Valuable Waiting

-Selamat membaca-

Pagi yang cerah ketika matahari memancarkan sinarnya dari timur dunia seolah ingin menyapa seluruh penjuru Kota Jakarta. Murid-murid berseragam putih abu-abu mulai berdatangan dari gerbang utama sekolah SMA Nusa.

Di sekolah ini tersimpan banyak kisah, dari ribuan kisah yang ada di sekolah ini, ada satu kisah yang tersembunyi jika seseorang tidak mengungkapkannya terlebih dahulu.

Selama  hampir dua tahun setengah seorang pria memendam perasaannya seorang diri, tak tahu sampai kapan ia harus menahan rasa ini sendirian, setiap saat ia membayangkan wajah gadis itu yang tengah tersenyum, jantungnya terasa tegang, kepalanya mau pecah, pokoknya hanya terisi senyuman gadis itu. Rasanya mau gila. Sampai akhirnya pun rasa itu sudah tidak bisa ditahan lagi, pria itu memutuskan untuk mengungkapkannya segala perasaannya selama ini.

Pria itu bernama Alvian Satria, remaja yang suka disapa Pian yang terkenal dengan segala kekonyolannya, entah darimana munculnya sifat konyol tersebut, mungkin sejak ia mulai jatuh cinta pada gadis itu, gadis itu bernama Harpika Hasyim, gadis berambut pendek sebahu yang sering disapa Pika.

Pika memiliki kecantikan yang beda dari gadis lainnya maka dari itu, tak salah jika seorang Alvian Satria tergila-gila dengan sosok Harpika Hasyim. Selama Pian menyukai Pika, tak jarang Pian sering membuatkan puisi untuk gadis itu, hampir ribuan puisi yang sudah ia buatkan hanya untuk Pika seorang, salah satunya adalah--

-Surat untuk Pika-

Hai Bidadari tak bersayap, kenalkan namaku Alvian Satria panggil saja Pian, sang pengagum rahasia sejak awal bertemu, aku yakin banyak orang yang tergila-gila pada Bidadari sepertimu karena senyummu itu membuat hati semua orang meleleh, seperti lelehan coklat.

Jika kebanyakan orang yang menyatakan cantiknya parasmu bagaikan senja, namun tidak bagiku, karena kamu itu beda dengan senja, seindah-indahnya senja pasti akan menghilang dimakan waktu namun cantiknya parasmu itu, tidak akan hilang dimakan oleh apapun. Dan dulu aku tidak pernah percaya yang namanya cinta pada pandangan pertama tapi sejak melihatmu, aku jadi percaya bahwa cinta pada pandang pertama tapi sejak melihatmu, aku jadi percaya bahwa cinta pada pandangan pertama itu memang ada, dan sekarang aku sedang merasakannya.
                                                                                             -Dari Pianmu tersayang,

Dengan keberanian yang ia miliki, akhirnya ia mengungkapkan isi hatinya tepat dihadapan gadis pujaannya selama ini, Pian hanya menyiapkan sebuah bunga mawar merah, coklat, dan tak lupa puisi yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari.

Sekarang Pika sudah sampai di gerbang utama sekolah, Pian pun langsung membawa Pika menuju halaman belakang sekolah, tempat dimana dirinya akan menembak gadis pujaannya selama ini. Pika terlihat bingung dibuatnya, mengapa Pian mengajak ku ke tempat sepi seperti ini?

"Ada apa ko, ngajak gua kesini?" tanya Pika, bingung.

Detak jantungnya berdetak tidak beraturan, hatinya sudah tak karuan melihat Pika yang sudah ada dihadapannya, bibirnya sedikit bergetar dengan pertanyaan Pika barusan.

"O-oke to the point aja sekarang, gua dari dulu kagum sama lo tepatnya, gua jadi penggangum rahasia lo, karena lo itu baik, cantik, dan humble. Lama-kelamaan rasa kagum itu berubah jadi rasa sayang yang amat dalam, sedalam galian sumur."
Mendengar ocehan Pian, Pika pun terkekeh geli.

"Pip-pip." Waktunya Pian mengungkapkan segala rasanya selama ini, tapi--

"Lo mau pipis Yan?" tanya Pika polos.

"Eh bukan mau pipis, tapi mau--gak lo jadi pacar gua?" Pian berlutut dan mengeluarkan setangkai bunga dan coklat dari saku celananya.

Pika kaget bukan main atas penuturan Pian barusan, ia melihat sekelilingnya dan mengambil coklat dari tangan Pian. Lalu--

"Ma-maaf Yan, gua gak bisa jadi pacar lo," ucap Pika terbata-bata, lalu membuang coklat tersebut  ke tong sampah, dan pergi meninggalkan Pian.

"Pika, cinta gua ke lo itu bagaikan ombak pantai yang tak kan pernah berhenti, sampai hayat memisahkan. Ingat itu Pika," teriak Pian, namun Pika tetap saja tidak memerdulikan Pian. Miris.

Namun, tak lama kemudian datang teman-teman Pian dan langsung menggoda seseorang yang habis ditolak cintanya. Jika kebanyakan orang yang menyerah setelah cintanya ditolak, lain halnya dengan Pian, ia malah tambah bersemangat ingin memiliki Pika sampai dapat.

***

Di lain tempat, seorang gadis sedang asyik melamun, ia tak menyangka bahwa selama ini pria aneh itu menyukainya, pria aneh itu memang sering menggangunya tetapi, ia juga tetap penasaran dengan pria yang mengirim puisi sejak kelas 10. Apakah dia orang yang sama? Entahlah sang penggangum rahasia tidak pernah menuliskan namanya dalam setiap puisi yang ia kirim.

