohok."

Atha mengerjap tidak percaya. "Aku kan cuma mengatakan hal yang sebenarnya."

Galahad, Mashu dan Mordred semakin puas menertawakan debat Atha dengan Rei disepanjang jalan menuju ke asrama. Tadi setelah mereka mencocokkan kostum untuk festival, mereka segera buru-buru kembali ke asrama agar bisa mengerjakan tugas untuk besok. Mereka berpisah dengan Galahad di persimpangan jalan antara asrama putra dan asrama putri.

Suasana asrama putri di jam seperti ini tidak terlalu ramai. Mungkin banyak siswa yang masih bersedia tinggal di perpustakaan atau sekedar nongkrong di klub. Wajar saja, sebentar lagi kan ujian tengah semester. Apalagi kelas tiga, mereka harus kerja ekstra di minggu-minggu ini---belum lagi soal festival, pasti hal ini lumayan membuat kesibukan kelas tiga semakin menjadi-jadi.

"Jaa... sampai nanti, ya! Sebelum makan malam kami akan ke kamar kalian." Kata Mordred. Tadi Mordred dan Mashu sempat meminta izin untuk mengerjakan tugas bersama di kamar Rei dan Atha.

Rei mengangguk, "Oke."

"Sampai nanti, Rei, Atha."

---
----

Tanpa terlebih dahulu mengganti seragamnya, Atha segera membanting tubuhnya ke atas kasur. Hari ini melelahkan. Tubuhnya yang tertelungkup kini berbalik dalam posisi terlentang, sementara itu tangan kanannya menutupi kedua matanya yang terpejam.

"Atha, kau sudah makan siang?" Tanya Rei.

Atha menggeleng.

Rei memerhatikan Atha yang sedikit aneh. Gadis itu malah guling-guling di tempat tidur masih dengan berseragam lengkap---eh, Atha juga memakai jaket, sih. Maka dari itu, karena ia guling-guling seragam atasnya yang berupa kemeja putih sedikit kusut di beberapa bagian.

"Kau ... kenapa? PMS?"

---
----

Rei terus memerhatikan Atha, sekarang gadis itu tidak bergerak seperti batu. Karena khawatir, Rei segera menghampirinya.

"Atha..."

Tiba-tiba Atha bangun dengan gerakan yang sangat cepat, "Rei. Aku tidak tahan!" Nadanya yang gusar sedikit meninggi.

Eh?

"Tidak tahan apa maksudmu? Kamu mau kawin?"

Pletak! Atha berhasil nampol Rei tepat di pipi kanannya. Tidak sakit sih, Atha tidak menggunakan kekuatan bulan. "Memangnya aku kucing lagi di musim kawin gitu? Nggak lah! Jodoh aja gapunya."

Rei mengusap bekas tampolan Atha di pipi kanannya yang terasa geli. Rei kemudian duduk di tepi tempat tidur Atha, memerhatikan kegusaran Atha yang tercermin dari gerak-gerik tubuhnya. Atha sekarang sedang mendekap guling bermaksud menyembunyikan wajahnya yang kacau.

"Kau kenapa, sih?"

Atha mendongak ke arah Rei, "Hmmm... bagaimana ya, mengatakannya?"

"Lah, kenapa balik nanya? Aku aja gatau."

Atha mendengus.

"Oiya, tadi Gilgamesh-senpai menanyakan kabarmu."

Alih-alih menjawab, Atha malah semakin membenamkan wajahnya dibalik guling. "Rei, apa yang harus aku lakukan?" Gumamnya setengah bermonolog.

Atha, kamu kesambet setan apa?

"Mau cerita? Mumpung dikamar ini hanya ada kita berdua."

Rei mengulurkan tangannya untuk mengambil guling yang dipeluk Atha. Sebuah pemandangan langka baru saja dilihat oleh Rei ketika melihat ekspresi Atha yang begitu ... kacau. "Sebenarnya ada apa denganmu?"

Atha berusaha mengatur nafasnya. Menghela nafas hingga berkali-kali seperti orang yang punya penyakit asma.

"Rei, kemarin aku bertemu dengan Arthuria-senpai..."

🌿

🌿

🌿

Hari itu, hari minggu---

---tepat saat Atha sedang berjalan menuju asrama setelah ia bertemu dengan Charlemagne.

