3. A Little Suggestion

"You should trying to be cool and untouchable."
—Kezhia Rouvin.

• • • • •

Entah mengapa dan bagaimana, Julian merasa kembali menjadi anak laki-laki usia sebelas tahun yang mendapat ejekkan dari orang-orang di sekitarnya. Bagaimana bisa mamanya berkata sedemikian rupa?

Julian melempar bukunya ke ranjang dan berakhir dengan terlentang di ranjang sembari menatap langit kamarnya.

"Emang gue dulu pernah cerita apaan sama Mama sampe-sampe Mama ngomong gitu?" tanya Julian kepada hembusan angin malam yang menerobos masuk ke kamarnya melalui jendela yang terbuka.

"Najis." Kemudian ia merutuk sendiri saking kesalnya dan bingung hendak melampiaskan kekesalannya kepada siapa.

Knock knock.

Terdengar suara pintu kamarnya yang diketuk.

Julian merasa enggan bangun dari posisinya karena tahu kalau mamanya pasti tidak akan berhenti meledeknya kalau kejadiannya sudah seperti ini.

"Ijul! Buka, Jul!"

Dan, Julian harus bersiap-siap dengan kenyataan yang lebih pahit dari ledekkan mamanya karena suara tadi merupakan pertanda buruk bagi Julian.

"Woy, buka!"

"Bar-bar," desis Julian, karena pintunya diketuk tidak karuan.

Julian bangkit dari posisi nyamannya dan menarik selot kunci untuk membuka pintu kamarnya, dan kemudian terpampanglah versi wanita dari Julian dengan celana pendek abu-abu dan kaus putihnya. Ia menerobos masuk dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur.

"Ngapain si lo?" tanya Julian yang moodnya seketika makin memburuk.

"Sopan dikit napa, kakak lo nih."

Namanya Kezhia Rouvin, kakak perempuan yang dua tahun lebih tua dibanding Julian itu bangkit dan menatap Julian yang kini duduk di tepian kasurnya.

Julian memutar bola matanya. "Mau ngapain ke sini?"

Kezhia mengangkat kedua bahunya. "I don't know, it just feels like you need my help?"

"What kind of help that you mean?"

Kezhia melempar bantal ke arah Julian. "That's why I'm here, you stupid."

Julian bangkit dan meraih kedua pergelangan tangan Kezhia untuk membuatnya bangun. Tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga, ia mendorong Kezhia agar segera keluar dari kamarnya.

"I don't need any of your help. So, get out!"

Baru saja Julian melepas Kezhia yang sudah berada di luar kamarnya dan hendak mengunci pintunya kembali, gerakkan gesit Kezhia menguntungkannya dan membuat Julian harus susah payah menahan umpatannya karena kakak perempuannya itu kini sudah duduk kembali di atas ranjangnya.

"Selama di England lo kan homeschooling aja tuh because our parents won't you—ya... katakanlah jadi korban bully because of our mixed faces.. but now lo sekolah di Jakarta dan di sekolah umum, yang di mana lo bakalan jadi pusat perhatian satu sekolah—"

"Pusat perhatian apaan," pungkas Julian.

"Diem dulu napa, gue lagi ngomong," tukas Kezhia.

Julian duduk di tepian ranjangnya. "Silahkan dilanjutkan, Mbak."

Kezhia mendengus sebal. "Menurut gue, lo harus act like you are the most wanted boy in the school gitu loh."

Perkataan Kezhia benar-benar tidak ada gunanya bagi Julian. Julian merasa kakaknya ini harus berhenti menonton cerita atau sinetron yang hanya melibatkan satu kawanan laki-laki sebagai pusat perhatian satu sekolah dengan sang pemimpin yang paling menonjol. Ia ingin cepat-cepat mengusir kakaknya dari kamar sekarang juga.

"Gak guna banget asli," ungkap Julian yang sudah tidak tahan.

Kezhia kembali melemparinya dengan bantal yang kali ini disertai oleh guling. "Serius, bego," tuturnya. "Lo kan orangnya.. gimana ya.. how can I explain your personalities? Ehm.. a little bit unpredictable in action, and... kind of boring person?"

Julian menggeretakkan giginya. "Kalo lo mau ngeledekin gue, lo dateng di waktu yang nggak tepat. I'm not in a good mood for it. You can come back tomorrow night, thank you."

