Indah Pada Waktunya

Alunan musik nan merdu terdengar jelas di setiap sudut pada sebuah kafe bernuansa modern. Kafe itu kebanyakan dihuni oleh remaja, mereka datang untuk memesan minuman ataupun cemilan sambil bercengkrama dan adapula yang hanya untuk numpang wi-fi.

Di meja ujung sana terdapat dua orang gadis. Salah satu diantaranya adalah Pika, Ia memakai celana jeans dipadukan dengan sweater berwarna biru muda dan flat shoes, penampilannya itu sangat cocok di tubuh nya yang mungil. Sedangkan yang satu nya lagi bernama Nilam. Ia hanya memakai kaos oblong dipadukan dengan celana jeans dan snekers hitam. Mereka menyesap
minumannya seraya bercengkrama dengan diselingi oleh tawa hangat.

Hingga suara petikan gitar terdengar. Di panggung depan sana telah duduk seorang lelaki berkulit putih, hidung mancung dengan rahang tegas. Ia mengenakan celana jeans hitam di
padukan dengan jacket hoodie maroon ditambah dengan Ia menggunakan sepatu vans berwarna senada dengan celana nya. Samar-samar terlihat pula baju dalaman yang di pakai lelaki itu berwarna putih karena resleting jacket nya terlihat sengaja ia turunkan se- dadanya. Sempurna! Dan hal itu sangat menyita perhatian Pika, sedangkan Nilam sibuk dengan aktivitas nya menjelajahi sosial media.

Jreng.. Jreng..

Lelaki itu tampak menikmati permainan musik nya, Ia menarik napas dan bersiap untuk
bernyanyi.

Memenangkan hati ku

Bukanlah suatu hal yg mudah

Kau berhasil membuat ku tak bisa hidup tanpamu

Menjaga cinta itu bukanlah suatu hal yang mudah

Namun sedetik pun tak pernah kau berpaling dari ku

Sungguh! Suara lelaki di depan sana sangat menggoyahkan perasaan Pika. Tiba-tiba saja perasaan nya menghangat di tambah dengan darah nya yang bedesir cukup kencang.

"Lo lagi liatin apa pik? Muka lo sampai segitu nya," tegur Nilam yang menyadari perubahan raut
wajah Pika.

"Noh," tunjuk Pika dengan jari telunjuk nya tepat ke arah lelaki itu, sontak saja membuat Nilam mengalihkan pandangannya mengikuti arah yang ditunjuk oleh Pika. Dan sama dengan Pika,
Nilam berhasil terkesima walau hanya dalam sekejap.

Beruntungnya aku dimiliki kamu

Kamu adalah bukti dari cantik nya paras hati

Kau jadi harmoni saat ku bernyanyi
tentang terang dan gelap nya hidup ini

Kau lah bentuk terindah dari baiknya tuhan padaku

Waktu tak mengusaikan cantik mu

Kau wanita terhebat bagi ku

Tolong kamu cam kan itu...

Satu lagu telah habis dimainkan oleh lelaki tadi, fokus Pika tak pernah lepas saking terpesonanya. Pika sangat suka dengan musik, namun Nilam yang sangat mengenal Pika
merasa heran, baru kali ini Pika bersikap demikian dengan orang yang bukan artis hingga membuat matanya tak berkedip.

Lelaki tadi terlihat turun dari panggung tempatnya bernyanyi menuju meja yang didominasi oleh lelaki tentu saja. Fokus Pika masih sama, Ia memperhatikan hingga lelaki itu duduk dan hanya memainkan handphone nya dimana teman-temannya sedang bersenda gurau.

Selang beberapa lama, lelaki tadi berdiri dan bergegas keluar kafe, Ia terlihat menerima telepon. Hanya dengan waktu tak kurang dari 5 menit, Ia kembali masuk dan membisikkan sesuatu ke salah satu diantara teman-temannya dan berlalu pergi.

Pika berencana untuk mengikuti kemana lelaki tadi pergi namun Ia urungkan sebab terlalu
berlebihan menurutnya.