Setelah Atha mendapat chat dari Rei yang berisi permintaan untuk membelikan beberapa kaleng minuman, Atha yang tadinya ingin bergegas menuju asrama terpaksa mampir ke vending machine.

Tepat saat Atha sedang mengantongi kaleng-kaleng minuman ke saku hoodie-nya, tiba-tiba saja Arthuria ada disana. Berdiri tepat di sampingnya dengan wajah yang dihiasi oleh senyuman.

---
----

Senyuman manis, kadang menyembunyikan suatu maksud. Karena Atha selalu memikirkan hal negatif lebih dulu, ia segera menyingkirkan pikiran buruknya. Atha balas tersenyum dan menyapa Arthuria dengan sedikit kikuk, "Arthuria-senpai, kan? Se-selamat pagi."

Tidak membalas sapaannya, Arthuria malah mendekati vending machine dan membeli ocha kalengan. Atha yang memerhatikannya hanya termangu, ingin segera pergi tapi rasanya kurang sopan---tapi diam disini pun Arthuria seperti menganggapnya sebagai mahluk tak kasat mata. Serba salah jika urusannya sama cewek. Ribet.

"Kau temannya Rei, kan?"

Tiba-tiba Arthuria membuka topik, ia bertanya tanpa melihat ke arah Atha. "Ya." Jawab Atha singkat, setengah sensi.

"Namamu ... siapa?"

"Athaleta Leocadia."

Arthuria manggut-manggut, "Namaku Arthuria Pendragon."

Dih, kenapa kakaknya Mordred yang satu ini agak ngeselin, ya?

Arthuria kemudian duduk diatas kursi taman yang diletakkan tepat disamping vending machine. Ia kemudian memberi isyarat pada Atha untuk duduk disampingnya dengan cara menepuk-nepuk tempat kosong disebelahnya. Sebenarnya Atha ingin kabur, tapi ia tidak bisa menolak. Atha akhirnya menuruti perintah Arthuria dan duduk disampingnya.

Tidak ada percakapan, hanya suara gemerisik dedaunan diatas pohon saja yang terdengar oleh masing-masing. Canggung. Atha sangat canggung. Lagipula Atha tidak pandai membuka percakapan. Tapi jika dibiarkan seperti ini waktu Atha akan terbuang sia-sia.

"Hmm... senpai, bagaimana keadaan cedera-mu?" Tanya Atha takut-takut.

"Sudah baikan, kok. Terimakasih sudah menanyakan soal cedera-ku."

Dih. Melihat balasan Arthuria, Atha semakin ingin segera pergi dari sini.

"Kau ... kalau kulihat, Gilgamesh dekat denganmu, ya?" Kata Arthuria.

Eh?

"Kenapa bertanya seperti itu? Gil-senpai dekat dengan siapapun, kok. Bukan hanya aku." Atha mulai tidak mengerti kemana arah pembicaraan ini.

Lewat ekor matanya Arthuria memerhatikan Atha, "Atha, boleh aku minta sesuatu?"

"He? Minta apa, senpai?"

Arthuria memerhatikan Atha lekat-lekat. Bibirnya terkatup beberapa kali seolah tengah memikirkan kalimat yang tepat untuk disampaikan pada Atha.

"Atha..."

"Ya?"

"Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi kulihat Gilgamesh tengah menaruh perasaan padamu."

What the---

"Maksudnya?"

Arthuria mendesah pelan, "Gilgamesh menyukaimu, Atha. Aku tahu dari bagaimana cara dia menatapmu." Ucapnya sedikit gusar.

Sebentar. Otak Atha masih belum bisa mencerna apa maksud dari kata-kata Arthuria. Rasanya Gilgamesh tidak menganggapnya seperti apa yang dikatakan oleh Arthuria---Atha ingat saat Gilgamesh tiba-tiba meng-headbutt jidatnya---Arthuria mungkin salah sangka. Ya, salah sangka.

"Senpai salah sangka. Aku yakin Gilga---"

"Dia menyukaimu. Aku tahu itu."

Hih!

Atha tidak bisa menjawab Arthuria. Susah jika menjawab hal seperti ini. "Jadi ... intinya?"

"Atha bisa tidak kau menjauh dari Gilgamesh?"

Rasanya Atha belum pernah sengaja mendekati Gilgamesh. Faktanya malah Gilgamesh yang selalu muncul tiba-tiba seperti jelangkung. "Tapi senpai ... aku malah tidak pernah sengaja mendekati Gil-senpai."

