What Are You?
Tak banyak orang yang tahu apa masalah dari keluarga Shujo ini, karena itulah, penyelidikan semakin sulit dilakukan. Taehyung memandangi sang hyung yang saat ini juga memijat pelipisnya.
"Tak ada secuil pun informasi yang kita dapatkan dari penyelidikan hari ini, bahkan kita tidak menemukan nama Go Shujo dalam berkas-berkas itu."
Namjoon menghela nafas, diam-diam Taehyung ikut membenarkan ucapan sang hyung. Keduanya pun menghela nafas. Mereka memikirkan ucapan sang jendral yang justru memberikan misteri baru tuk dipecahkan.
'Bukankah dia adalah sang pembunuh bayaran yang sudah meninggal 15 tahun yang lalu? '
"Apa mungkin ia belum meninggal?"
"Bisa jadi, tapi rasanya tak mungkin."
"Bagaimana polisi tahu? Mereka bahkan tidak melihat mayat Bunny JK, bukan?"
"Tapi setelah mayat itu ditemukan, tak ada yang terjadi sampai saat ini ia kembali beraksi. Dulu ia masih berusia 22 tahun, lalu di umurnya yang sekarang 37 tahun, ia kembali melakukan pembunuhan. Menurutmu, untuk apa ia menunggu dirinya menuju kepala 4?"
Sial, benar juga.
"Masalah ini begitu aneh dan janggal, kalau pun hipotesis kita benar, lalu apa alasannya? Dan kalau salah, lalu apa? Aku tak yakin ia sudah meninggal, tapi jikalau benar, untuk apa pelaku repot menyamar menjadi dirinya?"
"Tentu saja uang, pembunuh bayaran ini begitu tersohor bukan?"
"Namun, jika tak memiliki kecerdasan sepertinya, apa bisa?"
"Aku rasa kemungkinan terbesar adalah, orang ini adalah murid dari Bunny JK."
"Atau orang yang mungkin..."
Terdiam cukup lama, Taehyung yakin ia bisa mendengar bunyi jangkrik di luar.
"Mungkin?"
"Tunggu sebentar. Kau tadi membaca berkas milik Bunny JK yang aku selipkan bukan?"
"Tentu, ada apa?"
"Anne mati karena diracun, sedangkan Bunny JK selalu dikenal sebagai seorang pembunuh petarung jarak dekat. Untuk apa ia repot-repot melakukan hal tersebut? Satu lagi, kenapa Anne tidak langsung dibunuh saat kejadian itu? Kenapa ia dibunuh setelah ia dirawat di Rumah Sakit? Sebagai seorang pembunuh tingkat profesional seperti Bunny JK, tentu mudah baginya membinasakan Anne tanpa perlu serepot ini."
"Lalu?"
"Dia memiliki ciri khas sendiri saat membunuh sang korban. Dari foto-foto korban, tak ada satu pun yang tidak mati akibat luka parah dan kehabisan darah. Tentunya orang ini sangat menyukai darah, senjata yang ia gunakan juga senjata jarak dekat. Namun, tak sesederhana pisau, mungkin sejenis pemukul atau apalah... kita bisa mencari tahu nanti. Apa menurutmu masuk akal jika ia membunuh hanya bermodal racun yang disuntikkan ke dalam tabung infus? Dalam keadaan pasien di dalam ICU seperti itu, penopang infus pun cukup tuk dijadikan senjata yang menarik baginya."
Sial, lama-lama pembunuh terdengar seperti reinkarnasi dari Jack the Ripper. Mungkin tidak sebrutal dirinya, namun sekilas sama. Ah, ribet!
"Kalau begitu, berarti-"
CKLEK!
Kedua bersaudara Kim segera berpura-pura tidur dalam posisi duduk untuk menutupi berkas yang mereka baca saat ini dan mengais berkas-berkas seperti kucing yang mencakari bantal tidurnya.
"Kalian ini, kenapa kompakan begitu?"
Namjoonlah yang melongokan kepala, saat itulah matanya bertemu dengan Seokjin.
"Astaga, Jinnie."
"Oh, noona. Kupikir siapa."
Seokjin memasuki ruangan, menghampiri keduanya dan mengintip ke salah satu berkas yang berserakan di atas meja.