"Woy!" Pika dikagetkan oleh sahabat-sahabatnya sendiri, yang tiba-tiba muncul dibelakang Pika.

"Astagfirullah, kalian ngagetin aja deh," pekik Pika, sembari menoleh kebelakang.

"Kamu kenapa Pik? Tumben pagi-pagi udah bengong, biasanya juga baca novel?" tanya salah seorang sahabat Pika, yaitu Widya.

"Engga kok, nggak papa," jawab Pika, seraya mengambil sebuah buku tebal dari dalam tasnya.

"Udah deh gak usah nge-les, dari muka lo aja udah kebaca Pik, kamu jangan bohong lagi sama kita, kita kan sahabat," ucap Zoya.

"Oke, gue akan cerita, sebenarnya--" Pika menceritakan secata detail dan rinci kejadian saat Pian mengungkapkan isi hatinya.

"Oh my good, serius Pik? Pian ngungkapin perasaannya? Kirain gua dia cuman main-main aja gombalin lu, Pik," ucap Nilam, kaget.

"Iya Lam, yaudah aku buang aja coklatnya, terus pergi," jawab Pika singkat.

"Kenapa kamu nolak Pik? Kamu engga tau aja dibalik kerecehannya si Pian dia tuh baik, setiap hari selasa sama jumat dia pergi ke Panti Asuhan, terus hari minggunya dia bantu-bantu di Panti Jompo, dan--" gerutu Widya.

"Masa sih dia begitu?" tanya Pika, tak percaya.

"Kok kamu bisa tau Wid?" tanya Tika setelahnya.

"Aku gak sengaja liat dia di jalan terus aku ikutin deh, udah berkali-kali ketemu, ya jadi tau, gitu. Kalau kamu gak percaya, kamu ikutin aja Pian, Pik? Sekarangkan hari selasa!?" jawab Widya.

"Males banget ngikutin dia, gak penting!" ketus Pika, tetapi dalam hati ia ingin sekali mengikuti Pian sepulang sekolah nanti.

Saat hati dan mulut tak sejalan.
Disinilah tempat Pika berdiri sekarang, dimana sebuah gedung yang terdapat banyak kesedihan, tergantikan dengan senyuman setiap kali pahlawan mereka datang, dan pahlawan itu adalah Pian. Entah hanya sekedar memberi bingkisan atau hanya bermain, rasanya, Pika ingin sekali turun dan ikut bermain bersama di sana.

Kini Pika percaya, apa yang dikatakan sahabatnya tadi mengenai kegiatan Pian diluar sekolah. Pika pikir, Pian adalah manusia dengan segala kerecehan dan kekonyolan yang ia miliki, tetapi, tidak dibalik sikap Pian yang hampir membuat isi kepala Pika pecah, Pian berubah menjadi malaikat saat dia ditengah-tengah para anak-anak di tempat itu.
Dan hari-hari berikutnya, setelah pulang sekolah, Pika selalu mengikuti kemana pun Pian pergi.

Dan Pian pun mulai menyadari pasalnya, setiap pulang sekolah sebuah mobil selalu mengikuti dirinya dari belakang, karena Pian sedikit pintar dan tidak bego-bego amat, Pian pun akhirnya mengubah arah tujuannya ke tempat yang agak sepi, dan benar, mobil itu berhenti tak jauh dari motornya lalu, Pian menghampiri mobil itu.

Sontak Pika yang ada di dalam mobil itu pun terlihat pucat dan keringat dingin. Pika turun dari mobil lalu--

"Hai apa kabar Pian? sapa Pika dengan suara bergetar.

"Alhamdulillah baik ko, kok kamu di sini?" tanya Pian bingung.

Baru saja Pika ingin menjawab pertanyaan Pian, Pian langsung menarik lengan Pika dan
membawanya ke sebuah taman yang tak jauh dari tempat itu.

"Jadi yang selama ini ngirim makanan ke Panti Jompo dan Panti Asuhan itu kamu?" tanya Pian santai.
"i-iya Pian," jawab Pika terbata-bata.

Pian tersenyum mendengat jawaban Pika, ia tidak menyangka bahwa orang yang selama ini mengirim makanan itu adalah Pika.

"Pian, soal lo yang nembak kemarin itu--?"Pertanyaan Pika barusan membuat Pian berfikir dua kali.

"Maaf Pik, gua udah gak sayang lagi sama lo," potong Pian.

Pika terdiam seribu bahasa, ia tak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun. Rasa kecewa dan menyesal memenuhi hati dan pikirannya karena, telah menolak orang sebaik Pian. Melihat Pika yang hampir menjatuhkan air matanya karena dia, Pian pun langsung membingkai wajah Pika lalu menghapus air mata Pika.

"Gua emang sudah gak sayang lagi sama lo, karena rasa sayang gua sudah bermetamorfosis menjadi rasa cinta, I Love You Pika," gumam Pian, tulus.

Pika tersenyum bahagia, lalu berkata--

"I Love You To Pian,"

"Kan gue udah pernah bilang ke lo, kalau cinta gua itu bagaikan ombak, tak pernah berhenti sampai hayat memisahkan," gombal Pian, dengan senyum khasnya.

Pika pun kembali tersenyum, entah darimana datangnya perasaan ini, yang jelas kini Pika dan Pian sekarang jadi pasangan kekasih.



TAMAT

Short Story by:
Resty Auliya Putri
Khusnul Khotimah
Alvian Hidayat

 
 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top