Kini giliran Kezhia yang menghela napasnya panjang. "I mean, you should trying to be cool and untouchable."

"And how exactly I'm going to do that such of things?" tanya Julian kesal sekaligus tak sabaran. Entah ada angin apa sampai-sampai mulutnya malah justru bertanya seperti itu. Julian benar-benar memerlukan perekat agar mulutnya tidak berbicara sesuatu yang dapat memancing semangat kakak perempuannya itu.

Kezhia tersenyum penuh kemenangan.

"Forget it," kata Julian.

"Lo cuman harus belagak dingin aja gitu!" pekik Kezhia pada akhirnya, sebelum Julian merubah pikirannya kembali. "Gak usah senyum kalo bener-bener diperluin, gak usah banyak ngomong, don't need to shows up your real personalities to anyone and told 'em your old stories because they'll just going to abandoned you at the end."

• • • • •

"Kil, bangun Kil."

Syakilla meregangkan tubuhnya dan mengusap kedua matanya dengan kasar saat merasakan sentuhan di lengannya. Ia membuka mata dan menolehkan kepalanya, kemudian mendapati Claretta yang hendak bangun setelah menyadarkan Syakilla dari tidurnya.

"Gak tidur lagi?" tanya Syakilla.

Claretta menghentikan langkahnya sebelum masuk ke dalam toilet. Ia menoleh ke arah Syakilla yang kini duduk di ranjangnya dengan wajah super duper kacau.

"Lo tau gue gak bisa tidur malem," jawabnya.

Syakilla menyisir rambutnya dengan jemari-jemarinya. "Ahelah lagian kenapa gue yang malah berakhir tidur di sini, sih," gumamnya, merutuk pada diri sendiri.

Baru saja Syakilla hendak bangkit dari tempatnya, suara pintu yang terbuka dengan cekatan menghentaknya.

"Re, mama minta maaf. Ayo turun mama udah—" ucapan Shanty tertahan di udara begitu sadar kalau orang yang kini berada di atas ranjang bukanlah anaknya. "—eh ada Syakilla?"

Syakilla tertawa kikuk. "Hehe, iya, tante. Killa nginep di sini semalem," jawabnya.

"Oh, yaudah nanti bilangin Re buat makan dulu di bawah udah tante siapin, kamu juga makan dulu ya Kill," pesan Shanty yang terlihat begitu sibuk bahkan hanya sekedar untuk menyampaikan pesan.

"Iya, tante, nanti Killa sampein. Tante berangkat aja."

Merasa sudah mendapat kepastian dari keponakannya, akhirnya Shanty merasa sedikit tenang dan bisa berangkat kerja tanpa beban di benaknya.

"Titip ya, Kill. Assalamualaikum!"

Setelah menjawab salam dengan gumaman, Syakilla bangun dan menuju meja belajar untuk menuliskan pesan kepada Claretta, karena ia sepertinya tidak bisa terus menerus di sini atau bahkan sarapan bersama, karena seragam serta peralatan sekolahnya yang berada di rumah.

"Kill! Anduk dong tolong!"

Syakilla menghembuskan napasnya kasar, namun kakinya tetap melangkah untuk meraih handuk yang tersampir di belakang pintu masuk kamar Claretta dan memberikannya kepada Claretta.

"Re, buka," ujar Syakilla yang berdiri di depan pintu toilet. Claretta membukanya sedikit dan langsung menyambar handuknya.

"Re, itu makanan udah disiapin sama nyokap lo di bawah ya." Syakilla menyampaikan pesan sebagaimana yang Shanty katakan kepadanya. "Ohiya, tadi juga pas awal-awal masuk dia minta maaf, gak tau minta maaf buat apaan."

Suasana berubah hening seketika. Sesaat, Syakilla kira Bu Jena datang dan membuat segalanya terdiam bagai patung tak bertuah, tapi kali ini bukan itu penyebabnya.

"Re?" panggil Syakilla, yang perasaannya entah bagaimana berubah tidak enak.

Masih tidak ada jawaban dari dalam sana, maupun tanda-tanda pergerakkan Claretta.

"Re???" panggil Syakilla lagi, mulai khawatir.

Dan akhirnya Syakilla mengetuk pintunya berulang kali karena tak kunjung mendapat jawaban dari sepupu sekaligus sahabat dekatnya.

• • • • •

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top