"Kasus baru lagi?"
"Iya, sedikit lebih rumit dari yang biasanya."
Mendadak wajah Seokjin memucat, setelahnya ia memegangi perutnya dengan tangan kanan dan menopan tubuh dengan tangan kiri. Namun, ia bisa menutupi gelagatnya dengan baik.
"Jinnie, ada apa?"
"Tidak, aku rasa aku butuh istirahat segera. Makan malammu dan Taehyung sudah kubuatkan, jangan lupa dimakan nanti."
Dengan kondisi tubuh lemah, Seokjin berjalan menuju tempat tidur dan segera berbaring. Setetes air mata lolos dari kedua mata cantiknya.
'Maaf Joonie, tapi kurasa lebih baik seperti ini.'
…
..
.
..
…
Seorang gadis berlarian dalam koridor rumah, wajah gadis itu memancarkan keceriaan. Hal itu tak berlangsung lama sampai akhirnya gadis kecil itu menabrak seorang remaja putri yang kebetulan melintas di depannya.
"Oh, maaf."
"Tidak apa, kau baik-baik saja?"
"Baik. Tapi apa kau orang baru? Aku tak pernah melihatmu sebelumnya."
Gadis yang berusia lebih tua tersenyum tipis, ia pun mengulurkan tangan, hendak berkenalan.
"Namaku Min Yoongi, senang bisa berkenalan denganmu."
…
..
.
..
…
"Yoongi, hello!"
Seruan Jimin menyentak Yoongi, setelah pulang dari taman, keduanya sepakat untuk mengunjungi rumah Jimin terlebih dahulu karena pemuda itu ingin mengambil peralatan basketnya. Biasalah, anak itu rada maniak. Bahkan jam sudah memunjuk pukul 7 malam, tetap saja ingin bermain.
"Masuklah dulu, ngomong-ngomong, apa yang kau lamunkan tadi?"
Yoongi hanya menggeleng, sekilas masa lalu itu begitu mengganggunya dan sering bermunculan beberapa waktu ini. Gadis itu, gadis yang tak akan pernah bisa Yoongi temui lagi.
"Tidak apa, aku hanya lelah."
Tak bisa dipungkiri, tubuh Yoongi memang terasa pegal di mana-mana. Jimin menggumam maaf dan segera mengambil barang-barangnya, ia meninggalkan Yoongi di ruang tamu. Belum lama ia duduk di sana, seseorang memasuki rumah.
"Eh, teman Jiminkah?"
Wanita itu bertanya pada Yoongi, Yoongi segera berdiri dan membungkuk sopan.
"Permisi, maaf saya telah lancang berada di sini. Nama saya Min Yoongi, saya kakak kelas Jimin.
Apakah berlebihan jika Yoongi mengucapkan kata 'lancang'? Sepertinya tidak. Tapi entah mengapa, wanita di hadapannya saat ini justru membelalakkan kedua mata. Yoongi menyadarinya, ia hendak bertanya, namun Jimin sudah terlebih dahulu muncul.
"Eomma, aku main dulu ya."
"Ah, ya. Hati-hati ya, jangan lupa antar agasshi ini sampai di depan rumahnya, ara?"
"Ne eomma, kami duluan."
Jimin mengajak Yoongi keluar, Yoongi berpamitan pada wanita yang ternyata ibu Jimin itu lalu segera meninggalkan rumah. Ia menyadari tatapan tajam yang wanita itu hujamkan padanya, namun ia berkelit dan bersikap biasa.
Sesampainya di rumah Yoongi, Jimin menunggui gadis itu sampai masuk ke dalam rumahnya yang sederhana. Tak ada siapa pun di dalam, karena memang Yoongi adalah seorang yatim piatu. Jimin memastikan bahwa Yoongi sudah masuk ke dalam rumah, lalu ia berbalik ke lapangan basket yang berada di dekat rumah Yoongi.
…
..
.
..
…
Yoongi terlihat gelisah saat berada di dalam kamar tidurnya malam ini. Ada sesuatu yang membuatnya sanggup seperti ini, matanya melihat sebuah bayangan wanita yang terjebak dalam suatu sudut. Wanita itu memeluknya, seolah tubuh ringkih itu bahkan sanggup menahan jatuhan meteor.
