Second Met

Jungkook pulang ke rumah dalam keadaan berantakan. Tak sampai di sana, ibunya segera membentaknya dan melemparinya dengan beberapa lembar kertas struk bon belajaan barang toko.

"Selesaikan semuanya, hari ini juga!"

Jungkook memandang miris 30 lembar struk yang saat ini tergeletak di atas lantai. Bukan miris pada kertasnya, tapi pada nasibnya.

"Hh... ini tidak ada habisnya."

Jungkook segera menghampiri komputer dan mulai meng-input. Setelah cukup lama, Jungkook menoleh kearah jam di ponselnya, pukul 10 malam.

"Ayolah, masih ada 15 struk lagi."

Jungkook sudah mulai mengantuk, matanya memberat karena kemarin ia sulit tidur. Ia juga melupakan jam makannya. Jungkook mengusak rambutnya sambil sesekali mengumpat dalam hati, hendak hatinya memaki dan merobek seluruh kertas yang tidak ada habisnya ini. Tapi yang ada, orang tuanya akan membunuhnya.

Jungkook menyelesaikan pukul 00.04 malam hari dan segera mematikan komputer, ia harus bersiap untuk sekolah besok sampai dirinya teringat kejadian tadi. Dirinya sempat berganti pakaian dengan baju olahraga, tapi baju seragam sehari-harinya sudah rusak. Ia harus kembali memakai seragam usang bekas tahun lalu. Tanpa banyak basa-basi lagi, Jungkook mengambil sekotak peralatan jahit dan mulai menjahit seragamnya. Ia memang tak lihai dibidang ini, tapi setidaknya ia tahu caranya.

Setelah selesai, Jungkook segera mandi dan membereskan buku. Ia juga memeriksa apakah ada PR dan menemukan PR akuntansi yang membuatnya benar-benar ingin memangis histeris saat itu juga.

Dirinya bolak-balik ke ruang guru hanya karena mata pelajaran yang satu ini. Ia benci bisnis. Tapi orang tuanya memaksanya untuk menjalankan bisnis keluarga, Jungkook menentang dan berakhir dikurung hampir seminggu dengan konsumsi setara anjing peliharaan. Guru-guru juga tak banyak membantu, mereka hanya memberikan petuah yang sudah mainstream dan itu semua tidak akan bekerja pada keluarga Jungkook yang anti-mainstream.

Jungkook memilih untuk tidak mengerjakannya (lagi) karena otaknya sungguh berat, persetan dengan hukuman yang akan ia terima nantinya ia sudah tak peduli. Jungkook membereskan semua peralatannya dan meletakkan seragamnya di dekat lemari agar mudah diambil esok harinya. Jam sudah menunjukkam pukul 1 malam sampai akhirnya Jungkook bisa tertidur dengan nyenyak.

...
..
.
..
...

Taehyung masih menggunakan perban di kepalanya, orang tua dan hyung nya tak habis pikir pada sang maknae keluarga mereka.

"Kau yakin mau pergi ke sekolah dengan keadaan seperti maling ayam seperti itu?" Tanya sang 'hyung' a.k.a Kim Namjoon.

"Tentu hyung, aku ingin sekali bertemu dengan seseorang di sekolah nanti."

Namjoon menukikkan sebelah alisnya, memandang adiknya skeptis. Walau dominan terkejut.

"Memangnya siapa?"

"Ada deh, dasar kepo."

Hendak hati Namjoon melempar Taehyung dengan piring cantik di hadapannya jika tidak ingat ada kedua orang tuanya, bahkan sang ayah sudah memberinya tatapan maut.

"Ini meja makan, jangan melakukan perang saudara di sini."

Sang ayah memperingatkan, setelah keduanya berhasil dilerai akhirnya acara makan masih berlangsung dengan khusyuk. Namjoon pamit untuk bekerja, dirinya adalah seorang detektif yang menikahi dokter cantik bernama Kim Seokjin. Kepala keluarga Kim berkerja sebagai CEO sebuah perusahaan yang terkenal di seluruh negara, dengan istrinya sebagai sekretaris pribadinya karena ini merupakan perusahaan keluarga yang ia bangun dari 0.

Taehyung hanya murid SMA biasa yang hobi membuat onar, tapi orang tuanya tetap mencintainya walau ia begitu menyebalkan dan pembangkang. Karena apa? Karena Taehyung tidak sepenuhnya brengsek. Walau akademis mungkin tak hebat sekali, tapi Taehyung adalah anak yang pedulian. Seberapa nakal pun dirinya, ia tetap tak akan menghilangkan nyawa seseorang. Ia benci pem-bully an, maka dari itu ia tak segan menghabisi sang pelaku walau kadang nyonya Kim sampai stress dibuatnya. Tapi mereka mengerti, ini semua karena Taehyung membutuhkan perhatian lebih.