Arthuria menghela nafas panjang, "Kau tidak percaya, ya?"

Atha menyilangkan kedua tangannya didepan dada, "Aku yakin Gil-senpai tidak pernah menganggapku seperti itu. Kami hanya partner gacha. Partner in crime gitu..."

"Apa kau ingin bukti?"

Atha bergidik ngeri, "Gak tertarik sih..."

Arthuria bangkit dari duduknya, "Dengar... coba lakukan ini jika kau masih belum percaya dengan apa yang aku katakan: jangan hubungi dia selama beberapa hari, jangan balas pesan darinya, juga jangan bertemu dengannya."

Atha melongo bego.

"Jika kau sudah melakukan hal itu dan ada perubahan sikap Gilgamesh padamu, kau harus percaya kata-kataku..." Arthuria melenggang pergi.

"..."

"Satu lagi," Arthuria kembali berbalik, "Jika kau sudah tahu jawabannya ... tolong jauhi dia. Karena aku menyukainya."

🌿

🌿

🌿

Setelah mendengar cerita Atha, reaksi Rei mendadak seperti orang bego. Pada dasarnya Rei memang sudah tau fakta bahwa Gilgamesh memang menyukai Atha. Pendapat Arthuria yang Atha duga hanya omong kosong sebenarnya itu adalah sebuah kebenaran. Agar lebih seru, Rei tidak mau memberi tahu Atha soal fakta ini---biarlah Gilgamesh yang mengatakan langsung pada Atha.

"Jadi, yang membuat kau tidak tenang adalah...?"

Wajah Atha sudah kembali seperti biasa, datar. Rei kagum dengan kemampuan Atha yang dapat dengan mudah merubah ekspresi.

Atha mencebik, "Aku kesal karena tidak bisa membalas chat Gil-senpai."

Rei tertegun, "Apa mungkin karena kau merindukannya?" Goda Rei.

"Bukan. Gil-senpai tidak berhenti mengirimkan screenshoot hasil gacha dia yang begitu mabushii. Dan itu membuatku kesal."

Rei tepok jidat. Gusti, Atha bego. Seharusnya Atha lihat Gilgamesh yang gusar karena dikacangin dua hari. Mahluk emas itu hampir saja gila karena tidak menerima chat balasan dari Atha. Nah ini, gadis yang dimaksud malah terganggu karena tidak bisa balas menggarami Gilgamesh dengan gacha? Sungguh tidak berperi-ke-Gilgamesh-an.

Atha heran dengan muka Rei yang semakin semrawut. "Nah, sekarang kau kenapa?"

"Ga. Cuma sedikit nyesel punya temen bego amat."

Atha hanya ber-oh-ria. Rei bersyukur jika Atha tidak menyadari ungkapan tadi diperuntukkan untuknya.

"Ada lagi yang masih mengganjal?" Tanya Rei.

Atha mendesah pelan, "Aku masih penasaran dengan kata-kata Arthuria-senpai. Kenapa dia sangat ngotot bilang bahwa Gil-senpai menyukaiku?" Rutuk Atha berapi-api. Sedikit emosi, sih. Atha masih kesal dengan sikap Arthuria kemarin, entah kenapa mirip seperti Ishtar.

Hmm, jadi sekarang siapa yang bego? Rei mengangkat kedua kakinya dan bersila diatas kasur, "Lalu, apa yang akan kau lakukan?"

Atha mengerjap pelan, "Sebenarnya aku tidak percaya. Tapi ... aku ingin memastikannya. Akan kubuktikan jika kata-kata Arthuria-senpai itu salah."

Percayalah Atha, jika kau melakukannya sesuai dengan perintah Arthuria, Rei yakin akan terjadi suatu hal yang anu. Soalnya, secara tidak sengaja kau malah membangunkan sisi buas Gilgamesh. Percayalah, Gilgamesh bisa berubah dari singa paddle-pop menjadi Aslan---singa di Narnia---hanya karena dirimu.

"Lebih baik kau tidak melakukannya." Rei mengungkapkan pendapatnya dengan sangat singkat, padat dan jelas.

"Kenapa?"

"Kita tidak akan tahu hal buruk apa yang terjadi jika kau melakukannya."

Atha mendesah pelan, "Mau kulakukan atau tidak pun hasilnya akan tetap sama. Mana mungkin Gilgamesh menyukaiku."