"Ada baiknya kau menyingkir dari pada aku membunuhmu sekarang juga."
"Demi apa pun yang ada di dunia ini, tak akan ku serahkan dia padamu."
DOR!
"Tch, mati dalam kesia-siaan."
Ia melihat wanita itu tergeletak bersimbah darah, namun ia tak bisa melihat jelas wajah wanita itu seolah disensor. Namun, apa yang ia takuti bukanlah mayat yang terbujur dihadapannya saat ini. Melainkan sosok yang perlahan mendekatinya, monster inilah yang sanggup mengubah dirinya hingga seperti saat ini.
"Mulai saat ini, kau akan bekerja untukku. Min Yoongi."
Yoongi terbangun saat mendengar suara jeritan yang ternyata berasal dari dirinya sendiri. Mimpi itu terlalu menakutkan baginya, sudah belasan tahun mimpi itu menghantuinya.
Dengan panik, Yoongi meraih segelas air putih dan menenggak habis air tersebut. Mujur baginya yang selalu meletakkan sepoci air beserta gelas di sampingnya hingga tak perlu repot menuju dapur untuk mengambil air. Berusaha menetralisir detak jantung yang kembali berpacu cepat saat dering ponsel miliknya berbunyi.
"H-a-lo..."
"Yoongi, ada apa?"
"Tidak, ada masalah apa kau menelepon?"
"Apa aku mengganggu?"
Yoongi ingin sekali melempar ponselnya, namun ia urungkan saat kalimat itu terucap darinya.
"Aku merindukanmu."
Lalu sambungan itu terputus. Hanya dua patah kata sederhana dari seorang Park Jimin, namun mampu membuat Yoongi tersenyum dan kembali merasa kantuk. Ketenangan itu membuatnya dapat tidur dengan nyenyak walau sekilas peristiwa itu masih melintas, namun tak sampai memengaruhinya.
'You're truly an Angel, Park Jimin.'
…
..
.
..
…
Pasca pengusiran dan perawatan intensif (?) dari Hoseok membuat Jungkook merasa lebih segar dari yang sebelumnya. Namun baru saja ia keluar dari 'rumah baru'nya, orang-orang kembali sibuk bergosip.
"Kalian sudah dengar? Kemarin rumah Jong In kebakaran, lho!"
"HAH?! Yang benar saja!"
"Sungguh, gila! Kenapa, ya?"
"Ah, menurutku dia juga pantas mati kok. Anaknya jahat, nakal lagi."
Jungkook nyaris tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pernyataan santai dari seorang murid yang menohok tenggorokannya. Apa dia tidak punya perasaan?
"Kau pergi mengunjungi rumah dukanya?"
"Mau pergi pun tak boleh, polisi sedang menyelidiki kasusnya pagi ini setelah api padam."
Polisi atau tidak, Jungkook bertekad akan pergi melayat Jong In. Jika yang lain tidak, maka dia sendiri yang akan pergi hari ini.
…
Berbekal informasi yang di beritahukan oleh sang kepala sekolah -untungnya menjadi anak teladan, Jungkook dapat menghampiri rumah Jong In dari alamat yang diberikan padanya secara cuma-cuma. Seperti gosip gadis itu, rumah Jong In memang dipenuhi dengan polisi. Bahkan setibanya di sana, yang menghampiri Jumgkook bukanlah pihak keluarga, melainkan polisi dengan pakaian gegap gempita namun tak akhyal debu dan abu hitam ikut menempel pada seragam mereka.
"Ada apa?"
"Saya teman satu sekolah dari Kim Jongin-ssi, saya ingin tahu dimana rumah dukanya."
"Kim Jongin-ssi tidak akan segera dimakamkan."
"Apa maksud anda?"
"Kami masih mencari-cari tubuhnya yang tertimbun diantara bangunan runtuh ini, kami akan menginfokan jika sudah menemukannya."
Jungkook tahu polisi itu hanya bohong agar ia bisa mengusir Jungkook secara halus, namun ia juga tak semudah itu diusir. Ada yang tidak beres.
"Baiklah, saya akan menunggu."
"Maaf, tidak bisa. Tempat ini tidak aman untuk anda."
"Tidak apa, saya bisa menjaga diri."