"Nilam, balik yuk," ajak Pika.

Nilam memandang Pika dengan heran, "Tumben balik cepet, biasanya kan balik abis semua pengisi acaranya nyanyi."

Pika juga merasa seperti yang dirasakan oleh Nilam, Pika heran, kenapa dirinya ingin pulang.
Dan lagi, Pika merasa moodnya tiba tiba sangat buruk.

"Nggak tau kenapa, gue pengen pulang aja gitu." katanya dengan ekspresi cemberut kemudian berdiri dan menggapai tangan Nilam kemudian menariknya untuk pulang bersama.

Nilam pasrah saja, Ia tahu jika Pika dalam perasaan yang tidak baik. Membantahnya bisa saja mengundang kemarahan yang membuat Pika terdiam cukup lama atau bahkan sampai menangis tersedu-sedu.

-----

Sudah dua hari Pika mengunjungi kafe tanpa ditemani oleh Nilam. Bukan Nilam tidak ingin
menemaninya, Pika sendirilah yang berkeinginan demikian. Namun dua hari itu hanya membawa kekecewaan bagi Pika karena pengisi acaranya bukan lelaki itu melainkan penyanyi-penyanyi yang sudah biasa Pika tonton.

Namun setelah rasa kecewa yang di rasanya, Pika tidak putus asa. Hari ini, Ia pergi mengunjungi kafe itu lagi sendirian. Dan dewi keberuntungan berpihak padanya, dipanggung tengah duduk lelaki itu dengan gagahnya sambil memetik gitar dan melantunkan sebuah lagu dengan begitu merdunya.

Pika duduk di tempat yang sama dimana Ia pertama kali melihat lelaki itu. Hari ini, lelaki itu menyanyikan tiga buah lagu. Setelah selesai, Ia menghampiri pemilik kafe yang hari ini datang untuk mengontrol apa saja mengenai kafenya. Pika tahu akan itu karena kenal dekat dengan
pemilik kafe yang hari ini memang jadwalnya untuk berkunjung. Pika melihat mereka tampak akrab, tertawa bersama yang entah sedang membahas apa. Pika ingin kesana, tapi Ia urungkan. Keberaniannya belum sampai di tahap itu.

Pemilik kafe itu bernama Tika. Pika kenal bahkan sangat akrab karena saking seringnya Pika mengunjungi kafe itu dan juga, mereka satu sekolahan. Hanya, Tika sudah duduk dibangku kelas XII sedangkan Pika masih kelas XI.

Dari pandangan Pika, terlihat bahwa Tika pamit kepada lelaki penyanyi itu untuk pulang terlebih dahulu. Tika melewati meja Pika, mereka bertegur sapa untuk waktu yang tidak lama karena Tika terburu-buru. Namun Pika tidak mengurungkan niatnya untuk bertanya mengenai lelaki
penyanyi itu, tahu namanya saja sudah cukup baginya.

"Tik, bentar bentar. Gue mau nanya dong," Kata Pika sambil menahan Tika dengan menepuk
pundaknya.

"Kenapa Pik?" Tika menaikkan sebelas alisnya.

"Jadi gini, duh gimana yah ngomongnya" Pika menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Melihat itu, Tika bingung, ada apa gerangan dengan anak satu ini.

"Apa sih Pik, to the point aja ih. Gue buru buru tau. Lu mah."

"Jadi gini, cowok yang tadi bareng lu di sana siapa?" dengan satu tarikan nafas Pika bertanya, Ia begitu gugup.

Tika menertawakan tingkah Pika kemudian melihat ke arah lelaki tadi, "Ck, Namanya Pian," dan setelahnya, Tika berlalu pergi.

Tanpa disadari oleh Pika, Pian sedari tadi memandang ke arah nya karena arah pandang Pian mengikuti Tika yang hendak pulang. Pian merasa heran, mengapa perempuan itu menahan Tika dan setelah mengeluarkan suara, Tika tertawa dan melihat ke arah nya. Namun itu tak berlangsung lama sebab setelah Tika berlalu, Pian fokus pada minuman di hadapan nya.