Athaleta sayang, Gilgamesh menyukaimu. Ingin rasanya Rei menjerit tepat di telinga Atha untuk mengatakannya, bibir Rei sudah gatal. Apa Rei harus mengoleskan krim anti menghujat karena tidak tahan dengan kepolosan Atha?

"Kenapa kau berpikir seperti itu? Tidak ada yang tidak mungkin."

---
----

"Karena hanya orang idiot yang mau menyukaiku."

Oh, ini penghinaan. Hati-hati azab. Dengan kata lain, Atha mengatakan jika Gilgamesh itu idiot. Rei meminta perlindungan Tuhan agar selalu melindungi sahabatnya yang satu ini.

🌿

🌿

🌿

"Hoi, En." Ramses setengah berbisik pada Enkidu.

"Hm?"

Ramses menunjuk ke arah meja dekat jendela, "Ada apa dengan dia?"

Dia yang dimaksud Ramses adalah Gilgamesh. Sejak tadi, mahluk emas itu tidak beranjak dari tempat duduknya saat ini. Ia tidak beranjak sampai tugas memeriksa tumpukan proposal habis dikerjakan olehnya---tadinya Gilgamesh hanya ingin mengalihkan pikirannya yang gusar pada tumpukan pekerjaan. Namun hasil yang didapat oleh Gilgamesh tidak sesuai dengan harapan.

Kerjaan beres tapi hati ngga beres.

"Baru kali ini aku lihat dia sangat galau." Kata Arthur.

Enkidu membenarkan pernyataan Arthur, "Dulu saat ia ditolak Arthuria tidak sampai seperti ini, kok."

Ramses manggut-manggut.

"Seharusnya kita biarkan Gil galau tiap hari saja. Kerjaan Osis akan selesai dengan cepat kalau dia seperti ini terus." Arthur setengah berbisik pada Ramses.

---
----"Oi, aku bisa mendengar obrolan kalian."

Arthur bergidik ngeri saat mendengar kata-kata Gilgamesh. "Eh? Kau dengar rupanya."

"Aku tidak tuli."

Gilgamesh kemudian beranjak dari tempat duduk. Melihat ke atas jam dinding, waktu menunjukkan jam tujuh malam tepat. Sudah waktunya makan malam.

"En, boleh kupinjam smartphone-mu?" Tanya Gilgamesh.

"Boleh." Enkidu melemparkan ponselnya pada Gilgamesh dan diterima dengan pendaratan yang sempurna tepat di genggamannya.

"Aku cari makan dulu, kalian mau nitip?" Gilgamesh melirik Arthur, Ramses dan Enkidu yang tiba-tiba membuka lebar mulutnya masing-masing.

Tumben dia nawarin beliin makanan. Biasanya kan dia tukang nyuruh-nyuruh beli. Batin Arthur, Ramses dan Enkidu satu pemikiran.

"Hmmm ... nasi kotak teriyaki." Jawab Arthur dengan canggung.

"Samain aja." Susul Enkidu dan Ramses.

Cklek!


🌿

🌿

🌿

Atha bergegas menuruni tangga asrama dengan setengah berlari. Tidak butuh waktu lama bagi Atha untuk mencapai lobi di lantai dasar. Keadaan lobi asrama putri pada pukul tujuh malam kelihatan mulai lumayan ramai. Beberapa siswa sedang makan malam di sekitar sofa yang disediakan di pojok ruangan, ada juga yang sedang nongkrong bersama. Lobi asrama memang dibuat senyaman mungkin agar para siswi betah tinggal disini.

Atha baru saja keluar dari pintu asrama. Keadaan lobi asrama yang hangat dan diterangi oleh chandelier beserta lampu-lampu kecil tambahan disekitarnya berbanding terbalik dengan suasana diluar asrama. Langit sudah berubah temaram, bintang-bintang dan bulan telah menggantikan matahari untuk bersinar di angkasa. Semilir angin malam di musim semi menyapa Atha ketika ia berlarian di jalanan menuju ke gedung utama. Anginnya terasa sangat sejuk membelai Atha yang saat itu hanya memakai setelan t-shirt lengan pendek dan ripped jeans berwarna hitam tanpa memakai hoodie atau jaket seperti biasanya.

Sampai di belakang gedung utama, Atha segera mengatur nafasnya yang sedikit terengah. Ia berjalan santai menuju vending machine.