Ia berbeda dengan Namjoon yang berpikiran dewasa, pikiran Taehyung memang agak kekanak-kanakan. Tapi selama ia masih berbuat selayaknya kenakalan remaja, maka kedua orang tua Kim berusaha untuk tak mengungkit maupun mempermasalahkan masalah ini.

"Oh iya, aku jalan kaki saja ya."

Nyonya Kim menoleh menatap Taehyung bingung, diikuti oleh Tuan Kim dan hyung nya.

"Tumben, ada apa?"

"Tidak, aku hanya ingin. Baiklah, aku berangkat!"

Taehyung segera berlari keluar, tapi baru sampai gerbang depan nyonya berteriak memanggil namanya.

"KIM TAEHYUNG! KAU MELUPAKAN TAS SEKOLAHMU!"

...
..
.
..
...

"JUNGKOOK-A!"

Jungkook segera berlari keluar dari kamar mandi, ia menemukan sosok sang oppa yang mendadak muncul di depannya.

"Oppa!"

Jungkook hendak berlari memeluk sang oppa, tapi dirinya segera mundur menjauh.

"Astaga, Kook! Pakai bajumu dulu, nanti kita dikira incest."

Jungkook tertawa, sang kakak keluar dan Jungkook segera berpakaian. Setelah itu ia keluar dan menemukan sang oppa sedang duduk di dapur untuk menikmati sarapan.

"Bagaimana hari-harimu, Kook?"
Sang oppa a.k.a Jeon Wonwoo. Memanggil sang adik untuk duduk bersama dan membuka perbincangan, sekaligus ingin melepas rindu. Atau memang yang seperti itu yang kalian bayangkan.

"Aku baik, oppa bagaimana?"

"Seperti yang kau lihat, cukup baik."

Wonwoo menjawab seperti itu. Yang namanya saudara, pasti akan ada gurauan, pertengkaran, dan banyak hal lainnya. Tapi dalam persaudaraan, juga ada yang namanya perbedaaan.

"Oh iya, bagaimana dengan album terbarumu Wonwoo-a?"

Sang ibunda bertanya dengan nada yang sangat lembut, berbeda jauh dengan saat ia bersama Jungkook. Ya, Wonwoo adalah salah satu member artis terkenal bernama 세븐틴. Ia tertarik pada dunia Hip-Hop dan bercita-cita menjadi boy band dan memilih untuk mengikuti audisi di Pledis Ent.

Orang tua Jeon tentu sangat bangga dan mengagung-agungkan sosok Wonwoo. Selain itu, Wonwoo juga pandai dalam berbisnis. Dulu semua masalah di toko dapat ia tangani dengan baik, bahkan tak sedikit orang yang kecewa saat mendengar bahwa Wonwoo lebih memilih memasuki dunia hiburan. Saat mereka mendengar bahwa Jungkook lah pengganti Wonwoo, mereka justru tertawa.

'Astaga, sungguh?'

'Ya ampun, Jungkook itu masih anak-anak. Dia beda sekali dengan Wonwoo.'

'Jungkook itu ceroboh, kau yakin ingin memberikan tokomu tuk diurusnya?'

'Ha, Jungkook? Memangnya bisa apa dia?'

'Aku tetap lebih Wonwoo, bagiku Jungkook hanyalah pengganti sementaranya.'

'Dilihat dari sisi manapun, Jungkook sama sekali tidak cocok untuk mengelola sebuah bisnis.'

Hei, memangnya ini maunya Jungkook? Ingin sekali Jungkook memarahi mereka dan mengatakan untuk berhenti mengurusi hidupnya, tapi orang tuanya pasti akan memukulinya. Jujur, Jungkook benci sekali kekerasan fisik dan berusaha untuk menjauhi hal tersebut. Tapi nasib memang tak berpihak padanya.

"Albumku lancar."

Wonwoo menjawab pendek, tapi itu sudah membuat ibunya bangga. Ia melirik Jungkook dan mulai menceramahinya.

"Contoh Wonwoo, dia artis sukses yang membanggakan. Kamu apa?"

'Ya, katakan itu pada orang yang selalu melarangku untuk berlatih. Lagi pula, aku benci bisnis.'

"Aku berangkat."

Jungkook membereskan piring bekasnya dan mengambil kaus kaki, Wonwoo berdecih pelan melihatnya.

"Dasar kekanakan, begitu saja marah."

Terkadang Wonwoo menyenangkan, tapi setiap orang memang memiliki sisi brengseknya. Jika kalian bertanya, maka ini salah satunya.

"Katakan itu pada orang yang menangis saat laptopnya tersiram air sodanya sendiri saat sedang bermain game."