------

Beberapa jam telah berlalu, waktu telah menunjukkan pukul 5 sore. Pika masih setia duduk di kafe yang mana akhir-akhir ini Ia kunjungi ditemani dengan 4 gelas kosong di hadapan nya. Saking seriusnya memandangi dan menunggu Pian yang sedari tadi masuk ke dalam dapur kafe yang entah untuk melakukan apa, Pika sampai tak ingat bahwa dia telah menghabiskan 4 gelas minuman yang berbeda-beda sampai perutnya terasa kembung.

"ihh Pian mana sih, dari tadi gak keluar-keluar.. Tau ah, pulang aja deh," Pika menggerutu sebal dan akhirnya memilih untuk pulang. Namun diiringi dengan derap langkahnya, Pika berbisik dalam hati, 'besok, pokoknya gue harus kesini lagi, titik.'

------

Panas nya cuaca siang ini begitu menyengat tubuh Pika yang baru saja keluar dari gerbang sekolah nya. Ia mengambil ponsel dari dalam tas lalu mengaktifkan nya. Setelah menunggu
beberapa saat dan ponselnya menyala, Pika mengirimkan sebuah pesan kepada ayah nya.

To Ayah
Ayah, Pika udah pulang. Jemput.

Setelah mengirimkan pesan itu, Ia menggenggam ponsel nya tanpa ada niat ingin memasukkannya ke dalam saku atau tas nya kembali karena Ia menunggu balasan pesan dari Ayahnya. Cukup lama Pika menunggu, beberapa bulir keringat mulai bermunculan di dahi nya di tambah dengan tenggorokan nya hampir tercekik. Pika berniat untuk meminum air botol yang senantiasa ia letakkan di samping tas nya namun hasilnya nihil, air dalam botol itu telah tandas tak tersisa. Ia menelan air liur nya untuk menghilangkan rasa haus itu, kemudian Pika melihat
sisa uang jajan yang biasa ia letakkan di saku baju nya.

Pika bersyukur dalam hati, ternyata uang nya masih tersisa lumayan banyak. Lantas ia pergi ke indomaret yang berada tidak jauh dari sekolah nya. Sekalian saja Ia menunggu Ayahnya disana.

------

Pika telah sampai di tempat yang ingin Ia tuju tadi, udara yang ia hirup saat ini begitu berbeda dengan udara yang sebelumnya. Jika tadi ia merasa kepanasan, di dalam ruangan ini Pika
merasa sejuk tak terkira hingga rasanya Ia ingin berlama-lama dan menunggu ayah nya didalam sini.

Tiing

Sebuah notifikasi muncul di layar ponsel Pika. Lantas saja Ia membacanya dan beruntung itu
notifikasi pesan dari ayah nya.

From Ayah:
Maaf Ayah gak bisa jemput kamu hari ini karena ayah pulang larut malam. Kamu pulangnya naik taksi dulu. Hati-hati ya.

Setelah membaca balasan dari ayahnya, raut wajah Pika menampakkan kekecewaan. Namun Ia tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ingin menghambat pekerjaan ayah nya. Ia kemudian mengetikkan beberapa kalimat untuk membalas pesan dari ayah nya.

To Ayah:
Yaudah, Yah. Ayah juga jangan yang larut malam banget pulang nya dan selalu hati-hati yah.

Send!

Setelah memastikan bahwa pesannya terkirim, Pika yang sedari tadi hanya diam di tempat kemudian berjalan menuju lemari es dan mengambil minuman berasa untuk menghilangkan dahaganya. Namun ketika hendak ke kasir, Pika disuguhkan beragam jenis snack yang
menggugah nafsunya. Tak membuang waktu, Pika langsung saja mengambil snack yang menurutnya enak dan melanjutkan berjalan ke arah kasir untuk membayar belanjaannya.

Hah??!!