"Bukan itu maksud saya."
"Ada apa ribut-ribut?"
Jungkook melihat seorang berpakaian sipil keluar dari dalam ruangan, wajah dan kulitnya beberapa menghitam karena nekad menerobos masuk ke dalam bangunan. Namun ada satu hal yang Jungkook yakin tak bisa ditutupi orang ini, ia memiliki paras tampan dan jiwa kepemimpinan yang tinggi. Tapi ia terlihat familier, siapa ya?
"Kau, sedang apa di sini?"
Kejutekannya pun sama, pathetic.
"Aku mau mengun-"
"HYUNG! SUDAH KETEMU!"
Seorang pemuda berlari keluar dengan tergopoh-gopoh, namun begitu matanya melihat Jungkook, buyar semua kalimat yang tersusun rapi dalam otak cerdas nyaris sangat cerdas itu.
"Jungkook?"
"Taehyung?"
…
..
.
..
…
[ Taehyung POV ]
Dari sisi manapun juga, ini terlihat konyol. Wajahku penuh debu, penampilanku seperti gelandangan atau orang gila habis melarikan diri dari Rumah Sakit Jiwa. Pasti Seokjin noona kalau melihatku sekarang bisa pingsan karenanya, namun kali ini yang melihat bukan Seokjin noona, tapi Jungkook!
"Kalian saling kenal?"
Aku tidak fokus dengan pertanyaan Namjoon hyung saat melihat sekujur tubuh Jungkook yang terdapat begitu banyak luka yang baru akan kering. Kulangkahkan kakiku dan menyentak lengan gadis itu, kulihat memar bekas cengkeraman yag kuat pada lengan atasnya. Membuatku hilang kendali dan nyaris saja memakinya, aku mengutuk siapa pun yang menyebabkan luka pada tubuhnya saat ini.
"Kenapa bisa seperti ini, apa yang terjadi?!"
Gadis itu sedikit melompat mundur dari tempatnya berdiri, matanya memejam takut seolah aku akan memukulnya setelah ini. Ciri khas seorang anak yang selalu mengalami kekerasan dalam hidupnya. Terkadang ia kuat, namun ia bisa juga ketakutan karena suatu hal sepele seperti saat ini.
"K-kenapa kau bisa di da-"
"Jawab aku terlebih dahulu, Jeon Jungkook!"
"Taehyung, kau ini apa-apaan?!"
"Hyung, mundur."
Gila, bahkan amarah ini membuatku berani melawan Namjoon hyung. Aku dapat melihat Namjoon hyung mundur teratur dan menyuruh anak buahnya mundur, ia pasti mengerti situasi apa yang terjadi padaku saat ini.
"C-cer-ceritanya panjang, Ho-Hobie seonbae yang membantu mengobatiku kemarin."
Aku baru sadar akan akan hal itu, baru kali ini aku menyesal sudah membolos. Sialan, tapi kenapa Hoseok hyung tidak mengatakan apa pun padaku? Oh ya, ponselku mati.
"Tapi itu belum menjawabku, siapa yang melakukan ini padamu?"
Jungkook diam. Astaga, sabar Taehyung, sabar.
"Jungkook, jawab."
"Mereka..."
Itu cukup membuatku tahu bahwa orangnya lebih dari satu, rasanya ingin kuaduk-aduk saja memori otaknya agar bisa mendapat jawaban lebih cepat.
"... k-ke-k-kelu-argaku."
"Mereka apa?!"
"K-ke-luar-"
Sial, sekarang dia menangis! Aku mengacak rambutku frustasi, pasti aku sudah terlalu menekan perasaannya. Ingin rasa ku jahit mulutku dengan jarum berkarat dan benang kawat karena telah membuatnya menangis.
"Tidak perlu dilanjutkan, sekarang..."
Aku mengeluarkan ponsel Namjoon hyung yang dititipkan padaku dan memotret luka-luka yang Jungkook derita. Aku bisa menggunakan ini sebagai bukti tanda kekerasan keluarganya, namun gadis ini juga tak boleh jauh-jauh dariku.
"Kau tinggal dimana sekarang?"
"Di- hiks..., di sekolah."
"APA?!"