Wonwoo memelototi sang adik yang dianggap acuh, Jungkook segera berangkat dan sempat berpamitan pada ayahnya yang berada di ruang tamu. Ayahnya hanya menjawab dengan deheman pelan lalu kembali mengacuhkan Jungkook. Kali ini Jungkook memilih untuk menggunakan bus saja karena sudah cukup terlambat jika ia berjalan kaki, ia menaiki salah satu bus sekolah dan masuk ke dalam. Tapi belum lama ia berada di dalam bus, mendadak seseorang datang dan menduduki kursi di sampingnya

"Hei!"

Orang itu menyapanya, Jungkook melihatnya dari sudut matanya. Ia memakai earphone dengan buku bergenre horror di depannya. Jungkook tak benar-benar memperhatikan orang di sampingnya.

"Maaf, siapa?"

Jungkook mendapat jitakan cukup kuat, dirinya hendak memaki sampai akhirnya mata onyx itu bertubrukan dengan hazel setajam elang.

"Dasar pikun. Baru saja bertemu kemarin, hari ini sudah lupa."

Jungkook menganga terkejut, sedangkan namja di depannya nyengir kotak. Matanya memancarkan semangat pagi dan senyumnya nyaris menulari Jungkook yang saat ini terpaku menatapnya.

"Aku tahu aku tampan, mau fotoku? Supaya lebih puas."

Jungkook berdecih setelahnya, ia dalam hati merutuki sosok tampan di hadapannya saat ini. Sebenarnya Jungkook keberatan mengucapkan tampan, tapi wajahnya memang sangat tampan. Masa ia harus bilang jelek?

"Kau sedang mendengarkan lagu apa?"

Taehyung berusaha membuka percakapan, Jungkook menunjukkan ponselnya dan menampilkan lockscreen yang sedang memutar sebuah lagu.

(A/N) Lagunya ada di atas, berdampingan dengan foto Taehyung. BTS Spring Day Piano Ver. by Smyang. I don't take any profit, I just love to heard it.

"Lagunya bagus?"

"Bagus, kau mau mendengarnya?"

Jungkook memberikan sebelah earphone-nya pada Taehyung dan diterima baik oleh namja itu. Taehyung menggerakkan jarinya seirama dengan musik yang mengalun lembut, dirinya hanyut terbawa alunan melodi.

"Taehyung-ssi, Kim Taehyung-ssi?"

Ia merasa bahunya diguncang pelan, kedua matanya mendadak terbuka dan ia menyadari bahwa mereka telah tiba di sekolah.

"Cepat bangun, kita nyaris terlambat."

Taehyung segera bangun dan memberikan earphone Jungkook, ia meraih ranselnya dan segera turun disusul Jungkook.

"Kau tidur seperti mayat, aku bahkan harus memanggilmu beberapa kali."

Dalam hati Taehyung menghela nafas, belum tahu saja dirinya jika melihat Namjoon tertidur. Bahkan kau harus menendang bokongnya dengan keras baru ia bisa terbangun, untung saja kebiasaanya mulai berubah.

"Ngomong-ngomong, kemana seragam yang kuberikan kemarin?"

Tanya Taehyung, ia baru sadar seragam Jungkook terlihat sangat lusuh dan terdapat banyak jahitan. Di lihat dari mana pun, Jungkook bukanlah seseorang yang ceroboh dan mudah merusakkan barang seperti hyung nya.

(Namjoon : *sneeze*)

"Itu... sedang dicuci."

Jungkook sempat bingung ingin menjawab apa, tapi akhirnya ide brilian itu muncul begitu saja. Mungkin karena ia terbiasa melakukan pekerjaan rumah? Entahlah.

"Ah, begitu..."

Jungkook menghela nafas, tapi ia tak mengetahui bahwa Taehyung sebenarnya curiga. Kenapa ia harus terlihat gugup saat menjawab kalau pakaiannya hanya sedang 'dicuci'? Tapi ia memilih diam, ia harus bertanya pada teman-temannya nanti.

"Hari ini aku duduk di sampingmu."

Jungkook menukikkan sebelah alis tak mengerti, mereka bahkan tidak berada di kelas yang sama.

"Bagaimana caranya jika kau bahkan tidak berada di kelas yang sama denganku?"

Taehyung menyeringai tipis, ia tak menjawab pertanyaan Jungkook melainkan mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Atap."

Hanya itu, setelahnya ia menutup ponselnya dan menarik Jungkook memasuki kelasnya.

"Hei! Kau belum menjawab pertanyaanku."

"Nanti kujelaskan, ayo kita ke kelas sekarang."

...
..
.
..
...

"Anak sialan, sembarang menyuruh seperti biasa."

Orang di sebelahnya tertawa, ia menepuk pundak temannya.