Sontak suara kaget Pika langsung keluar begitu saja ketika Ia membalikkan badannya dari kasir
karena sosok yang ia lihat. Pian! Iya Pian, lelaki itu terlihat membawa beberapa barang yang ia masukkan kedalam tas ranjang belanja mini. Pian terus berjalan mendekat kearah Pika, eh bukan! Tepatnya kearah kasir, Pian berniat untuk membayar barang belanjaannya.

Jarak sampai 2 meter... 1 meter dan sekarang hanya beberapa senti saja. Seketika Pika merasa badannya kaku, jangankan untuk bergerak, berkedip saja Pika tak mampu.

"Eh, Lo.." suara merdu khas milik Pian yang menggantung itu berhasil merubah rasa kaku Pika menjadi rasa gugup tak terelakkan.

"eh.. I..ya, hm." hanya itu yang bisa Pika lontarkan untuk menjawab Pian.

Mengabaikan itu, Pian melakukan transaksi untuk belanjaannya dan Pika tetap berdiri layaknya patung di sebelah kanan kasir.

"gue duluan ya," Pian kembali bersuara dan menyadarkan Pika.

"eh..i..iya." arah pandang Pika mengikuti kemana arah Pian yaitu berjalan menuju pintu keluar.

"eh Pian.. Yah udah keluar." terlambat. Kali ini Pika berbicara dengan dirinya sendiri. Ia kecewa,
sangat. Otaknya berjalan lambat dan Pian keburu pergi dan Pian terlihat begitu cuek.

Ditemani rasa kecewa nya dan juga ayah nya tidak jadi menjemput, tidak ada gunanya Pika berlama-lama di ruangan ber-AC ini. Pika memutuskan untuk pulang saja. Dengan langkah
gontai, Ia berjalan keluar menuju pinggir jalanan untuk mencari taksi seperti perintah ayahnya
beberapa menit lalu.

"duh mana sih taksinya.. Panas nih," kesal Pika sambil merogoh saku di baju nya untuk memastikan bahwa uangnya masih ada untuk membayar taksi atau tidak. Merasa uang nya
cukup, segera saja Pika melambaikan tangannya dan tak butuh waktu lama hingga sebuah taksi berhenti di hadapan nya.

Saat itu, langit sedang menampakkan senjanya. Namun rasanya senja sedang menatap Pika dengan pandangan mengejek sebab saat perasaan menggebunya tiba, otaknya tak sejalan dengan apa yang dilakukannya ditambah sikap Pian seolah musibah dan menghancurkan
semua rasanya.

------

Suara ayam bekokok terdengar disetiap sudut ruangan rumah Pian, lelaki itu sudah sangat rapi memakai seragam putih abu-abunya. Tak lupa menggunakan dasi sebagai formalitas anak sekolah sekalian menambah estetika perfect dalam dirinya.

Jam menunjukkan pukul 06.17. Setelah memasukkan beberapa baju yang akan Ia gunakan untuk tampil di kafe nanti, Pian bergegas berangkat ke sekolahnya menaiki motor kesayangan yang ia beli sendiri dari hasil kerjanya bernyanyi di kafe itu. Pian memang lebih memilih untuk
membawa beberapa baju yang akan ia kenakan daripada harus pulang hanya sekedar untuk berganti. Pian sangat menekuni pekerjaannya itu karena Ia ingin menabung untuk masuk ke universitas bergengsi impiannya. Walaupun hanya tampil beberapa kali dalam seminggu tapi
baginya itu sudah lumayan.

------

Jam telah menunjukkan pukul 13.00, sekolah tampak ricuh karena siswa berdesakkan untuk cepat-cepatan untuk pulang. Namun Pian sudah lebih dulu dan sekarang menaiki motornya untuk melesat menuju kafe.

------

Pika telah pulang dari sekolah dan tiba di rumahnya dengan selamat. Setelah mengganti baju dan merasa sangat bosan karena tidak melakukan apapun, Ia memilih pergi ke kafe biasa untuk mencari udara segar, dengan maksud lain untuk melihat Pian. Pika sudah melupakan kejadian
kemarin dan sudah bersikap seperti biasanya.