Jungkook sungguhan melompat dari tempatnya saat ini dan kakinya sudah siap mengambil langkah seribu. Namun aku segera menarik pakaiannya, tak mungkin ku pegang bekas memar itu bukan?
"A-aku tinggal di UKS untuk sementara, aku diusir dari rumah."
Dasar mahluk biadab, bajingan, bangsat, titisan iblis, iblis dari iblis... dan entah apa lagi kata-kata kasar yang telah kurapalkan dalam benakku saat ini. Ku lepas jaket yang kugunakan dan menyampirkan jaket itu pada bahunya.
"Angin malam tidak sehat."
"Lalu, kau sehat jika terkena angin malam?"
"Setidaknya aku tidak mudah sakit."
"Lalu kau pikir aku penyakitan?"
Kadang aku malas berdebat dengannya, ia bisa menjadi seseorang yang begitu menyebalkan pada saat tertentu. Tapi semenyebalkan apa pun dirinya, tetap saja terasa sulit untuk membencinya.
"Terserahmu sajalah, intinya aku tidak mau kau sakit."
Entah kenapa, aku tsundere sekali di sini. Gila! Kemana imej bad boy yang selama ini ku sandang?
"O-oh, terima kasih."
Wajah Jungkook merona. Well, tidak buruk. Itu tanda bahwa aku berhasil membuatnya malu-malu kucing, setidaknya tidak membuat suasana awkward.
"EKHEM!"
Suara deheman itu sangat menggangguku, dengan kesal aku pun menoleh dan mendapati Namjoon hyung masih berdiri di sana dengan jarak yang cukup jauh.
"Aku tak berminat merusak momen kalian, tapi mohon diingat bahwa tempat ini masih merupakan TKP. Jadi Taehyung, bawa pacarmu ini menjauh dari sini. Ini kuncinya."
Namjoon hyung melemparkan kunci motornya pada ku yang kuterima hanya dengan tangan kiriku yang terbebas. Tangan kananku kuletakkan dalam kantung celana, aku terlihat keren bukan?
"Kubunuh kau kalau YZF-R6 ku sampai lecet."
"Tidak akan hyung, aku akan kembali dengan Lambhorghini Urus Police milikmu."
"Itu mobil dinasku sial!"
Kuacuhkan celotehan Namjoon hyung yang seperti monyet bertengkar di atas pohon itu dan menuju ke sebuah motor berukuran besar. Well, sebenarnya motor ini terinspirasi oleh motor para pembalap. Menurutku dan Namjoon hyung, motor ini keren. Karena itulah kami membeli motor ini, yah, walau tetap saja Namjoon hyung menghabiskan hampir separuh gajinya. Salahnya sendiri, siapa suruh lebih tua?
"Ayo Kook, naiklah."
Gadis bergigi kelinci itu terlihat kebingungan yang membuatku nyaris saja terbahak, pasti ia tidak pernah menaiki motor, minimal motor biasa. Dilihat dari ekspresinya, ia kebingungan saat aku memintanya menaiki motor.
"Maaf tapi... ini bagaimana cara naiknya? Apa perlu aku meminjam kursi kecil terlebih dahulu?"
Aku pun turun dari motor dan menggendong Jungkook hingga gadis itu memekik tertahan, tentu saja aku berniat membantunya menaiki motor. Namun pekikannya seperti aku terlihat akan menculiknya, ada-ada saja gadis ini.
"Kookie, diamlah. Atau kau mau kujatuhkan? Sekedar info, itu akan sakit."
Jungkook pun bungkam setelah ku ancam, namun tentu saja aku tak setega itu melakukannya. Yang benar saja?
Selama perjalanan, kami hanya diam. Sejujurnya aku juga bingung, mau ku bawa ke mana gadis ini? Rumahnya, tidak mungkin. Mengajaknya jalan-jalan juga, ia tidak sedekat itu. Lagi pula, langit mulai menggelap dan sepertinya akan turun hujan. Pilihan terbaik adalah membawa Jungkook kembali ke sekolah.
"Kau membawaku pulang?"
"Kau menganggap ini rumahmu?"
"Teknisnya, aku tinggal di sini."
Aku tersenyum, Jungkook memang pandai berbicara. Senyumanku luntur saat aku dengar bunyi suara perut Jungkook, apa ia belum makan sejak tadi?