Sebenarnya alasan Atha kemari adalah memenuhi panggilan Enkidu yang tadi mengirim chat padanya agar ia datang ke vending machine di belakang gedung utama---yang berbatasan langsung dengan kantin, hanya terhalang oleh tembok.

Aneh, kenapa Enkidu memintanya kemari?

---
----ketika Atha sedang bertanya-tanya, langkahnya terhenti saat menemukan lelaki bersurai keemasan tengah duduk dibangku panjang sebelah vending machine.

Gilgamesh, sedang menatapnya tajam.

Anjrit.

Tiba-tiba saja tubuh Atha membatu dan terdengar suara retakan imajiner membelahnya menjadi kerikil. Ya Gusti. Tenang Atha, ingat jangan sampai lupa bernafas. Tetap tenang ... budayakan watados.

"Ha-halo senpai. Apa kabar? Syukurlah kau masih hidup. Hehe." Bicara Atha mulai melantur. Sebisa mungkin ia tersenyum, walau pada kenyataannya wajahnya terlihat seperti orang ogeb.

Gilgamesh hanya mendengus. Tidak membalas sapaan Atha.

Ha....h. Lupakan.

Atha yang dikacangin segera celingukan mencari sosok Enkidu yang tadi mengirim chat padanya. Alih-alih menemukannya, Atha malah melihat siswa lain yang berlalu-lalang keluar masuk di pintu kantin. Keadaan di belakang kantin---di tempatnya saat ini---malah cukup sepi, hanya ada Gilgamesh, dirinya, sebuah vending machine dan pepohonan yang ada di sekitaran gedung utama. Maklum saja, karena vending machine ini ada di belakang gedung, jarang ada yang kemari. Hanya beberapa. Vending machine ini hanyalah alternatif ketika kondisi di kantin penuh, sehingga siswa bisa membeli minuman tanpa berdesakan disini.

"Ngomong-ngomong, dimana Enkidu-senpai?"

Gilgamesh mendelik.

"Senpai, jawab aku."

Gilgamesh menghela nafas panjang, "Yang tadi mengirim pesan adalah aku. Lihat. Aku pinjam ponsel Enkidu." Gilgamesh mengangkat ponsel Enkidu dan memperlihatkannya pada Atha.

Bibir Atha terbuka setengah, "Ah ... begitu, ya?"

"Kenapa? Kau marah karena bukan Enkidu yang ada disini?"

Atha menggeleng, "Tidak, kok."

Atha melangkah mendekati Gilgamesh dan duduk di sampingnya. "Lalu, kenapa memanggilku kemari?"

"Hanya iseng."

Hnggghhhh. Tau gini Atha lebih baik mengabaikannya dan segera kembali ke asrama. Melanjutkan makan malam bersama Mordred, Mashu, Nefer, Ritsu dan Rei---oh, juga melanjutkan ngemil coklat pemberian Martha! Tadi Martha memberi Atha sekaleng coklat sebagai permintaan maaf karena peristiwa tempo hari.

Gawat jika Rei sampai menghabiskan coklatnya. Soalnya Atha hanya baru memakan dua biji. Coklat Swiss, loh---coklat yang Atha sukai. Kalau belum sakit gigi, Atha belum mau berhenti makan coklat itu.

"Sudah makan?" Tanya Gilgamesh.

Alis kanan Atha terangkat, "Tadi aku sedang makan malam, sih. Tapi cepat-cepat aku kemari karena pesan tadi."

Gilgamesh menggut-manggut.

"Kalau tidak ada yang perlu dibahas boleh aku kembali ke asrama?" Atha baru saja mau beranjak pergi, namun Gilgamesh memegang pergelangan tangannya, "Kumohon temani aku sebentar disini."

---
----deg!

Atha kembali duduk disamping Gilgamesh. Canggung. Beneran canggung. Tiba-tiba Atha ingat soal ucapan Arthuria. Keadaan ini didukung oleh sikap Gilgamesh tadi ... yang sedikit aneh. Kenapa coba Gilgamesh minta ditemani? Takut kuyang?

Gilgamesh menghela nafas panjang. Ia berdeham pelan sebelum membuka obrolan. "Kudengar kau akan ikut mengisi acara di panggung festival amal nanti, ya?"

"He? Iya. Kau tau dari Enkidu-senpai, ya?"