Setelah berada di dalam taksi kurang lebih 15 menit, suara merdu Pian terdengar hingga luar kafe menyambut Pika. Seketika desiran aneh menyerang tubuh nya, ia benar-benar merasa jatuh cinta pada suara Pian, dan diri Pian juga tentunya.

Setelah duduk dan memesan beberapa makanan ringan dan minuman, pandangan Pika tak
lepas untuk memandang Pian.

Setelah duduk dan memesan beberapa makanan ringan dan minuman, pandangan Pika tak
lepas untuk memandang Pian.

Setelah menyanyikan beberapa buah lagu, Pian turun dari panggung dan menghampiri Pika. Lagi-lagi melihat Pian menghampiriya, Pika bagaikan mayat hidup, kaku dan tak bisa bergerak.

"Pika.." sapa Pian ramah, tak seperti kemarin.

"eh.." Pika dibuat tercengang, sejak kapan Pian tau namanya.

"lo Pika kan? Dan pasti lo heran kenapa gue bisa tau nama lo," tebak Pian yang memang benar, itu yang dirasakan Pika.

"..iya.."

"gue tau nama lo dari Tika, rupanya lu juga temen deket dia katanya karena seringnya lu kesini dan kalian satu sekolahan. Ga tau salah apa gimana tapi gue perhatiin lo suka banget ya ngelihat gue nyanyi?"

"hah?" Pika tercengang, ia merasa terciduk.

"iya lo selalu merhatiin gue kan, dan kemarin lo nungguin gue berjam-jam waktu gue masuk ke dapur," tuduh Pian terang-terangan.

"gu..gue... Hm.. Maaf gue pergi dulu." setelah merasa tertangkap basah, Pika memilih pulang. Rasa malunya sudah mencapai ubun-ubun. Pika berjalan dengan cepat diikuti Pian yang mengambil motornya. Pian mengikuti Pika dan memaksa Pika untuk menaiki motornya. Pika
yang awalnya malu dan menolak tapi karena terus di paksa akhirnya memilih menuruti saja.

------

Beberapa bulan telah berlalu...

Langit sudah gelap, suara binatang-binatang malam mulai banyak terdengar, dinginnya embun yang menusuk setiap inci kulit sekujur tubuh juga membuat merinding. Namun suasana seperti ini masih belum bisa membuat mata Pika terpejam. Bahkan sudah 3 jam lebih lamanya ia hanya berganti-ganti posisis di ranjangnya.

Sedari tadi Pika berkirim pesan dengan Tika untuk menanyakan tentang Pian, hingga Ia tahu bahwa Pian sudah lama bekerja di kafe Tika, Ia tinggal di kota ini karena ingin membuktikan pada ayahnya bahwa Ia bisa hidup mandiri setelah sudah sering kali ayahnya mengejek Pian
kalau dia itu anak manja. Kenapa Pika baru bertemu Pian sekarang ini karena Pian pernah pindah kafe, Ia merasa berat hati dengan Tika yang menaikkan bayarannya. Namun di kafe baru itu, Pian mendapatkan perilaku tidak baik. Tika yang mengetahui itu meminta dengan paksa kepada Pian untuk kembali ke kafenya.

"Pian..Pian..Pian.. Hmm.. Kok lo bisa semempesona gitu sih. Gue kan jadi gak bisa mup on hahaha," ocehan Pika yang menirukan gaya bahasa generasi milenial itu terdengar sangat
memilukan. Ya, wajar! Namanya juga orang kasmaran.

"jam berapa sih kok kayaknya udah malem banget," tanya Pika pada dirinya. Ia segera memutar kepalanya 90 derajat kearah jam dinding diatas nakas yang terletak disamping kanan ranjangnya.

"hah? OhMyGod! Jam 1 ? Astaga jadi dari sore tadi gue cuma mikirin Pian sampai jam 1 dini hari??" Pika baru menyadari tingkah nya hingga tak sadar malam sudah sangat larut.

