Cermin #2: Batasan
Batasan itu kita yang buat, Shana.
Tidak akan ada yang bisa melewatinya, jika kita tak mengizinkan orang itu. Bahkan, jika orang itu adalah Nawa--Resha.
Tadi aku ada di bahunya, di bahu Resha. Wajar kalau Nawa murka. Aku bersandar pada bahu Resha, menangis di sana. Tak lebih dari itu, sungguh .... aku tak berkata apa pun apalagi sampai mengumbar aib pernikahan kami. Seharusnya, Nawa juga mengerti, Resha tak akan pernah terganti. Sampai kapan pun, dia akan menjadi sahabat terbaikku.
Sedangkan Nawa adalah cintaku. Dia pusat duniaku. Namun, entah apa yang membuatnya tak bisa memahamiku sebaik Resha. Apa benar, ikatan persahabatan terkadang lebih dalam dari cinta? Aku tak mengerti kenapa bisa seperti itu. Sepasang kekasih yang terikat cinta bukankah sudah membagi segalanya dalam hidup mereka? Mengapa sulit sekali rasanya aku terhubung dengan Nawa, lelaki yang kunikahi dua tahun lalu itu.
Entah kenapa rasa nyaman dalam pelukan Nawa terasa sangat bias. Ada ketakutan di dalam sana. Berbeda sekali dengan kenyamanan bahu Resha. Tanpa berkata apa pun, seakan semua perasaan sudah tumpah ruah ke bahunya yang kokoh. Bahu kuat itu selalu siap menerima aku kapan saja.
"Batasan itu kita yang buat, Shana. Tidak akan ada yang bisa melewatinya, jika kita tak mengizinkannya. Bahkan, jika orang itu adalah Nawa," kata Resha. Aku bisa merasakan dia melirikku saat aku menyandarkan kepalaku yang semakin memberat. Aku mendongak mencoba menemukan iris hitam miliknya yang menyorot redup.
Yang sakit aku, Resha. Kenapa kamu yang terluka sangat dalam? Aku hanya bisa membatin. Aku tahu dia tak akan mengatakan apa pun. Resha akan menawarkan bahunya. Bahu itu selalu siap untukku bersandar, menangis.
Dia mengusap bahuku dengan ibu jari. Usapan lembutnya sangat terasa, tapi ada rasa ngilu menyenat tulang selangka aku pun berjengit.
"Akan sangat berbahaya berkendara di bahu jalan, kamu tahu, Shana?" tanya Resha. "Begitu juga hidupmu, jangan sampai kamu membiarkan orang lain melewati batasan yang kamu buat."
"Aku tahu, Nawa memang tidak meminjamkan bahunya saat aku menangis, tapi dia memelukku. Dia selalu mencintaiku. Dia hanya sedang marah," tuturku sembari beranjak meninggalkan semua jenis kenyamanan yang ditawarkan bahunya itu.
26 Oktober 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top