"Terima saja pendek, siapa suruh kau punya teman masa kecil sepertinya."

Orang itu memberikan tatapan maut, ia memang agak sensitif mengenai tinggi tubuhnya. Tapi orang yang mengejek pura-pura tidak merasakannya.

"Apa katanya?"

"Atap, apa ada sesuatu?"

"Entahlah, dia memang penuh dengan misteri bukan?"

Keduanya melangkahkan kaki mereka menuju atap, tak lama yang ditunggu pun muncul.

"Hei pendek! Dan Hoseok hyung!"

Hendak hati melempar dengan kata kasar, si pendek a.k.a Park Jimin ingin sekali melempar sobat kecilnya dengan bekas kerikil semen yang berada di atap saat ini juga.

"Apa alien busuk? Katakan apa maumu, aku ingin mencari Yoongi."

"Yoongi seonbae brengsek, hormati sedikit kakak kelasmu."

Hoseok meralat ucapan Jimin, Yoongi memang satu angkatan dengan Hoseok dan berada di kelas dan jurusan yang sama. Karena itulah ia selalu diteror oleh Jimin dengan pertanyaan mengenai the savage Yoongi. Sepertinya Jimin tak mengenal kata menyerah, seketus apa pun Yoongi padanya tetap tak ia hiraukan.

"Aku ingin minta bantuan kalian, terutama kau hyung."

Jimin dan Hoseok mengerutkan kening, tumben sekali Taehyung meminta tolong.

"Apa yang bisa kami bantu?"

"Bantu aku belajar."

Hoseok menganga sedangkan Jimin tersedak air ludahnya sendiri.

"Tae, kau yakin tidak terbentur sesuatu tadi pagi? Atau kau mencicipi masakan Namjoon hyung lagi?"

Taehyung memukul bahu Hoseok sembari tertawa, memang makanan buatan Namjoon sangat tidak layak dimakan. Saat ini dirinya pasti sedang sibuk bersin-bersin.

"Tidak, bukan seperti itu. Aku ingin masuk ke kelas A."

Keduanya saling melirik, menimbang permintaan Taehyung yang dirasa aneh dan sangat tidak biasa.

"Memangnya ada apa di kelas A? Sepertinya orang tuamu juga tak pernah mempermasalahkan otakmu yang tidak seperti hyung mu."

Tanya Jimin, Taehyung tidak langsung menjawab tapi ia justru tersenyum sendiri dan itu menakutkan bagi Hoseok mau pun Jimin.

"Ada seseorang yang... katakanlah menginspirasiku untuk bisa masuk ke kelas A. Kau kan kelas A, Chim. Hoseok hyung juga sekelas dengan Yoongi di kelas A, aku yakin kalian cukup pintar."

Anak kurang ajar memang, tapi memang tidak salah sih berbicara seperti itu. Keduanya terfokus pada kejanggalan dalam pengucapan Taehyung.

"Tunggu, kau mau mengikuti tes tingkatan hanya karena seseorang? Siapa dia? Yeoja? Namja?"

"Yeoja."

Jimin dan Hoseok menjerit seperti wanita, jeritan keduanya sangat tidak sehat bagi Taehyung yang biasanya mendengar suara ... ah abaikan.

"Sekarang, kalian mau membantuku tidak?"

Kedua teman Taehyung memberi ibu jari mereka padanya, mereka turun dari atap dengan Jimin yang tak henti-hentinya menginterogasi Taehyung dan sesekali diikuti oleh pertanyaan Hoseok. Tapi baru beberapa langkah mereka berjalan, mereka mendengar suara barang terjatuh disertai pecahan kaca.

"Kerja yang becus dong! Matamu dimana?!"

Ketiganya menoleh untuk melihat apa yang terjadi, 2 gelas yang tadinya digunakan sebagai wadah coklat panas telah hancur berantakan di atas permukaan keramik. Selain itu ada beberapa kerumunan siswi dan siswa yang justru sibuk menertawakan tindakan pada siswi. Seorang siswi jatuh tersungkur, pecahan gelas dan cokelat panas itu mengenai dirinya.

Seorang siswi menghampiri lalu menjambak rambut siswi yang tersungkur di lantai. Siswi tersebut meringis menahan rasa sakit, tapi berkat itu ketiganya dapat melihat jelas wajah siswi yang sedang di bully itu.

"Jungkook?"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

(A/N)
Agak panjang ya? 2105 words sih XD. Maaf telat update, ini karena tugas yang nggak kelar-kelar dan ujian tak ada habisnya. Belum ekskul dan kegiatan lainnya. Agak susah manage waktunya, ini aja udah belajar masih tetep remed dan tugas masih ada yang keteteran T^T

Gimme ur Vomment juseyo^^

Fyi : I love to quote, try read their story juseyo^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top