"Kau lapar?"
"Aku ada persediaan makanan."
---***---
"Kau sebut ini persediaan makanan?"
Well, aku tahu ini terkesan sarkas sekali. Tapi kalau kalian melihatnya, kalian pasti akan ikut menggelengkan kepala. Persediaan yang Jungkook maksud hanyalah sisa isi snack bungkusan ringan, beserta air minum yang ia ambil dari ruang guru tadi siang. Bahkan satu bungkus snack utuh tidak akan membuatmu kenyang, apalagi yang isinya sudah dimakan setengah begini?
"Yah, ini memang makanan, kan?"
Kepalamu isinya apa sih, Kook? Aku tak habis pikir. Aku pun akhirnya menelepon food delivery dan memesan beberapa macam makanan, tidak mempedulikan ocehan Jungkook yang menolak usulan ku memesan makanan di luar. Setelah makanan tiba di sekolah, aku mengambilnya dan membawanya ke ruang UKS.
"Makan."
Perintahku langsung dituruti olehnya. Aku duduk sembari mengambil sumpitku dan menjepit jajjangnyeon yang ku beli untukku. Perlahan mataku mengitari seisi sekolah, malam hari membuat sekolah ini begitu menyeramkan. Bahkan Taehyung nyaris bisa merasakan tanda bahaya di sekeliling sekolah, mudah sekali bagi penyusup jika ingin menyelinap.
Matanya kembali menatap Jungkook, ia tak setega itu meninggalkan Jungkook di sini sendirian. Setelah menyelesaikan makan malam mereka, Taehyung berdeham untuk menarik atensi Jungkook padanya.
"Aku akan menginap di sini."
Krikk. Krikk. Krikk. Sret! Jungkook langsung pada posisi siaga, membuat Taehyung menaikkan sebelah alisnya.
"Tidak keren, ya?"
"Kenapa kau tiba-tiba ingin menginap? Kau tidak..."
"Apa, mesum? Well, itu bisa jadi bonus."
"Tidaaaak!"
Jungkook berlari pada salah satu bangsal tidur dan menyibak tirainya. Dasar bodoh, kalau saja Taehyung sungguh memiliki niat sejahat itu, Jungkook pasti akan dengan mudah ia terkam saat ini juga.
"Aku hanya bercanda, lagi pula aku tak berselera."
"Oh, jadi menurutmu aku yang membuatmu tak berselera?"
"Sebaliknya, aku berusaha menurunkan seleraku."
Awalnya Jungkook terdiam, berpikir cukup lama sampai ia mengetahui maksud perkataan Taehyung. Wajahnya memanas, ia segera menutupinya walau Taehyung masih berada di balik tirai dan tak akan bisa melihatnya.
"Jadi, aku boleh menginap tidak?"
"T-tapi, tidur di kasur lain ya?"
"Kau pikir aku mau tidur di tempat yang sama denganmu?"
"E-eh! Nggak, ya!"
"Terserah."
Taehyung tahu besok masih hari sekolah, namun ia tidak peduli. Mungkin ia harus bangun lebih pagi untuk mengambil seragam besok, atau bolos lagi. Jungkook terlebih dahulu membersihkan diri, bergantian dengan Taehyung, setelahnya keduanya segera pergi tidur.
'Yah, setidaknya ada yang melindunginya malam ini.'
…
..
.
..
…
Tok. Tok. Tok.
"Siapa?"
Ia berjalan menuju pintu, membukanya, namun tak mendapati siapa pun di sana. Matanya mengernyit tidak suka.
"Kenapa sayang?"
"Entah, hanya orang iseng mungkin."
Matanya menoleh ke bawah dan mendapati sebuket bunga, bunga itu berbentuk seperti bunga lonceng dengan warna ungu cerah. Bunga itu terlihat sangat indah, memikat siapa pun yang memandang bunga tersebut.
"Wah, siapa yang mengirim bunga cantik ini?"
Wanita itu menghirup bau bunga tersebut, mengusap permukaan bunga yang indah itu. Ia membawa masuk bunga tersebut, lalu meletakkan bunga di dalam ruang keluarga.
"Dari siapa?"