"udah ah saatnya tidur, besok kan sekolah. No Pian Pian dulu pokoknya" setelah puas mengoceh, akhirnya Pika memejamkan matanya dan tertidur pulas.

------

Hari ini adalah hari yang menyedihkan bagi Pika, Ia harus pindah ke luar negeri karena ayahnya di pindah tugaskan. Tidak ada lagi suara merdu Pian dan tidak ada lagi nongkrong di kafe selama berjam-jam hanya untuk menunggu Pian selesai bernyanyi. Pika ingin pamit kepada Pian tapi Ia merasa tidak begitu penting dimata Pian. Dan lagi, sudah beberapa hari Pian tidak
nampak di kafe milik Tika. Kata Tika, Pian lagi fokus untuk belajar buat lolos ke universitas impian dia dan tidak ingin diganggu oleh siapapun. Mengajaknya betemu, menelpon nya bahkan sekedar mengirim pesan pun tak bisa dilakukan.

Tak ada pilihan lain. Sampai di sini saja perjalanan kisah Pian bagi Pika. Tapi Pika selalu berharap bahwa jika memang Pian adalah takdirnya, Ia akan sabar menanti itu. Tepat pukul 12.30 Pika beserta keluarga meninggalkan Indonesia.

------

Beberapa tahun kemudian...

Pika berkunjung ke Indonesia, Ia berada di pulau dewata bali bersama Tika, namun Tika lelah dan lebih memilih tidur hingga Pika nekat berjalan menyusuri sebuah pantai seorang diri saking inginnya menikmati sunset.

"Balik ke Indonesia jadi inget Pian," Lirih Pika namun tak berapa lama Ia mengetuk dan menggelengkan kepalanya.

"Pika..." suara merdu lelaki memanggil nama Pika, suara yang sangat familiar bagi telinganya.

"Tidak.. Tidak.. Saking ke pikirannya sama Pian, gue jadi halu gini" batinnya dengan mata terpejam rapat.

Namun tiba-tiba saja ada yang menepuk pundaknya. Pika seketika menoleh ke belakang,

"Pi..an.." ya, dia Pian. Entah dari bagaimana bisa, yang jelas Pika sangat terkejut dengan apa yang ada di hadapan nya karena ternyata bukan hanya ilusi semata.

Pian menarik dua tangan Pika dan menggemgamnya erat.

"gue tau lo di pantai dari Tika, gue selalu komunikasi dengan Tika dan ke elo nya enggak karena ponsel gue hilang dan cuma nomor ponsel Tika aja yang gue hafal. Gue pernah minta nomor lo ke Tika tapi dia nggak punya. Li rese, abis pergi elonya ganti nomor ponsel. Gue jadi hilang arah,
tapi kemarin Tika ngasih gue kabar gembira dan gue langsung susul lo ke sini," ucap Pian memberitahu. Sedangkan Pika hanya membisu, perlakuan dan perkataan Pian sangat diluarpikiran Pika, bagaimana Pian demikian? Berbagai pertanyaan bermunculan diotak Pika.

"Pik.." suara itu terdengar lagi, memecahkan lamunan Pika. Pika hanya bisa mendongakkan
kepalanya.

"gue.. Suka sama lo."

Pika tidak percaya, apakah ini mimpi? Entahlah,.namun jika iya, Pika tidak ingin bangun dari mimpi indah ini.

"lo suka gak sama gue? Lo mau gak jadi pacar gue?" Pian bertanya lagi. Nadanya sangat serius, dia menunggu jawaban Pika.

"Yan, gue..." jawaban Pika menggantung. Pian menunggu harap harap cemas dengan lebih mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Pika.

"Gue juga suka sama lo dan gue mau kok jadi pacar lo,"

Setelahnya, Pika menanyakan apapun dan Pian menjawab dengan sukarela begitupun sebaliknya. Namun sayang, hal itu cukup mereka dan Tuhan saja yang tahu. Kisah mereka cukup sampai di sini.








END

Karya :

St.Syaikhatul Islamiyah Khaerunnisa
Wahyuoktaviana
Deby Maulida Fitri

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top