Gilgamesh mengangguk, "Hati-hati jangan sampai lupa jika sebentar lagi ujian tengah semester."

Tumben ngomongnya menjurus ke jalan yang lurus dan diridhoi---

"Soal itu sebisa mungkin tidak akan kulupakan. Lalu soal persiapan festival juga tidak akan kubiarkan menjadi pengganggu." Kata atha.

"Baguslah."

Gilgamesh melirik Atha yang terus-terusan menatap pepohonan didepannya. Sebenarnya Atha sedikit risih ketika Gilgamesh tiba-tiba menatapnya. Salahkan ucapan Arthuria kemarin, berkatnya Atha jadi setengah parno.

"Hmmm ... mari kita mulai ceritanya. Kenapa kau tidak membalas pesanku dua hari ini, Atha sayang?" Gilgamesh memasang senyuman menyilaukan bak malaikat---namun yang Atha rasakan malah kengerian karena ditatap oleh Lucifer.

Atha tersenyum pahit, "Kumohon jangan bahas soal kemarin-kemarin. Itu membuatku kesal."

"Kesal kenapa? Karena aku tampan, banyak yang naksir gitu?"

Pala, lu. Ferguso!

"Kok aku kzl."

Gilgamesh terkikik, "Canda."

Atha menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Ada beberapa hal yang membuatku kesal."

"Hm?"

Atha mencebik, "Kesal dengan kiriman screenshoot-an senpai yang sekali roll dapet dua SSR. Senpai, punya luck itu dibagi dong, jangan di monopoli sendiri."

"Jadi kau kesal hanya karena itu?"

"Sebenarnya, ada satu hal yang masih mengganjal." Atha melirik Gilgamesh lewat ekor matanya, "Senpai, kau kenal dengan Arthuria-senpai?"

Gilgamesh mengangguk.

"Nah. Sepertinya dia salah sangka padaku."

"Salah sangka bagaimana?"

Atha memberanikan diri menoleh ke arah Gilgamesh agar ia bisa bertatapan langsung dengannya. "Percaya tidak, dia mengatakan ini padaku: jauhi Gilgamesh karena aku menyukainya juga, Gilgamesh menyukaimu."

Atha menirukan intonasi agar semirip mungkin dengan Arthuria.

---
----bibir Gilgamesh setengah terbuka.

"Lebih baik kau katakan padanya jika kita hanya partner in crime dalam hal menggarami gacha. Aku tidak mau berurusan lagi dengannya." Lanjut Atha.

Pppfffttt!

Gilgamesh tiba-tiba tertawa cukup keras. Untung yang ada di tempat ini hanya Atha dan dia, kalau banyak orang yang melihat bisa-bisa Gilgamesh di cap sebagai orang gila. Nanti headline klub koran jadi seperti ini: karena terlalu overwork, siswa ini jadi savleng.

"Tuh kan. Apa kataku, itu tidak mungkin."

"Ini duluar perkiraan, Arthuria mengatakan itu padamu?" Gilgamesh masih terkikik geli, bahkan ia sampai memegangi perutnya.

"Ya. Jadi cepat katakan pada Arthuria-senpai hal yang sebenarnya. Aku tidak mau diceramahi sama dia lagi."

Gilgamesh menatap Atha yang berwajah kesal, gadis itu sedang manyun. "Dulu, ya. Aku memang menyukainya. Aku menyukai Arthuria."

He?

"Tapi ... itu dulu." Lanjutnya.

Atha menghela nafas panjang, "Yah ... cinta datang terlambat, dong."

Gilgamesh menerawang jauh menatap langit malam. Beberapa kenangan kembali terputar dalam pikirannya. "Ya mungkin bukan jodoh."

"Senpai, kamu masih SMA tapi udah ngomongin jodoh." Atha geleng-geleng kepala mendengar pernyataan Gilgamesh. SMA itu pikirannya harus masih berorientasi dengan masa depan. Kuliah, kek. Ini udah main ngomongin jodoh. "Pacaran aja gih sama Arthuria-senpai. Siapa tahu nanti CLBK."

"Ogah."

"Dih, siapa tahu jodoh!"

Nahloh, sekarang Atha ketularan bahas jodoh---

"Ya ... dia cuma masa lalu."

"Yah ... jodoh didepan mata malah disia-sia-in. Ntar kalo direbut orang bakal mewek ke mamah Ninsun."