Tanya sang suami, menghampiri sang istri dan menyentuh permukaan dau tersebut.
"Mungkinkah ini untuk putra kita? Wonie! Turun sini, sebentar."
Langkah kaki terdengar dari lantai teratas dan perlahan menuju ke bawah, sosok itu menatap heran pada sang ibu yang baru saja memanggilnya.
"Apa kau tahu siapa yang mengirim bunga ini?"
"Entahlah, bunga apa itu?"
Pemuda itu mengambil bunga tersebut dari tangan sang bunda dan menghirupnya. Ia mengusak bunga tersebut, sang ibu segera mengambil kembali.
"Jangan, nanti bunganya rusak."
Ting. Tong.
"Ah, pesanannya sudah datang."
Sang ibu kembali keluar untuk mengambil makanan yang mereka pesan dari luar, mereka memesan pizza. Sosok tukang delivery itu memberikan 2 kotak pizza padanya.
"Selamat menikmati."
…
..
.
..
…
Daily News
Ditemukan tiga mayat di sebuah Perumahan XX pada pagi hari pukul 06.45, mayat ditemukan oleh para tetangga yang mencium bau menyengat dari dalam rumah tersebut. Diduga waktu kematian korban adalah semalam setelah memakan pizza bersama keluarga dengan tangan kosong.
Hal lain yang ditemukan di sana adalah Bunga Foxglove (digitalis) yang terkenal akan racun Digoxin yang terkandung di dalam bunga. Bunga ini sangat beracun, mulai dari daun hingga akarnya. Mungkin inilah yang mengakibatkan kematian sebuah keluarga di rumah tersebut.
Selain itu....
---***---
Ia tak lagi memfokuskan diri dengan berita yang tersaji dihadapannya, dirinya melenggang dengan santai. Ia tidak terkejut, maupun bersimpati. Tatapannya dingin, bahkan ia sempat menyeringai.
'One down, less to go.'
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
(A/N)
I'M SO HAPPY OOH LA LA! ~~ Miss me guys? XD Percayalah, author menulis chapter ini sejak bulan September hingga Oktober kemarin dan baru selesai bulan Desember, namun telat publish :v. Ada yang masih ingat betul cerita ini? Karena jujur, saya udah rada lupa makanya dibaca ulang dan memakan banyak waktu ternyata ._.
Author benar-benar mengalami Wp sick T^T. Entah mengapa author merindukan semua yang berbau Wattpad, dari kebiasaan membaca cerita teman-teman author, quoting, baby Joox, semua itu, membuat author kangen T^T. Tapi sekolah benar-benar menyita waktu hikseuuu T^T
Trus juga, author jarang on karena... Apa ya? Author kayak lagi dapat tekanan, ngerasa kalo semua orang itu menganggap author salah dan kena stres sendiri jadinya. Gajenya lagi, author kek udah males nulis and mikir mau apus akun Wp. Tijel kan? XD. Kek org kena mental breakdown, author juga keknya sedikit butuh healing dan damai ama diri sendiri sebelum gila sendiri ujungnya XD. Maaf telah mengecewakan ._. Author juga ngalamin writer block, makanya updatenya bakal ... Hhh... T^T
Oke, sedikit penjelasan lagi. Kali ini pembunuhan adalah ala botanis :v, author dapat inspirasi bunga sehabis nonton Autopsy of Jane Doe. Itu seru, tapi kalo kalian eneg sama yang namanya otopsi mending di 'skip' ._. , author juga sengaja nonton Sinister dan Annabelle (tapi speakernya dimatiin XD). Saya rada penakut soalnya, mohon maklumi saya T^T. Ini dulu deh ya ~ Cya guyss~ :*
.
.
.
NB :
Digoxin
Racun ini ditemukan oleh William Withering pada 1775 dan ada pada bunga foxglove, bunga liar berwarna mencolok berbentuk seperti lonceng, biasanya tumbuh di hutan-hutan Eropa.
Jika racun masuk ke aliran darah, maka detak jantung bisa melambat dan akhirnya berhenti bekerja.
Sebelum jantung gagal berfungsi, seseorang yang terkena racun digoxin akan mengalami sakit perut dan sakit kepala yang hebat.
.
.
.
Vommentnya sangat kutunggu T^T
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top