Gilgamesh melirik Atha. Disitulah pandangan mereka beradu. Mendadak bibir Atha terasa kelu untuk mengatakan umpatan lain seputar tanggapan curhat dadakan Gilgamesh.

Gilgamesh tersenyum aneh, "Masalahnya, yang ada di depan mataku adalah kamu, bukan Arthuria."

Deg!

Atha melotot sempurna.

"Sebentar..." Atha mengerjapkan matanya berkali-kali, "Kalau ada orang lain yang dengar itu nanti bisa salah paham, loh."

Gilgamesh berdiri dari posisinya, membuat Atha yang masih duduk terdiam harus mendongakkan kepala agar bisa menatapnya.

"Salah paham apa maksudmu?"

"Ya ... bagaimana jika Arthuria-senpai dengar? Gimana kalo aku diintrogasi tujuh hari tujuh malam?" Keluh Atha. Dibayangan Atha, diintrogasi Arthuria mungkin mirip diintrogasi oleh Adolf Hitler. Nyeremin. Ngeselin. Nyiksa batin. Hayati lelah.

Gilgamesh menoleh, "Karena aku memang menyukaimu."

---
----
----------NANI?!

"Hah?!" Terdengar suara kretek imajiner seolah tubuh Atha mulai tercerai berai menjadi seukuran atom. Kayak dipegang Thanos. "Ja-jangan bercanda!"

Gilgamesh hanya tersenyum sementara tatapannya masih pada Atha.

Bingung.

"Aku tahu kau sedang nge-prank." Atha berkilah. Tidak ada jawaban. Tidak semudah itu, Ferguso. Atha risih.

Gilgamesh kemudian sudah berdiri di hadapan Atha. Mendadak rasanya Atha di lem di bangku panjang tadi---susah bergerak.

"Mau bukti?"

---
----
--------hnggggjhjjjjjsjkxnxkdnfk. Manik ruby itu begitu membius, menatap lurus tepat di manik aquamarine milik Atha.

Perlahan tangan kanan Gilgamesh terulur menyentuh bawah dagu Atha. Merundukkan tubuhnya agar posisi mereka sejajar.

"Jangan menyesal karena kau yang memancingku duluan..." Gilgamesh berbisik. Perlahan wajahnya semakin mendekat.

Tanpa ingin memberi kesempatan Atha untuk bicara, Gilgamesh mengecup pelan bibir Atha dengan lembut. Untuk beberapa detik---

---dan ia kemudian menjauhkan diri.

"Kau boleh bernafas sekarang." Ucap Gilgamesh.

Heh?! Atha buru-buru mengerjapkan matanya beberapa kali dan memenuhi rongga pernafasannya dengan oksigen, sadar akan dirinya yang hampir lupa bernafas.

"Karena kau sudah tahu jawabannya, kumohon jangan menjauh lagi dariku. Ini perintah." Lanjut Gilgamesh.

---
----

Atha berdiri pelan, rasanya kekuatan tubuhnya mendadak diserap oleh sesuatu tak kasat mata hingga ia sedikit lemas. Ia tidak bisa berkata-kata. Mendadak ritme jantungnya berubah tak karuan. Atha kemudian menjauh pergi meninggalkan Gilgamesh---ia berlari menembus jalanan menuju asrama seorang diri.

Samar-samar Gilgamesh dapat melihat pipi Atha yang merona merah sebelum gadis itu pergi. Untuk saat ini, biarkan saja Atha menenangkan diri karena perlakuannya yang sangat tiba-tiba. Biarlah Atha tahu semuanya.

Gilgamesh kemudian melirik kearah belakang, "Aku tahu kau disana."

Muncul sosok yang sejak tadi bersembunyi dibalik tembok, ia melihat semuanya. Ia kemudian berjalan ke arah cahaya---dia, adalah Charlemagne.

"Kau lihat, ya?" Hardik Gilgamesh.

Charlemagne tidak dapat berkata-kata karena masih shock dengan apa yang ia lihat. Gilgamesh menjulurkan lidahnya pada Charlemagne---

"Maaf, ya. Aku tidak akan menyerahkan dia semudah itu padamu."

🌿 🌿 🌿

SA AE LU BAMBANG?!
AJZKHDJDMXHDNZIJDFBKDKDIXKJXNDICID 😑😑😑😑😑😑😑😑😑😑

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top